Anda di halaman 1dari 26

RINI SULISTYOWATI

NIM : 11190042

BAB Ⅱ

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gastroenteritis

2.1.1 Pengertian Gastroenteritis

Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil, dan usus besar
dengan berbagai kondisi patologis dari gastrointestinal dengan manifestasi diare,
disertai muntah, dan ketidaknyamanan abdomen . Gastroenteritis yaitu penyakit yang
terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses.Seseorang dikatakan menderita
diare bila feses lebih berair dari biasanya,dan bila buang air besar lebih dari tiga kali
atau buang air besar tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes, 2016).

2.1.2 Etiologi

Gastroenteritis dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain penyebab lain


seperti malabsorbsi ( Ngastiyah, 2014 ). Diare salah satu gejala dari penyakit sistem
gastrointestinal.Tetapi sekarang lebih dikenal dengan “ penyakit diare “ agar lebih
cepat tindakan penanggulangannya. Penyakit diare terutama pada bayi dan anak perlu
mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana bila terlambat.

Faktor penyebab diare, antara lain :

1) Faktor infeksi
a) Infeksi internal : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi internal sebagai
berikut :
1. Infeksi bakteri : Vibrio,E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Aeromonas dan sebagainya.
2. Infeksi virus : Enterovirus ( virus echo, poliomyelitis ), adeno virus,
dan rotavirus.
3. Infeksi parasite : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, dan
strongyloidea), protozoa, dan jamur.
b) Infeksi parenteral : infeksi diluar alat pencernaan seperti : Otitis
Media Acut (OMA), tonsillitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan
sebagainya.Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak
berumur di bawah 2 tahun.

2) Faktor malabsorbsi
a) Malabsorbi karbohidrat : disakarida ( intoleransi laktosa, maltose,
sukrosa ), monosakarida ( intoleransi glukosa, fruktosa,
galaktosa ).Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering
adalah intoleransi laktosa.
b) Malabsorbsi lemak
c) Malabsorbsi protein
3) Faktor makanan

Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

4) Faktor psikologis

Rasa takut dan cemas (jarang,tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih
besar ).

2.1.3 Klasifikasi

Beberapa klasifikasi diare antara lain :

1) Menurut Rendle Short (1961), membuat klasifikasi berdasarkan pada ada


atau tidak adanya infeksi :
A. Gastroenteritis (diare dan muntah) diklasifikasikan menjadi 2
golongan :
a) Diare infeksi spesifik : tifus abdomen dan para tifus, disentri
basil (shigella ), enterocolitis stafilokok.
b) Diare non-spesifik : diare dietetic.

B. Klasifikasi lain diadakan berdasarkan organ yang terkena infeksi


a) Diare infeksi internal atau diare karena infeksi saluran
pencernaan yang terjadi usus.
b) Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus
(otitis media akut) OMA.

2. Ellis dan Mitchel membagi diare pada bayi dan anak secara luas.

Berdasarkan lamanya diare :


a) Diare Akut atau diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak.
Umumnya berlangsung kurang dari 7 hari. Bila menyerang bayi
umumnya disebut Gastroenteritis infantil. Akibat dari diare akut adalah
dehidrasi,dan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian pada bayi
dan anak.
b) Diare kronik yang unumnya bersifat menahun, diantara diare akut dan
kronik disebut diare subakut (diare persisten). Diare kronik adalah diare
yang hilang timbul, berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi,
seperti penyakit sensitive terhadap gluten atau gangguan metabolism
yang menurun, lamanya lebih dari 30 hari.

3. Berdasarkan derajatnya :
a) Diare tanpa dehidrasi
b) Diare dengan dehidrasi ringan / sedang.
c) Diare dengan dehidrasi berat

2.1.4 Manifestasi Klinis

Gambaran awal dimulai dengan bayi atau anak menjadi cengeng,


gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan menjadi berkurang, dan diare.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila bayi atau anak
mengalami banyak kehilangan air dan elektrolit, maka terjadilah gejala
dehidrasi,berat badan bayi atau anak akan turun, ubun ubun besar cekung
pada bayi, tonus otot dan tugor kulit berkurang, dan selaput lendir dan bibir
terlihat kering (Sodikin, 2011 ).

2.1.5 Patofisiologi dan Pathway

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya gastroenteritis


menurut Wijaya dan Putri (2013) adalah :

1) Gangguan Sekresi
Akibat gangguan tertentu ( toksin ) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare , karena peningkatan isi rongga usus.
2) Gangguan Osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat di serap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningi,sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus . Isi rongga
usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkan
sehingga timbul diare.

3 ) Gangguan Motilitas Usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus


untuk menyerap makanan sehingga timbul diare, sebaliknya jika
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan
yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

Pathway
Psikologi
Infeksi Makanan
Ansietas
Berkembang di usus Toksis tidak dapat diserap

Hipersekresi air dan elektrolit Malabsorbsi karohidrat, lemak, dan protein


Hiperistaltik

Osmotik
Isi Usus Penyerapan Makanan Meningkatkan Tekanan
Pergeseran air dan elektrolit ke usus

Diare

Frekuwensi BAB meningkat Distensi Abdomen

Mual , muntah
Hilang Cairan dan Elektrolit Kerusakan intergritas Nafsu makan
berlebihan menurun kulit perianal

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Gangguan keseimbangan Asidosis metabolik
cairan dan elektroit

Sesak

Dehidrasi
Gangguan pertukaran gas

Resiko ketidakseimbangan Resiko syok


elektrolit (hipovelemik)

Sumber : Rosmiati, (2018).

2.1.6 Komplikasi

Menurut Kliegman (2010), ada 8 komplikasi gastroenteritis, yaitu :


1) Demam
Karena terjadinya infeksi, terpapar dengan virus. Bakteri masuk ke dalam
tubuh sehingga menyebabkan demam.
2) Dehidrasi ( ringan ,sedang, berat )
Diakibatkan karena tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dengan tanda
mukosa bibir kering, turgor kulit jelek, urin pekat, dan mata cekung.
3) Hipokalemia
Keilangan cairan berlebih menyebabkan tubuh juga kehilangan elektrolit
seperti kalium yang berperan penting dalam kerja otot dan jantung. Penurunan
kadar kalium dalam tubuh (darah) akan mengakibatkan penurunan kerja
jantung dan otot. Pada jantung bisa menimbulkan disritmia. Kontarksi yang
kurang menyebabkan bradikardi, meteorismus. Pada otot menimbulkan
kelemahan dan hipotoni otot.
4) Hipokalsemi
Kekurangan kadar natrium dan kalium plasma pada anak diare dapat
menyebabkan nyeri otot, kelemahan otot, kram dan detak jantung sangat
lambat.
5) Ileus Peristalstik
Terjadinya gangguan motilitas usus yang menyebabkan hiperistaltik pada
usus, bila berlebihan bisa menyebabkan ileus.
6) Hiponatremi
Anak dengan diare hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam sehingga bisa terjadi hiponatremi.
7) Syok Hipovalemik
Akibat dari diare dapat terjadi gangguan pada sistem sirkulasi darah
menyebabkan darah lamah, tekanan darah, rendah, kulit pucat, akral dinin
yang mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik.
8) Asidosis
Karena tubuh kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas dan asam
karbonas berkurang yang mengakibatkan PH darah menurun (menjadikan PH
asam/ asidosis). Sedangkan pada proses metabolisme dengan menggunakan
CO sehingga dalam tubuh terjadi penumpukan asam laktat maka menjadi
asidosis metabolisme.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Sodikin (2011), pemeriksaan penunjang pada anak dengan masalah


keperawatan diare adalah sebagai berikut:
a) Darah samar feses untuk memeriksa adanya darah ( lebih sering pada
gastroenteritis yang berasal dari bakteri )
b) Evaluasi volume, warna , konsistensi, adanya mucus atau pus pada feses.
c) Hitung darah lengkap dengan diferensial.
d) Uji antigen immunoassay enzim untuk memastikan adanya rotavirus .
e) Kultur feses ( jika anak di awat di rumah sakit, pus dalam feses, atau diare
yang berkepanjangan ) untuk menentukan patogen .
f) Evaluasi feses terhadap telur cacing dan parasit.
g) Aspirasi duodenum ( jika diduga G. lamblia).

2.1.8 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medis
a. Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang perlu
diperhatikan yaitu:
1) Jenis cairan
a. Oral : pedialyte atau oralit, Ricelyte
b. Parenteral : NaCl, Isotonic, infus
2) Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang dikeluarkan.
3) Jalan masuk atau cara pemberian
a. Cairan per oral, pada pasien dengan dehidrasi ringan dan cairan
diberikan per oral dengan kandungan NaCl dan NaHCO3, KCL
dan glukosa.
b. Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) selalu
tersedia difasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai beberapa
banyak cairan yang diberikan tergantung dari berat ringannya
dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai
dengan umur dan berat badannya.
4) Jadwal pemberian cairan
Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian kembali status
hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan.
a. Identifikasi penyebab diare
b. Terpai sistematik seperti pemberian obat anti diare, obat anti
mortilitas dan sekresi usus, antiemetik.

b. Pengobatan dietetic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg jenis makanan :
1) Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau sejenis lainny).
2) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasitim), bila
anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa.
3) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang
berantai sedang atau tidak jenuh (Ngastiyah, 2014).

2. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Bila dehidrasi masih ringan


Berikan minum sebanyak-banyaknya 1 gelas setiap kali setelah
pasien defekasi. Cairan harus mengandung eletrolit, seperti oralit. Bila
tidak ada oralit dapat diberikan larutan gula garam dengan 1 gelas air
matang yang dilarutkan dalam 1 sendok teh gula pasir dan 1 jumput
garam dapur. Jika anak muntah atau tidak mau minum sama sekali perlu
dipasang infus dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau cairan lain (atas
persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan adalah apakah tetesa
berjalan lancar terutama pada jam-jam pertama karena diperlukan untuk
segera mengatasi dehidrasi.

b. Pada dehidrasi berat


Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat. Untuk mengetahui
kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk
tubuh dapat dihitung dengan cara:
 Jumlah tetesan per menit dikalikan 60, dibagi 15/20 ( sesuai set infus yang
dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol infus waktu memantaunya.
 Perhatikan tanda vital : denyut nadi, pernapasan, suhu.
 Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering, encer tau
sudah berubah konsistensinya.
 Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah bibir dan
selaput lendir mulut kering. Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan,
pasien diberimakan lunak atau secara realimentasi.

Penanganan diare lainnya yaitu dengan rencana terapi A, B dan C sebagai


berikut :
1. Rencana terapi A
Penanganan diare dirumah, dengan menjelaskan pada ibu tentang 4
aturan perawatan di rumah:

a. Beri cairan tambahan

1) Edukasi pada ibu, untuk:


a) Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.
b) Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air matang
sebagai tambahan.
c) Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau lebih
cairan berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau
air matang.
Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:
a) Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C dalam
kunjungan ini.
b) Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah.
2) Edukasi ibu cara mencampur dan memberikan oralit.Beri ibu 6 bungkus
oralit (200 ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukkan kepada ibu berapa
banyak oralit atau cairan lain yang harus diberikan setiap kali anak
berak:
a) Sampai umur 1 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali berak.
b) Umur 1 sampai 5 tahun: 100 sampai 200 ml setiap kali berak.

Edukasi kepada ibu:


a) Agar meminumkan sedikit - sedikit tapi sering dari mangkuk/
cangkir/ gelas.
b) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi
dengan lebih lambat.
c) Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
d) Beri tablet Zinc selama 10 hari
e) Lanjutkan pemberian makan
f) Kapan harus kembali untuk konseling bagi ibu.

2. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi ringan / sedang dengan oralit. Berikan oralit
diklinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.

Tabel 2.1 Pemberian Oralit

Umur ≤ 4 bulan 4 - <12 bulan 1 - <2 tahun 2 - <5 tahun


Berat < 6 kg 6 - <10 kg 10 - <12 kg 12 – 19 kg
Jumlah 200 – 400 400 – 700 700 – 900 900 – 1400

Sumber: MTBS, 2011.


a. Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama
1) Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari pedoman
di atas.
2) Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, berikan
juga 100-200 ml air matang selama periode ini.

b. Edukasi kepada ibu cara memberikan larutan oralit


1) Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/gelas
2) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi lebih
lambat.
3) Lanjutkan ASI selama anak mau.

c. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut


1) Umur <6 bulan : 10 mg/ hari
2) Umur ≥6 bulan : 20 mg/hari

d. Setelah 3 jam
1) Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya.
2) Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
3) Mulailah memberi makan anak.

e. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai


1) Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah
2) Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan dirumah untuk
menyelesaikan 3 jam pengobatan.
3) Beri oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6
bungkus lagi
4) Jelaskan 4 aturan perawatan diare dirumah (lihat rencana terapiA).

3. Rencana terapi C
Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yatiu dengan:
a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri
oralit melalui mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100 ml/kg cairan
Ringer Laktat atau jika tak tersedia, gunakan cairan Nacl yang dibagi
sebagai berikut:

Tabel 2.2 Pemberian Cairan


Pemberian Pemberian
Umur Pertama 30 ml/kg Berikut 70 ml/kg
Selama Selama
Bayi 1 jam* 5 jam
(dibawah umur 12 bulan) 30 menit* 2 jam

Anak
(12 bulan sampai 5 tahun)

Sumber: MTBS, 2011.

b. Periksa kembali anak setiap 15 - 30 menit. Jika nadi belum teraba, beri
tetesan lebih cepat.
c. Beri oralit (kira-kira 5 ml/ kg/ jam) segera setelah anak mau minum:
biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri juga tablet
Zinc.
d. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasi
kan dehidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan
pengobatan.
e. Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada fasilitas untuk
pemberian cairan intravena terdekat (dalam 30 menit).
f. Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan cara
meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan
menuju klinik.
g. Jika perawat sudah terlatih menggunakan pipa orogastrik untuk rehidrasi,
mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau
mulut: beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam(total 120 ml/kg
h. Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:
1) Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri cairan lebih
lambat.
2) Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk
pengobatan intravena.
i. Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi.
Kemudian tentukan rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk
melanjutkan pengobatan.

4. Pemberian tablet Zinc untuk semua penderita diare


a. Pastikan semua anak yang menderita diare mendapatkan tablet Zinc
sesuai dosis dan waktu yang telah ditentukan.
b. Dosis tablet Zinc (1 tablet = 20 mg). Berikan dosis tunggal selama10
hari:
1) Umur < 6 bulan : tablet
2) Umur ≥ 6 bulan : 1 tablet
c. Cara pemberian tablet Zinc
1) Larutkan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok (tablet akan
larut 30 detik), segera berikan kepada anak.
2) Apabila anak muntah sekitar setenagh jam setelah pemberian tablet
Zinc, ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil
di larutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh.
3) Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama 10 hari
penuh, meskipun diare sudah berhenti, karena Zinc selain memberi
pengobatan juga
4) dapat memberikan perlindungan terhadap diare selama 2-3 bulan ke
depan.
5) Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus,
tetap berikan tablet Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan.

5. Pemberian Prebiotik Pada Penderita Diare


Probiotik saat ini banyak digunakan sebagai salah satu terapi suportif
diare akut. Hal ini berdasarkan peranannya dalam menjaga keseimbangan
flora usus normal yang mendasari terjadinya diare. Probiotik aman dan efektif
dalam mencegah dan mengobati diare akut pada anak (Yonata, 2016).

c. Kebutuhan nutrisi
.
Pada pasien yang menderita malabsorbsi pemberian jenis makanan yang
menyebabkan malabsorbsi harus dihindarkan. Pemberian makanan harus
mempertimbangkan umur, berat badan dan kemampuan anak menerimanya. Pada
umumnya anak umur 1 tahun sudah bisa makan makanan biasa, dianjurkan makan
bubur tanpa sayuran pada hari masih diare dan minum teh. Hari esoknya jika
defekasinya telah membaik boleh diberi wortel, daging yang tidak berlemak
(Ngastiyah, 2014).

2.2 Konsep dasar hipovolemia pada gastroenteritis

Hipovolemia adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan


ekstraselular (CES), dan dapat terjadi karena kehilanga cairan melalui kulit, ginjal,
gastrointestinal, perdarahan sehingga dapat menimbulkan syok hypovolemia
( Tarwoto & Wartonah, 2015 ).
Hipovolemia merupakan penurunan volume cairan intravaskuler, insterstisial,
dan intraselular ( Tim Pokja SDKI DPPD PPNI, 2016 ).

1. Etiologi
Penyebab dari hypovolemia adalah :
 Kehilangan cairan aktif
 Kegagalan mekanisme regulasi
 Peningkatan permeabilitas kapiler
 Kekurangan intake cairan
 Evaporasi

2. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala dari hypovolemia adalah :
 Frekuensi nadi meningkat
 Nadi terasa lemah
 Tekanan darah menurun
 Tekanan nadi menyempit
 Tugor kulit menurun
 Membran mukosa kering
 Volume urine menurun
 Hematokrit meningkat

3. Dampak hypovolemia
Kehilangan cairan masalah penting, terutama pada balita dan anak-anak.
Pada diare akut, kehilangan cairan secara mendadak dapat mengakibatkan
terjadinya syok hipovolemia yang cepat yang potensial mengarah ke
hypokalemia dan asidosis metabolik. Jika tidak dapat teratasi menimbulkan
komplikasi lain yaitu Tubulair nekrosis akut pada ginjal yang selanjutnya
terjadi gagal multi organ ( Irianto Koes, 2014 )

4. Pencegahan hypovolemia pada gastroenteritis


Pada kasus gastroenteritis ,mengganti cairan dan elektrolit merupakan hal
yang penting untuk mencegah terjadinya hipovolemia,hal ini dapat dilakukan
dengan memberikan banyak minum air, larutan gula garam, kuah sup, sari
buah, oralit, bila kondisi bayi atau anak memburuk biasanya diberi cairan
infus.

5. Penatalaksanaan
Bila balita atau anak mengalami kehlangan volume cairan saat diare, dapat
dilakukan rehidrasi oral. Cairan oral diberikan sedikit tapi sering. Kalau kehilangan
cairan yang berat diberikan terapi intravena untuk mengatasi rehidrasi. Pemberian
ASI dianjurkan apabila ASI bukan penyebab dari diare ( Suriadi, 2010 ).

Asuhan Keperawatan Gastroenteritis Pada Anak Dalam Masalah Keperawatan


Hipovolemia
1) Pengkajian
 Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, nama orangtua, pekerjaan orangtua.
2) Keluhan utama
Buang air besar (BAB) lebih tiga kali sehari. BAB kurang dari empat kali
dengan konsistensi cair (diare tanpa dehidrasi). BAB lebih 4-10 kali dengan
konsistensi cair (dehidrasi ringan / sedang). BAB lebih dari sepuluh kali
(dehidrasi berat). Bila diare berlangsung kurang dari 14 hari aalah diare akut.
Bila berlangsung 14 hari atau lebih adalah diare persisten.
3) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita.
b. Riwayat kesehatan sekarang
 Mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, rewel, gelisah, suhu tubuh
meningkat. Nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemungkinan timbul
diare.
 Tinja makin cair, kadang disertai lendir dan lendir berdarah. Warna tinja
berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
 Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi
 Gejala muntah bisa terjadi sebelum atau sesudah diare.
 Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi
mulai tampak.
 Dieresis yaitu, terjadi oliguri ( kurang 1ml/kg/BB/jam ) bila terjadi
dehidrasi.Urin normal pada diare tanpa dehidrasi. Urin sedikit gelap pada
dehidrasi ringan /sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam (dehidrasi
berat ).
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita gastroenteritis dan yang
berhubungan dengan distribusi penularan.
1. Fisiologi dari masalah keperawatan hipovolemia adalah :
a. Tanda dan gejala mayor diantaranya :
Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, tugor kulit menurun, membrane mukosa kering,
volume urine menurun.
b. Tanda dan gejala minor diantaranya :
Merasa lemah, mengeluh haus, pengisisn vena menurun, status mental
berubah, suhu tubuh meningkat, konsentrasi urine meningkat.

1) Diagnosa keperawatan
Risiko hipovolemia dibuktikan dengan kehilangan cairan aktif (D.0034 Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2016 )
2) Intervensi
Menurut Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019 )
Kriteria hasil :
 Kekuatan nadi meningkat
 Turgor kulit meningkat
 Output urine meningkat
 Frekuensi nadi meningkat
 Membran mukosa membaik
 Suhu tubuh membaik
 Keluhan haus menurun
 Status mental membaik
Intervensi utama
Manajemen hipovolemia :
a. Observasi
 Periksa tanda dan gejala hipovolemia (frekuensi nadi, turgor kulit,
membrane mukosa, volume urine, keluhan haus )
 Monitor intake dan output cairan
b. Terapeutik
 Hitung kebutuhan cairan sesuai dengan kebutuhan bayi/anak
 Beri asupan cairan oral ( oralit,sari buah,kuah sup, ASI )
c. Edukasi
Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
d. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV
 Kolaborasi dengan dokter pemberian obat-obatan
3) Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan bagian aktif dalam asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan rencana tindakan.
Adapun implementasi yang dapat dilakukan perawat sesuai dengan
perencanaan, yaitu :
 Mengobservasi tanda dan gejala dehidrasi
 Memonitor intake dan output cairan
 Menghitung kebutuhan cairan
 Memberikan asupan cairan oral
 Menganjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Kolaborasi dengan Dokter

4) Evaluasi
Evaluasi merupakan fase terakhir dalam proses keperawatan.
 Hasil yang diharapkan tidak menunjukkan tanda –tanda
dehidrasi,elastisitas turgor kulit membaik, membrane mukosa lembab,
tidak ada rasa haus, nadi dan suhu tubuh dalam batas normal.

2.3 Konsep asuhan keperawatan


2.3.1 Konsep dasar keperawatan anak meliputi :
a. Pengkajian
 Identitas klien
 Identitas orang tua
 Identitas saudara kandung
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
 Riwayat kesehatan masa lalu ( Khusus anak usia 0-5 tahun )
1. Pre natal care
2. Natal
3. Post natal
 Riwayat kesehatan keluarga
d. Riwayat iminusasi
e. Riwayat tumbuh kembang
 Pertembuhan fisik
 Perkembangan tiap tahap
f. Riwayat nutrisi
 Pemberian ASI
 Pemberian susu formula
 Pola perubahan nutrisi tiap tahapan usia sampai nutrisi saat ini
g. Riwayat psichososial
 Tempat tinggal
 Lingkungan rumah
 Apakah rumah dekat sekolah dan ada tempat bermain
 Hubungan antara anggota keluarga
 Pengasuh anak
h. Riwayat spritual
 Support system dalam keluarga
 Kegiatan keagamaan
i. Reaksi hospitalisasi
 Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
 Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap
j. Aktivitas sehari-hari
 Nutrisi sebelum sakit dan saat sakit
 Cairan sebelum sakit dan saat sakit
 Elimisani
1. BAB, sebelum sakit dan saat sakit
2. BAK, sebelum sakit dan saat sakit
 Istirahat / tidur, sebelum sakit dan saat sakit
 Olahraga
 Personal hygiene, sebelum sakit dan saat sakit
 Aktivitas / mobilitas fisik
k. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum klien
 Tanda - tanda vital
 Antropometri
 Sistem pernapasan
 Sistem cardiovaskuler
 Sistem pencernaan
 Sistem indra
1. Mata
2. Hidung
3. Telinga
 Sistem syaraf
1. Fungsi cerebra
2. Fungsi cranial : Nervus 1 sampai nervus 12
3. Fungsi motorik
4. Fungsi sensori
5. Refleks bisep
 Sistem muskulo skeletal
Kepala, vertebra, pelvis, lutut, kaki dan tangan
 Sistem integument
Rambut, kulit, kuku
 Sistem endokrin
Kelenjar thyroid dan ekskreasi urine
 Sistem perkemihan
 Reproduksi
 Sistem imunisasi
Riwayat alergi.

l. Pemeriksaan tingkat perkembangan


a. Motorik kasar
b. Motorik halus
c. Bahasa
d. Personal social
e. Perkembangan kognitif
f. Perkembangan psikosexual
g. Perkembangan psikosocial.

2.3.2 Fokus Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul ialah:
1. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolar – kapiler d/d pola
nafas abnormal
2. Gangguan integritas kulit b/d ekspresi / BAB sering d/d kemerahan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan intake
makanan d/d diare
4. Risiko ketidakseimbangan elektrolit d/d diare
5. Risiko syok (hipovolemia) d/d kehilangan cairan dan elektrolit.

2.3.3 Fokus Intervensi Keperawatan


1. Perencanaan
a. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolar – kapiler
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat
mempertahankan pertukaran gas yang akurat
KH : - Bunyi paru bersih
- Warna kulit norma
- Gas - gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi udara
Rasional : Melancarkan pernapasan klien
2) Lakukan therapi fisik dada sesuai kebutuhan
Rasional : Merilekskan dada untuk memperlancarkan pernapasan klien
3) Keluarkan secret dengan melakukan batuk efektif atau dengan
melakukan suction
Rasional : Mengeluarkan secret yang menghambat jalan napas
4) Catat dan monitor pelan dadanya pernapasan dan baik
Rasional : Memperlancar saluran pernapasan
5) Berikan therapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh
6) Monitor status respiratory dan oksigenasi
Rasional : Mengetahui status respirasi klien lancar atau ada gangguan.

b. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d proses infeksi, inflamasi di usus


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan BAB normal
KH : - Feces berbentuk BAB sehari sekali - tiga hari
- Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi
- Tidak mengalami diare
- Mempertahankan turgor kulit.
Intervensi :
1) Instruksikan pasien / keluarga untuk mencatat warna, jumlah,
frekwensi dan konsistensi dari feces
Rasional : Untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Evaluasi intake makanan yang masuk
Rasional : Membantu mengindentifikasi penyebab diare
3) Identifikasi penyebab dari pada diare
Rasional : Mempermudah dalam tindakan therapi
4) Monitor tanda - tanda dan gejala diare
Rasional : Untuk mencegah diare berlanjut
5) Ajarkan pasien untuk menggunakan obat anti diare / cairan pengganti
elektrolit.

c. Gangguan keseimbangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif


Tujuan : Kekurangan volume cairan teratasi
KH : - Tidak ada dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik
- Membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
- TTV dalam batas normal
Intervensi :
1) Kaji tanda - tanda dehidrasi
Rasional : Menunjukkan tanda kehilangan cairan berlebihan /
dehidrasi
2) Monitor status dehidrasi
Rasional : Deteksi seberapa banyak intake lewat oral
3) Timbang popok / pembalut jika diperlukan
Rasional : Membantu dalam penghitungan output
4) Observasi / monitoring utal sign
Rasional : Mengetahui dengan tepat adanya penyimpanan dari rumah
5) Kaloborasi pemberian cairan pariental
Rasional : Membantu mempercepat dalam pemenuhan kebutuhan
cairan.

d. Gangguan integritas kulit b/d ekskresi / BAB sering\


Tujuan : Ganguan integritas kulit teratasi
KH : - Integritas kulit kembali normal
- Tidak ada iritasi
- Tidak ada tanda - tanda infeksi
Intervensi :
1) Kaji kerusakkan kulit / iritasi setiap buang air besar
Rasional : Mengetahui seberapa jauh kerusakannya
2) Gunakan kapas lembab dan sabun bayi ( ph normal ) untuk
membersihkan anus setiap buang air besar
Rasional : Mencegah terjadi iritasi lebih lanjut
3) Hindari dari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab
Rasional : Suhu yang lembab mempercepat terjadinya iritasi
4) Ganti popok atau kain bila lembab atau basah
Rasional : Suhu yang mempercepat terjadinya iritasi
5) Gunakan obat klien bila perlu untuk perawatan perinea
Rasional : Obat klien dapat membantu terjadinya iritasi
.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan
intake makanan
Tujuan : Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi
KH: - Intake nutrisi klien meningkat
- Diet habis 1 porsi yang disebabkan
- Tidak ada mual atau muntah.
Intervensi :
1) Kaji pola nutrisi
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
2) Timbang berat badan klien
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
3) Berikan diet dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi
4) Batas makanan yang dapat menyebabkan klien abdomen, flatus
( misalnya : produk susu )
5) Kolaborasi
Rasional : Mengistrahatkan kerja gaslrolhtestina dan mengatasi /
mencegah kekurangan nutrisi baik.
f. Resiko syok ( hipovolemik ) b/d kehilangan cairan dan elektrolit
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemi
KH : - Tanda - tanda vital dalam batas normal ( N : 120-160 ×/menit, SB
36-37,50, RR : ( 40 ×/ menit )
- Turgor elastis, membran mukosa bibir basah, mata cekung:
- Cairan tubuh pasien adekuat - Konsistensi BAB lembek.
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elekmolit
Rasional : Penurunan sirkulasi volume menyebabkan kekurangan
mukosa dan pemengkakan urine, deteksi dini memungkinkan terapi
penggantian cairan segera untuk memperbaiki deficit.
2) Pantau intake dan output
Rasional : Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomenurun
membuat keluaran tidak adekuat untuk membersihkan sisa
metabolisme
3) Timbang berat badan pasien tiap hari
Rasional : Mendeteksi kehilangan cairan penurunan 1 kg berat badan
berarti kehilangan cairan sebanyak 1 liter
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum yang banyak pada pasien
(2-3 liter/ hari )
Rasional : Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5) Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral ( iv urine ) sesuai umur
Rasional : Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat
6) Kolaborasi dalam pemberian obat - obatan anti sekresin, anti
spasmolitk, dan antibiotic
Rasional :Anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit
agar seimbang.

*note: tolong comment-comment nya


tidak dihapus ya bu. dan minta tolong
diperbaiki sesuai saran dengan cermat
nggih

Anda mungkin juga menyukai