Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus
atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani 2001). Beberapa kelainan
kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit atresia ani, namun hanya 2
kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni down syndrome (5-10%)
dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai
gangguan urologi seperti refluks vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan vesica
urinaria (mencapai 1/3 kasus) (Swenson dkk,1990).
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh
kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan
atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat
muncul sebagai penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-
laki lebih banyak ditemukan dari pada pasien perempuan. Insiden terjadinya atresia
ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit lebih banyak terjadi pada
laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani juga menderita anomali lain.
Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan
fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan
(Alpers, 2006). Angka kajadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari
data yang didapatkan penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah
khususnya Semarang yaitu sekitar 50 % dari tahun 2007-2009.
Atresia ani dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremia, infeksi saluran kemih
yang bias berkepanjangan, kerusakan uretra (akibat prosedur bedah), komplikasi
jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat kontriksi jaringan perut
dianastomosis), masalah yang berhubungan dengan toilet trining, inkontenisia (akibat
stenosis awal atau impaksi), prolapse mukosa anorektal dan fistula (karena
ketegangan diare pembedahan dan infeksi). Masalah tersebut dapat diatasi dengan
peran aktif petugas kesehatan baik berupa promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep tentang Atresia ani?
2. Bagaimana asuhan keperawatan Atresia ani?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mengerti konsep tentang Atresia ani
2. Mahasiswa mengerti asuhan keperawatan gagal jantung

1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Meningkatkan pengetahuan bagi pembaca tentang Atresia ani.
2. Manfaat Bagi Instansi Akademik
Manfaat praktis bagi instansi akademik yaitu dapat digunakan sebagai referensi bagi
institusi pendidikan untuk mengembangkan ilmu tentang Atresia ani.
3. Manfaat Bagi Pembaca
Manfaat penulisan karya ilmiah bagi pembaca yaitu menjadi sumber referensi dan
informasi bagi orang yang membaca karya tulis ini supaya mengetahui dan lebih
mendalami tentang Atresia ani

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Atresia

Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Wong, D. L, 2003).Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal
sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz, C. L and
Sowden, L. A, 2002).Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik
pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2001).

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa atresia ani adalah suatu
kelainan bawaan dimana tidak terdapatnya lubang atau saluran anus.

Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran
yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang
tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung kedalam atau kadang berbentuk
anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001
RSCM).
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Donna L. Wong, 2003).
Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya
atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut
juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya
berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, halini bisa terjadi karena bawaan
sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu.
Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani
yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus
imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi
untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.

3
2.2 Etiologi Atresia
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan
pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya
tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada
agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa
ahli masih jarang terjadi bawaan gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia
ani (Adele,1996).
Atresia anorectal terjadi karena ketidak sempurnaan dalam proses pemisahan.
Secara embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang terletak di depannya
atau mekanisme pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada
atresia letak tinggi atau supra levator, septum urorectal turun secara tidak sempurna
atau berhenti pada suatu tempat jalan penurunannya (Adele,1996).
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 7 minggu 
Adanya gangguan atau berhentinya perkebangan embriologik di daerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.

2.3 Patofisiologi Atresia


Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang.
Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitourinaria dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya
penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan
migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis
sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar
yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan
sehinggaintestinal mengalami obstruksi.Manifestasi klinis diakibatkan adanya
obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen,
sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui

4
fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan
infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum
dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)
atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak rendah fistula
menuju ke uretra (rektourethralis).

2.4 Manifestasi Klinis Atresia


Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rektal, adanya membran
anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi & Yuliani, R, 2001).
Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar
sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh
darah di kulit abdomen akan terlihat menonjol. Bayi muntah-muntah pada usia 24-48
jam setelah lahir juga merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan
muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam
kehijauan karena cairan mekonium. Selain itu :
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tdk ada fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002)

2.5 Komplikasi Atresia


Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:

1) Asidosis hiperkloremia.
2) Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
3) Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4) Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat
konstriksi jaringan perut dianastomosis).

5
5) Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
6) Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
7) Prolaps mukosa anorektal.
8) Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi).
(Ngastiyah, 2005).

2.6 Klasifikasi Atresia

1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses


tidak dapat keluar.

2. Inperforata membran adalah terdapat membran pada anus.

3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.

6
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum

(Wong, Whaley. 1985).

2.7 Pemeriksaan Fisik


1. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak bermasa / tumor, tidak terdapat
perdarahan pada umbilicus, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi,
pada auskultasi terdengan hiperperistaltik
2. Genetalia
Pada bayi laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan mekonium pada urin, dan pada
bayi perempuan dengan fistula urogenital ditemukan mekonium pada vagina.
3. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah,. Thermometer yang dimasukan kedalam
anus tertahan oleh jaringan, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja
dalam urin dan vagina. (FKUI, IlmuKesehatanAnak, 1985)

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut :
1) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum
dilakukan pada gangguan ini.
2) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium.
3) Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan
adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang
mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
4) Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.

7
5) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut
sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk
1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.

2.9 Penatalaksanaan

1. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah
pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya
sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi,
dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. Kemudian dilanjutkan dengan
operasi "abdominal pull-through"
2. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada
otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah
berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.
3. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi,
anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu
setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.
4. Dilakukan dilatasi setiap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau speculum
5. Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi
pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
6. Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti
pada masa neonates.
7. Melakukan pembedahan rekonstruktif:
a) Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)
b) Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-2 bulan)
c) Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
8. Penanganan pasca operasi:
a) Memberikan antibiotic secara iv selama 3 hari
b) Memberikan salep antibiotika selama 8-10 hari

8
BAB III

TINJAUAN KASUS

Pasien bayi laki-laki berusia 3 hari, masuk bangsal bedah anak RSUP H. Adam
Malik Medan pada tanggal 9 Juli 2013 dengan keluhan utama tidak ada lubang anus
sejak lahir. Pasien lahir secara sectio caesaria dengan BBL 2500g, anak ke-3, dan
langsung menangis setelah lahir. Saat hamil, usia Ibu pasien 37 tahun. Ibu pasien
mengatakan bahwa dirinya melakukan pemeriksaan kehamilan ANC teratur dengan
bidan, tidak ada riwayat pengambilan pil hormonal. Pasien diberikan susu formula
dan ada riwayat muntah. Belum dijumpai meconium sejak bayi lahir. Tidak ada
keluhan tentang buang air kecil (Bag. Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran USU, 2013).

9
BAB IV

PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : By. Rosdiana
Umur : 3 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Dusun III Pagar Melintang Lubur
Tanggal MRS : 9 Juli 2013
2. Identitas penanggungjawab
Nama : Ny. Rosdiana
Umur : 37 tahun
Hubungan dengan klien : Ibu
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit
a. Keluhan utama
Tidak ada lubang anus sejak lahir
b. Riwayat penyakit sekarang
- Pasien tidak ada lubang anus sejak lahir
- Ditemukan adanya riwayat muntah air susu
- Tidak dijumpai feses sejak bayi lahir (meconium belum keluar)
c. Riwayat penyakit dahulu: -
d. Riwayat penyakit keluarga: -
4. Pola aktivitas dan istirahat
 Pola tidur
Sebelum sakit : -
Saat sakit : terganggu dikarenakan bayi gelisah dan rewel
 Pola aktivitas
Sebelum sakit : -
Saat sakit : klien belum bisa melakukan aktivitas apapun dikarenakan masih bayi.

10
5. Pola nutrisi
Sebelum sakit : -
Saat sakit : Dapat mengkonsumsi susu formula, ditemukan adanya
riwayat muntah air susu.
6. Pola eliminasi
Sebelum sakit : -
Saat sakit : BAK normal, BAB pertama (meconium) belum keluar sejak
dilahirkan.
7. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum: gelisah, rewel
- TTV
 TD : belum dapat diukur
 N : 150x/menit
 RR : 32x/menit
 S : 36,6 ˚ C
- BB : 2500 g
- TB : 45 cm
- Status gizi : sedang
- Kepala
a. Mata  : konjungtiva palpebra inferior normal, sklera anikterik, reflek terhadap cahaya
pupil isokhor
b. Hidung : tidak ada polip
c. Mulut : mukosa tampak lembab
d. Telinga : bentuk normal, tidak ada serumen
e. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
- Paru
a. Inspeksi : thoraks simetris, pergerakan dada normal
b. Palpasi : retraksi dinding dada sama kanan dan kiri
c. Perkusi : sonor
d. Auskultasi : terdapat bunyi vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan
- Jantung
a. Palpasi : tidak terdapat pembesaran jantung
b. Auskultasi : tidak ditemukan suara mur-mur

11
- Abdomen
a. Inspeksi : simetris, terlihat adanya distensi (membuncit)
b. Palpasi : tidak teraba adanya massa (karena meconium masih bertekstur lembut)
c. Perkusi : hipertimpani
d. Auskultasi : bising usus dalam kadar normal
- Genitalia
a. Terdapat anal dimple
b. Tidak ditemukan adanya lubang anus
c. Tidak ditemukan adanya fistula
- Ekstremitas
a. CRT kurang dari 3 detik
8. Pemeriksaan Penunjang
- Foto X-ray
- Echokardiogram

B. ANALISA DATA

SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM


- DS: (00014) Fungsi
Keluarga klien mengatakan tidak Abnormalita Gastrointestinal
menjumpai feses keluar pada s sfingter Inkontinensia
klien sejak lahir. rectal defekasi b.d
- DO: Abnormalitas
Inspeksi pada abdomen tampak sfingter rectal
membesar, inspeksi pada anus
terlihat menyempit/tidak ada
lubang, tidak ada fistula, dan
ketidakmampuan mengeluarkan
feses padat bahkan mengetahui
rectum penuh.
- DS: (00116) Stres
Keluarga klien mengatakan Gangguan Neurobehaviora
bahwa klien tidak memiliki kongenital l
lubang anus sejak lahir Disintegrasi

12
- DO: perilaku bayi b.d
Inspeksi genitalia dengan hasil gangguan
tidak adanya lubang pada anus. kongenital
Ditemukan adanya takikardi pada
pemeriksaan TTV:
 N : 150x/menit
 RR : 32x/menit
 S : 36,6 ˚ C
Bayi terlihat gelisah dan rewel
dalam skala 3 (sedang)

- DS: (00196) Fungsi


Keluarga klien mengatakan Ansietas Gastrointestinal
pasien dapat minum susu formula Disfungsi
tapi dimuntahkan kembali motilitas
- DO: gastrointestinal
Inspeksi pada abdomen terlihat b.d ansietas
adanya membesar karena distensi
(penumpukan gas), perkusi pada
abdomen menghasilkan suara
hipertimpani, muntah skala 3
(cukup)
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH

1. (00014) Fungsi Gastrointestinal


Inkontinensia defekasi b.d. abnormalitas sfingter rektal d.d. abdomen yang tampak
membesar, tidak adanya lubang anus, tidak ada fistula, dan ketidakmampuan
mengeluarkan feses padat bahkan mengetahui rectum penuh.
2. (00116) Stres Neurobehavioral
Disintegrasi perilaku bayi b.d. gangguan kongenital d.d. ditemukan adanya takikardi
dan gelisah pada bayi.
3. (00196) Fungsi Gastrointestinal

Disfungsi motilitas gastrointestinal b.d. ansietas d.d. distensi abdomen, muntah, dan
ditemukan adanya suara hipertimpani

13
C. INTERVENSI

N
Diagnosa
o NOC NIC
keperawatan
dx
1. (00014) Fungsi Setelah dilakukan Perawatan
Gastrointestinal tindakan Inkontinensia
Inkontinensia keperawatan Saluran Cerna
defekasi b.d. selama 1x24 jam (0410)
abnormalitas diharapkan dapat - Hilangkan
sfingter rektal d.d. memenuhi kriteria penyebab
abdomen yang hasil: inkontinensia jika
tampak membesar, - Kontinensi Usus memungkinkan
tidak adanya (0500) - Tentukan
lubang anus, tidak Pengeluaran feses kebutuhan
ada fistula, dan paling tidak 3x per program
ketidakmampuan hari meningkat dari manajemen bowel
mengeluarkan skala 1 (tidak bersama
feses padat bahkan pernah pasien/keluarga
mengetahui rectum menunjukkan) ke
penuh. skala 5 (secara
konsisten
menunjukkan)
2. (00116) Stres Setelah dilakukan Identifikasi
Neurobehavioral tindakan Resiko: Genetik
Disintegrasi keperawatan (6614)
perilaku bayi b.d. selama 1x24 jam - Dapatkan atau kaji
gangguan diharapkan dapat riwayat kesehatan
kongenital d.d. memenuhi kriteria lengkap, riwayat
ditemukan adanya hasil: prenatal dan
takikardi dan - Tingkat Agitasi obstetric, riwayat
gelisah pada bayi. (1214) perkembangan,
Gelisah, dan status
ketidakstabilan kesehatan

14
emosi, peningkatan masalalu dan saat
frekuensi nadi ini terkait dengan
radial meningkat kondisi yang telah
dari skala 3 terbukti atau yang
(sedang) ke skala 5 masih dugaan
(tidak ada). - Dapatkan atau kaji
ulang mengenai
lingkungan
(misalnya:
kemungkinan
terpapar teratogen,
karsinogen) dan
gaya hidup.
- Kaji ulang pilihan
untuk tes
diagnostik
(misalnya:
radiografi, atau tes
DNA)
- Rujuk ke spesialis
perawatan
kesehatan genetic
untuk konseling.
Terapi Relaksasi
(6040)
- Ciptakan
lingkungan yang
tenang dan tanpa
distraksi dengan
lampu yang redup
dan suhu
lingkungan yang
nyaman.

15
- Berikan waktu
yang tidak
terganggu karena
mungkin saja
klien tertidur
Monitor Tanda-
tanda Vital
(6680)
- Monitor tekanan
darah, nadi, suhu,
dan pernapasan
secara tepat

3. (00196) Fungsi Setelah dilakukan Manajemen


Gastrointestinal tindakan Muntah (1570)
Disfungsi motilitas keperawatan - Pastikan obat
gastrointestinal b.d. selama 1x24 jam antiemetic yang
ansietas d.d. diharapkan dapat efektif diberikan
distensi abdomen, memenuhi kriteria untuk mencegah
muntah, dan hasil: muntah apabila
ditemukan adanya - Keseimbangan memungkinkan
suara hipertimpani. Cairan (0601) - Berikan
Keseimbangan kenyamanan pada
intake dan output pasien
dalam 24 jam - Monitor
meningkat dari keseimbangan
skala 3 (cukup cairan dan
terganggu) ke skala elektrolit
5 (tidak terganggu) Intubasi
Gastrointestinal
(1080)
- Jelaskan pada
pasien dan
keluarga alasan

16
pemasangan NGT
- Masukkan selang
NGT sesuai
instruksi
Pemberian
Makan dengan
Tabung Enteral
(1056)
- Monitor bunyi
usus tiap 4 jam
- Kolaborasi
dengan tim medis
tentang jenis dan
persentase
makanan
- Irigasi selang
setiap 4 jam saat
dan setelah
pemberian makan
- Monitor pasien
jika merasa mual
dan muntah
- Isi ulang makanan
tiap 4 jam
- Monitor intake &
output

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

17
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital yang menunjukan keadaan tanpa anus
atau dengan anus yang tidak sempurna.

Penyebab kelainan ini belum diketahui secara pasti. Dalam beberapa kasus, atresia
ani kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan (seperti
peggunaan obat-obatan dan konsumsi alkohol selama masa kehamilan) namun hal ini
masih belum jelas. Pada minggu kelima sampai ketujuh pada usia kehamilan, terjadi
gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital, biasanya karena
gangguan perkembangan septum urogenital.

Atresia ani sendiri diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu kelainan rendah, menengah,
dan tinggi.

Dengan berbagai gejala dan komplikasi yang tanda-tandanya jelas, atresia ani
dapat dengan mudah dikenali begitu bayi lahir. Kalaupun baru diketahui beberapa hari
setelah lahir, kemungkinan karena saat bayi lahir tidak begitu dicek untuk area
genitalia hingga detail.

Maka dari itu, penatalaksanaan dengan cara operasi seperti pemasangan kantong
kolostomi pada bayi baru lahir atau Posterio Sagittal Anorectoplasty (PSARP) pada
bayi dengan usia lebih dari 12 bulan merupakan tatalaksana yang tepat untuk
penanganan yang cepat.

Tindakan asuhan keperawatan dengan diagnosis yang tepat juga merupakan salah
satu faktor yang menentukan cepatnya proses penyembuhan.

5.2 SARAN

Bagi mahasiswa sebaiknya dapat mengetahui dan memahami tentang Atresia ani,
agar dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik dan benar. Bagi pembaca
sebaiknya dapat menerapkan mengenai penjelasan yang telah diuraikan dalam
makalah ini.

Daftar Pustaka

Daengaoes, Maryllin E.1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC


http://bedahugm.net/Bedah-Anak/Atresia-Ani.html

18
Ngastiyah.1995. perawatan anak sakit. Jakarta :EGC
Syamsuhidajat, R. 2004.Buku ajar Ilmu bedah. Jakatra:EGC
Wong, Dona L. 2004. pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakatra : EGC
www. Bedah Anak . Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibularis.co.id

19

Anda mungkin juga menyukai