Ok Tedi Copper Mine adalah perusahaan pertambangan dengan kepemilikan Broken Hill Proprietary Company Limited (BHP) 52%, pemerintah Papua Nugini 30%, dan Inmet Mining Corp. 18%. Pada tahun 1976, pertambangan ini dibuka fasilitas penyimpanan limbah, karena lokasi dari tambang tidak memungkinkan pembangunan fasilitas tersebut. Limbah pertambangan dibuang langsung ke sungai Ok Tedi dan selanjutnya mengalir ke sungai Fly dan bermuara ke laut. Limbah tersebut memberikan dampak buruk bagi warga yang tinggal disepanjang aliran sungai, hutan hujan di sekitar sungai, dan hewan-hewan. Akan tetapi, pertambangan ini juga meberikan dampak positif bagi pemerintah dan warga Papua Nugini. Tambang ini menyumbangkan 10 persen dari pendapatan bruto nasional dan 20 persen nilai ekspor dari Papua Nugini. Selain itu, pertambangan ini juga telah mensponsori kesehatan bagi masyarakat di sekitarnya, dan meningkatkan taraf hidup mereka. Pada tahun 1999, diadakan studi lingkungan untuk mengetahui seberapa besar kerusakan lingkungan yang telah timbul. Hasilnya, kerusakan yang timbul jauh lebih besar dari pada yang diperhitungkan dari studi sebelumnya. Bahkan jika tambang segera ditutup, sedimen limbah dari tambang tetap akan merusak lingkungan hingga 40 tahun ke depan. Studi ini menghasilkan 4 kemungkinan yang dapat dilakukan dengan keuntungan dan kerugiannya masing-masing: 1. Melanjutkan penambangan dan melanjutkan pengerukan sedimen dari sungai Ok Tedi. Pengerukan sedimen akan mengurangi sedimen dan akhirnya mengurangibanjir. Akan tetapi, biaya pengerukan akan sangat besar. Biaya tersebut dapat digunakan untuk kesehatan, pendidikan, atau pelatihan pegawai. 2. Melanjutkan penambangan, pengerukan dan juga membuat fasilitas pembuangan limbah. Pembangunan fasilitas tersebut membutuhkan lahan yang sangat luas dan dapat menggusur suku asli yang tinggal di daerah pembangunan fasilitas. 3. Melanjutkan penambangan tanpa melakukan hal lainnya. Pilihan ini dapat memperpanjang periode kerusakan lingkungan. 4. Segera menutup pertambangan. Jika tambang ditutup, kerusakan lingkungan dapat diminimalisir. Namun, akan memberi dampak buruk bagi negara, provinsi dan masyarakat di tempat pertambangan ini berada. BHP memutuskan untuk segera menutup pertambangan. Akan tetapi, pemerintah Papua Nugini menolak keputusan tersebut, mengingat dampak buruk yang akan muncul bagi sosial dan ekonomi negara tersebut. Akhirnya, BHP memutuskan untuk menyumbangkan semua sahamnya ke Papua New Guinea Sustainable Development Program. Dana dari hasil saham tersebut kana digunakan untuk pendanaan proyek-proyek pemerintah. Pemerintah Papua Nugini melanjutkan penambangan, bahkan memperpanjang masa penambangan hingga 2022. Jika dilihat dari fakta yang ada, pertambangan ini sebenarnya sudah tidak etis secara ekologis dari awal. Namun, Papua Nugini sebagai negara baru, memerlukan dana untuk membangun dan meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Operasi pertambangan ini hanya memperhitungkan private costs tanpa mempertimbangkan social costs. Pertimbangan BHP untuk menutup tambang juga tidak etis secara utilitarian, karena hanya mempertimbangkan lingkungan tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi bagi Papua Nugini. Bagi BHP, OK Tedi Copper Mining hanyalah sebuah asset yang telah menghasilkan keuntungan baginya. Akan tetapi, bagi Papua Nugini, pertambangan ini adalah 10 persen dari pendapatan bruto nasional, dan telah meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Menurut saya, keputusan dari BHP untuk menyerahkan seluruh sahamnya kepada Papua New Guinea Sustainable Development Program sudah tepat. BHP sebagai perusahaan tentu telah mendapatkan keuntungan bagi investasinya dari kegiatan pertambangan selama puluhan tahun. Akan tetapi, Ok Tedi Copper Mining harus tetap membuat fasilitas penyimpanan limbah, untuk mengurangi perusakan lingkungan. Karena pada akhirnya, Papua Nugini akan menerima dampak buruk dari kerusakan lingkungan. Papua New Guinea Sustainable Development Program harus menggunakan dana yang diterima untuk perbaikan lingkungan yang telah rusak karena kegiatan pertambangan.