Anda di halaman 1dari 19

FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596

Vol.1 No.1, November 2017


_____________________________________________________________________________________________
EFEK PEMBERIAN TEMULAWAK TERHADAP BERAT BADAN DAN SISTEM
IMUN MENCIT BALB/c

[THE EFFECT OF CURCUMIN (Curcuma xanthorrihiza) DOSAGE ON BODY WEIGHT


AND IMMUNE RESPONSE OF MICE BALB/c]

Jap Lucy1*, Lulu Florencia1, Elvina1, Dina Stefani2 dan Agustina Ika Susanti1
1
Program Studi Biologi, Universitas Pelita Harapan, Lippo Karawaci, Tangerang
2
Program Studi Matematika, Universitas Pelita Harapan, Lippo Karawaci, Tangerang

*Korespondensi : jap.lucy@uph.edu

ABSTRACT
Curcuma (Curcuma xanthorrihiza) is a well-known Indonesian traditional medicine. It is
believed to be beneficial for health. Curcuma xanthorrihiza contain curcuminoid, starch and
essential oil. This herb is widely used as a traditional medicine that is packaged in the form of
powders, drinks and tablets. Curcuma xanthorrihiza tablet used in the study was separated by
Thin Layer Chromatography (TLC) which exhibit the compound's content to be similar to pure
curcuma. This study was followed by feeding BALB/c mice with curcuma tablet on different
doses (100 mg / kg body weight (BW), 200 mg / kg, and 400 mg / kg and water as a control. The
effect of various doses of Curcuma xanthorrihiza on weight gain and immune response was
determined. Treatment was given to BALB/c mice for 20 days on different doses and weighed
once a week. Observation of body weight of mice for four weeks showed that administration of
Curcuma xanthorrihiza did not affect weight gain significantly (p < 0,05). Phagocytosis test and
hemagglutination test (HA) were conducted, exhibiting both pro and anti-inflammatory actions.
Keywords : adaptive, curcuma xanthorrihiza, hemagglutination, innate, phagocytosis

ABSTRAK
Temulawak (curcuma xanthorrihiza) merupakan tanaman yang berasal dari Indonesia.
Temulawak dipercaya bermanfaat dalam menjaga kesehatan tubuh. Kandungan yang terdapat
pada temulawak adalah kurkuminoid, pati, dan minyak atsiri. Tanaman ini banyak digunakan
sebagai obat tradisional yang dikemas dalam bentuk bubuk, minuman dan tablet. Penelitian ini
menggunakan temulawak dalam bentuk tablet yang dipisahkan dengan menggunakan teknik
Thin Layer Chromatography (TLC). Penelitian ini dilanjutkan dengan pemberian temulawak
pada mencit BALB/c dengan dosis yang berbeda. Tujuan dari pemberian temulawak adalah
untuk mengetahui pengaruh pemberian temulawak pada dosis yang berbeda pada kenaikan berat
badan. Dosis temulawak yang diberikan adalah 100 mg/kg berat badan (BB), 200 mg/kg BB,
dan 400 mg/kg BB dan air sebagai kontrol. Perlakuan diberikan selama 20 hari dengan
menggunakan jarum sonde dan mencit ditimbang satu kali dalam seminggu. Pengamatan berat
badan mencit selama empat minggu menunjukkan bahwa pemberian temulawak tidak
mempengaruhi kenaikan berat badan secara signifikan. Selain itu, juga dilakukan uji fagositosis
dan uji hemaglutinasi (HA). Uji fagositosis dan uji hemaglutinasi menunjukan hasil yang
variabel.
Kata kunci: adaptive, fagositosis, hemaglutinasi, innate, temulawak

32
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
PENDAHULUAN temulawak yang terdapat pada tablet
Temulawak merupakan salah satu dengan menggunakan teknik Thin Layer
tumbuhan obat yang banyak digunakan Chromatography (TLC). Dengan
sebagai bahan baku obat tradisional. Di dilakukannya penelitian ini, diharapkan
Indonesia, temulawak dapat ditemukan masyarakat Indonesia mengetahui bahwa
dalam bentuk tablet, minuman, serbuk tablet yang dikonsumsi mengandung
maupun dikemas dalam produk jamu. kandungan yang sama dengan rimpang
Temulawak secara empiris banyak temulawak. TLC merupakan suatu teknik
digunakan sebagai obat tunggal maupun yang dilakukan untuk menentukan jumlah
campuran. Eksistensi temulawak sebagai komponen yang ada pada suatu sampel atau
tumbuhan obat sudah dikenal di Indonesia, suatu bahan dan dapat mengidentifikasi
terumata dikalangan masyarakat Jawa. komponen-komponen tersebut. Fase diam
Bahan baku pembuatan obat tradisional TLC terbuat dari serbuk halus yang dapat
berbahan temulawak adalah rimpang berupa suatu adsorben, penukar ion,
temulawak. Temulawak dipercaya dapat pengayak molekul atau dapat merupakan
memelihara kesehatan tubuh dan penyangga yang dilapisi suatu cairan.
menyembuhkan berbagai macam penyakit. Bahan adsorben yang digunakan sebagai
Pengujian khasiat temulawak dapat fase diam dapat digunakan gel silika,
diketahui melalui bukti empiris seperti aluminium dan serbuk selulosa. Partikel gel
pengujian secara in vitro, pengujian silika mengandung gugur hidroksil
praklinis kepada binatang dan uji klinis dipermukaannya yang akan membentuk
terhadap manusia (Prana, 2008). ikatan hidrogen dengan molekul-molekul
Ekstraksi temulawak yang polar (Budiasih, 2008).
dilakukan secara tradisional yaitu dengan Analisa TLC dilakukan dalam
memotong rimpang temulawak, berbagai tahap yaitu persiapan
dikeringkan dan dihancurkan dengan kromatografi, aplikasi sampel pada
menggunakan blender akan memakan lempeng TLC, menjalankan kromatograf
waktu yang lama dan tidak efisien. Oleh dan menentukan nilai Rf. Dalam
karena itu, banyak perusahaan farmasi yang kromatografi adsorpsi pengelusi eluen naik
melakukan ekstraksi temulawak dan sejalan dengan polaritasnya. Eluen
dikemas dalam bentuk tablet dan kapsul pengembang dapat berupa pelarut tunggal
untuk memudahkan masyarakat untuk dan campuran dengan susunan tertentu.
mengkonsumsi temulawak. Penelitian ini Pelarut-pelarut pengembang harus
dilakukan untuk menguji kandungan mempunyai kemurnian yang tinggi agar

33
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
tidak terdapat zat pengotor yang dapat kultur Escherichia coli pBluescript, dan 0,2
menghasilkan kromatogram yang tidak M 2-merkaptoetanol.
diharapkan. Untuk membantu identifikasi Sampel yang digunakan dalam
zat-zat yang dapat dihitung nilai Rf dari penelitian ini adalah mencit BALB/c jantan
masing-masing zat yang ada pada usia 6 minggu.
kromatogram. Nilai Rf dapat dihitung Metode Penelitian
dengan perbandingan jarak spot dibagi Analisa Komponen Aktif Temulawak
dengan TLC
dengan jarak permukaan eluen (Cahyono et
Lempeng kromatografi lapis tipis
al., 2011).
berbahan gel silika disiapkan dengan jarak
Temulawak banyak dikonsumsi oleh
pergerakan molekul sepanjang 5 cm.
masyarakat Indonesia, namun dampak yang
Sampel yang akan diuji adalah rimpang
dihasilkan bergantung pada dosis yang
temulawak, temulawak tablet, dan
dikonsumsi (Gautam et al., 2007). Oleh
temulawak bubuk. Masing-masing sampel
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
digerus dan dilarutkan dengan menggunakan
mengetahui pengaruh pemberian
sedikit air steril untuk mendapatkan
temulawak pada dosis yang berbeda
ekstraknya. Masing-masing sampel
terhadap sistem kekebalan tubuh dan
kemudian diambil dengan menggunakan
kenaikan berat badan pada mencit BALB/c.
pipet tetes dan diteteskan di atas lempeng
BAHAN DAN METODE
TLC sebanyak satu tetes. Eluen yang
Bahan
digunakan adalah kloroform dan metanol
Bahan yang digunakan dalam
dengan perbandingan 95:5 sebanyak 10 ml.
penelitian ini adalah temulawak tablet,
Larutan eluen tersebut dimasukkan ke dalam
rimpang temulawak, bubuk temulawak,
gelas beaker dan ditutup dengan aluminium
lempeng kromatografi lapis tipis, eluen
foil, sebelum lempeng TLC dimasukkan.
(kloroform:metanol = 95:5), etanol 70 %,
Lempeng kromatografi lapis tipis tersebut
etanol 96 %, air steril, tisu, plastic wrap,
lalu dibiarkan hingga pergerakan fase gerak
aluminium foil, sel darah merah domba
mencapai batas atas lempeng TLC. Setelah
(sRBC) yang diperoleh dari Universitas
itu, lempeng TLC kemudian dikeringkan di
Indonesia, ampicillin 100 µg/ml, phosphate
dalam oven. Spot yang dihasilkan lalu
buffered saline (PBS), medium Plate Count
masing-masing dihitung nilai Rf-nya.
Agar (PCA), medium Luria Broth (LB),
Pemberian Temulawak pada Mencit
medium, bacteriological agar, antikoagulan
Sebelum dilakukan penelitian,
yaitu ethylenediaminetetraacetic acid
dilakukan pembagian mencit terlebih dahulu
(EDTA), Bovine Serum Albumin (BSA),

34
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
dengan jumlah yang merata sesuai dengan ditambahkan PBS ke dalam sRBC hingga
kelompok perlakuan. Perlakuan yang mencapai 1 ml. Larutan kemudian
diberikan yaitu kontrol negatif (placebo) disentrifugasi kembali pada kecepatan 4.000
berupa air, perlakuan kedua yaitu rpm selama 10 menit dan supernatan yang
temulawak dengan dosis 100 mg/kg berat terbentuk dibuang. Proses sentrifugasi,
badan, perlakuan ketiga yaitu temulawak pembuangan supernatan, serta penambahan
dengan dosis 200 mg/kg berat badan, PBS terus dilakukan selama proses
sedangkan perlakuan keempat yaitu pencucian darah domba hingga supernatan
temulawak dengan dosis 400 mg/kg berat menjadi bersih.
badan. Tablet temulawak digerus dan Penginjeksian Antigen sRBC pada
Mencit
dilarutkan di dalam air sebanyak 200 µl
Sebanyak 200 µl antigen (sRBC dan
untuk setiap mencit setiap harinya dengan
PBS) disuntikkan pada setiap mencit baik
dosis yang berbeda-beda. Pemberian air juga
yang merupakan kelompok perlakuan
dilakukan sebanyak 200 µl. Pemberian
pertama, kedua, ketiga, maupun keempat.
temulawak dan placebo dilakukan secara
Penginjeksian antigen dilakukan pada hari
oral dengan menggunakan jarum sonde
ke-0 setelah dilakukan pengambilan darah
selama 20 hari. Sebelum diberikannya
pada jantung mencit (cardiac puncture).
perlakuan, berat badan mencit masing-
Pengambilan Darah pada Jantung Mencit
masing ditimbang terlebih dahulu. (Cardiac Puncture)
Penimbangan berat badan dari masing-
Mencit dari masing-masing
masing mencit juga dilakukan secara rutin
kelompok perlakuan dilakukan pengambilan
setiap minggunya.
darah pada hari ke-0, hari ke-4, hari ke-7,
Pencucian Darah Domba/Sheep Red
Blood Cell (sRBC) dan Pembuatan hari ke-12, dan hari ke-18. Dalam proses
Larutan Antigen pengambilan darah, EDTA digunakan
PBS dengan pH 7,2 (NaCl, KCl, sebagai antikoagulan. Setelah mencit
Na2HPO4, KH2PO4, dan air steril) terbunuh, mencit tersebut kemudian diambil
disterilisasi terlebih dahulu dengan dan direntangkan di atas papan bedah.
menggunakan autoklaf. Darah domba Bagian rusuk dada mencit didorong ke atas
(sRBC) yang diperoleh dari Universitas lalu jantung mencit diarahkan ke bagian
Indonesia dimasukkan ke dalam tabung pojok kanan. Ketika jantung mencit sudah
mikro lalu disentrifugasi dengan kecepatan ditemukan, suntik bagian jantung secara
4.000 rpm selama 10 menit. Supernatan perlahan lalu dilakukan pengambilan darah.
yang terbentuk lalu dibuang dan Darah yang telah diperoleh, dimasukkan ke

35
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
dalam tabung mikro yang telah terdapat menambahkan 1 ml PBS ke dalam cawan
EDTA. Petri. Setelah proses penghancuran,
Pemisahan Serum Darah sebanyak 1 ml suspensi sel yang terbentuk
Darah yang sudah diperoleh melalui lalu diambil dan dimasukkan ke dalam
cardiac puncture lalu diinkubasi pada suhu tabung mikro baru. Tabung mikro yang
37 °C selama satu jam. Setelah diinkubasi, berisi suspensi sel lalu didiamkan selama 10
darah disimpan pada suhu 4 °C selama 24 menit hingga jaringan-jaringan lain
jam. Darah kemudian disentrifugasi dengan mengendap di dasar tabung. Suspensi yang
kecepatan 4.000 rpm selama 15 menit. telah terpisah dari endapan lalu dipindahkan
Serum yang terbentuk berupa cairan ke tabung mikro baru dan disentrifugasi
berwarna kuning di bagian atas kemudian dengan kecepatan 2.000 rpm selama 10
dipindahkan ke tabung mikro baru dengan menit. Supernatan yang dihasilkan lalu
menggunakan mikropipet. Setelah itu, serum dibuat dan pelet yang terbentuk lalu
darah disimpan pada freezer dengan suhu - diresuspensi dengan PBS.
20 °C. Uji Aktivitas Fagositosis Makrofag
terhadap Escherichia coli dengan Metode
Isolasi Splenosit dari Limpa Mencit
Colony Forming Unit (CFU)
Sebelum melakukan isolasi
Sebanyak 3 ml medium LB cair
splenosit, tabung mikro kosong ditimbang
steril disiapkan terlebih dahulu kemudian
terlebih dahulu. Mencit yang sudah diambil
diinokulasikan dengan Escherichia coli
darah dari jantungnya kemudian
pBluescript. Setelah itu, kultur tersebut
didekapitasi terlebih dahulu sebelum
diinkubasi pada suhu 37 °C selama 7 jam
diambil organ limpanya. Pengambilan limpa
(OD 0,6-0,8). Setelah itu, kultur Escherichia
mencit dilakukan dengan membuka bagian
coli tersebut didilusi dengan tingkat dilusi
abdomen mencit. Limpa yang sudah diambil
105 (30-300 CFU/plate). Sebanyak kultur
lalu dimasukkan ke dalam tabung mikro
Escherichia coli yang telah didilusi lalu
yang telah ditimbang. Setelah itu, tabung
ditambahkan ke dalam suspensi sel limpa
mikro tersebut ditimbang kembali untuk
yang telah ditambahkan dengan PBS dengan
mengetahui berat dari limpa tersebut. Limpa
perbandingan Escherichia coli: suspensi sel
kemudian ditambahkan dengan 700 µl PBS.
yaitu 2:1. Selain itu, 400 µl kultur
Di dalam laminar air flow, limpa lalu
Escherichia coli juga ditambahkan dengan
direndam pada alkohol dan PBS sebelum
200 µl PBS sebagai kontrol negatif. Kultur
akhirnya dihancurkan dengan menggunakan
tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37
kaca preparat di atas cawan Petri.
°C selama satu jam. Untuk melisiskan
Penghancuran limpa dilakukan dengan

36
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
splenosit, pada campuran ditambahkan 100 50 µl 0,2 M 2-merkaptoetanol. Pada U-
µl air steril dan diinkubasi pada suhu ruang bottom plate juga akan dimasukkan 0,2 M 2-
selama 10 menit. Setiap 3 menit, campuran merkaptoetanol dan sRBC yang berperan
tersebut lalu dibolak-balik secara perlahan. sebagai kontrol negatif. Sebanyak 50 µl
50 µl campuran kemudian diinokulasikan sampel serum lalu didilusi secara bertingkat
pada medium PCA yang telah ditambahkan dengan menggunakan 0,2 M 2-
ampicillin 100 µg/ml dengan metode spread merkaptoetanol sebelum ditambahkan
plate. Setelah itu, diinkubasi pada suhu 37 dengan 50 µl sRBC. Campuran kemudian
°C selama 24 jam. Setelah diinkubasi, diinkubasi pada 37 °C selama 30 menit.
koloni yang terbentuk pada masing-masing Setelah itu, setiap well ditambahkan dengan
cawan Petri dihitung. Jumlah bakteri setiap 50 µl sRBC. Plate lalu digoyangkan secara
ml dapat dihitung dengan rumus sebagai perlahan hingga seluruh sampel serum dan
berikut: antigen tercampur. Setelah itu, plate lalu
Jumlah bakteri/ml = ditutup dan diinkubasi pada 37 °C selama 24
jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan
Pengukuran Antibodi Anti-sRBC dengan
Metode Direct Hemagglutination pengamatan untuk mengetahui pengaruh
pemberian dosis temulawak yang berbeda-
Untuk melakukan pengukuran
beda terhadap respon imun mencit yang
antibodi total dalam serum terhadap sRBC,
diinduksi dengan antigen sel darah merah
serum mencit yang berasal dari cardiac
domba (sRBC). Dosis temulawak yang
puncture perlu diinaktivasi pada suhu 56 °C
diberikan yaitu 100 mg/kg berat badan
selama 30 menit. Setelah itu, dimasukkan 50
mencit, 200 mg/kg, dan 400 mg/kg dengan
µl PBS yang telah dicampurkan dengan 0,05
kontrol negatif yaitu placebo berupa air.
% BSA ke dalam setiap well pada U-bottom
Larutan temulawak dengan dosis yang
plate. Pada U-bottom plate juga akan
berbeda-beda dan air sebagai kontrol negatif
dimasukkan PBS dan sRBC yang berperan
diberikan sebanyak 200 µl untuk setiap
sebagai kontrol negatif. Sebanyak 50 µl
mencit setiap harinya selama 20 hari secara
sampel serum lalu didilusi secara bertingkat
oral (sonde). Berdasarkan hasil analisa
dengan menggunakan PBS dan BSA
kromatografi lapis tipis, temulawak yang
sebelum ditambahkan dengan 50 µl sRBC.
digunakan merupakan temulawak tablet.
Untuk pengukuran antibodi IgG,
Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
pada well yang akan digunakan, dimasukkan
pengaruh pemberian temulawak terhadap

37
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
respon imun mencit yaitu uji aktivitas terbentuk spot pada setiap sampel.
fagositosis makrofag terhadap Escherichia Lempeng TLC dikeringkan dengan oven
coli dan uji hemaglutinasi secara langsung. lalu dapat divisualisasi dan nilai Rf dari
masing-masing spot dapat dihitung. Hasil
Analisa Komponen Aktif Temulawak
dengan Metode TLC visualisasi lempeng TLC dengan
menggunakan berbagai macam temulawak
dapat dilihat pada Gambar 1.
Dengan menggunakan teknik
kromatografi lapis tipis, maka komponen
yang terdapat pada temulawak dapat
dipisahkan. Dalam kromatografi ini,
Keterangan: A: rimpang temulawak; B: temulawak lempeng kromatografi lapis lipis yang
tablet; C: temulawak serbuk
berupa gel silika berperan sebagai fase diam
Gambar 1. Hasil visualisasi pemisahan
temulawak dari berbagai sampel sedangkan fase geraknya yaitu kloroform
dengan metode TLC. dan metanol dengan perbandingan 95:5.
Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa
Pada percobaan dengan
setiap sampel temulawak menghasilkan
menggunakan metode TLC, digunakan
spot-spot dengan jumlah yang berbeda-beda.
berbagai macam sampel rimpang
Hasil pemisahan rimpang temulawak
temulawak. Sampel temulawak yang
menghasilkan dua spot, temulawak tablet
digunakan adalah rimpang temulawak,
menghasilkan dua spot, sedangkan
temulawak tablet, dan temulawak serbuk.
temulawak bubuk menghasilkan satu spot.
Rimpang temulawak digerus dan
Setiap spot yang dihasilkan akan
ditambahkan dengan air sehingga menjadi
menunjukkan kandungan yang terdapat di
larutan. Temulawak tablet digerus dan
dalam sampel temulawak tersebut. Untuk
dilarutkan dengan air, sedangkan
mengetahui kandungan yang terdapat di
temulawak serbuk ditambahkan air dan
dalam sampel, maka dapat dilakukan
dibiarkan hingga mengendap lalu diambil
perhitungan nilai retention factor (Rf).
bagian atasnya. Larutan dari setiap sampel
Perhitungan nilai Rf dapat dilakukan dengan
diambil sebanyak satu tetes dengan
membandingkan jarak yang ditempuh spot
menggunakan pipet tetes dan diteteskan
dengan jarak yang ditempuh fase gerak
diatas lempeng TLC. Lempeng TLC
(Cahyono et al., 2011). Nilai Rf dari spot
kemudian dimasukkan ke dalam eluen yang
dapat dilihat pada Tabel 1.
telah disiapkan dan dibiarkan hingga

38
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
Tabel 1. Nilai Rf dari spot yang terbentuk dari Pengaruh Temulawak terhadap Berat
beberapa sampel temulawak Badan Mencit
Sampel Spot ke- Rf
1 1 0,93
2 0,66 Dalam masa perlakuan terhadap
2 1 0,89 empat kelompok perlakuan mencit yang
2 0,65
3 1 0,91 berbeda-beda yaitu dengan pemberian
Keterangan: Sampel 1: rimpang temulawak; Sampel
2: temulawak tablet; Sampel 3: temulawak serbuk. temulawak 100 mg/kg, 200 mg/kg, 400
mg/kg, dan placebo berupa air secara oral
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat
selama 20 hari. Masing-masing mencit di
bahwa terdapat kandungan kurkumin pada
dalam kelompok perlakuan tersebut
masing-masing sampel temulawak. Hal ini
ditimbang berat badannya sebelum
ditunjukkan dengan adanya spot-spot pada
perlakuan dan secara rutin setiap minggunya
sampel temulawak. Pada sampel rimpang
selama perlakuan. Hal ini bertujuan untuk
temulawak terdapat dua spot dengan nilai Rf
mengetahui pengaruh pemberian temulawak
0,93 dan 0,66. Pada sampel temulawak
terhadap berat badan mencit karena menurut
tablet terdapat satu spot dengan nilai Rf 0,89
Pane et al. (2016), pemberian temulawak
dan pada sampel temulawak serbuk terdapat
dapat meningkatkan berat badan. Hasil dari
satu spot dengan nilai Rf 0,91. Berdasarkan
perubahan berat badan mencit setiap
literatur, nilai Rf kurkumin adalah 0,75 dan
minggunya pada perlakuan yang berbeda
nilai Rf xanthorrhizol adalah 0,58 (Revathy
dapat dilihat pada Gambar 2.
et al., 2011; Mangunwardoyo et al., 2012).
Berdasarkan Gambar 2, perubahan
Ketiga sampel temulawak yang diuji
berat badan mencit tertinggi terjadi pada
diketahui mempunyai kandungan kurkumin
pemberian temulawak dengan 400 mg/kg,
apabila dilihat dari nilai Rf karena nilai Rf-
temulawak 100 mg/kg, air, dan temulawak
nya mendekati nilai Rf kurkumin
200 mg/kg. Namun, berdasarkan analisa
berdasarkan literatur. Pada spot ke dua dari
statistik, ketika pemberian air dibandingkan
sampel rimpang temulawak dan sampel
dengan pemberian temulawak 100 mg/kg,
temulawak tablet menunjukkan bahwa
hasilnya tidak menunjukkan perbedaan yang
terdapat kandungan xanthorrhizol dilihat
signifikan (p-value = 0.14 > 0,05). Apabila
dari nilai Rf yang mendekati nilai Rf
hasil dari pemberian air dibandingkan
xanthorrhizol berdasarkan literatur. Oleh
dengan pemberian temulawak 200 mg/kg
karena kemiripan temulawak tablet dengan
maka menunjukkan perbedaan yang
rimpang temulawak, maka digunakan
signifikan (p-value = 0.02 < 0,05),
temulawak tablet sebagai sampel yang akan
sedangkan pada pemberian temulawak 400
diuji.
mg/kg tidak menunjukkan perbedaan yang

39
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
signifikan (p-value = 0.28 > 0,05). Oleh signifikan (p-value = 0.28 > 0,05). Oleh
karena itu, hanya dengan pemberian karena itu, hanya dengan pemberian
temulawak 200 mg/kg yang dapat temulawak 200 mg/kg yang dapat
memberikan pengaruh yang sangat memberikan pengaruh yang sangat
signifikan terhadap perubahan berat badan signifikan terhadap perubahan berat badan
mencit. mencit.
Pemberian temulawak dapat
mempercepat kerja usus halus sehingga
dapat mempercepat pengosongan lambung
yang akan menimbulkan rasa lapar dan
menambah nafsu makan. Temulawak dapat
mempengaruhi berat badan karena
Keterangan: perubahan berat badan mencit diketahui
dengan mengurangi berat badan mencit pada minggu komponen xanthorrhizol mempengaruhi
kedua dengan minggu pertama, berat badan mencit
pada minggu ketiga dengan minggu kedua, dan berat lipid yang berada pada badan mencit,
badan mencit pada minggu keempat dengan minggu
ketiga. data tersebut menunjukkan rata-rata ± SE dari
khususnya mempengaruhi ukuran dan sel-
setiap data yang diperoleh selama empat minggu. ** sel pada jaringan adiposa pada bagian
menunjukkan nilai p-value = 0,03 < 0,05 apabila
dibandingkan dengan kelompok perlakuan air. intraperitoneal tubuh mencit. Jumlah sel
Gambar 2. Perubahan berat badan mencit adiposa dapat meningkat karena adanya
pengaruh dari senyawa xanthorhizzol
Berdasarkan Gambar 2, perubahan namun, ukuran dari setiap sel mengecil.
berat badan mencit tertinggi terjadi pada Senyawa xanthorhizzol diketahui dapat
pemberian temulawak dengan 400 mg/kg, mengurangi jumlah trigliserida dan asam
temulawak 100 mg/kg, air, dan temulawak lemak bebas pada badan mencit (Yasni et
200 mg/kg. Namun, berdasarkan analisa al., 2007).
statistik, ketika pemberian air dibandingkan Pengaruh Temulawak terhadap Berat
dengan pemberian temulawak 100 mg/kg, Limpa
hasilnya tidak menunjukkan perbedaan yang Limpa merupakan organ yang
signifikan (p-value = 0.14 > 0,05). Apabila berperan penting di dalam tubuh seperti
hasil dari pemberian air dibandingkan pada sistem kekebalan tubuh. Limpa
dengan pemberian temulawak 200 mg/kg berperan dalam melindungi tubuh dari
maka menunjukkan perbedaan yang serangan patogen. Limpa tersusun atas
signifikan (p-value = 0.02 < 0,05), splenosit yang merupakan sel limpa yang
sedangkan pada pemberian temulawak 400 terdiri dari sel limfosit T, limfosit B, sel
mg/kg tidak menunjukkan perbedaan yang dendritik serta sel makrofag yang berperan

40
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
dalam merespon antigen. Limpa juga terjadi kenaikan pada mencit yang diberi
merupakan tempat penyimpanan sel darah temulawak 200 mg/kg. Pada hari ke-12 dan
merah. Jumlah splenosit di dalam limpa ke-18, pengaruh temulawak terhadap
dapat mempengaruhi berat dari limpa. perbandingan antara berat limpa dengan
Semakin berat limpa yang diperoleh, maka berat badan mencit sudah mulai tidak
jumlah splenositnya akan meningkat. Begitu terlihat, karena kurang lebih sama dengan
juga sebaliknya, apabila berat limpa mencit yang diberi air. Hal ini menunjukkan
menurun, maka juga akan terjadi penurunan bahwa efek dari temulawak sudah mulai
jumlah splenosit yang diperoleh. Pengaruh hilang pada hari ke-12 dan hari ke-18.
pemberian temulawak terhadap respon imun Untuk mengetahui pengaruh pemberian
dapat diketahui dengan membandingkan temulawak terhadap perbandingan berat
antara berat limpa dengan berat badan limpa dengan berat badan mencit, maka
mencit (Tiron & Vasilescu, 2007). Hasil dapat dilakukan analisa statistik seperti yang
perbandingan berat limpa dengan berat terdapat pada Gambar 3.
badan mencit dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat
Tabel 2. Hasil perbandingan antara berat bahwa terjadi penurunan perbandingan
limpa dengan berat mencit
Berat Limpa/Berat Mencit
antara berat limpa dengan berat badan
Hari Air 100 200 400 mencit dari mencit yang diberi air,
mg/kg mg/kg mg/kg
0 1,52 1,45 1,1 0,97 temulawak 100 mg/kg, temulawak 200
4 1,43 0,82 0,97 0,53
7 1,59 1,36 0,91 0,76 mg/kg, dan temulawak 400 mg/kg. Analisa
12 1,03 1,03 0,8 1,24
18 0,52 0,63 0,7 0,63
statistik dilakukan dengan membandingkan
Keterangan: perbandingan berat mencit dan berat variasi dari setiap data pada mencit melalui
limpa setelah penyuntikan sRBC.
pemberian air yang berperan sebagai kontrol
Berdasarkan hasil yang diperoleh dengan variasi dari setiap data dengan
pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa pada hari pemberian temulawak dengan dosis yang
hari ke-0 dan hari ke-7, terjadi penurunan berbeda-beda. Apabila hasil dari pemberian
perbandingan antara berat limpa dengan air dibandingkan dengan pemberian
berat badan mencit dari mencit yang diberi temulawak 100 mg/kg (p-value = 0,04 <
air, temulawak 100 mg/kg, temulawak 200 0,05), 200 mg/kg (p-value = 0,03< 0,05),
mg/kg, dan temulawak 400 mg/kg. Pada hari dan 400 mg/kg (p-value = 0,04 < 0,05),
ke-4 juga terjadi penurunan perbandingan hasilnya menunjukkan perbedaan yang
antara berat limpa dengan berat badan sangat signifikan (p-value < 0,05). Oleh
mencit yang diberi air, temulawak 100 karena itu, berdasarkan analisa statistik yang
mg/kg, dan temulawak 400 mg/kg. Namun diperoleh, maka dengan confidence interval

41
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
95%, pemberian temulawak 100 mg/kg, 200 besi, maka dapat menyebabkan anemia
mg/kg, dan 400 mg/kg dapat menurunkan karena kekurangan sel darah merah sehingga
berat limpa mencit dengan sangat signifikan. mempengaruhi berat limpa (Jiao et al.,
2009).

** Uji Aktivitas Fagositosis Makrofag


terhadap Escherichia coli dengan Metode
CFU
Uji aktivitas fagositosis makrofag
dilakukan untuk mengetahui kemampuan
splenosit dalam sistem imun. Uji aktivitas
Keterangan: data tersebut menunjukkan rata-rata ± fagositosis dilakukan dengan menginkubasi
SE dari setiap data yang diperoleh pada H-0, H-4,
dan H-7. **menunjukkan p-value < 0,05 apabila kultur Escherichia coli dengan splenosit.
dibandingkan dengan kelompok perlakuan air.
Pemberian temulawak 100 mg/kg (p-value = 0,04 < Escherichia coli yang akan berperan sebagai
0,05), 200 mg/kg (p-value = 0,03 < 0,05), dan 400
mg/kg (p-value = 0,048 < 0,05) patogen. Dalam proses fagositosis,
makrofag akan menghancurkan patogen
Gambar 3. Pengaruh temulawak terhadap
perban-dingan berat limpa dengan tersebut (Sukandar et al., 2012). Uji
berat badan mencit aktivitas fagositosisdapat dilakukan dengan
Penurunan berat limpa menunjukkan perhitungan colony forming unit (CFU).
terjadinya penurunan sel di dalam limpa. Di Metode CFU digunakan untuk mengetahui
dalam limpa terdapat sel-sel berupa sel jumlah bakteri Escherichia coli yang masih
darah merah, sel limfosit T, limfosit B, sel hidup. Hasil perhitungan jumlah bakteri
dendritik, serta sel makrofag. Kandungan dapat dilihat pada Tabel 3.
kurkumin di dalam temulawak diketahui Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat
dapat menurunkan jumlah sel darah merah hasil perhitungan jumlah bakteri
karena menghambat proses hematopoiesis Escherichia coli yang menunjukkan
sel darah merah. Dalam proses pembentukan aktivitas fagositosis splenosit terhadap
sel darah merah, adanya komponen Escherichia coli. Uji aktivitas fagositosis
kurkumin dapat menghambat interaksi dilakukan dengan menghitung jumlah koloni
antara zat besi dengan hemoglobin karena bakteri Escherichia coli yang terbentuk pada
kurkumin dapat menjadi chelator zat besi. medium Plate Count Agar (PCA). Dengan
Dengan hal ini maka zat besi tersebut akan metode CFU, hanya sel yang hidup yang
berikatan dengan kurkumin dan tidak akan tumbuh sedangkan sel yang mati tidak
berikatan dengan hemoglobin. Oleh karena akan tumbuh. Berdasarkan hasil pada Tabel
itu, pada mencit yang kekurangan asupan zat 3, dapat dilihat bahwa pada hari ke-0 dan

42
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
hari ke-4, terjadi peningkatan jumlah jumlah Escherichia coli yang diberikan
Escherichia coli seiring dengan peningkatan penambahan PBS seharusnya lebih banyak
dosis temulawak. Pada hari ke-7 dan ke-12, dibandingkan dengan jumlah Escherichia
terjadi penurunan jumlah Escherichia coli coli yang ditambahkan dengan splenosit
seiring dengan peningkatan dosis (National Center for Biotechnology
temulawak. Namun pada hari ke-18, Information, 2017). Namun seperti yang
pengaruh pemberian temulawak terhadap terdapat pada Tabel 3, Escherichia coli yang
aktivitas fagositosis sudah mulai tidak ditambahkan dengan PBS menunjukkan
terlihat karena jumlah bakteri yang hasil yang lebih rendah dan bahkan pada
dihasilkan kurang lebih sama antara hari ke-0, ke-4, dan ke-7 tidak menunjukkan
perlakuan pemberian air, temulawak 100 adanya pertumbuhan Escherichia coli
mg/kg, 200 mg/kg, dan 400 mg/kg. Hal ini apabila dibandingkan dengan Escherichia
menunjukkan bahwa efek dari temulawak coli yang ditambahkan dengan splenosit.
sudah mulai menghilang pada hari ke-18. Hal ini dapat terjadi karena kandungan PBS
Tabel 3. Hasil perhitungan jumlah yaitu NaCl, KCl, Na2HPO4, KH2PO4, dan
Escherichia coli
air steril sedangkan dalam pertumbuhannya
Jumlah bakteri / ml (n x108)
Hari PBS Air 100 200 400 Escherichia coli membutuhkan sumber
mg/kg mg/kg mg/kg
0 - 0,4 0,6 3 3,4 karbon sehingga kemungkinan PBS tidak
4 - 0,2 0,5 0,6 0,9
7 - 1,7 1,7 1,5 1,35 dapat menunjang pertumbuhan Escherichia
12 0,9 2,2 2,9 2,7 1,4
18 0,8 2,9 2 2,8 2,9
coli. Selain itu, karena jumlah Escherichia
Keterangan: Jumlah bakteri setiap ml dihitung coli yang dihasilkan pada penambahan
dengan rumus jumlah koloni x faktor dilusi / volume
inokulum (0,05 ml). Tanda (-) menunjukkan tidak limpa lebih banyak, maka dapat diketahui
terdapat koloni yang terbentuk.
bahwa limpa dapat meningkatkan

Pada uji aktivitas fagositosis, pertumbuhan Escherichia coli (Van Elsas et

digunakan kontrol negatif berupa phosphate al., 2011).

buffered saline (PBS) yang ditambahkan ke Apabila terdapat aktivitas

dalam kultur Escherichia coli tanpa ada fagositosis, maka seharusnya terjadi

penambahan limpa. PBS tidak memiliki penurunan jumlah Escherichia coli yang

kandungan yang dapat melakukan diperoleh. Ketika Escherichia coli berikatan

fagositosis sehingga jumlah Escherichia coli dengan reseptor yang terdapat pada

tidak akan berkurang. Tidak adanya limpa makrofag, maka akan terbentuk sitoplasma

juga menunjukkan tidak adanya aktivitas yang akan mengopsonisai Escherichia coli

fagositosis dari makrofag. Oleh karena itu, atau yang disebut dengan fagosom.
Fagosom kemudian akan berfusi dengan

43
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
lisosom membentuk fagolisosom. Enzim yang dihasilkan dengan kontrol negatif yaitu
yang terdapat pada lisosom seperti asam Escherichia coli yang ditambahkan dengan
hidrolase dan peroksidase akan mencerna PBS. Selain itu, untuk mengetahui pengaruh
dan menghancurkan Escherichia coli pemberian dosis temulawak terhadap
(Richards dan Endres, 2014). Hal ini seperti aktivitas fagositosis juga perlu dibandingkan
yang ditunjukkan pada hari ke-7 dan ke-12. antara jumlah Escherichia coli yang
Semakin tinggi dosis temulawak yang dihasilkan dari hasil isolasi splenosit
diberikan, maka aktivitas fagositosisnya pemberian dosis temulawak yang berbeda-
meningkat. Berbeda dengan data yang beda dengan perlakuan air (kontrol negatif).
diperoleh pada hari ke-7 dan ke-12, pada Hasil analisa statistik dapat dilihat pada
hari ke-0 dan ke-4, semakin tinggi Gambar 4.
pemberian dosis temulawak menunjukkan
jumlah Escherichia coli yang juga semakin
tinggi. Hal ini dapat terjadi karena
penginjeksian antigen darah merah domba
dilakukan pada hari ke-0 setelah dilakukan
pengambilan darah pada jantung mencit
(cardiac puncture). Dengan hal ini, maka
Keterangan: data tersebut menunjukkan rata-rata ±
splenosit yang diisolasi pada hari ke-0 tidak SE dari keseluruhan data yang diperoleh. **
menunjukkan p-value < 0,05 apabila dibandingkan
mengandung antigen sRBC. Apabila dengan kontrol yaitu PBS. Kelompok perlakuan air
(p-value = 0,049 < 0,05), temulawak 100 mg/kg (p-
terdapat antigen, maka akan memicu respon value = 0,048 < 0,05), 200 mg/kg (p-value = 0,02 <
0,05), dan 400 mg/kg (p-value = 0,02 < 0,05).
imun sehingga respon imun mencit akan
lebih sensitif terhadap partikel asing. Gambar 4. Uji aktivitas fagositosis terhadap
Escherichia coli
Sensifitas yang tinggi dapat menyebabkan
sel-sel makrofag yang dihasilkan akan Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa
semakin banyak dalam memfagosit terjadi penurunan jumlah Escherichia coli
Escherichia coli (Gallily & Feldman, 1967). yang dihasilkan seiring dengan peningkatan
Untuk mengetahui pengaruh dosis temulawak yaitu mulai dari pemberian
pemberian temulawak dengan dosis yang air, temulawak 100 mg/kg, temulawak 200
berbeda-beda terhadap aktivitas fagositosis mg/kg, dan temulawak 400 mg/kg. Apabila
makrofag hasil isolasi splenosit, maka dapat data yang diperoleh dari jumlah Escherichia
dilakukan analisa statistik. Analisa statistik coli yang ditambahkan. dengan limpa dari
dilakukan dengan membandingkan variasi kelompok perlakuan air (p-value = 0,049 <
dari setiap data jumlah Escherichia coli

44
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
0,05), temulawak 100 mg/kg (p-value = signifikan (p-value> 0,05). Oleh karena itu,
0,048 < 0,05), 200 mg/kg (p-value = 0,02 < dengan confidence interval 95 %, pemberian
0,05), dan 400 mg/kg (p-value = 0,02 < temulawak tidak dapat mempengaruhi
0,05) dibandingkan dengan jumlah aktivitas fagositosis makrofag secara
Escherichia coli yang ditambahkan dengan signifikan.
PBS, hasilnya akan menunjukkan perbedaan Uji Hemaglutinasi Langsung
yang signifikan (p-value < 0,05). Oleh Uji hemaglutinasi secara langsung
karena itu, berdasarkan analisa statistik yang merupakan pengujian yang dilakukan untuk
diperoleh, dengan confidence interval 95 %, mengetahui aktivitas sel limfosit B karena
limpa dapat menunjang pertumbuhan melibatkan antibodi yang merupakan hasil
Escherichia coli. sekresi dari limfosit B. Dalam uji
Namun untuk mengetahui pengaruh hemaglutinasi, akan menunjukkan interaksi
pemberian temulawak dengan dosis yang antara antibodi yang terdapat di dalam
berbeda-beda terhadap aktivitas fagositosis, serum darah mencit dengan antigen. Antigen
maka perlu dibandingkan antara jumlah yang terlibat dalam penelitian ini yaitu
Escherichia coli yang ditambahkan dengan berasal dari sel darah merah domba (sRBC).
limpa dari hasil pemberian air dengan Pada perbandingan tertentu, interaksi antara
jumlah Escherichia coli yang ditambahkan antigen dengan antibodi dapat menghasilkan
dengan limpa dari hasil pemberian suatu reaksi aglutinasi. Reaksi ini
temulawak 100 mg/kg, 200 mg/kg, dan 400 ditunjukkan dengan terbentuknya kompleks
mg/kg. Berdasarkan data yang diperoleh, antibodi dengan antigen yang akan menutupi
penurunan jumlah Escherichia coli yang bagian dasar dari U-bottom plate. Apabila
dihasilkan memang terjadi seiring dengan jumlah antibodi tidak cukup untuk berikatan
peningkatan dosis temulawak yaitu mulai dengan antigen, maka antigen yang tidak
dari pemberian air, temulawak 100 mg/kg, berikatan akan membentuk pelet yang
temulawak 200 mg/kg, dan temulawak 400 ditunjukkan dengan adanya titik kecil pada
mg/kg. Namun berdasarkan analisa statistik, bagian tengah dari dasar U-bottom plate
apabila data yang diperoleh dari jumlah (McGill University, 2017).
Escherichia coli kelompok perlakuan air Pengujian hemaglutinasi ini dilakukan
dibandingkan dengan kelompok perlakuan untuk melakukan pengukuran antibodi total
temulawak 100 mg/kg (p-value = 0,24 > dan antibodi IgG. Pengukuran antibodi total
0,05), 200 mg/kg (p-value = 0,4 > 0,05), dan dilakukan dengan mencampurkan serum
400 mg/kg (p-value = 0,3 > 0,05), hasilnya darah mencit dengan PBS yang telah
tidak menunjukkan perbedaan yang dicampurkan dengan 0,05 % dan sRBC

45
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
sebagai antigen. Pengukuran jumlah pemberian dosis temulawak terhadap jumlah
antibodi IgG dilakukan dengan antibodi dapat dilihat pada Gambar 5.
mencampurkan serum dengan 0,2 M 2- Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat
merkaptoetanol dan sRBC sebagai antigen. terjadinya penurunan dan peningkatan
Hasil pengukuran titer antibodi total dapat jumlah antibodi pada setiap perlakuan dan
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil pengukuran titer antibodi total
Titer Antibodi
Hari Air 100 200 400
mg/kg mg/kg mg/kg
0 1/16 1/16 1/16 1/32
4 1/32 1/8 1/16 1/32
7 1/8 1/16 1/16 1/16
12 1/4 1/4 1/8 1/16
18 1/8 1/8 1/8 1/8 Keterangan: ♦: data berdasarkan kelompok perlakuan
Keterangan: data tersebut diperoleh dari lima hari air, ▲: data berdasarkan kelompok perlakuan
yang berbeda ketika dilakukan pengambilan darah. temulawak 100 mg/kg, ●: data berdasarkan kelompok
Titer antibodi diperoleh berdasarkan reaksi perlakuan temulawak 200 mg/kg, ■: data berdasarkan
aglutinasi. kelompok perlakuan temulawak 400 mg/kg.

Gambar 5 Hasil pengukuran antibodi total


Pada Tabel 4 dapat dilihat hasil
pengamatan uji hemaglutinasi serum yang setiap hari pengambilan darah mencit. Pada
berasal dari darah mencit yang telah hari ke-0, terjadi peningkatan jumlah
diberikan perlakuan berbeda-beda. Dari antibodi pada kelompok perlakuan
setiap data, menunjukkan adanya hasil temulawak 400 mg/kg. Pada hari ke-4,
positif karena terbentuknya aglutinasi serum terjadi penurunan jumlah antibodi apabila
darah mencit. Hasil positif ini ditunjukkan dibandingkan antara kelompok perlakuan air
dengan sel darah merah yang tidak dengan kelompok perlakuan temulawak 100
menumpuk pada suatu daerah saja. Hal ini mg/kg yang diikuti dengan peningkatan
dapat terjadi karena di dalam serum darah jumlah antibodi total seiring dengan
mencit memiliki kandungan antibodi yang peningkatan dosis temulawak. Pada hari ke-
akan mengikat sel darah merah sehingga 7, terjadi peningkatan jumlah antibodi
mencegah proses pemumpukan sel darah apabila dibandingkan antara kelompok
merah (Food and Agriculture Organization, perlakuan air dengan kelompok perlakuan
2017). Berdasarkan hasil pengukuran titer temulawak 100 mg/kg. Pada hari ke-12,
antibodi total, maka dapat diketahui jumlah terjadi peningkatan jumlah antibodi sesuai
antibodi yang terdapat pada serum mencit dengan penambahan dosis temulawak
tersebut dari log titer antibodi. Pengaruh dimulai dari temulawak 100 mg/kg hingga
400 mg/kg. Namun pada hari ke-18 tidak

46
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
terjadi perubahan jumlah antibodi dari merupakan antibodi pertama yang terlibat
kelompok perlakuan air hingga pemberian dalam respon imunitas lanjutan. Di dalam
temulawak 400 mg/kg. Hal ini menunjukkan serum terdapat kurang lebih 75 % IgG
bahwa efek temulawak pada hari ke-18 (Immune Deficiency Foundation, 2017).
sudah mulai hilang. Ketika ditambahkan dengan antigen (sRBC),
Untuk mengetahui pengaruh maka akan terjadi interaksi antara antibodi
pemberian temulawak dengan dosis yang dengan antigen. Oleh karena itu, maka dapat
berbeda-beda terhadap jumlah antibodi, dilakukan pengukuran titer antibodi IgG.
maka perlu dibandingkan antara jumlah Hasil pengukuran titer antibodi IgG dapat
antibodi yang dihasilkan pada kelompok dilihat pada Tabel 5.
perlakuan air dengan jumlah antibodi yang Tabel 5 Hasil pengukuran titer antibodi IgG
Titer Antibodi
dihasilkan pada kelompok perlakuan Hari Air 100 200 400
temulawak 100 mg/kg, 200 mg/kg, dan 400 mg/kg mg/kg mg/kg
0 1/2 1/16 1/16 1/16
mg/kg. Berdasarkan analisa statistik, apabila 4 1/8 1/32 1/32 1/32
7 1/32 1/32 1/32 1/32
data yang diperoleh dari jumlah antibodi 12 1/2 1/4 1/4 1/4
18 1/2 1/4 1/4 1/4
kelompok perlakuan air dibandingkan Keterangan: data tersebut diperoleh dari lima hari
yang berbeda ketika dilakukan pengambilan darah.
dengan kelompok perlakuan temulawak 100
Titer antibodi diperoleh berdasarkan reaksi
mg/kg (p-value = 0,28 > 0,05), 200 mg/kg aglutinasi.

(p-value = 0,09 > 0,05), dan 400 mg/kg (p-


Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat
value = 0,28 > 0,05), hasilnya tidak
bahwa hasil pengamatan uji hemaglutinasi
menunjukkan perbedaan yang signifikan (p-
serum yang berasal dari darah mencit yang
value> 0,05). Oleh karena itu, dengan
telah diberikan perlakuan yang berbeda-beda
confidence interval 95 %, pemberian
yaitu pemberian air, temulawak 100 mg/kg,
temulawak tidak dapat mempengaruhi
200 mg/kg, dan 400 mg/kg terhadap antigen
peningkatan jumlah antibodi secara
sRBC, menunjukkan hasil yang positif.
signifikan.
Hasil positif ini ditandai dengan aglutinasi
Selain pengukuran jumlah antibodi
serum darah mencit. Dari data pada Tabel 5,
total, pengukuran juga dilakukan terhadap
pada hari ke-0, ke-4, ke-12, dan ke-18,
antibodi IgG. Imunoglobulin G (IgG)
terjadi peningkatan titer antibodi pada
merupakan antibodi utama yang banyak
kelompok perlakuan temulawak 100 mg/kg.
ditemukan di dalam darah dan cairan
Namun pada hari ke-7, tidak terjadi
ekstrakseluler yang memungkingkan
perubahan jumlah antibodi dari kelompok
terjadinya pengendalian infeksi pada
perlakuan air hingga pemberian temulawak
jaringan tubuh. Selain itu, IgG juga

47
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
400 mg/kg. Berdasarkan hasil pengukuran temulawak sudah mulai hilang. Berdasarkan
titer antibodi IgG, maka dapat diketahui analisa statistik, apabila data yang diperoleh
jumlah IgG yang terdapat pada serum dari jumlah antibodi kelompok perlakuan air
mencit tersebut dari log titer antibodi. dibandingkan dengan kelompok perlakuan
Pengaruh pemberian dosis temulawak temulawak 100 mg/kg (p-value = 0,38 >
terhadap jumlah antibodi IgG dapat dilihat 0,05), 200 mg/kg (p-value = 0,38 > 0,05),
pada Gambar 6. dan 400 mg/kg (p-value = 0,38 > 0,05),
hasilnya juga tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan (p-value > 0,05). Oleh
karena itu, dengan confidence interval 95 %,
pemberian temulawak tidak dapat
mempengaruhi peningkatan jumlah antibodi
IgG secara signifikan.
Keterangan: ▲: data berdasarkan kelompok KESIMPULAN
perlakuan air, ●: data berdasarkan kelompok
perlakuan temulawak 100 mg/kg, 200 mg/kg, dan Berdasarkan hasil yang diperoleh,
400 mg/kg.
dapat disimpulkan bahwa temulawak dapat
Gambar 6. Hasil pengukuran antibodi IgG
mempengaruhi berat badan mencit dan
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa sistem imun mencit. Secara signifikan,
terjadinya penurunan dan peningkatan pemberian temulawak 200 mg/kg (p-value =
jumlah antibodi pada setiap perlakuan dan 0,03 < 0,05) dapat mempengaruhi perubahan
setiap hari pengambilan darah mencit. berat badan mencit. Selain itu, pemberian
Selain itu, kelompok perlakuan temulawak temulawak dengan dosis 100 mg/kg (p-
100 mg/kg, 200 mg/kg, dan 400 mg/kg dari value = 0,04 < 0,05), 200 mg/kg (p-value =
hari ke-0 sampai dengan hari ke-18 0,03 < 0,05), dan 400 mg/kg (p-value =
menghasilkan jumlah antibodi IgG yang 0,048 < 0,05), hasilnya juga menunjukkan
sama. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan berat limpa secara signifikan.
pemberian dosis temulawak 100 mg/kg, 200 Dari hasil uji aktivitas fagositosis,
mg/kg, dan 400 mg/kg memberikan efek pemberian temulawak dapat menurunkan
yang sama. Berdasarkan Gambar 6 juga aktivitas fagositosis namun tidak
dapat diketahui bahwa terjadi penurunan memberikan perbedaan yang signifikan.
jumlah antibodi IgG yang dihasilkan dari Perbedaan yang tidak signifikan ditunjukkan
efek pemberian temulawak pada hari ke-12 apabila data yang diperoleh dari kelompok
dan ke-18. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan air dibandingkan dengan
mulai hari ke-12 dan ke-18, efek dari kelompok perlakuan temulawak 100 mg/kg

48
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
(p-value = 0,24 > 0,05), 200 mg/kg (p-value DAFTAR PUSTAKA
= 0,4 > 0,05), dan 400 mg/kg (p-value = 0,3 Budiasih. 2008. Kimia Analitik II. Malang :
Universitas Negeri Malang. pp. 135-
> 0,05). Berdasarkan uji hemaglutinasi,
137.
diketahui bahwa pemberian temulawak
Cahyono, B., Huda, M. D. K., dan
dapat berperan sebagai proinflamasi namun Limantara, L. 2011. Pengaruh
tidak memberikan hasil yang signifikan proses pengeringan rimpang
temulawak (Curcuma
terhadap jumlah antibodi dari setiap xanthorrhiza)terhadap kandungan
pemberian dosis temulawak (p-value = 0,38 dan komposisi kurkuminoid.
Reaktor 13 (3) : 165-169.
> 0,05).
UCAPAN TERIMA KASIH Food and Agriculture Organization. 2017.
Hemagglutination Test. Downloaded
Terima kasih kepada departemen from http://www.fao.org/docrep/
Biologi Univeristas Pelita Harapan yang 005/ac802e/ac802e0d.html on
13/4/2017.
telah memberikan kesempatan untuk
melakukan ini dan juga kepada para dosen Gallily, R. and Feldman, M. 1967. The role
of macrophages in the induction of
serta mahasiswa/i jurusan Biologi angkatan antibody in x-irradiated
2015 yang telah membantu ini sehingga ini animals. Immunology 12 (2) : 197.
dapat diselesaikan. Gautam , S. C., Gao, X., and Dulchavsky, S.
SARAN 2007. Immunomodulation by
curcumin. Adv. Exp. Med. Biol..
Untuk selanjutnya, agar dapat 595:321-41.
diketahui pengaruh pemberian dosis
Immune Deficiency Foundation. 2017. IgG
temulawak terhadap sistem imun, dianjurkan Subclass Deficiency. Downloaded
dilakukan complete blood count (CBC) dan from http://primaryimmune.org/abo
ut-primary-immunodeficiencies/spe
flow cytometry. Dengan complete blood cific-disease-types/igg-subclass-def
count (CBC) dan flow cytometry, maka iciency/ on 13/4/2017.
dapat diketahui perkembangan setiap sel Jiao, Y., Wilkinson, J., Di, X., Wang, W.,
yang terlibat di dalam sistem imun. Untuk Hatcher, H., Kock, N. D. and Torti,
S. V. 2009. Curcumin, a cancer
mengetahui perhitungan keseluruhan sel chemopreventive and
darah sehingga dapat diketahui jumlah chemotherapeutic agent, is a
biologically active iron chelator.
setiap komponen di dalam darah. Selain itu, Blood 113 (2): 462–469.
untuk mengetahui pengaruh yang lebih
Mangunwardoyo, W., Deasywaty and Usia,
signifikan, maka jumlah sampel perlu T. 2012. Antimicrobial and
diperbanyak. identification of active compound
Curcuma xanthorrhiza Roxb.
International Journal of Basic dan
Applied Sciences 12 (1): 69-78.

49
FaST - Jurnal Sanis dan Teknologi ISSN 2598-9596
Vol.1 No.1, November 2017
_____________________________________________________________________________________________
Tiron, A., dan Vasilescu, C. 2008. Role of
McGill University. 2016. Hemagglutination. the spleen in immunity,
Retrieved from McGill University: immunologic consequences of
https://www.medicine.mcgill.ca/phys splenectomy. Chirurgia (Buncur)
io/vlab /immun/hemag.htm on 17/4/ 103 (3) : 255-263.
2017).
Van Elsas, J. D., Semenov, A. V., Costa, R.
National Center for Biotechnology and Trevors, J. T. 2011. Survival of
Information. 2017. Phosphate- Escherichia coli in the environment:
Buffered Saline. Downloaded from fundamental and public health
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/co aspects. The ISME Journal 5 (2) :
mpound/24978514#section=Informat 173-183.
ion-Sources on 12/4/2017.
Yasni, S., Yoshiie, K., Oda, H., Sugano, M.,
Pane, E. R., Falahudin, I. dan Sugiati. 2016. and Imaizumi, K. 1993. Dietary
Efektifitas larutan temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb.
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) increased mitogenic responses of
terhadap peningkatan jumlah splenic lymphocytes in rats, and
leukosit ayam broiler (Gallus gallus alters population of the lymphocytes
Domestica sp.). Jurnal Biota 2 (1) : in mice. J Nutr Sci Vitaminol 39 :
68-75. 345- 354.

Prana, M. S. 2008. The biology of


temulawak (Curcuma xanthorrhiza).
Bogor: Biopharmaca Research
Center Bogor Agricultural
University. pp. 151-156.

Revathy, S., Elumalai, S., Benny, M., and


Antony, B. 2011. Isolation,
purification and identification of
curcuminoids from turmeric
(Curcuma longa L.) by column
chromatography. Journal of
Experimental Sciences 2 (7): 21-25.

Richards, D. M. and Endres, R. G. 2014.


The mechanism of phagocytosis: two
stages of engulfment. Biophysical
Journal 107 (7): 1542-1553.

Sukandar, E. Y., Nurdewi and Elfahmi.


2012. Antihypercholesterolemic
effect of combination of Guazuma
ulmifolia Lamk. leaves and Curcuma
xanthorrhiza Roxb. rhizomes extract
in wistar rats. International Journal
of Pharmacology 8 (4): 277-282.

50

Anda mungkin juga menyukai