Kel 9 Gadar Trauma Brain - Revisi 1
Kel 9 Gadar Trauma Brain - Revisi 1
Disusun oleh
KELOMPOK 3
Ellyta Aldaria
Indah Suhartini
Rabiyatul Adawiyah
Syafrudinnur
Irma Suryani
Musa
2020/2021
Kata Pengantar
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini tanpa
suatu halangan apapun.
Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Gawat
Darurat Trauma, disamping itu penyusun berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembacanya agar dapat mengetahui tentang “
Trauma Assessment Brain.”
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. latar Belakang............................................................................................................. 4
B. Tujuan.............................................................................................................................5
A. Definisi........................................................................................................................... 6
B. Etiologi............................................................................................................................7
C. Manifestasi Klinis.......................................................................................................7
D. Patofisiologi.................................................................................................................8
E. Penatalaksanaan......................................................................................................11
F. Prognosis.....................................................................................................................15
G. Klasifikasi.................................................................................................................. 16
H. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................20
A. Kesimpulan................................................................................................................21
B. Saran.............................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................23
2
Lembar Persetujuan Seminar
Pembimbing
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar
terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007). Cedera kepala
secara umum diartikan sebagai cedera yang melibatkan scalp, tulang
tengkorak, dan tulang–tulang yang membentuk wajah atau otak.
(Ammons, 1990; Hickey, 1997; Jastremski, 1996).
Cedera kepala merupakan suatu pukulan atau benturan pada
kulit kepala, tulang kepala, dan otak yaitumulai dari selaput otak, saraf
kranial, dan jaringan otak. Sesungguhnya, selain parenkim otak juga
masih terdapat komponen lain yang mengisi rongga intrakranial
seperti pembuluh darah dan cairan serebrospinal (CSF). Semua
komponen ini berkaitan erat satu dengan yang lain, sehingga untuk
dapat merawat pasien cedera kepala dengan baik, perlu pengetahuan
yang luas tentang dinamika komponen tersebut di atas. Cedera kepala
merupakan salah satu masalah utama kesehatan di Indonesia. Setiap
hari dapat ditemukan kasus baru cedera kepala pada hampir semua
rumah sakit yang ada, mulai dari yang ringan hingga berat. Sebagian
besar pasien tersebut mengalami kecelakaan kendaraan bermotor dan
tidak menggunakan helm yang memadai atau bahkan tidak
menggunakan helm sama sekali. Di Australia, 3,5% dari seluruh
kematian disebabkan oleh cedera kepala, dan diperkirakan bahwa 9
dari setiap 100.000 pasien yang membutuhkan perawatan rumah
sakit akan meninggal. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap
tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang
memerlukan perawatan dirumah sakit, dua pertiga berusia dibawah
4
30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah
wanita, lebih dari setengah semua pasien cedera kepala mempunyai
signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainya (Smeltzer and Bare,
2002 ).
Ada beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera
kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Asuhan
keperawatan cedera kepala atau askep cidera kepala baik cedera
kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat harus
ditangani secara serius. Cedera pada otak dapat mengakibatkan
gangguan pada sistem syaraf pusat sehingga dapat terjadi penurunan
kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan untuk mendeteksi
adanya trauma dari fungsi otak yang diakibatkan dari cedera kepala.
B. Tujuan
C. Manfaat
BAB II
5
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
a. Cedera Kepala
Cedera kepala merupakan peristiwa yang sering terjadi
dan mengakibatkan kelainan neurologis yang serius serta telah
mencapai proporsi epidemik sebagai akibat dari kecelakaan
kendaraan.
Cedera pada kepala mengenai kulit kepala, tengkorak,
dan otak. Cedera kepala (Trauma Kapitis) adalah kerusakan
neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan
otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari
trauma yang terjadi (sylvia anderson Price, 1985).
b. Cedera Otak
Cedera otak atau Konkusio otak setelah cedera kepala
adalah kehilangan fungsi neurologis sementara tanpa
penampilan kerusakan structural.
1. Umumnya terjadi periode ketidaksadaran yang
berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa
menit.
2. Getaran pada otak mungkin sangat ringan sehingga
hanya menyebabkan pusing dan mata berkunang-
kunang.
3. Jika mengenai lobus frontalis, pasien mungkin
menunjukkan perilaku kacau (Bizare) irasional.
4. Jika yang terkena lobus temporal, pasien akan
menunjukkan amnesia temporer atau disorientasi.
B. Etiologi
Trauma Tumpul:
6
Terjatuh
Kecelakaan
Dipukul
Trauma persalinan
Penyalagunaan obat
Konsumsi alkohol
Trauma Tajam:
Benda tajam
Kena peluru
C. Manifestasi Klinis
1) Cedera kepala ringan
a) Kebingungan, sakit kepala, rasa mengantuk yang abnormal dan
sebagian besar pasien mengalami penyembuhan total dalam
beberapa jam atau hari.
b) Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, depresi, emosi, atau
perasaannya berkurang dan cemas, kesulitan belajar dan
kesulitan bekerja.
2) Cedera kepala sedang
a) Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan
kebingungan atau bahkan koma.
b) Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba
deficit neurologik, perubahan tanda-tanda vital, gangguan
penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot,
sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
7
a) Amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum
dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan.
b) Pupil tak ekual, pemeriksaan motorik tidak ekual, adanya
cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
D. Patofisiologi
Kerusakan otak yang dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi
melalui dua cara: (1) efek segera dari trauma pada fungsi otak dan (2)
efek lanjutan dari respons sel-sel otak terhadap trauma.
Kerusakan neurologik segera disebabkan oleh suatu benda atau
serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan otak, oleh
pengaruh kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak, dan oleh efek
akselerasi-deselerase pada otak, yang terbatas dalam kompartemen
yang kaku.
Derajat kerusakan yang disebabkan oleh hal-hal ini bergantung
pada kekuatan yang menimpa. Makin besar kekuatan, makin parah
kerusakan. Terdapat dua macam kekuatan yang digunakan melalui
dua cara yang mengakibatkan dua efek berbeda. Pertama, cedera
setempat yang disebabkan oleh benda tajam berkecepatan rendah dan
sedikit tenaga. Kerusakan fungsi neurologik terjadi pada tempat
tertentu dan disebabkan oleh benda atau fragmen-fragmen tulang
yang menembus dura pada tempat serangan. Kedua, cedera
menyeluruh, yang lebih lazim dijumpai pada trauma tumpul kepala
dan terjadi setelah kecelakaan mobil. Kerusakan terjadi waktu energi
atau kekuatan diteruskan ke otak. Banyak energi yang diserap oleh
lapisan pelindung yaitu rambut, kulit kepala, dan tengkorak; tetapi
pada trauma hebat, penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi
otak. Sisa energi diteruskan ke otak, menyebabkan kerusakan dan
gangguan di sepanjang jalan yang dilewati karena sasaran kekuatan
itu adalah jaringan lunak. Bila kepala bergerak dan berhenti secara
8
mendadak dan kasar (seperti pada kecelakaan mobil), kerusakan
tidak hanya terjadi akibat cedera setempat pada jaringan saja tetapi
juga akibat akselerasi dan deselerasi. Kekuatan akselerasi dan
deselerasi menyebabkan bergeraknya isi dalam tengkorak yang keras
sehingga memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak
pada tempat yang berlawanan dengan benturan. Ini juga disebut
cedera contrecoup. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
terdapat beberapa bagian dalam rongga tengkorak yang kasar, dan
bila otak bergerak melewati daerah ini (misal, krista sfenoidalis),
bagian ini akan merobek dan mengoyak jaringan. Kerusakan ini
diperhebat bila trauma juga menyebabkan rotasi tengkorak. Bagian
otak yang paling besar kemungkinannya menderita cedera terhebat
adalah bagian anterior lobus frontalis dan temporalis, bagian
posterior lobus oksipitalis, dan bagian atas mesensefalon.
Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus
pembengkakan dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek
kaskade, yang efeknya merusak otak. Cedera sekunder terjadi dari
beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal. Setiap kali
jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola
tertentu yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya
kompartemen intrasel dan ekstrasel. Beberapa perubahan ini
dilepaskannya secara berlebihan glutamin, kelainan aliran kalsium,
produksi laktat, efek kerusakan akibat radikal bebas, dan perubahan
pompa natrium pada dinding sel yang berperan dalam terjadinya
kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak.
9
Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit
ke menit pada suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan
10
oksigen, dan sangat rentan terhadap cedera metabolik apabila suplai
terhenti.
11
E. Penatalaksanaan
Proses Initial assessment meliputi:
2. Resusitasi
4. Secondary survey
1. PERSIAPAN
12
c) Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di
rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian,
mekanisme kejadian dan riwayat penderita.
2. TRIASE
a. Multiple Casualties
13
b. Mass Casualties
1. Label hijau
2. Label kuning
3. Label merah
4. Label biru
5. Label hitam
14
3. Initial Assesment pada Trauma Kepala
A. Survei Primer
a. ABCDE
Respon Pupil
i. Laserasi
i. Fraktur
i. Jaringan otak
iii. Debris
15
4. Menentukan Nilai GCS dan Respon Pupil
iii.Respon verbal
i. . Frekuensi
F. Prognosis
Skor GCS penting untuk menilai tingkat kesadaran dan berat ringannya
trauma kapitis.
16
G. Klasifikasi
1. Simple Head Injury
Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:
a. Ada riwayat trauma kapitis
b. Tidak pingsan
c. Gejala sakit kepala dan pusing
2. Commotio Cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang
berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang
tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh
nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau
terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio
cerebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya
ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan.
Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus
temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto
tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapi simptomatis, perawatan
selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi
dan mobilisasi bertahap.
3. Contusio Cerebri
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-
perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan
yang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan
atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi contusion ialah
17
adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan
pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif.
Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena
itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga
menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens
retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input
aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible
berlangsung.
Timbulnya lesi contusio di daerah “coup” , “contrecoup”, dan
“intermediate” menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa
berupa refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah
kesadaran puli kembali, si penderita biasanya menunjukkan “organic
brain syndrome”.
Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme
yang beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi
pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis.
Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau
menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka
rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul.
Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak
lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi
dengan antiserebral edem, anti perdarahan, simptomatik, neurotropik
dan perawatan 7-10 hari.
4. Laceratio Cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai
dengan robekan piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan
adanya perdarahan subaraknoid traumatika, subdural akut dan
18
intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan
tidak langsung.
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang
disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama
pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung
disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan
mekanis.
5. Fracture Basis Cranii
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media
dan fossa posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau
fossa mana yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:
Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding
Epistaksis
Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
Hematom retroaurikuler, Ottorhoe
Perdarahan dari telinga
Gangguan pendengaran
Parese N.VII perifer
Meningitis purulenta akibat robeknya duramater
19
untuk mencegah infeksi. Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe
yang berlangsung lebih dari 6 hari.
20
H. Pemeriksaan Penunjang
1) CT Scan
2) Ventrikulografi udara
3) Angiogram
4) Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
5) Ultrasonografi
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
23