Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

PRAKTIKUM I
PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS

Disusun Oleh :
Nama : Siti Munawaroh
NIM : E0018041
Semester/Tingkat : 4/2A
Dosen Pengampu : 1. Ery Nourika Alfiraza, M.Sc
2. Desi Sri Rejeki, M.Si

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKes BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
SEMESTER IV
TAHUN 2020
PRAKTIKUM I
PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS

I. TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa dapat menentukan kerapatan dan bobot jenis bermacam-macam zat.
II. DASAR TEORI
2.1 Pengertian Kerapatan
Kerapatan adalah massa per unit volume suatu zat pada temperatur tertentu. Sifat
ini merupakan salah satu sifat fisika yang paling sederhana dan sekaligus merupakan salah
satu sifat fisika yang paling definitive, dengan demikian dapat digunakan untuk
menentukan kemurnian suatu zat [ CITATION AMa93 \l 1033 ].
Hubungan antara massa dan volume tidak hanya menunjukan ukuran dan bobot
molekul suatu komponen, tetapi juga gaya-gaya yang mempengaruhi sifat karakteristik
“pemadatan” (“Packing Characteristic”). Dalam sistem matriks kerapatan diukur dengan
gram/milimeter (untuk cairan) atau gram/cm2 [ CITATION AMa93 \l 1033 ].
2.2 Pengertian Bobot Jenis
Bobot jenis merupakan perbandingan massa dari suatu zat terhadap kerapatan air,
harga kedua zat itu harus ditentukan pada temperature yang sama, jika tidak dengan cara
lain yang khusus. Bobot jenis dapat ditentukan dengan menggunakan berbagai jenis
piknometer, hydrometer dan alat-alat lain [ CITATION Sin06 \l 1033 ].
Bobot jenis adalah rasio bobot suatu zat terhadap bobot zat baku yang volumenya
sama pada suhuyang sama dan dinyatakan dalam desimal. Penting untuk membedakan
antara kerapatan dan bobot jenis. Bobot jenis menggambarkan hubungan antara bobot
suatu zat terhadap sebagian besar perhitungan dalam farmasi dan dinyatakan memiliki
bobot jenis 1,00. Sebagai perbandingan, bobot jenis gliserin adalah 1,25 , artinya bobot
gliserin 1,25 kali bobot volume air yang setara, dan bobot jenis alkohol adalah 0,81 , artinya
bobot jenis alkohol 0,81 kali bobot volume air yang setara [CITATION How89 \l 1033 ].
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Bobot Jenis
Banyak sekali factor yang menyebabkan terjadinya perbedaan bobot jenis pada
suatu zat, sehingga masing-masing zat memiliki nilai bobot jenis sendiri-sendiri. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi bobot jenis suatu zat adalah :
1. Temperatur, dimana pada suhu yang tinggi senyawa yang diukur berat jenisnya dapat
menguap sehingga dapat mempengaruhi bobot jenisnya, demikian pula halnya pada
suhu yang sangat rendah dapat menyebabkan senyawa membeku sehingga sulit untuk
menghitung bobot jenisnya. Oleh karena itu, digunakan suhu dimana biasanya senyawa
stabil, yaitu pada suhu 25⁰C (suhu kamar)
2. Massa zat, jika zat mempunyai massa yang besar maka kemungkinan bobot jenisnya
juga menjadi lebih besar
3. Volume zat, jika volume zat besar maka bobot jenisnya akan berpengaruh tergantung
pula dari massa zat itu sendiri, dimana ukuran partikel dari zat, bobot molekulnya serta
kekentalan dari suatu zat dapat mempengaruhi bobot jenisnya
4. Kekentalan/viskositas sutau zat dapat juga mempengaruhi berat jenisnya
[ CITATION Nan08 \l 1033 ]
2.4 Metode Piknometer
Prinsip metode ini didasarkan atas penentuan massa cairan dan penentuan ruang,
yang ditempati cairan ini. Untuk ini dibutuhkan wadah untuk menimbang yang dinamakan
piknometer. Ketelitian metode piknometer akan bertambah hingga mencapai keoptimuman
tertentu dengan bertambahnya volume piknometer. Keoptimuman ini terletak pada sekitar
isi ruang 30 ml [ CITATION How89 \l 1033 ].
Keuntungan dari penentuan bobot jenis dan kerapatan dengan menggunakan
piknometer adalah mudah dalam pengerjaan. Sedangkan kerugiannya yaitu berkaitan
dengan ketelitian dalam penimbangan. Jika proses penimbangan tidak teliti maka hasil
yang diperoleh tidak sesuai dengan hasil yang ditetapkan literatur. Disamping itu
penentuan bobot jenis dengan menggunakan piknometer memerlukan waktu yang lama
[ CITATION Nan08 \l 1033 ].
2.5 Etanol
Etanol disebut juga etil alcohol dengan rumus kimia C 2H5OH atau CH3CH2OH dengan
titik didihnya 78,4⁰C. etanol memiliki sifat tidak berwarna, volatile dan dapat bercampur
dengan air [CITATION Sup97 \l 1033 ].
Etanol yang dipasaran lebih dikenal sebagai alkohol merupakan senyawa organik
dengan rumus kimia C2H5OH. Dalam kondisi kamar, etanol berwujud cairan yang tidak
berwarna, mudah menguap, mudah terbakar, mudah larut dalam air dan tembus cahaya.
Etanol adalah senyawa organik golongan alkohol primer. Sifat fisik dan kimia etanol
bergantung pada gugus hidroksil. Reaksi yang dapatterjadi pada etanol antara lain
dehidrasi, dehidrogenasi, oksidasi, dan esterifikasi [CITATION Riz00 \l 1033 ].
2.6 Parafin Cair
Parafin cair berupa cairan transparan, tidak berwarna, kental, tidak berfluoresensi,
tidak berasa dan tidak berbau ketika dingin dan berbau ketika dipanaskan. Parafin cair
praktis tidak larut etanol 95%, gliserin dan air, namun larut dalam jenis minyak lemak
hangat, larut dalam aseton, benzen, kloroform, karbon disulfida, eter, dan petroleum eter.
Parafin cair digunakan sebagai emolient dalam emulsi minyak dalam air (M/A). Konsentrasi
parafin cair yang digunakan dalam emulsi secara topikal 1 - 32% [ CITATION Row09 \l
1033 ].
2.7 Propilen Glikol
Propilen glikol merupakan kosolven yang sering digunakan dalam sediaan topikal,
dimana konsentrasi propilen glikol yang biasa digunakan sebesar 1-10% [ CITATION
Wil07 \l 1033 ].

Gambar 3. Struktur Propilen Glikol

Propilenglikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam pembuatan


sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang yang tidak stabil atau tidak
dapat larut dalam air. Propilen gilkol adalah cairan bening, tidak berwarna, kental, dan
hampir tidak berbau. Memiliki rasa manis sedikit tajam menyerupai gliserol. Dalam kondisi
biasa, propilen glikol stabil dalam wadah yang tertutup baik dan juga merupakan suatu zat
kimia yang stabil bila dicampur dengan gliserin, air, atau alkohol. Propilen glikol juga
digunakan sebagai penghambat pertumbuhan jamur. Data klinis telah menunjukkan reaksi
iritasi kulit pada pemakaian propilen glikol dibawah 10% dan dermatitis dibawah 2%
[ CITATION MLo09 \l 1033 ].
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
- Neraca Analitik
- Piknometer
- Termometer
- Gelas Piala
3.2 Bahan
- Akuades
- Etanol 96%
- Etanol 70%
- Propilen glikol
- Parafin Cair
- Tissu
- Es Batu
IV.CARA KERJA
a. Penentuan Volume Piknometer
Piknometer kosong

- Ditimbang
- Diisi penuh dengan akuades, dicek suhu
- Direndam dalam air es hingga suhu turun 2⁰C
- Diambil dari es
- Dibiarkan tutup piknometer terbuka hingga suhu naik sesuai suhu percobaan
- Ditimbang cera alba
- Ditutup pipa kapiler dengan cera alba
- Ditimbang piknometer berisi akuades
- Dihitung volume piknometer

Hasil

b. Penentuan Kerapatan dan Bobot Jenis Sampel


Piknometer kosong

- Ditimbang
- Diisi dengan sampel, dicek suhu
- Direndam dalam air es hingga suhu turun 2⁰C
- Diambil dari es
- Dibiarkan tutup piknometer terbuka hingga suhu naik sesuai suhu percobaan
- Ditimbang cera alba
- Ditutup pipa kapiler dengan cera alba
- Ditimbang piknometer berisi sampel
- Dihitung kerapatan dan bobot jenisnya

Hasil
V. HASIL PRAKTIKUM
a. Penentuan Volume Piknometer
No Perlakuan Hasil
1. Piknometer kosong ditimbang 28 g
2. Diisi penuh dengan akuades, cek suhu 28 °C
3. Direndam dalam air es, hingga suhu turun 2°C 26 °C
4. Diambil dari es
5. Biarkan tutup piknometer terbuka, hingga suhu naik sesuai suhu 28 °C
percobaan
6. Ditimbang cera alba 0,0921 g
7. Pipa kapiler ditutup dengan cera alba
8. Piknometer berisi akuades ditimbang 78 g
9. Dihitung volume piknometer 49,9713 mL

- Bobot piknometer kosong = 28 g


- Bobot piknometer+air = 78 g
- Bobot cera alba = 0,0921 g
- ρ air (bobot jenis air) = 0,99873 g/mL
- m = (bobot pikno+air) - (bobot pikno kosong) g
= ((bobot pikno+air) - (bobot cera alba)) – (bobot pikno kosong) g
= (78 g – 0,0921 g) - 28 g
= 77,9079 g – 28 g
= 49,9079

m 49,9079 g
V piknometer = = = 49,9713
ρ air 0,99873 g /mL
b. Penentuan
mL Kerapatan dan Bobot Jenis Sampel
No. Perlakuan Hasil
1. Piknometer kosong ditimbang 28 g
2. Piknometer diisi dengan sampel, cek suhu:
a. Etanol 96% 24 °C
b. Etanol 70 % 28 °C
c. Parafin cair 23°C
d. Propilen glikol 30°C
3. Direndam dalam air es sampai suhunya turun 2°C
a. Etanol 96% 22 °C
b. Etanol 70 % 26 °C
c. Parafin cair 21 °C
d. Propilen glikol 28 °C
4. Biarkan tutup piknometer terbuka, hingga suhu naik sesuai
suhu percobaan
5. Ditimbang cera alba 0,0921 g
6. Ditimbang piknometer berisi sampel
a. Etanol 96% 71 g
b. Etanol 70 % 71 g
c. Parafin cair 71 g
d. Propilen glikol 71 g
7. Dihitung kerapatan dan bobot jenis sampel
Kerapatan
a. Etanol 96% 0,8596
b. Etanol 70% 0,8596
c. Parafin Cair 0,8596
d. Propilen Glikol 0,8596
Bobot Jenis
a. Etanol 96% 0,8586 g/mL
b. Etanol 70% 0,8586 g/mL
c. Parafin Cair 0,8586 g/mL
d. Propilen Glikol 0,8586 g/mL

- Bobot piknometer kosong = 28 g


- Bobot cera alba = 0,0921 g
- V piknometer = 49,9713 mL
- ρ air (bobot jenis air) = 0,99873 g/mL
a. Etanol 96%
Bobot pikno + etanol = 71 g
m etanol 96% = (bobot pikno+etanol)-(bobot pikno kosong) g
= ((bobot pikno+etanol) - (bobot cera alba)) – (bobot pikno kosong) g
= (71-0,0921) – 28 g
= 70,9079 – 28 g
= 42,9079 g
metanol 96 % 42,9079 g
ρ etanol 96% = = = 0,8586 g/mL
V Pikno 49,9713 mL
ρ etanol 96 % 0,8586 g /mL
Kerapatan d = = = 0,8596
ρ air 0,99873 g /mL
b. Etanol 70%
Bobot pikno + etanol = 71 g
m etanol 70% = (bobot pikno+etanol)-(bobot pikno kosong) g
= ((bobot pikno+etanol) - (bobot cera alba)) – (bobot pikno kosong) g
= (71-0,0921) – 28 g
= 70,9079 – 28 g
= 42,9079 g
metanol 70 % 42,9079 g
ρ etanol 70% = = = 0,8586 g/mL
V Pikno 49,9713 mL
ρ etanol 70 % 0,8586 g /mL
Kerapatan d = = = 0,8596
ρ air 0,99873 g /mL
c. Parafin Cair
Bobot pikno + paraffin cair = 71 g
m paraffin cair = (bobot pikno+paraffin cair)-(bobot pikno kosong) g
= ((bobot pikno+parafin cair)-(bobot cera alba))–(bobot pikno ksg) g
= (71-0,0921) – 28 g
= 70,9079 – 28 g
= 42,9079 g
m parafin cair 42,9079 g
ρ parafin cair = = = 0,8586 g/mL
V Pikno 49,9713 mL
ρ parafin cair 0,8586 g /mL
Kerapatan d = = = 0,8596
ρair 0,99873 g /mL
d. Propilen glikol
Bobot pikno + propilen glikol = 71 g
m propilen glikol = (bobot pikno+propilen glikol)-(bobot pikno kosong) g
= ((bobot pikno+propilen glikol)-(bobot cera alba))–(bobot pikno ksg)
= (71-0,0921) – 28 g
= 70,9079 – 28 g
= 42,9079 g

m propilen glikol 42,9079 g


ρ propilen glikol = = = 0,8586 g/mL
V Pikno 49,9713 mL
ρ propilen glikol 0,8586 g /mL
Kerapatan d = = = 0,8596
ρ air 0,99873 g /mL
VI.PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan uji penentuan kerapatan dan bobot jenis suatu zat.
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat menentukan kerapatan dan bobot jenis
bermacam-macam zat. Metode yang digunakan untuk menentukan kerapatan dan bobot jenis
zat adalah metode piknometer. Prinsip metode ini didasarkan atas penentuan massa cairan dan
penentuan ruang, yang ditempati zat yang akan diukur.
Keuntungan dari penentuan bobot jenis dan kerapatan dengan menggunakan piknometer
adalah mudah dalam pengerjaan. Sedangkan kerugiannya yaitu berkaitan dengan ketelitian
dalam penimbangan. Jika proses penimbangan tidak teliti maka hasil yang diperoleh tidak
sesuai dengan hasil yang ditetapkan literatur. Disamping itu penentuan bobot jenis dengan
menggunakan piknometer memerlukan waktu yang lama.
Sampel yang digunakan dalam praktikum ini ada 4, yaitu etanol 96%, etanol 70%, paraffin
cair dan propilen glikol. Tahap dalam praktikum ini dibagi menjadi dua, yang pertama dilakukan
adalah menentukan volume pikonometer, selanjutnya adalah penentuan kerapatan dan bobot
jenis sampel.
Tahap yang pertama adalah penentuan volume piknometer atau mengkalibrasi
piknometer. Sebelum digunakan, piknometer perlu dikalibrasi, karena terkadang volume yang
tertera dipiknometer berbeda dengan volume nyata, selain itu juga kalibrasi ini dilakukan untuk
mendapatkan hasil yang tingkat akurasinya tinggi. Dalam menentukan volume piknometer ini,
yang digunakan sebagai sampel adalah akuades. Piknometer kosong ditimbang, didapatkan
berat sebesar 28 g. Setelah itu, diisi dengan akuades dan dicek suhunya, hasilnya akuades
tersebut bersuhu 28⁰C. Langkah selanjutnya adalah merendam piknometer berisi akuades
tersebut ke dalam air es hingga suhu turun 2⁰C. Fungsi merendam piknometer ke dalam air es
adalah agar volume air yang berada dalam piknometer bertambah sehingga lebih akurat dalam
menimbang massa air. Setelah suhu turun 2⁰C, kemudian diambil dari air es dan dibiarkan tutup
piknometer terbuka hingga suhu naik sesuai suhu percobaan. Pengaruh perubahan suhu yang
terlalu cepat dapat menyebabkan cairan di dalam piknometer memuai/menyusut dengan tidak
semestinya, sehingga pada waktu ditimbang zat tersebut memberikan hasil yang berbeda
dengan yang telah ditentukan. Pada saat pengukuran suhu diharapkan penurunan/kenaikan
suhu diperhatikan dengan seksama, karena jika suhu turun/naik melebihi dari yang telah
ditentukan, tentu saja hasil yang diberikan akan menyimpang. Setelah suhu naik sesuai suhu
percobaan, tutup pipa kapilernya dengan sedikit cera alba yang sebelumnya sudah ditimbang
massanya. Pada saat memegang piknometer sebaiknya menggunakan tissue atau kain, jangan
menggunakan tangan secara langsung, karena dikhawatirkan lemak yang terdapat pada tangan
akan menempel di piknometer sehingga akan menambah berat piknometer. Langkah
selanjutnya menimbang piknometer yang berisi akuades, didapatkan hasil seberat 78 g dan
setelah dilakukan perhitungan, volume piknometer yang diperoleh sebesar 49,9713 mL.
Selanjutnya adalah penentuan kerapatan dan bobot jenis pada sampel. Secara umum
langkahnya sama seperti pada penentuan volume piknometer. Yang pertama adalah
menimbang piknometer kosong, didapatkan massa piknometer kosong seberat 28 g. Kemudian
piknometer diisi dengan sampel dan dicek suhu. Pada sampel etanol 96% suhunya 24⁰C, pada
etanol 70% suhunya 28⁰C, pada paraffin cair suhunya 23⁰C dan pada propilen glikol suhunya
30⁰C. Langkah selanjutnya adalah merendam piknometer berisi sampel tersebut ke dalam air es
hingga suhu turun 2⁰C. Fungsi merendam piknometer ke dalam air es adalah agar volume
sampel yang berada dalam piknometer bertambah sehingga lebih akurat dalam menimbang
massa sampel. Setelah suhu turun 2⁰C, kemudian diambil dari air es dan dibiarkan tutup
piknometer terbuka hingga suhu naik sesuai suhu percobaan. Pengaruh perubahan suhu yang
terlalu cepat dapat menyebabkan sampel di dalam piknometer memuai/menyusut dengan tidak
semestinya, sehingga pada waktu ditimbang zat tersebut memberikan hasil yang berbeda
dengan yang telah ditentukan. Pada saat pengukuran suhu diharapkan penurunan/kenaikan
suhu diperhatikan dengan seksama, karena jika suhu turun/naik melebihi dari yang telah
ditentukan, tentu saja hasil yang diberikan akan menyimpang. Setelah suhu naik sesuai suhu
percobaan, tutup pipa kapilernya dengan sedikit cera alba yang sebelumnya sudah ditimbang
massanya. Pada saat memegang piknometer sebaiknya menggunakan tissue atau kain, jangan
menggunakan tangan secara langsung, karena dikhawatirkan lemak yang terdapat pada tangan
akan menempel di piknometer sehingga akan menambah berat piknometer. Langkah
selanjutnya menimbang piknometer yang berisi sampel. Pada sampel etanol 96% bobot
keseluruhannya adalah 71 g dan massa etanol yang sebenarnya adalah sebesar 42,9079 g, pada
sampel etanol 70% bobot keseluruhannya adalah 71 g dan massa etanol yang sebenarnya
adalah sebesar 42,9079 g, pada sampel paraffin cair bobot keseluruhannya adalah 71 g dan
massa paraffin cair yang sebenarnya adalah sebesar 42,9079 g dan pada sampel propilen glikol
bobot keseluruhannya adalah 71 g dan massa propilen glikol yang sebenarnya adalah sebesar
42,9079 g. Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai bobot jenis etanol 96% adalah
0,8586 g/mL, bobot jenis etanol 70% adalah 0,8586 g/mL, bobot jenis paraffin cair 0,8586 g/mL
dan bobot jenis propilen glikol adalah 0,8586 g/mL. Kemudian setelah dihitung nilai
kerapatannya didapatkan nilai kerapatan etanol 96% adalah 0,8596, kerapatan etanol 70%
adalah 0,8596, kerapatan paraffin cair adalah 0,8596 dan kerapatan propilen glikol adalah
0,8596.
Dalam bidang farmasi bobot jenis dan rapat jenis suatu zat atau cairan digunakan sebagai
salah satu metode analisis yang berperan dalam menentukan senyawa cair, digunakan pula
untuk uji identitas dan kemurnian dari senyawa obat terutama dalam bentuk cairan, serta
dapat pula diketahui tingkat kelarutan/daya larut suatu zat.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai
berikut.
1. Volume piknometer yang didapatkan setelah dikalibrasi adalah sebesar 49,9713 mL.
2. Etanol 96% memiliki nilai kerapatan sebesar 0,8596 dan nilai bobot jenisnya sebesar
0,8586 g/mL.
3. Etanol 70% memiliki nilai kerapatan sebesar 0,8596 dan nilai bobot jenisnya sebesar
0,8586 g/mL
4. Paraffin cair memiliki nilai kerapatan sebesar 0,8596 dan nilai bobot jenisnya sebesar
0,8586 g/mL
5. Propilen glikol memiliki nilai kerapatan sebesar 0,8596 dan nilai bobot jenisnya sebesar
0,8586 g/mL
6. Dalam bidang farmasi bobot jenis dan rapat jenis suatu zat atau cairan digunakan sebagai
salah satu metode analisis yang berperan dalam menentukan senyawa cair, digunakan
pula untuk uji identitas dan kemurnian dari senyawa obat terutama dalam bentuk cairan,
serta dapat pula diketahui tingkat kelarutan/daya larut suatu zat.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Juniarti, N. (2008). Naskah Publikasi. Penetapan Bobot Jenis dan Rapat Jenis. Makassar: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin.

Kartika B, S. W. (1997). Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Loden, M. (2009). Hydrating Substances. In M. P. Barel A.O., Handbook of Cosmetic Science and
Technology Third Edition. New York: Informa Healthcare USA.

Martin, A. (1993). Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dispersi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Rizani, K. (2000). Skripsi. Pengaruh Konsentrasi Gula Reduksi dan Inokulum(Saccharomyces


cerevisiae) pada Proses Fermentasi Sari Kulit Nanas (Ananas comosus L. Merr) untuk
Produksi Etanol. Malang: Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Brawijaya.

Rowe R.C., S. P. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipient. London: Pharmaceutical Press and
American Pharmaceutical Association.

Sinko, P. (2006). Physical Chemical and Biopharmaceutical Principles in the Pharmaceutical


Sciences. In Martin's, Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

Williams, A. ,. (2007). Chemical Permeation Enhancement in Drug Delivery. New York: CRC Press.

Anda mungkin juga menyukai