Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH REKONSILIASI FISKAL

Kelompok 2

Penulis :

JOGI REYNALDI - 0119123004


FAISHAL - 0119123020
FADCHUROZI P - 0119123010

UNIVERSITAS WIDIYATAMA

BANDUNG

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat-Nya

yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

makalah ini dengan tepat waktu.

Tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata

kuliah Perpajakan II. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Radhi

Abdul Halim R, S.E., M.M., Ak., Ca. selaku dosen dari mata kuliah tersebut karna

tanpa bimbingan Bapak, penulis bukanlah apa-apa dalam memahami materi ini.

Penulis berharap makalah ini dapat berguna bagi siapapun yang membacanya.

Dan penulis mengharapkan saran apabila dalam makalah ini terdapat kekurangan.

Penulis

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR...................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................3
A.    Latar Belakang...................................................................................................3
B.     Tujuan................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................4
A.    Pengertian Rekonsiliasi Fiskal...........................................................................4
B.     Koreksi Fiskal...................................................................................................4
C.     Jenis – jenis koreksi fiskal.................................................................................5
D.    Teknik Rekonsiliasi Fiskal.................................................................................9
E.     Format Rekonsiliasi Fiskal................................................................................9
BAB III PENUTUP.....................................................................................................11
A.  Kesimpulan........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12

BAB I

3
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam membuat laporan keuangan ada beberapa perbedaaan pengakuan
pendapatan dan biaya antara Standar Akuntansi Keuangan dengan Ketentuan
perpajakan menghasilkan jumlah angka yang berbeda antara laba komersial dan laba
fiskal. Perbedaan inilah yang menyebabkan perlunya dilakuan Rekonsiliasi Fiskal,
yaitu suatu mekanisme untuk menyesuaikan laporan keuangan komersial perusahaan
menjadi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Rekonsiliasi fiskal yang tujuannya adalah agar laporan keuangan komersial sebelum
datanya dimasukkan dalam SPT Tahunan PPh terlebih dahulu disesuaikan dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku. Rekonsiliasi fiskal perlu dilakukan karena
terdapat beberapa perbedaan perlakuan baik itu mengenai pengakuan penghasilan
maupun mengenai biaya atau beban.

B.     Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini diantanya:
1.      Memberi penjelasan mengenai Rekonsiliasi Fiskal
2.      Untuk menjelaskan mengenai Koreksi Fiskal
3.      Untuk menjelaskan Jenis – jenis koreksi fiskal
4.      Menjelaskan teknik koreksi fiskal
5.      Memberikan contoh format dari rekonsiliasi fiskal

BAB II

4
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Rekonsiliasi Fiskal


Rekonsiliasi fiskal pada hakikatnya adalah merupakan proses untuk
mendapatkan angka laba fiskal atau laba kena pajak dengan melakukan penyesuaian-
penyesuaian terhadap laba komersial atau laporan laba rugi. Proses rekonsiliasi fiskal
ini umumnya dilakukan oleh Wajib Pajak yang berbentuk perusahaan. Rekonsiliasi
yang dilakukan akan menghasilan koreksi fiskal yang akan mempengaruhi besarnya
laba kena pajak serta Pajak Penghasilan (PPh) terutang. Rekonsiliasi dilakukan
terhadap pos-pos biaya dan pos-pos penghasilan dalam Laporan keuangan Komersial,
antara lain :
1.    Rekonsiliasi terhadap penghasilan yang dikenakan PPh Final.
2.    Rekonsiliasi terhadap penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
3.    Wajib Pajak mengeluarkan biaya-biaya yang sebenarnya tidak boleh menjadi
pengurang penghasilan bruto
4.    Wajib pajak menggunakan metode pencatatan yang berbeda dengan ketentuan
pajak
5.    WP mengeluarkan biaya-biaya yang dikeluarkan bersama-sama untuk
mendapatkan pendapatan yang telah dikenakan PPh Final atau pendapatan yang
bukan Objek Pajak serta pendapatan yang dikenakan PPh non Final

B.     Koreksi Fiskal

Koreksi fiskal adalah koreksi perhitungan pajak yang diakibatkan oleh adanya
perbedaan pengakuan metode, manfaat, dan umur, dalam menghitung laba secara
komersial atau dengan secara fiskal. Koreksi fiskal dilakukan karena adanya
perbedaan antara laba atau rugi menurut perhitungan akuntansi komersial dengan
akuntansi fiskal ( berdasarkan Undang undang Nomer 36 Tahun 2008 ), maka
sebelum menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu laba/rugi
komersial tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Dengan demikian, untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu
membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan

5
Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh
terlebih dahulu harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal. Koreksi fiskal tersebut
dilakukan baik terhadap penghasilan maupun terhadap biaya-biaya (pengurang
penghasilan bruto).
C.     Jenis – jenis koreksi fiskal
Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis – jenis  perbedaan antara akuntansi
komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomer 36 Tahun 2008 ). Secara umum
terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi
komersial dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya koreksi fiskal,
yaitu:
1.      Beda Tetap
Beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya
antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya
permanen artinya koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan
laba kena pajak tahun pajak berikutnya.
            Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena :
a)   Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-
undang PPh bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen atau bagian laba yang
diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri,
koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan serta
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4
ayat 3 UU PPh).
b)  Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-
undang PPh telah dikenakan PPh Final, contohnya:
1)      Bunga Deposito dan Tabungan lainnya
2)       Penghasilan berupa hadiah undian
3)      Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan,
4)       Penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan
5)      Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
6)      dan sebagainya (Pasal 4 ayat 2 UU PPh)
Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda tetap terjadi karena
menurut akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan menurut Undang-undang
PPh bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto, misalnya:
a)    Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ;
1)   yang bukan objek pajak

6
2)    yang pengenaan pajaknya bersifat final
3)   yang dikenakan pajak berdasarkan norma penghitungan penghasilan
b)   Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan
c)    Pajak Penghasilan
d)   sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
e)    biaya-biaya lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat dibebankan
(Pasal 9 ayat 1 UU PPh)
Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif atau
koreksi positif. Koreksi negatif artinya penghasilan yang diakui oleh akuntansi
komersial namun secara fiskal harus dikoreksi baik itu karena bukan merupakan
objek pajak maupun karena telah dikenakan PPh final, menyebabkan laba kena
pajak berkurang yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang lebih kecil.
Sedangkan koreksi atas beda tetap biaya akan menyebabkan koreksi positif artinya
biaya yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi, akan
menyebabkan laba kena pajak bertambah yang akhirnya akan menyebabkan PPh
terutang menjadi lebih besar.
2.      Beda Waktu
Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun
biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang
sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan
laba kena pajak tahun-tahun pajak berikutnya.
            Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena :
Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun. Secara
akuntansi komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa
perolehannya sesuai dengan prinsip matching cost with revenue. Sedangkan menurut
Undang-undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada saat diterima.
Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
a.    Perbedaan metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh metode
penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun
b.    Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang PPh
metode penilaian persediaan yang diperbolehkan hanya metode rata-rata dan FIFO
c.    Penyisihan piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang Penyisihan
piutang tak tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu dan
sebagainya

7
Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada saat
penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun
berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah,
sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak
akan berkurang.Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif
maupun koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.
1)        Koreksi Positif
Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya
pengurangan biaya yang telah diakuai dalam laporan laba rugi secara komersial
menjadi semakin kecil apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan
adanya penambahan Penghasilan Kena Pajak. koreksi fiskal positif diantaranya:
a)      Biaya yg dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham
b)      Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
c)      Pengeluaran dalam bentuk natura
d)     Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kpd pemegang saham
e)      Sumbangan atau bantuan
f)       Pajak Penghasilan
g)      Sanksi administrasi (Pajak)
h)      Penyusutan/amortisasi
i)        Dan lain - lain

2)   Koreksi Negatif
Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya
penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara komersial
sehingga semakin besar apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan
adanya pengurangan Penghasilan Kena Pajak. Koreksi fiskal negatif diantaranya:
a.       Penyusutan/amortisasi
b.      Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya
c.       Dan lain - lain
Penyustan bisa menimbulkan koreksi negatif atau positif tergantung hasil
perhitungan apa lebih besar atau malah lebih kecil. Untuk lebih mendalami koreksi
fiskal kita dapat juga membaca laporan audit akuntan publik atas laporan keuangan
suatu perusahaan. Setiap perusahaan akan mempunyai pos yang berbeda atas koreksi
fiskalnya.
D. Biaya Operasional Yang Sering Di Lakukan Koreksi Fiska;
Biaya yang sering dikoreksi fiskal oleh fiskus adalah sebagai berikut :

8
1. Biaya Penyediaan Makanan dan Minuman
Berdasarkan Pasal 2 huruf a pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
83/PMK.03/2009 tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai
Serta Penggantian atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah
Tertentu dan yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan
dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja , disebutkan bahwa :

“Pemberian natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi Pegawai yang menerimanya
adalah :

Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai


yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.”

Kemudian, pada Pasal 3 dijelaskan bahwa pengeluaran untuk penyediaan makanan


dan/atau minuman bagi Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diatas
meliputi:

a. pemberian makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh pemberi kerja di


tempat kerja, atau
b. pemberian kupon makanan dan/atau minuman bagi Pegawai yang karena sifat
pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan pemberian sebagaimana dimaksud pada
huruf a, meliputi Pegawai bagian pemasaran, bagian transportasi, dan dinas luar
lainnya.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka biaya makan karyawan yang masuk sebagai
biaya operasional perusahaan dapat dikurangkan sebagai penghasilan bruto atau tidak
dilakukan koreksi fiskal sepanjang pemberian makanan dan/atau minuman ini
diberikan kepada seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
sebagaimana dijelaskan butir 1 dan 2
2. Biaya Sumbangan
Dalam pasal 6 ayat (1) huruf i, j, k, l, dan m Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan, biaya sumbangan dan/atau biaya yang dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto meliputi;
• Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional
• Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan
• Biaya pembangunan infrastruktur sosial

9
• Sumbangan fasilitas pendidikan
• Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga

Berikut ini penjelasan terkait jenis-jenis biaya sumbangan dan/atau biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto dalam Peraturan Pemerintah Nomor PP 36 Tahun
2008 ;

a. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional

Dalam rangka pemberian sumbangan untuk korban bencana nasional kepada pihak
lain, Wajib Pajak harus menyampaikan secara langsung melalui badan
penanggulangan bencana atau disampaikan secara tidak langsung melalui lembaga
atau pihak yang telah mendapat izin dari instansi/lembaga yang berwenang untuk
pengumpulan dana penanggulangan bencana;

Dalam PP 36 tahun 2008, yang dimaksud dengan "bencana nasional" adalah peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

Sedangkan yang dimaksud dengan "badan penanggulangan bencana" adalah badan


yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menampung, menyalurkan, dan/atau
mengelola sumbangan yang berkaitan dengan bencana nasional sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana.

b. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan

Sumbangan untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak
Badan kepada pihak lain harus dilakukan di wilayah Republik Indonesia dan Wajib
Pajak harus menyampaikan sumbangan tersebut melalui lembaga penelitian dan
pengembangan;

10
Dalam PP 93 tahun 2010, yang dimaksud dengan "penelitian" adalah kegiatan yang
dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh
informasi, data dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian
kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk penelitian di bidang Seni dan Budaya.

Sedangkan yang dimaksud dengan "pengembangan" adalah kegiatan ilmu


pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu
pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat,
dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan
teknologi.

Yang dimaksud dengan "lembaga penelitian dan pengembangan" adalah lembaga


yang didirikan dengan tujuan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di
Indonesia termasuk perguruan tinggi terakreditasi.

c. Sumbangan fasilitas pendidikan

Dalam pemberian sumbangan fasilitas berupa pendidikan harus disampaikan melalui


lembaga pendidikan, yang dimaksud dengan "fasilitas pendidikan" adalah prasarana
dan sarana yang dipergunakan untuk kegiatan pendidikan termasuk pendidikan
kepramukaan, olahraga, dan program pendidikan di bidang seni dan budaya nasional.

Sedangkan yang dimaksud dengan "lembaga pendidikan" adalah lembaga yang


bergerak di bidang pendidikan, termasuk pendidikan olah raga, seni dan/atau budaya,
baik pendidikan dasar dan menengah yang terdaftar pada dinas pendidikan maupun
perguruan tinggi terakreditasi.

d. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga

Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga merupakan sumbangan untuk


membina, mengembangkan dan mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi
cabang/jenis olahraga prestasi yang disampaikan melalui lembaga pembinaan olah

11
raga; dan yang dimaksud dengan "lembaga pembinaan olahraga" adalah organisasi
olahraga yang membina, mengembangkan dan mengoordinasikan suatu atau
gabungan organisasi cabang/jenis olahraga prestasi.

Sedangkan yang dimaksud dengan "olahraga prestasi" adalah olahraga yang membina
dan mengembangkan atlit secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan melalui
kompetisi untuk mencapai prestasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi
keolahragaan.

e. Biaya pembangunan infrastruktur sosial

Biaya pembangunan infrastruktur sosial merupakan biaya yang dikeluarkan untuk


keperluan membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat
nirlaba. Pengeluaran untuk sumbangan dan/atau biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto dalam satu tahun oleh Wajib Pajak dibatasi sampai jumlah
maksimum tertentu.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa untuk biaya pembangunan infrastruktur
sosial dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pada saat tahun pajak infrastruktur
sosial tersebut dapat dimanfaatkan. Dalam hal pembangunan infrastruktur sosial
dibiayai oleh lebih dari 1 (satu) Wajib Pajak, biaya pembangunan infrastruktur sosial
yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto adalah biaya yang
sebenarnya dikeluarkan oleh masing-masing Wajib Pajak. Nilai biaya pembangunan
infrastruktur sosial dapat ditentukan berdasarkan jumlah yang sesungguhnya
dikeluarkan untuk membangun sarana dan/atau prasarana.

Sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
1. Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya;
2. pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun
Pajak sumbangan diberikan;
3. didukung oleh bukti yang sah; dan
4. lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan.

12
3. Biaya Amortisasi

Amortisasi merupakan pengalokasian biaya perolehan harta tak berwujud dan


pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna
usaha, hak pakai dan muhibah (goodwill) yang memiliki masa manfaat lebih dari satu
tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Dalam konsep ini, menurut ketentuan perpajakan atas pembelian harta tak berwujud
yang masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dapat dibebankan sekaligus. Jika
perusahaan membebankan pembelian harta tak berwujud tersebut di laporan rugi laba
maka akan dilakukan koreksi fiskal dalam melakukan pengitungan Pajak Penghasilan
Badan.

Berdasarkan pasal 11 A ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan,
metode amortisasi yang diperbolehkan secara fiskal adalah :
a.  Metode garis lurus (straight-line method), yaitu metode yang digunakan untuk
menghitung amortisasi harta tak berwujud yang dilakukan pada bagian-bagian
yang sama besar dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran selama
masa manfaat yang telah ditetapkan.
Amortisasi atas pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna
bangunan, hak guna usaha, hak pakai dan muhibah (goodwill) yang memiliki masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar
selama masa manfaat yang ditetapkan dalam harta tak berwujud tersebut.
b. Metode saldo menurun (declining-balance method), yaitu metode yang digunakan
untuk menghitung amortisasi dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara
menerapkan tarif amortisasi atas nilai sisa buku dan nilai sisa buku pada akhir
masa manfaat harus diamortisasikan sekaligus.
Penggunaan metode amortisasi diatas harus dilakukan secara taat azas dan konsisten.

Pengeluaran yang dilakukan sebelum perusahaan beroperasi komersial yang memiliki


masa manfaat lebih dari satu tahun dapat dikapitalisasi (sebagai biaya pra operasi)
kemudian dimortisasi dengan metode di atas.

Dalam hal ini yang termasuk pengeluaran pra operasi adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan sebelum perusahaan beroperasi komersial, misalnya biaya study
kelayakan dan biaya produksi percobaan, tetapi tidak termasuk biaya-biaya

13
operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, rekening listrik dan telepon, dan
biaya kantor lainnya. Pengeluaran yang rutin tersebut harus dibebankan sekaligus
pada tahun terjadinya.
Berikut ini masa manfaat dan metode amortisasi harta tak berwujud yang
diperbolehkan secara fiskal adalah :

Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan
dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan tabel
masa manfaat dan tarif amortisasi.

4. Biaya Promosi

Bentuk biaya promosi yang diperkenankan maupun yang tidak diperkenankan sebagai
pengurang adalah sebagai berikut:
 
Biaya Promosi Tidak Termasuk Biaya Promosi
a. biaya periklanan di media a. pemberian imbalan berupa
elektronik, media cetak, uang dan/atau fasilitas,
dan/atau media lainnya; dengan nama dan dalam
b. biaya pameran produk; bentuk apapun, kepada
c. biaya pengenalan produk pihak lain yang tidak
baru;dan/atau berkaitan langsung dengan
penyelenggaraan kegiatan
d. biaya sponsorship yang promosi.
berkaitan dengan
promosi produk. b. Biaya Promosi untuk
mendapatkan, menagih,
dan memelihara
penghasilan yang bukan

14
merupakan objek pajak dan
yang telah dikenai pajak
bersifat final.
 
 Pajak wajib membuat daftar nominatif yang paling sedikit harus memuat data
penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis
biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak Penghasilan
yang dipotong dengan format atas pengeluaran Biaya Promosi.
Adapun daftar nominatif yang dimaksud di atas dilaporkan sebagai lampiran saat
Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan. Kemudian perlu diperhatikan
hal sebagai berikut:
1. Dalam hal pemberian sampel, kolom Keterangan harus diisi dengan
mencantumkan Nama Kegiatan dan Lokasinya;
2. Dalam hal Biaya Promosi dikeluarkan dalam bentuk sponsorship, kolom
Keterangan harus diisi dengan informasi kontrak dan/atau perjanjian
sponsorship secara lengkap, termasuk nomor dan tanggal kontrak;
3. Dalam hal Biaya Promosi dilakukan dalam bentuk selain sponsorship dan
kegiatan promosi tersebut dilakukan berdasarkan suatu kontrak dan/atau
perjanjian, maka Wajib Pajak harus mencantumkan informasi kontrak
dan/atau perjanjian secara lengkap dalam kolom Keterangan, termasuk nomor
dan tanggal kontrak.

Apabila tidak dilakukan demikian maka, Biaya Promosi tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.

5. Biaya Pemakaian Telepon Seluler Dan Kendaraan Perusahaan

 
Berdasarkan Pasal 1 KEP - 220/PJ./2002, biaya pemakain telepon seluler yang
dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjaannya, pembebannya diatur sebagai berikut:
 

15
Dijelaskan kembali di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE -
09/PJ.42/2002 bahwa yang dimaksud dengan Telepon seluler, termasuk juga alat
komunikasi berupa pager. Namun demikian, saat ini tentu tersedia berbagai produk
jenis alat komunikasi baru karena perkembangan teknologi dengan kesamaan fungsi
seperti telepon selular dan pager . Atas biaya pemakaian biaya alat komunikasi
lainnya tersebut perlu menjadi pertimbangan Wajib Pajak dalam pembebanan biaya
terkait.

Berdasarkan Pasal 2 dan 3 KEP - 220/PJ./2002, biaya kendaraan perusahaan yang


diatur sebagai berikut:
 

16
Terkait poin 3 dan 4 dijelaskan kembali di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak Nomor SE - 09/PJ.42/2002 bahwa:
 Kendaraan sedan atau yang sejenis, termasuk juga kendaraan jenis minibus
sepanjang digunakan hanya untuk seorang pegawai tertentu karena jabatan
atau pekerjaannya, dan penggunaannya full-time baik untuk kepentingan
perusahaan maupun keperluan pribadi dan keluarga pegawai yang
bersangkutan;
 Biaya pemeliharaan kendaraan, termasuk juga pengeluaran rutin untuk
pembelian/pemakaian bahan bakar.

17
6. Biaya Piutang tak Tertagih

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.010/2015 tentang


Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009
Tentang Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih Yang Dapat Dikurangkan
Dari Penghasilan Bruto di jelaskan bahwa: Yang dimaksud dengan piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih ialah ;
 piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang
usahanya,
 yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya
penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak.
 tidak termasuk piutang yang berasal dari transaksi bisnis dengan pihak-pihak
yang memiliki hubungan istimewa dengan Wajib Pajak.

Sedangkan pengertian dari Penerbitan umum atau penerbitan khusus ialah:


a. Penerbitan umum adalah pemuatan pengumuman pada penerbitan surat
kabar/majalah atau media massa cetak yang lazim lainnya yang berskala
nasional; atau
b. Penerbitan khusus adalah pemuatan pengumuman pada:
o penerbitan Himpunan Bank-Bank Milik Negara
(HIMBARA)/Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional
(PERBANAS);   
o penerbitan/pengumuman khusus Bank Indonesia; dan/atau
o penerbitan yang dikeluarkan oleh asosiasi yang telah terdaftar sebagai
Wajib Pajak dan pihak kreditur menjadi anggotanya.

Syarat Piutang yang Nyata-nyata Tak TertagihWajib Pajak dapat membebankan biaya


piutang tak tertagih dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan syarat :
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan rugi laba komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak, baik dalam bentuk hard copy (dilampirkan
SPTnya) dan soft copy;dan
c. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut : (pilih salah satu)
o telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang negara;atau

18
o terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan;atau
o telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus (dapat
berupa penerbitan internal asosiasi atau sejenisnya);atau
o adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan
untuk jumlah utang tertentu.

E.    Format Rekonsiliasi Fiskal


Contoh format Rekonsiliasi Fiskal.
Laba menurut Laporan Keuangan komersial ……………..                    Rp xxx
Koreksi Positif (Ditambah)
Pengeluaran yg tidak dapat dikurangkan………………..       Rp xxx
Pengeluaran berkaitan penghasilan yang bukan objek pajak   Rp xxx
Pengel. berkaitan pengh. yg telah dikenakan pjk brsfat final   Rp xxx.
Beda penghitungan antara PSAK dan PPh ………….            Rp xxx.
Total koreksi positif                                                                             Rp xxx
Koreksi Negatif (Dikurangi)
Penghasilan yang bukan objek pajak ……………………      Rp xxx
Penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final….       Rp xxx
Beda penghitungan antara PSAK dan PPh………...………    Rp xxx
Total koreksi negatif                                                                            Rp. xxx

Penghasilan Kena Pajak menurut fiskal……………………….             Rp xxx


PPh terutang……………………………………………………             Rp xxx
Laba setelah PPh……………………………………….…….             Rp. xxx

Contoh Kasus
 PT. ABC bergerak dibidang jual beli barang elektronik. Perusahaan menggunakan
metode LIFO untuk menghitung nilai persediaan dan metode garis lurus untuk
menghitung penyusutan aktiva tetap.

Umur ekonomis semua aktiva tetap diasumsikan 15 tahun untuk mesin dan 5 tahun
untuk semua alat kantor dengan tanpa nilai residu. Berikut ini adalah laporan
laba/rugi dari PT. ABC per 31 Desember 2010 sebagai berikut:

19
Keterangan:

1. Persediaan awal jika menggunakan metode FIFO sebesar Rp 750,000,000 dan


metode LIFO sebesar Rp 741,000,000

20
2. Persediaan akhir jika menggunakan metode FIFO sebesar Rp 700,000,000 dan
metode LIFO sebesar Rp 650,000,000
3. Aktiva tetap terdiri dari: • Mesin senilai Rp 100,000,000 (kelompok 2) • Alat
kantor senilai Rp 10,000,000 (kelompok 1)
4. Di dalam biaya listrik, air dan telepon 10 % digunakan untuk rumah
direkturnya
5. Di dalam biaya perjalanan dinas ada Fiskal Luar Negeri sebesar Rp
10,000,000
6. Di dalam biaya lain-lain ada biaya sumbangan kepada panti asuhan sebesar
Rp 9,000,000.
7. Penghasilan Deviden adalah penghasilan bruto diperoleh dari kepemilikan
saham pada PT. BCA sebesar 20% dari modal yang disetor
8. Pajak yang telah dibayar selama tahun 2010 :

 PPh Pasal 22 Rp 5,000,000


 PPh Pasal 23 Rp 10,000,000
 PPh Pasal 25 Rp 15,000,000

Pertanyaan:

1. Buatlah laporan rekonsiliasi fiskal beserta penjelasannya untuk tahun pajak


2010 ?
2. Berapakah besarnya pajak terutang untuk tahun 2010 ?

Jawab:

a. Untuk membuat laporan Rekonsiliasi fiskal dasarnya adalah laporan laba/rugi


komersial.

Keterangan:

1. FIFO

Persediaan Awa l750,000,000


Pembelianbersih 402,225,000

21
BarangSiap dijual 1,152,225,000
Persediaan Akhir 700,000,000
HPP 452,225,000
Jadi koreksi fiskal sebesar Rp 41,000,000 (493,225,000– 452,225,000) dan berupa
koreksi positif karena menambah laba.

2. Biaya Depresiasi

Diasumsikan aktiva tetap di susutkan satu tahun penuh

a.Mesin

Jadi koreksi fiskal sebesar Rp 2,500,000 (12,500,000– 10,000,000) dan berupa


koreksi negatif karena mengurangi laba.

b.AlatKantor

Jadi koreksi fiskal sebesar Rp 500,000 (3,000,000– 2,500,000) dan berupa koreksi
positif karena menambah laba.

3. Biaya listrik, air dan telepon 10 % digunakan untuk rumah direkturnya, maka Rp
5,466,000 (10% x 54,660,000) harus dikoreksi Positif, karena biaya untuk
kepentingan pribadi tidak diakui sebagai biaya.

4. Fiskal Luar Negeri sebesar Rp 10,000,000 harus dikoreksi positif karena termasuk
pembayaran pajak juga, namun biaya ini nantinya dapat menjadi kredit pajak.
5. Biaya sumbangan kepada panti asuhan sebesar Rp 9,000,000 harus dikoreksi
positif.
6. Bunga pajak tidak boleh sebagai biaya sehingga akan dikorekis positif.
7. Penghasilan Bunga Deposito harus dikoreksi negatif karena penghasilan yang kena
pajak final.

22
Berdasarkan keterangan di atas kita dapat membuat laporan rekonsilaisi fiskal sebagai
berikut:

Laporan Rekonsiliasi Fiskal

b. Setelah dibuat laporan rekonsiliasi fiskal kita mendapatkan laba fiskal sebesar Rp

23
1,077,211,000. Dari laba ini kita dapat menghitung besarnya pajak terutang sebagai
berikut:

Karena peredaran bruto tahun 2010 kurang atau tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00
maka dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku.

Pajak Penghasilan yang terutang


= 50% x 28% x Rp 1,077,211.000
= Rp 150,949,540,00
Pajak Terutang setahun : Rp 150,949,540,00
Kredit Pajak
– PPh Pasal 22 5 Juta
– PPh Pasal 23 10 Juta
– PPh Pasal 23 15 Juta +
Total Kredit Pajak : Rp 30,000,000,00
Pajak Kurang/Lebih Bayar : Rp 120,949,540,00

Jadi Besarnya PPh terutang untuk tahun pajak 2010 adalah sebesar
Rp120,949,540,00.

24
BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan

Rekonsiliasi Fiskal, yaitu suatu mekanisme untuk menyesuaikan laporan


keuangan komersial perusahaan menjadi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang
berlaku. Rekonsiliasi yang dilakukan akan menghasilan koreksi fiskal yang akan
mempengaruhi besarnya laba kena pajak serta Pajak Penghasilan (PPh)
terutang. Koreksi fiskal dilakukan karena adanya perbedaan antara laba atau rugi
menurut perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiscal (berdasarkan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000).
Teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara; Jika suatu penghasilan
diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiskal, maka kurangkan
sejumlah penghasilan tersebut  dari penghasilan menurut akuntansi, begitupun
sebaliknya, dan Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi
tidak diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal rekonsiliasi
dilakukan dengan mengurangkan sejumlah biaya atau pengeluaran tersebut dari biaya
menurut akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi, begitupun
sebaliknya.

25
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Mardiasmo, M. A. (2011). Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta: ANDI
Yogyakarta.

Waluyo. 2011. “Perpajakan Indonesia”. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.


www. Google.com

26

Anda mungkin juga menyukai