NIM : 11190042
BAB Ⅱ
TINJAUAN PUSTAKA
Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil, dan usus besar
dengan berbagai kondisi patologis dari gastrointestinal dengan manifestasi diare,
disertai muntah, dan ketidaknyamanan abdomen . Gastroenteritis yaitu penyakit yang
terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses.Seseorang dikatakan menderita
diare bila feses lebih berair dari biasanya,dan bila buang air besar lebih dari tiga kali
atau buang air besar tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes, 2016).
2.1.2 Etiologi
1) Faktor infeksi
a) Infeksi internal : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi internal sebagai
berikut :
1. Infeksi bakteri : Vibrio,E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Aeromonas dan sebagainya.
2. Infeksi virus : Enterovirus ( virus echo, poliomyelitis ), adeno virus,
dan rotavirus.
3. Infeksi parasite : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, dan
strongyloidea), protozoa, dan jamur.
b) Infeksi parenteral : infeksi diluar alat pencernaan seperti : Otitis
Media Acut (OMA), tonsillitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan
sebagainya.Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak
berumur di bawah 2 tahun.
2) Faktor malabsorbsi
a) Malabsorbi karbohidrat : disakarida ( intoleransi laktosa, maltose,
sukrosa ), monosakarida ( intoleransi glukosa, fruktosa,
galaktosa ).Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering
adalah intoleransi laktosa.
b) Malabsorbsi lemak
c) Malabsorbsi protein
3) Faktor makanan
4) Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang,tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih
besar ).
2.1.3 Klasifikasi
2. Ellis dan Mitchel membagi diare pada bayi dan anak secara luas.
3. Berdasarkan derajatnya :
a) Diare tanpa dehidrasi
b) Diare dengan dehidrasi ringan / sedang.
c) Diare dengan dehidrasi berat
1) Gangguan Sekresi
Akibat gangguan tertentu ( toksin ) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare , karena peningkatan isi rongga usus.
2) Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat di serap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningi,sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus . Isi rongga
usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkan
sehingga timbul diare.
Pathway
Psikologi
Infeksi Makanan
Ansietas
Berkembang di usus Toksis tidak dapat diserap
Osmotik
Isi Usus Penyerapan Makanan Meningkatkan Tekanan
Pergeseran air dan elektrolit ke usus
Diare
Mual , muntah
Hilang Cairan dan Elektrolit Kerusakan intergritas Nafsu makan
berlebihan menurun kulit perianal
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Gangguan keseimbangan Asidosis metabolik
cairan dan elektroit
Sesak
Dehidrasi
Gangguan pertukaran gas
2.1.6 Komplikasi
2.1.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang perlu
diperhatikan yaitu:
1) Jenis cairan
a. Oral : pedialyte atau oralit, Ricelyte
b. Parenteral : NaCl, Isotonic, infus
2) Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang dikeluarkan.
3) Jalan masuk atau cara pemberian
a. Cairan per oral, pada pasien dengan dehidrasi ringan dan cairan
diberikan per oral dengan kandungan NaCl dan NaHCO3, KCL
dan glukosa.
b. Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) selalu
tersedia difasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai beberapa
banyak cairan yang diberikan tergantung dari berat ringannya
dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai
dengan umur dan berat badannya.
4) Jadwal pemberian cairan
Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian kembali status
hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan.
a. Identifikasi penyebab diare
b. Terpai sistematik seperti pemberian obat anti diare, obat anti
mortilitas dan sekresi usus, antiemetik.
b. Pengobatan dietetic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg jenis makanan :
1) Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau sejenis lainny).
2) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasitim), bila
anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa.
3) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang
berantai sedang atau tidak jenuh (Ngastiyah, 2014).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
2. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi ringan / sedang dengan oralit. Berikan oralit
diklinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.
d. Setelah 3 jam
1) Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya.
2) Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
3) Mulailah memberi makan anak.
3. Rencana terapi C
Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yatiu dengan:
a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri
oralit melalui mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100 ml/kg cairan
Ringer Laktat atau jika tak tersedia, gunakan cairan Nacl yang dibagi
sebagai berikut:
Anak
(12 bulan sampai 5 tahun)
b. Periksa kembali anak setiap 15 - 30 menit. Jika nadi belum teraba, beri
tetesan lebih cepat.
c. Beri oralit (kira-kira 5 ml/ kg/ jam) segera setelah anak mau minum:
biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri juga tablet
Zinc.
d. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasi
kan dehidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan
pengobatan.
e. Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada fasilitas untuk
pemberian cairan intravena terdekat (dalam 30 menit).
f. Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan cara
meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan
menuju klinik.
g. Jika perawat sudah terlatih menggunakan pipa orogastrik untuk rehidrasi,
mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau
mulut: beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam(total 120 ml/kg
h. Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:
1) Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri cairan lebih
lambat.
2) Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk
pengobatan intravena.
i. Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi.
Kemudian tentukan rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk
melanjutkan pengobatan.
c. Kebutuhan nutrisi
.
Pada pasien yang menderita malabsorbsi pemberian jenis makanan yang
menyebabkan malabsorbsi harus dihindarkan. Pemberian makanan harus
mempertimbangkan umur, berat badan dan kemampuan anak menerimanya. Pada
umumnya anak umur 1 tahun sudah bisa makan makanan biasa, dianjurkan makan
bubur tanpa sayuran pada hari masih diare dan minum teh. Hari esoknya jika
defekasinya telah membaik boleh diberi wortel, daging yang tidak berlemak
(Ngastiyah, 2014).
1. Etiologi
Penyebab dari hypovolemia adalah :
Kehilangan cairan aktif
Kegagalan mekanisme regulasi
Peningkatan permeabilitas kapiler
Kekurangan intake cairan
Evaporasi
3. Dampak hypovolemia
Kehilangan cairan masalah penting, terutama pada balita dan anak-anak.
Pada diare akut, kehilangan cairan secara mendadak dapat mengakibatkan
terjadinya syok hipovolemia yang cepat yang potensial mengarah ke
hypokalemia dan asidosis metabolik. Jika tidak dapat teratasi menimbulkan
komplikasi lain yaitu Tubulair nekrosis akut pada ginjal yang selanjutnya
terjadi gagal multi organ ( Irianto Koes, 2014 )
5. Penatalaksanaan
Bila balita atau anak mengalami kehlangan volume cairan saat diare, dapat
dilakukan rehidrasi oral. Cairan oral diberikan sedikit tapi sering. Kalau kehilangan
cairan yang berat diberikan terapi intravena untuk mengatasi rehidrasi. Pemberian
ASI dianjurkan apabila ASI bukan penyebab dari diare ( Suriadi, 2010 ).
1) Diagnosa keperawatan
Risiko hipovolemia dibuktikan dengan kehilangan cairan aktif (D.0034 Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2016 )
2) Intervensi
Menurut Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019 )
Kriteria hasil :
Kekuatan nadi meningkat
Turgor kulit meningkat
Output urine meningkat
Frekuensi nadi meningkat
Membran mukosa membaik
Suhu tubuh membaik
Keluhan haus menurun
Status mental membaik
Intervensi utama
Manajemen hipovolemia :
a. Observasi
Periksa tanda dan gejala hipovolemia (frekuensi nadi, turgor kulit,
membrane mukosa, volume urine, keluhan haus )
Monitor intake dan output cairan
b. Terapeutik
Hitung kebutuhan cairan sesuai dengan kebutuhan bayi/anak
Beri asupan cairan oral ( oralit,sari buah,kuah sup, ASI )
c. Edukasi
Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan IV
Kolaborasi dengan dokter pemberian obat-obatan
3) Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan bagian aktif dalam asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan rencana tindakan.
Adapun implementasi yang dapat dilakukan perawat sesuai dengan
perencanaan, yaitu :
Mengobservasi tanda dan gejala dehidrasi
Memonitor intake dan output cairan
Menghitung kebutuhan cairan
Memberikan asupan cairan oral
Menganjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Kolaborasi dengan Dokter
4) Evaluasi
Evaluasi merupakan fase terakhir dalam proses keperawatan.
Hasil yang diharapkan tidak menunjukkan tanda –tanda
dehidrasi,elastisitas turgor kulit membaik, membrane mukosa lembab,
tidak ada rasa haus, nadi dan suhu tubuh dalam batas normal.