Anda di halaman 1dari 9

Dentinogenesis Imperfekta

Yendriwati

Fakultas Kedokteran Gigi


Bagian Biologi Oral
Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan

Proses pembentukan dentin tidak selamanya dapat berlangsung secara normal. Pada
DI dentin dapat mengalami gangguan berupa penurunan kandungan mineral akibat
sedikitnya kristal hidroksi apatit serta peningkatan kandungan air dalam matriks
ekstraseluler dentin yang mengakibatkan terjadi gangguan pada struktur dentin. DI
terjadi pada periode perkembangan histodiferensiasi gigi dan dapat mengenai gigi sulung
maupun gigi tetao. Cacat pertumbuhan dan perkembangan DI diturunkan secara
autosomal dominan yang terjadi pada satu dari 8.000 kelahiran . 1,2,3,4,5
Menurut Shield (1973) secara klinis DI dapat diklasifikasikan atas 3 tipe yaitu :
1,2,6,7,8,11,12,13

1. tipe I (dentinogenesis imperfekta)


2. tipe II (dentin opalescent herediter)
3. tipe III (tipe Brandywine)
Etiologi dari DI adalah kelainan genetik. Namun sampai saai ini kelainan genetik
dari DI masih belum dapat dijelaskan secara pasti, tetapi Zhank dkk (2001) menemukan
adanya suatu transisi C-T pada nukleotida 3658 yang menciptakan penghentian
pengkodean dalam exon3 pada gen tersebut.18
Gambaran klinis dari ketiga tipe pada umumnya adalah berupa mahkota gigi
berbentuk bulbous (bulat seperti lonceng) dan berwarna coklat kebiru-biruan. Pada DI
tipe III selain mahkota gigi berbentuk bulbous, juga menunjukkan gigi dengan
penampilan seperti Shell (kulit kerang). Akar gigi tipis, pendek, terlihat transparan
sesudah pencabutan dan rongga pulpa hilang bila dilihat secara radiologis. Secara
histopatologis dentin terdiri dari tubulus-tubulus yang tidak teratur dan sering terdapat
matriks yang tidak mengalami kalsifikasi.1,8,12,13,14,15

Pengertian
Dentinogenesis Imperfekta (DI) merupakan gangguan pembentukan dentin yang
bersifat herediter, dimana terjadi anomali pada struktur dentin. Gangguan ini
menyebabkan kerusakan matriks predentin yang mengakibatkan dentin sirkumpulpa
tidak terbentuk dan tidak teratur
DI adalah suatu penyakit keturunan yang dominan yang tidak terpaut dengan jenis
kelamin, ini terlihat dengan frekwensi yang seimbang pada pria dan wanita.5,10,15 DI dapat
terjadi sendiri atau gabungan dengan kelainan mesodermal lainnya yaitu Osteogenesis
Imperfekta (OI) yang merupakan penyakit kerapuhan tulang.10

Klasifikasi
DI secara klinis diklasifikasikan atas 3 tipe (Shields,1973) yaitu: 1,2,6,7,8,12,14

1
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
1. Tipe I (Dentinogenesis Imperfekta)
Kondisi ini merupakan satu dari beberapa manifestasi penyakit tulang yang
secara umum disebut Osteogenesisi Imperfekta (OI) yang diturunkan secara
autosomal dominan 1,2,6,11

2. Tipe II (Dentin Opalescent Herediter)


Kondisi ini juga dikenal sebagai dentin transparan herediter yang tidak
disertai oleh OI dan diturunkan sebagai suatu rantai perikatan autosomal
dominan.2,4,11

3. Tipe III (Tipe Brandywine)


Kelainan ini disebut menurut tempat pertama kali kelainan ini ditemukan
yaitu pada tiga kelompok ras penduduk diantaranya orang Indian, orang Negro dan
orang kulit putih yang hidup terisolasi di Maryland yang dikenal sebagai populasi
Brandywine yang menunjukkan beberapa penyimpangan 1,11

Etiologi dan Patogenesis


Etiologi utama dari DI adalah faktor herediter,yang diturunkan secara autosomal
dominan, umumnya terjadi pada keluarga yang diketahui membawa sifat autosomal
dominan.1
Apabila suatu sifat tertentu, misalnya kalsifikasi dentin yang tidak sempurna
diumpamakan sebagai D (dominan) dan kalsifikasi normal sebagai d
(resesif),kemungkinan kombinasi yang terjadi DD,Dd dan dd. DD adalah dominan
homozigot dan Dd adalah dominan heterozigot yang mana keduanya ini memiliki
kalsifikasi dentin yang tidak sempurna, sedangkan dd adalah homozigat resesif yang
memiliki kalsifikasi dentin yang sempurna. Individu yang terkena DI biasanya
heterozigot dominan (Dd).7,9

Orangtua (Dd)
Gametes D d
D Dd dd
Orangtua (dd)
D Dd dd

Gambar 1. Jenis perkawinan, gamet-gamet dan genotip-genotip dari


keturunan yang mengalami DI, suatu sifat autosomal dominan
( Bixler, Dentistry for the child and adolescent, 1988:97)

Sebuah silsilah dari suatu keluarga besar di AS dengan DI ditunjukkan pada gambar
1 yang memetakan 2 genotip yaitu Dd (yang terkena) dan dd (normal) dapat
menghasilkan hanya 2 jenis turunan, yaitu yang terkena dengan yang tidak terkena pada
ratio yang sama (Gambar 1), sebab kombinasi gamet adalah hal yang acak, semua

2
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
kombinasi gamet dapat menghasilkan turunan yang terkena dan yang tidak pada jumlah
yang sama.9

Manifestasi DI muncul selama periode perkembangan histodiferensiasi gigi yaitu


proses pembentukan sel-sel spesialisasi yang mengalami perubahan histologis dalam
susunannya. DI terjadi akibat defisiensi fosfoprotein dentin yang berperan penting dalam
dentinogenesis yang berlangsung pada fase maturasi dentin Fosfoprotein mengandung
protein yang berperan penting dalam kalsifikasi dentin seperti fosforesin. Proses maturasi
dentin mulai berkembang bila vesikel matriks pada sel-sel odontoblas mulai muncul.
Vesikel matriks mengandung membran yang kaya akan fosfatidilserin yang memiliki
kemampuan dalam mengikat kalsium. Akibat dari defisiensi fosfoprotein ini proses
kalsifikasi dentin akan terganggu sehingga fosfatidilserin tidak berfungsi sebagaimana
mestinya . Hodge dkk (1940) melaporkan bahwa sifat fisik dan kimiawi dentin yang
abnormal menunjukkan adanya kalsifikasi yang secara kimiawi, memiliki kandunagn air
yang tinggi sekitar 15-20 % sedangkan yang normal 8-10 %. Terdapat juga kandungan
inorganik yang rendah sekitar 70-75 % sedangkan yang normalnya 80-85 %, sehingga
secara fisik, kekuatan mikronya lebih rendah dari normal. Akar gigi menunjukkan
peningkatan kecendrungan menjadi fraktur ketika dikenai oleh tekanan yang ringan
sekalipun. 16,17
Pada DI, dentin menunjukkan sejumlah penyimpangan secara biokimia dan ultra
struktur, sedangkan studi dengan menggunakan mikroskop elektron, mikroskop sinar dan
fluoresensi, menunjukkan bahwa mantel dentin tebalnya normal yaitu 20-30 um, .
Menurut beberapa peneliti mantel dentin kadang abnormal. Tubulus dentin lebar,
jumlahnya sedikit dan ke arah pulpa jumlahnya makin berkurang, sedangkan di perifer
menunjukkan anastomosis yang luar biasa banyaknya. Adanya perubahan warna pada
dentin terjadi karena di dalam tubulus dentin diendapkan berbagai mineral. Dentin yang
berubah warna ini menembus email samar-samar. Segera setelah erupsi perubahan warna
hanya sedikit, dan semakin bertambah dengan berjalannya waktu. Makin tua ternyata
elemen-elemen juga cepat menjadi aus yang ada hubungannya dengan kerusakan email.
Dentin yang terbuka berubah menjadi warna coklat seperti terlihat translusen yang
mungkin berhubungan dengan berkurangnya tubuli. 2,16,17
Di dalam dentin yaitu di dalam tubulus dentin dijumpai pembuluh-pembuluh darah
yang keberadaannya telah mempengaruhi diskolorisasi. Dalam kondisi ini terdapat
adanya degenerasi sistemik dari odontoblas dan menyatu di dalam matriks sehingga
menyebabkan obliterasi pulpa. 2,17
Zhang dkk (2001) meneliti suatu keluarga Cina dengan DI tipe II dimana mereka
menemukan adanya suatu transisi C-T (Gambar 2) pada nukleotida 3658 yang
menciptakan suatu penghentian pengkodean dalam exon 3 dalam anggota keluarga yang
mengalami DI tersebut. Akibat dari mutasi ini mereka menemukan anggota yang dikenai
dalam 3 generasi menunjukkan diskolorisasi dan atrisi yang parah dari gigi geligi mereka,
dengan kamar pulpa yang terobliterasi. 14,18

3
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Kondisi perubahan dari bagian exon 3 gen DSPP menunjukkan
transisi C-T
(http://www.nature.com/ng/Journal/v27/n2/fig _tab/ng0201 _
151 _F2.html)

Gambaran Klinis dari DI

1. Tipe I (Dentinogenesis Imperfekta)


DI Tipe I selalu timbul dengan kombinasi OI yang merupakan suatu kerusakan
tulang yang kompleks yang dapat menimbulkan fraktur tulang multiple dengan
persentasi kejadian 60 %, sendi-sendi yang sangat mudah bergerak 50 %, sklera biru
90% dan gangguan pendengaran yang progresif 60 % serta kerusakan dentin 50 %. 2.
DI tipe I biasanya memperlihatkan gambaran translusensi kekuningan pada gigi
geligi susu ataupun gigi permanen (Gambar 3), dan terdapat banyak variasi ekspresi
dari keseluruhan gigi yang terkena, hanya sedikit ysng menunjukkan perubahan
warna yang ringan 6,10

4
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
Pada gigi yang terdiskolorisasi, sering terdapat enamel yang rusak (patah), yang
mengakibatkan atrisi yang cepat. Ciri klinis yang paling menyolok adalah warna biru
muda sampai biru tua atau coklat. Mahkota gigi sering berbentuk bulbous sebagai
akibat konstriksi servikal yang kuat, akar gigi tipis dan pendek dan ternyata
transparan sesudah pencabutan. Pada tipe ini gigi geligi sulung maupun permanen
dapat terkena.

2. Tipe II (Dentin Opalescent Herediter)


Pada DI tipe II, kelainan ini tidak disertai dengan kerusakan tulang (OI).
Kelainan DI tipe II menunjukkan gambaran klinis pada gigi yang dikenai hampir
sama dengan gambaran klinis yang terdapat pada DI tipe I. 4,6,7

3. Tipe III (Tipe Brandywine)


DI pada tipe III menunjukkan gigi geligi dengan penampilan seperti shell (kulit
kerang) dan pembukaan pulpa pada gigi desidui yang tidak terdapat pada dua tipe
lainnya. Mahkota cenderung berbentuk bulbous dan sudah atrisi sewaktu erupsi. Pada
DI tipe III kedua gigi geligi dapat terkena, baik gigi sulung maupun gigi permanen. 2
DI tipe III terdapat pada tiga kelompok ras yang terisolasi di Maryland yang dikenal
sebagai populasi Brandywine. 11

Gambaran Radiologis

1. Tipe I (Dentinogenesis Imperfekta)


Gambaran radiologis dari DI tipe I yaitu mahkota gigi berbentuk bulbous dengan
penyempitan ke arah servikal, dengan akar yang pendek dan tumpul. Walaupun
akarnya pendek dan tumpul namun sementum, membran periodontal dan tulang

5
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
alveolar terlihat normal. 18,20 Ruang pulpa dan saluran akar menyempit sesudah
erupsi atau segera setelah erupsi sehingga menyebabkan obliterasi pada ruang pulpa
dan saluran akar sebagian atau seluruhnya (Gambar 5).1,2,4,5,7,15

Gambar 5. Pada gambaran rontgen terlihat bahwa tipe I


dan tipe II sama, menunjukkan mahkota
berbentuk bulbous, akar yang kecil, dan saluran
akar yang terobliterasi.
(http://www.dental.mu.edu/oralpath/spresent/
dentinogenesis/sld002.htm)

2. Tipe II (Dentin Opalescent Herediter)


Gambaran radiologi pada DI tipe II sama dengan gambaran radiologi yang
ditunjukkan pada DI tipe I (Gambar 5).

3. Tipe III (Tipe Brandywine)


Mahkota berbentuk bulbous dan sudah aus sewaktu erupsi. Karena fraktur
spontan terjadi pembukaan pulpa pada gigi sulung. Pada DI tipe III ini tidak
ditemukan obliterasi pulpa namun menunjukkan kamar pulpa yang lebih besar dari
normal (Gambar 6).

6
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
Gambaran Histopatologi

Pada penderita DI, struktur enamel cenderung dalam keadaan normal sedangkan
dentin menunjukkan gangguan dalam strukturnya. Pada pemeriksaan mikroskop cahaya
mantel dentin terlihat abnormal dan sirkumpulpa dentin terlihat daerah yang tidak teratur
dan amorphous (tidak berbentuk), matriks organik yang padat serta kalsifikasi
interglobular. 1,3,6
Pada gigi yang terkena DI memiliki ukuran tubulus dentin yang pendek dan lebar
yang bervariasi serta memiliki diameter yang lebih besar dari normal. Tubulus dentin
jumlahnya sedikit dan kearah pulpa jumlahnya makin berkurang, sedangkan diperifer
menunjukkan anastomosis yang luar biasa banyaknya (bercabang-cabang), sehingga
menunjukkan arah yang tidak teratur, serta sering terdapat matriks yang tidak
terkalsifikasi. 1,2,3,6,7,16,17

7
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
Kesimpulan

Dentinogenesis Imperfekta (DI) merupakan suatu kelainan herediter yang


diturunkan secara autosomal dominan yang tidak terpaut dengan jenis kelamin. DI terjadi
pada periode perkembangan histodeferensiasi dan dapat terjadi pada gigi sulung maupun
gigi tetap
Etiologi dari DI adalah kelainan genetik, namun sampai sekarang masih belum
dapat dijelaskan secara pasti. Zhank dkk (2001) menemukan adanya suatu transisi C-T
pada nukleotida 3658 yang menciptakan suatu penghentian pengkodean dalam exon 3
pada anggota keluarga yang mengalami DI. Kemungkinan hal tersebut dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi fosfoprotein dentin yang mengakibatkan fosfatidiserin
mengalami penurunan kemampuan dalam mengikat kalsium sehingga mengganggu
proses kalsifikasi.
Gambaran klinis pada DI baik itu pada DI tipe I dan II hampir sama yang ditandai
dengan adanya mahkota berbentuk bulbous, mudah pecah dan atrisinya email secara
bertahap serta gigi dengan warna biru muda sampai biru tua atau coklat yang akan
berubah menjadi lebih gelap dengan bertambahnya usia, sedangkan pada DI tipe III
menunjukkan gigi geligi berbentuk bulbous dengan penampilan seperti Shell (kulit
kerang) dan pembukaan pulpa yang multiple.
Gambaran radiologis pada DI tipe I dan II dapat terdiagnosa dengan adanya
obliterasi ruang pulpa dan saluran akar sebagian atau seluruhnya, sedangkan pada DI tipe
III obliterasi pulpa tidak terjadi namun terdapat kamar pulpa yang luas, bahkan lebih
besar dari normal.
Gambaran histopatologis pada DI tipe I, II dan III adalah sama menunjukkan bentuk
tubulus dentin yang pendek, lebar dan bervariasi dan memiliki diameter yang lebih besar
dari normal. Tubulus dentin jumlahnya sedikit dan ke arah pulpa jumlahnya makin
berkurang, sedangkan di perifer menunjukkan anastomosis yang luar biasa banyaknya

8
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
(bercabang-cabang), sehingga menunjukkan arah yang tidak teratur serta sering terdapat
matriks yang tidak terkalsifikasi.

Daftar Pustaka

1 Auerkari EI dan Surjadi A. Aspek genetika molecular, klasifikasi dan upaya


penanggulangannya. J Kedokteran Gigi Jakarta, Universitas Indonesia. 1999;vol
6: 31-6.
2 Schuurs AHB, Moorer WR, Prahl-Andersen B, et.al. Patologi gigi geligi.
Yogyakarta, Universitas Gajah Mada Press 1992; 105-10.
3 Gage JP, Symons AL, Romaniuk K, et.al.Hereditary opalescent
dentine:variation in expression. J Dent Child 1991; 134-9.
4 Dummett CO. Pediatric Dentistry: Infancy Through Adolescent. 2th ed.
Philadelphia: WB Saunders Company,1988: 57-68.
5 Finn SB. Clinical pedodontics. 4th ed. Philadelphia: WB Saunders
Company,1973: 610-33.
6 Burkets. Oral Medicine. 8th ed. Philadelphia: JB Lippincott Company, 1984: 546-
7.
7 Nakata M and Wei SHY. Pediatric dentistry: total patient care. Philadelphia:
Lea and Febiger, 1988: 352-73.
8 Regezi JA and Sciubba JJ. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlation.
Philadelphia: WB Saunders Company, 1989: 477-9.
9 Bixler D. Dentistry for the child and adolescent. 5th ed. St Louis: CV Mosby
Company, 1988: 90-115.
10 Mundi E, Aires B, Argentina. Oral Pathology. 2th ed. Philadelphia WB
Saunders, 1980: 54-9.
11 Prabhu SR, Wilson DF, Daftary DK, et.al. Oral Disease in the Tropics. New
York. Oxford University Press 1992: 549-52.
12 Dentinogenesis Imperfecta Type II. Available at
http://www.forp.usp.br/bdj/t0771.html
13 Dentinogenesis Imperfecta. Available at:
http://dentalimplants-usa.com/Conditions/congen.html
14 Dentinogenesis Imperfecta l : DGI. Available at:
http://www3.ncbi.nlm.gov/htbin-post/Omim/dispmim?125490
15 Dentinogenesis Imperfecta. Available at:
http://www.parentsplace.com/expert/dentist/qas/0,10338,239347
107074,00.html
16 Farmer ED and Lawton FE. Stone’s Oral and Dental Disease. 5th ed. London: The
English language Book Society and E & S Livingstone Ltd, 1996: 175-82.
17 Soames JV and Southam JC. Oral Pathologi. Oxford: Oxford University Press,
1985: 10-1.
18 DSPP mutation in dentinogenesis imperfecta Shield type II. Available at:
http://www.nature.com/ng/journal/v27/n2/fig tab/ng0201 151 F2.html
19 Dentinogenesis Imperfecta. Available at:
http://www.dental.mu.edu/oralpath/spresent/dentinogenesis/sld002.html

9
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai