Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permasalahan penyalahgunaan napza saat ini menjadi momok yang
menakutkan karena telah sampai pada tingkat anak-anak Sekolah Dasar. Secara
universal penyalahgunaan napza dapat mengancam dan merusak masa depan
penggunanya, bahkan dapat menimbulkan kejahatan-kejahatan lainnya akibat
dari ketergantungan terhadap napza tersebut. Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif (NAPZA) adalah bahan/zat/obat yang bila masuk ke dalam tubuh
manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga
menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena
terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan.
Berdasarkan World Drug Report dari United Nations Office on Drugs
and Crime (UNODC), sekitar 200 juta orang di seluruh dunia menggunakan
napza jenis narkotika dan psikotropika secara ilegal. Kanabis merupakan jenis
napza yang paling sering di gunakan, diikuti dengan amfetamin, kokain, dan
opioida (Natsir, 2012). Syarif & Tafa, (2008) mengatakan di berbagai negara
sekitar 50% pengguna narkoba suntik (penasun) hidup dengan HIV/AIDS,
bahkan di beberapa wilayah di dunia, sekitar 90% pemakai narkotik dengan
jarum hidup dengan HIV/AIDS. Lebih dari 95% penasun terdapat di negara
berkembang. Kemungkinan lebih dari sepuluh juta paling sedikit, satu juta
Pengguna Narkoba Suntik (Injegting Drug User/IDU) diseluruh dunia menderita
HIV atau AIDS.
Berdasarkan laporan akhir survei nasional perkembangan
penyalahgunaan narkoba tahun anggaran 2014, jumlah penyalahguna narkoba
diperkirakan ada sebanyak 3,8 juta sampai 4,1 juta orang yang pernah memakai
narkoba dalam setahun terakhir (current users) pada kelompok usia 10-59 tahun.
Jadi, ada sekitar 1 dari 44 sampai 48 orang berusia 10-59 tahun masih atau
pernah memakai narkoba pada tahun 2014. Angka tersebut terus meningkat
dengan merujuk hasil penelitian yang dilakukan Badan Narkotika Nasional
(BNN) dengan Puslitkes UI dan diperkirakan jumlah pengguna narkoba
mencapai 5,8 juta jiwa pada tahun 2015 (Phadli, 2015). Sedangkan untuk kasus
pengguna narkoba suntik (penasun) sampai saat ini di Indonesia di perkirakan
terdapat 500 ribu sampai dengan 1,3 juta pengguna narkoba suntik (Injecting
Drug User-IDU) (Galatea, 2007).
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penyalahgunaan NAPZA
adalah pengetahuan, dimana dalam suatu kondisi jika seseorang itu tahu bahwa
hal yang akan dilakukannya akan berakibat buruk terhadap dirinya maka orang
tersebut kemungkinan tidak akan melakukan hal tersebut (Menthan, 2013).
Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan cara penyuluhan. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa ada peningkatan pengetahuan
yang signifikan setelah pemberian penyuluhan (Badri M, 2013). Pemerintah juga
telah menunjukkan beberapa hasil nyata dalam upaya pencegahan peredaran
gelap napza serta penanggulangan penyalahgunaan napza melalui pengobatan
secara medis. Namun demikian jumlah penyalahgunaan napza dari tahun ke
tahun semakin meningkat. Oleh karena itu upaya pencegahan dan
penanggulangan penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap napza
perlu ditingkatkan dengan melibatkan secara optimal peran serta masyarakat.
Untuk itu langkah-langkah yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : (1)
melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat lokal; (2) memberi pencerahan
kepada tokoh masyarakat baik formal maupun informal mengenai peran serta
masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan
pemberantasan peredaran gelap napza yang tertuang dalam Bab III UU RI No.35
Tahun 2009 Tentang Narkotika dan Bab XII UU RI No.5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika; (3) membentuk wadah dalam bentuk organisasi yang
dikoordinasikan oleh BNN; (4) mendorong proses membangun kesadaran
masyarakat, membangun sistem, menyusun pedoman, dan melatih tenaga-tenaga
masyarakat agar handal; dan (5) memberi akses agar masyarakat mudah
menghubungi atau melapor apabila diduga ada tindak pidana yang berkaitan
dengan penyalahgunaan napza.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui
2. Untuk mengetahui
3. Untuk mengetahui
4. Untuk mengetahui
5. Untuk mengetahui
6. Untuk mengetahui

1.4 Manfaat
1.4.1 Secara akademis : Semoga makalah ini juga dapat memberikan
masukan berharga atau referensi bagi mahasiswa,
terutama mahasiswa kesehatan dan akademik.
1.4.2 Secara sosial : Makalah ini dapat memberikan informasi dan
juga pengetahuan kepada masyarakat dalam
pelaksaan pencegahan NAPZA.
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian NAPZA


NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/
zat/ obat yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh
terutama otak/ susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan
fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi)
serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.Satu sisi narkoba
merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan
kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, di sisi lain dapat
menimbulkan ketergantungan apabila dipergunakan tanpa adanya pengendalian.
Penyalahgunaan NAPZA di dunia terus mengalami kenaikan dimana
hampir 12% (15,5 juta jiwa sampai dengan 36,6 juta jiwa) dari pengguna adalah
pecandu berat. Menurut World Drug Report tahun 2012, produksi NAPZA
meningkat salah satunya diperkiraan produksi opium meningkat dari 4.700 ton
di tahun 2010 menjadi 7.000 ton di tahun 2011 dan menurut penelitian yang
sama dari sisi jenis narkotika, ganja menduduki peringkat pertama yang
disalahgunakan di tingkat global dengan angka pravalensi 2,3% dan 2,9% per
tahun (Andriyani, 2011).

2.2 Penggolongan Narkotika


a) Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
ilmu pengetahuan dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai
potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, contohnya heroin
b) Golongan II adalah narkotika yang memiliki khasiat pengobatan dan
sering digunakan sebagai obat alternatif tapi sebagai pilihan yang
terakhir, contohnya morfin.
Dalam Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika,
Pasal 1 ayat (1) dimaksudkan dengan Psikotropika adalah zat atau obat , baik
alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku., Jenis-jenis NAPZA antara lain heroin,
morfin, ganja, ekstasi, sabusabu, obat penenang, dan alkohol.

Zat adiktif adalah bahan yang dapat menimbulkan kerugian bagi


seseorang yang menggunakannya akibat timbulnya ketergantungan psikis.
Sedangkan Bahan Adiktif lain adalah bahan atau zat lain yang tergolong
Narkoba, akan tetapi tidak diatur dalam Undang-undang tetang Narkotika atau
Psikotropika. Contoh bahan adiktif lain :

a) Nikotin yang terdapat tembakau


b) Kafein pada kopi, teh, minuman penyegar, dan pada beberapa jenis obat
c) Alkohol, yaitu minuman yang mengandung alkohol
d) Bahan pelarut bagi keperluan rumah tangga, industri dan kantor, seperti
lem, tiner, dan bensin, yang disebut solven atau inhalansia, yang
selanjutnya disebut inhalans.

2.3 Faktor penyebab penyalahgunaan napza (Utami,2006 : 36-38),


yaitu : faktor keluarga; faktor kepribadian; faktor kelompok teman sebaya; dan
faktor kesempatan.
1. Faktor keluarga
Berdasarkan hasil penelitian dari Unika Atma Jaya dan Perguruan
Tinggi Ilmu Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, jika keluarga kerap
menjadi tertuduh dalam masalah tersebut, hal itu bukanlah tanpa
alasan.Terdapat beberapa tipe keluarga yang anggota keluarganya (anak
dan remaja) beris iko tinggi terlibat penyalahgunaan napza. Tipe-tipe
keluarga tersebut antara lain : Keluarga yang memiliki sejarah
(termasukorang tua) mengalami ketergantungan napza;
a) Keluarga dengan manajemen keluarga yang kacau, yang terlihat dari
pelaksanaan atu ran yang tidak konsisten yang dijalankan oleh ayah dan
ibu (misalnya, ayah bilang ya, ibu bilang tidak);
b) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya
penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik
dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun
antar saudara
c) Keluarga dengan orang tua otoriter. Disini peran orang tua sangat
dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata
orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat atau demi kemajuan,
dan masa depan anak itu sendiri tanpa diberi kesempatan untuk berdialog
dan menyatakan ketidaksetujuan;
d) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya
mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam
banyak hal;
e) Keluarga yang neurosis yaitu keluarga yang meliputi rasa kecemasan
dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, dan sering
berlebihan dalam menanggapi sesuatu.

2. Faktor Kepribadian.
Remaja yang memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri
yang rendah biasanya terjebak pada penyalahgunaan napza
3. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Per group)
Disadari atau tidak, sebuah kelompok teman sebaya dapat
menimbulkan tekanan pada seseorang yang berada dalam kelompoknya
agar berperilaku seperti kelompok itu. Karena tekanan dalam peer group
itu semua orang ingin disukai oleh kelompoknya dan tidak ada yang mau
dikucilkan. Demikian juga pada kelompok teman sebaya yang memiliki
perilaku dan norma yang mendukung penyalahgunaan napza, dapat
memunculkan penyalahgunaan baru.
Hidayat (2016) menyatakan Pengaruh teman atau kelompok juga
berperan penting terhadap penggunaan narkoba. Kelompok atau genk
mempunyai kebiasaan perilaku yang sama antar sesama anggota. Jadi
tidak aneh bila kebiasaan berkumpul ini juga mengarahkan perilaku
yang sama untuk mengkonsumsi narkoba (Hidayat, 2016).
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa dukungan teman
berpengaruh terhadap perilaku penggunaan NAPZA kepada
seseorang. Penelitian tersebut sejalan bahwa dukungan teman juga
berpengaruh terhadap perilaku pencegahan penggunaan NAPZA.
4. Faktor Kesempatan
Ketersediaan dan kemudahan memperoleh Napza juga dapat
dikatakan sebagai pemicu.Saat ini Indonesia merupakan sasaran empuk
bagi sindikat Narkoba internasional untuk mengedarkan barang tersebut,
yang pada gilirannya menjadikan zat ini dengan mudah diperoleh.
Penelitian lain yang dilakukan Nurmaya (2016) menyatakan ada
4 penyebab penggunaan NAPZA pada remaja yaitu faktor individu,
faktor lingkungan pergaulan, faktor keluarga dan faktor lingkungan
tempat tinggal. Salah satunya adalah faktor lingkungan pergaulan berasal
dari teman sebaya. Rahmawati (2015) menyatakan pergaulan teman
sebaya adalah kontak langsung yang terjadi antar individu maupun
individu dengan kelompok.
2.4 Dasar penyebab seseorang menyalahgunakan NAPZA :

Penyalahgunaan NAPZA biasa didasari atas beberapa hal yang


menyebabkan seseorang menjadi penyalahguna NAPZA. Pada dasarnya dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian besar.

 Pertama,
sebab-sebab yang berasal dari faktor individu seperti pengetahuan, sikap,
kepribadian, jeins kelamin, usia, dorongan kenikmatan, perasaan ingin
tahu, dan untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi.
 Kedua
berasal dari lingkungannya seperti pekerjaan, ketidakharmonisan
keluarga, kelas sosial ekonomi, dan tekanan kelompok (Badri M, 2013).

2.5 Dampak Negatif Akibat Penggunaan Napza

Penyalahgunaan NAPZA pada anak jalanan menimbulkan dampak


negatif, seperti semakin menurunnya tingkat sumber daya manusia yang
berakibat pada menurunnya tingkat produktifitas kerja anak jalanan. Selain itu,
penyalahgunaan NAPZA juga meningkatkan angka kriminalitas pada anak
jalanan seperti meningkatnya angka pencurian, pencopetan, perkelahian,
pergaulan seks bebas, dan lainlain. NAPZA mempunyai dampak negatif yang
sangat luas, baik secara fisik, psikis, ekonomi, sosial, budaya, hankam, dan lain-
lain (Eleanora F.N, 2011: 440-441).

a) Efek Akibat Penggunaan Napza

Efek yang dirasakan antara lain stamina bertambah kuat, tidak


mengantuk, membuat perasaan senang, santai, mual, pusing, hilang kesadaran,
emosi bertambah besar, tidak bisa mengontrol diri, halusinasi, dan mabuk. Ada
keinginan dalam diri anak jalanan untuk berhenti menggunakan NAPZA, namun
lingkungan pergaulan anak jalanan yang bebas menyebabkan mereka sulit untuk
berhenti.

b) Sifat-sifat yang diakibatkan akibat ketergantungan NAPZA:

Penyalahgunaan NAPZA sangat memberikan efek yang tidak baik


dimana bias mengakibatkan adiksi (ketagihan) yang berakibat pada
ketergantungan. Menurut Hawari, hal tersebut terjadi karena sifat-sifat narkoba
yang menyebabkan (Azmiyati, SR, 2014):

1) Keinginan yang tidak tertahankan (an over powering desire) terhadap zat
yang dimaksud dan kalau perlu dengan jalan apapun untuk
memperolehnya.
2) Kecendrungan untuk menambahkan takaran atau dosis dengan toleransi
tubuh.
3) Ketergantungan psikologis, yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan
menimbulkan gejala-gejala kejiwaan, seperti kegelisahan, kecemasan,
depresi, dan sejenisnya.
4) Ketergantungan fisik yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan
menimbulkan gejala fisik yang dinamakan gejala putus obat (withdrawal
symptoms).

2.6 Pentingnya Pengetahuan Dalam Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA


Pengetahuan merupakan faktor penyalahgunaan NAPZA, dimana
pengetahuan akan mempengaruhi tindakan apa yang akan dia ambil. Dalam
penelitian yang dilakukan Wishesa didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan penyalahgunaan narkoba.
Selain itu sosialisasi tentang penyalahgunaan narkoba yang masih kurang kurang
selama ini juga disebabkan adanya keterbatasan tenaga penyuluh dan sumber-
sumber pendukunglainnya berupa sarana dan prasarana seperti ketersediaan
buku-buku tentang bahaya narkoba maupun video-video tentang bahaya
penyalahgunaan narkoba serta media elektronik lainnya, sehingga berdampak
dari kurang optimalnya pelaksanaan program pencegahan penyalahgunaan
narkoba (Udana M, 2013).
Pengetahuan merupakan aspek kognitif yang diidentifikasi berperan
penting dalam penyalahgunaan NAPZA adalah rendahnya pengetahuan tentang
NAPZA. Strategi prevensi penyalahgunaan NAPZA dilakukan dengan
pendekatan kognitif behavioral, yaitu dengan memberikan program yang berisi
pengetahuan tentang NAPZA serta mengajarkan dan melatihkan keterampilan
sosial yang berhubungan dengan kemampuan untuk menolak bujukan
penyalahguna NAPZA (Afiatin T, 2004). Di Indonesia, program pencegahan
penyalahgunaan NAPZA pada remaja telah dilakukan dengan aktivitas yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan anggota masyarakat tentang
penggunaan dan penyalahgunaan obat.
2.7 Dukungan Keluarga Bagi Penyalahguna NAPZA

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Lemabaga Pemasyarakatan


Wirogunan Yogayakarta, sebagian besar penyalahguna ini dalam upaya menghentikan
konsumsi NAPZA dipengaruhi oleh beberapa faktor dan umumnya dukungan keluarga
memiliki peranan yang sangat besar selain keinginan dari diri sendiri.

Hal ini disebabkan karena lingkungan sangat mendukung terutama keluarga


sangat berperan dalam proses penyembuhan seseorang yang ketergantungan obat.
Dukungan keluarga ini juga sangat beragam bentuknya yaitu meliputi dukungan
emosional, penghargaan, instrumental, dan informatif menyumbang aksi sugesti yang
positif terhadap penyalahgunaan napza.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mendapat dukungan
yang cukup secara emosional, penghargaan, instrumental, dan informatif akan merasa
lebih lega dan diperhatikan, sehingga seseorang tersebut juga akan mendapat saran atau
kesan yang yang menyenangkan pada dirinya. Selain itu juga dukungan keluarga
sebagai keberadaan, kejadian, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat
diandalkan, menghargai dan menyayangi. Hal serupa juga menyatakan bahwa secara
spesifik dapat diterima bahwa orang yang hidup dalam lingkungan yang bersifat
suportif, kondisinya jauh lebih baik dibandingkan mereka yang tidak memilikinya.
Dukungan mampu melemahkan dampak stress dan secara langsung memperkokoh
kesehatan mental individu.

1) Upaya Pemerintahan Untuk Menanggulangi Napza Pada Anak


Jalanan
Banyak upaya pemerintah yang telah dilakukan untuk
menanggulangi masalah anak jalanan. Sesuai MDG’s tahun 2015,
pemerintah pusat menargetkan berkurangnya jumlah anak jalanan di
Indonesia minimal separuh dari jumlah yang ada sekarang. Beberapa
upaya tersebut antara lain melakukan razia anak jalanan, merehabilitasi
anak-anak jalanan penyalahguna NAPZA, pemberian keterampilan kerja,
hingga pemberian modal bantuan bagi anak jalanan dan orang tua anak
jalanan. Namun, hingga saat ini masalah anak jalanan ini belum dapat
teratasi. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya jumlah anak jalanan
dari tahun ke tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
penggunaan NAPZA pada anak jalanan.
2) Tujuan dari upaya pencegahan
a) terhindar dan terbebasnya generasi muda dari penyalahgunaan
napza, menumbuhkan, memulihkan, dan mengembangkan
keberfungsiaan sosial eks korban penyalahgunaan napza sehingga
dapat hidup secara wajar sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat; dan
b) meningkatnya peran aktif masyarakat dalam upaya penanggulangan
penyalahgunaan napza sehingga masyarakat memiliki ketahanan
sosial dan daya tangkal terhadap permasalahan penyalahgunaan
napza.
3) Peran Serta Masyarakat
Masyarakat perlu ikut mengambil bagian dalam upaya
pencegahan, penanggulangan penyalahgunaan dan pemberantasan
peredaran gelap narkoba/napza dengan singkatan P4GN (Anonim; 2007:
103).Pada Pasal 106 disebutkan : hak masyarakat dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika diwujudkan dalam bentuk:
1) mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika.
2) memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan
informasi tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana narkotika
dan prekursor narkotika kepada penegak hukum atau BNN yang
menangani perkara tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika.
3) menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada
penegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana
narkotika dan prekursor narkotika.
4) memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yang diberikan
kepada penegak hukum atau BNN.
5) memperoleh perlindungan hukum pada saat yang bersangkutan
melaksanakan haknya atau diminta hadir dalam proses peradilan.

Langkah-langkah yang perlu dilaksanakan dalam pemberdayaan


masyarakat, yaitu:
1) Pemerintah melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat lokal
(lingkungan RW, desa, kelurahan).
2) Tujuan pertemuan: memberi pencerahan kepada tokoh masyarakat baik
formal maupun informal mengenai peran serta masyarakat dalam upaya
pencegahan dan penggulangan penyalahgunaan dan pemberantasan
peredaran gelap narkoba / napza yang tertuang dalam Bab III Undang-
Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan Bab XII
Undang-Undang Ri Nomor 5 Tahun 199 7 Tentang Psikotripika.
3) Membentuk wadah dalam bentuk suatu organisasi yang dikoordinasikan
oleh BNN.
4) Mendorong proses membangun kesadaran masyarakat, membangun
sistem, menyusun pedoman, dan melatih tena ga-tenaga masyarakat agar
handal.
5) Memberi akses agar masyarakat mudah menghubungi atau melapor
apabila diduga ada tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan
napza.
Dengan adanya organisasi sebagai wadahperan serta masyarakat
lokal yang dikoordinasikan oleh BNN dalam upaya membantu
pemerintah untuk mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan dan
pemberantas an peredaran gelap napza, diharapkan dapat mengatasi
setidaknya mengurangi ancaman narkoba/napza bagi generasi muda
bangsa
BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus

50 pelajar dan pegawai dirawat di sejumlah rumah sakit karena mengalami


gejala gangguan mental usai mengonsumsi obat-obatan, seperti Somadril, Tramadol,
dan PCC (Paracetamol Cafein Carisoprodol).Ketiga jenis obat itu dicampur dan
diminum secara bersamaan dengan menggunakan minuman keras oplosan. Akibatnya,
seorang siswa kelas 6 Sekolah Dasar dilaporkan meninggal. Dikabarkan pula Rumah
Sakit Jiwa (RSJ) Kendari paling banyak menangani korban.Menkes pun langsung
mengonfirmasi kejadian tersebut kepada Kadinkes Sultra dr. Asrum Tombili. Data
Dinkes Sultra menunjukkan, hingga 14 September 2019 pukul 14.00 WIB terdapat 60
korban penyalahgunaan obat-obatan yang dirawat di tiga RS, yakni RS Jiwa Kendari
(46 orang), RS Kota Kendari (9 orang), dan RS Provinsi Bahteramas (5 orang).
Sebanyak 32 korban dirawat jalan, 25 korban rawat inap, dan 3 orang lainnya dirujuk ke
RS Jiwa Kendari.''Pasien yang dirawat berusia antara 15-22 tahun mengalami gangguan
kepribadian dan gangguan disorientasi, sebagian datang dalam kondisi delirium setelah
menggunakan obat berbentuk tablet berwarna putih bertulisan PCC dengan kandungan
obat belum diketahui,'' terang Menkes.Menilik banyaknya korban berusia muda, ia
sangat berharap Badan Narkotika Nasional (BNN) segera mengidentifikasi kandungan
obat sekaligus menetapkan status zat tersebut dalam kelompok adiktif.''Obat-obatan
terlarang dan zat adiktif sangat membahayakan dan merugikan remaja sebagai asset
masa depan bangsa. Maka, jika ini terbukti zat psikotropika, Kemenkes mengingatkan
agar masyarakat berhati-hati terhadap NAPZA yang mengganggu kesehatan. Kami juga
berharap agar BNN menginvestigasi secepatnya,'' tegas Menkes.Sektor kesehatan
memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA,
melalui upaya Promotif, Preventif, Terapi dan Rehabilitasi. Regulasi yang mengatur
antara lain Undang-Undang No. 35/2009 tentang Narkotika, Undang-Undang No.
44/2009 tentang Rumah Sakit, Undang-Undang No. 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa,
dan Permenkes No. 41 tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Kasus

Upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika dapat


dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut ini :

1) Preventif (pencegahan), yaitu untuk membentuk masyarakat yang mempunyai


ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan adalah lebih baik dari
pada pemberantasan. Pencegahan penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan
dengan berbagai cara, seperti pembinaan dan pengawasan dalam keluarga,
penyuluhan oleh pihak yang kompeten baik di sekolah dan masyarakat,
pengajian oleh para ulama, pengawasan tempat-tempat hiburan malam oleh
pihak keamanan, pengawasan obat-obatan illegal dan melakukan tindakan-
tindakan lain yang bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan kesempatan
terjadinya penyalahgunaan Narkoba.
2) Represif (penindakan), yaitu menindak dan memberantas penyalahgunaan
narkoba melalui jalur hokum, yang dilakukan oleh para penegak hukum atau
aparat kemananan yang dibantu oleh masyarakat. Jika masyarakat mengetahui
harus segera melaporkan kepada pihak berwajib dan tidak boleh main hakim
sendiri.
3) Kuratif (pengobatan), bertujuan penyembuhan para korban baik secara medis
maupun dengan media lain. Di Indonesia sudah banyak didirikan tempat-tempat
penyembuhan dan rehabilitas pecandu narkoba seperti Yayasan Titihan Respati,
pesantren-pesantren, yayasan Pondok Bina Kasih dll.
4) Rehabilitatif (rehabilitasi), dilakukan agar setelah pengobatan selesai para
korban tidak kambuh kembali “ketagihan” Narkoba. Rehabilitasi berupaya
menyantuni dan memperlakukan secara wajar para korban narkoba agar dapat
kembali ke masyarakat dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Kita tidak
boleh mengasingkan para korban Narkoba yang sudah sadar dan bertobat,
supaya mereka tidak terjerumus kembali sebagai pecandu narkoba.

Upaya pencegahan penyalahgunaan napza :

Upaya pencegahan meliputi 3 hal :

1) Pencegahan primer : mengenali remaja resiko tinggi penyalahgunaan NAPZA


dan melakukan intervensi. Upaya ini terutama dilakukan untuk mengenali
remaja yang mempunyai resiko tinggi untuk menyalahgunakan NAPZA, setelah
itu melakukan intervensi terhadap mereka agar tidak menggunakan NAPZA.
Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang dapat
menghabat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan baik.
2) Pencegahan Sekunder : mengobati dan intervensi agar tidak lagi menggunakan
NAPZA.
3) Pencegahan Tersier : merehabilitasi penyalahgunaan NAPZA.
Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Tahap pengkajian terdiri atas kumpulan data yang meliputi data biologis,
psikologis, social, dan spiritual. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah
sebagai berikut :
a) Kaji situasi kondisi penggunaan zat
- Kapan zat digunakan
- Kapan zat menjadi lebih sering digunakan/mulai menjadi masalah
- Kapan zat dikurangi/dihentikan, sekalipun hanya sementara
b) Kaji risiko yang berkaitan dengan penggunaan zat
1) Berbagi peralatan suntik
2) Perilaku seks yang tidak nyaman
3) Menyetir sambil mabuk
4) Riwayat over dosis
5) Riwayat serangan (kejang) selama putus zat
c) Kaji pola penggunaan
1) Waktu penggunaan dalam sehari (pada waktu menyiapkan makan
malam)
2) Penggunaan selama seminggu
3) Tipe situasi (setelah berdebat atau bersantai di depan TV)
4) Lokasi (timbul keinginan untuk menggunakan NAPZA setelah
berjalan melalui rumah Bandar)
5) Kehadiran atau bertemu orang-orang tertentu (mantan pacar,
teman pakai)
6) Adanya pikiran-pikiran tertentu (“Ah, sekali nggak bakal
ngerusak” atau “Saya udah nggak tahan lagi nih, saya harus make”)
7) Adanya emosi-emosi tertentu (cemas atau bosan)
8) Adanya faktor-faktor pencetus (jika capek, labil, lapar, tidak dapat
tidur atau stress yang berkepanjangan)
d) Kaji hal baik/buruk tentang penggunaan zat maupun tentang kondisi
bila tidak menggunakan
2. Diagnosa yang mungkin timbul :
a) Resiko tinggi menciderai diri sendiri
b) Intoksikasi
c) Harga diri rendah
d) Koping mal adaptif
3. Intervensi
 Strategi Pertemuan 1- klien :
a. Mendiskusikan dampak penggunaan NAPZA bagi kesehatan, cara
meningkatkan motivasi berhenti, dan cara mengontrol keinginan.
b. Melatih cara meningkatkan motivasi dan cara mengontrol keinginan
c. Membuat jadwal latihan
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat untuk membantu klien
mengatasi craving / nagih (keinginan untuk menggunakan kembali NAPZA)
adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi rasa nagih muncul
b. Ingat diri sendiri, rasa nagih normal muncul saat kita berhenti
c. Ingatlah rasa nagih seperti kucing lapar, semakin lapar, semakin diberi makan
semakin sering muncul
d. Cari seseorang yang dapat mengalihkan dari rasa nagih
e. Coba menyibukkan diri saat rasa nagih dating
f. Tundalah penggunaan sampai beberapa saat
g. Bicaralah pada seseorang yang dapat mendukung
h. Lakukan sesuatu yang dapat membuat rileks dan nyaman,
i. Kunjungi teman-teman yang tidak menggunakan narkoba
j. Tontonlah video, ke bioskop atau dengar musik yang dapat membuat rileks
k. Dukunglah usaha anda untuk berhenti sekalipun sering berakhir dengan
menggunakan lagi
l. Bicara pada teman-teman yang berhasil berhenti
m. Bicaralah pada teman-teman tentang bagaimana mereka menikmati hidup
atau rilekslah untuk dapat banyak ide.
Menurut Keliat dkk. (2006). Tujuan tindakan keperawatan untuk keluarga
adalah sebagai berikut:
a. Keluarga dapat mengenal masalah ketidakmampuan anggota keluarganya
berhenti menggunakan NAPZA.
b. Keluarga dapat meningkatkan motivasi klien untuk berhenti.
c. Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien NAPZA.
d. Keluarga dapat mengidentifikasi kondisi pasien yang perlu dirujuk

 Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada keluarga antara lain :


a. Diskusikan tentang masalah yang dialami keluarga dalam merawat klien.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang penyalahgunaan / ketergantungan zat
(tanda, gejala, penyebab, akibat) dan tahapan penyembuhan klien (pencegahan,
pengobatan, dan rehabilitasi).
c. Diskusikan tentang kondisi klien yang perlu segera dirujuk seperti: intoksikasi
berat, misalnya penurunan kesadaran, jalan sempoyongan, gangguan penglihatan
(persepsi), kehilangan pengendalian diri, curiga yang berlebihan, melakukan
kekerasan sampai menyerang orang lain. Kondisi lain dari klien yang perlu
mendapat perhatian keluarga adalah gejala putus zat seperti nyeri (Sakau), mual
sampai muntah, diare, tidak dapat tidur, gelisah, tangan gemetar, cemas yang
berlebihan, depresi (murung yang berkepanjangan).
d. Diskusikan dan latih keluarga merawat klien NAPZA dengan cara:
menganjurkan keluarga meningkatkan motivasi klien untuk berhenti atau
menghindari sikap-sikap yang dapat mendorong klien untuk memakai NAPZA
lagi (misalnya menuduh klien sembarangan atau terus menerus mencurigai klien
memakai lagi); mengajarkan keluarga mengenal ciri-ciri klien memakai NAPZA
lagi (misalnya memaksa minta uang, ketahuan berbohong, ada tanda dan gejala
intoksikasi); ajarkan keluarga untuk membantu klien menghindar atau
mengannkan perhatian dari keinginan untuk memakai NAPZA lagi, anjurkan
keluarga memberikan pujian bila klien dapat berhenti walaupun 1 hari, 1 minggu
atau 1 bulan; dan anjurkan keluarga mengawasi klien minum obat.
 Strategi Pertemuan dengan Pasien dan Keluarga Penyalahgunaan dan
Ketergantungan NAPZA.
a. Pasien
 Sp1-P
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mendiskusikan dampak NAPZA
3) Mendiskusikan cara meningkatkan motivasi
4) Mendiskusikan cara mengontrol keinginan
5) Latihan cara meningkatkan motivasi
6) Latihan cara mengontrol keingan
7) Membuat jadwal aktivitas
 Sp 2-P
1) Mendiskusikan cara menyelesaikan masalah
2) Mendiskusikan cara hidup sehat
3) Latihan cara menyelesaikan masalah
4) Latihan cara hidup sehat
5) Mendiskusikan tentang obat

b. Keluarga

 Sp1-K
1) Mendiskusikan masalah yang dialami
2) Mendiskusikan tentang NAPZA
3) Mendiskusikan tahapan penyembuhan
4) Mendiskusikan cara merawat
5) Mendiskusikan kondisi yang perlu dirujuk
6) latihan cara merawat
 Sp2-K
1) Mendiskusikan cara meningkatkan motivasi
2) Mendiskusikian pengawasan dalam minum obat
(Sumber: Keliat dkk, 2006).
4. Evaluasi
 Evaluasi yang diharapkan dari klien adalah sebagai berikut :
a. Klien mengetahui dampak NAPZA
b. Klien mampu melakukan cara meningkatkan motivasi untuk berhenti
menggunakan NAPZA
c. Klien mampu mengontrol kemampuan keinginan menggunakan NAPZA
kembali
d. Klien dapat menyelesaikan masalahnya dengan koping yang adaptif
e. Klien dapat menerapkan cara hidup yang sehat
f. Klien mematuhi program pengobatan
 Evaluasi yang diharapkan dari keluarga adalah sebagai berikut :
a. Keluarga mengetahui masalah yang dialami klien
b. Keluarga mengetahui tentang NAPZA
c. Keluarga mengetahui tahapan proses penyembuhan klien
d. Keluarga berpartisipasi dalam merawat klien
e. Keluarga memberikan motivasi pada kilien untuk sembuh
f. Keluarga mengawasi klien dalam minum obat
DAFAR PUSTAKA

Syukri, M. (2019). HUBUNGAN JENIS, LAMA PEMAKAIAN DAN HARGA DIRI


DENGAN RESILIENSI PENGGUNA NAPZA FASE REHABILITASI. Jambura
Health and Sport Journal, 1(2), 41-47.

Nasution, S. L., Puspitawati, H., Rizkillah, R., & Puspitasari, M. D. (2019). Pengaruh
Pengetahuan Remaja tentang NAPZA dan HIV serta Pengetahuan Orang Tua tentang
Program Pembangunan Keluarga terhadap Perilaku Penggunaan NAPZA pada
Remaja. Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen, 12(2), 100-113.

Hanifah, A., & Unayah, N. (2011). Mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan


napza Melalui peran serta masyarakat. Sosio Informa, 16(1).

Sholiqah, Q. (2015). Efektivitas Program P4GN Terhadap Pencegahan Penyalahgunaan


NAPZA. KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(2),153-159.

Anda mungkin juga menyukai