Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH GAWAT DARURAT TRAUMA

“TRAUMA ASSESSMENT BRAIN”

Disusun oleh

KELOMPOK 3

Ellyta Aldaria

Indah Suhartini

Rabiyatul Adawiyah

Syafrudinnur

Irma Suryani

Musa

Yeti Nur Cahyani

D-III KEPERAWATAN SAMARINDA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR

2020/2021
Kata Pengantar

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini tanpa
suatu halangan apapun.

Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Gawat
Darurat Trauma, disamping itu penyusun berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembacanya agar dapat mengetahui tentang “
Trauma Assessment Brain.”

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun
mengharap kritik dan saran dari pembaca sehingga dalam pembuatan
makalah lainnya menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Penyusun

Samarinda, 10 Januari 2020

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................... 1

DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2

LEMBAR PERSETUJUAN SEMINAR....................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. latar Belakang............................................................................................................. 4

B. Tujuan.............................................................................................................................5

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi........................................................................................................................... 6

B. Etiologi............................................................................................................................7

C. Manifestasi Klinis.......................................................................................................7

D. Patofisiologi.................................................................................................................8

E. Penatalaksanaan......................................................................................................11

F. Prognosis.....................................................................................................................15

G. Klasifikasi.................................................................................................................. 16

H. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................20

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................................21

B. Saran.............................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................23

2
Lembar Persetujuan Seminar

Telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan dalam presentasi


kelompok mata kuliah “Gawat Darurat Trauma” pada Program Study D III
Keperawatan. Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Kalimantan
Timur.

Pembimbing

Ns. Frana Andrianur., S.Kep., M.Si

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar
terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007). Cedera kepala
secara umum diartikan sebagai cedera yang melibatkan scalp, tulang
tengkorak, dan tulang–tulang yang membentuk wajah atau otak.
(Ammons, 1990; Hickey, 1997; Jastremski, 1996).
Cedera kepala merupakan suatu pukulan atau benturan pada
kulit kepala, tulang kepala, dan otak yaitumulai dari selaput otak, saraf
kranial, dan jaringan otak. Sesungguhnya, selain parenkim otak juga
masih terdapat komponen lain yang mengisi rongga intrakranial
seperti pembuluh darah dan cairan serebrospinal (CSF). Semua
komponen ini berkaitan erat satu dengan yang lain, sehingga untuk
dapat merawat pasien cedera kepala dengan baik, perlu pengetahuan
yang luas tentang dinamika komponen tersebut di atas. Cedera kepala
merupakan salah satu masalah utama kesehatan di Indonesia. Setiap
hari dapat ditemukan kasus baru cedera kepala pada hampir semua
rumah sakit yang ada, mulai dari yang ringan hingga berat. Sebagian
besar pasien tersebut mengalami kecelakaan kendaraan bermotor dan
tidak menggunakan helm yang memadai atau bahkan tidak
menggunakan helm sama sekali. Di Australia, 3,5% dari seluruh
kematian disebabkan oleh cedera kepala, dan diperkirakan bahwa 9
dari setiap 100.000 pasien yang membutuhkan perawatan rumah
sakit akan meninggal. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap
tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang
memerlukan perawatan dirumah sakit, dua pertiga berusia dibawah

4
30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah
wanita, lebih dari setengah semua pasien cedera kepala mempunyai
signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainya (Smeltzer and Bare,
2002 ).
Ada beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera
kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Asuhan
keperawatan cedera kepala atau askep cidera kepala baik cedera
kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat harus
ditangani secara serius. Cedera pada otak dapat mengakibatkan
gangguan pada sistem syaraf pusat sehingga dapat terjadi penurunan
kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan untuk mendeteksi
adanya trauma dari fungsi otak yang diakibatkan dari cedera kepala.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui dan


memahami tentang konsep dasar teori Trauma Kepala dan Konsep
Gawat Darurat pada pasien dengan Trauma Kepala

C. Manfaat

1. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang Gawat


Darurat pada trauma kepala
2. Untuk meningkatkan pengetahuan konsep dasar Gawat
Darurat pada trauma kepala
3. Untuk menambah referensi pustaka bagi mahasiswa
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kaltim tentang Gawat
Darurat pada trauma kepala.

BAB II

5
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
a. Cedera Kepala
Cedera kepala merupakan peristiwa yang sering terjadi
dan mengakibatkan kelainan neurologis yang serius serta telah
mencapai proporsi epidemik sebagai akibat dari kecelakaan
kendaraan.
Cedera pada kepala mengenai kulit kepala, tengkorak,
dan otak. Cedera kepala (Trauma Kapitis) adalah kerusakan
neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan
otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari
trauma yang terjadi (sylvia anderson Price, 1985).
b. Cedera Otak
Cedera otak atau Konkusio otak setelah cedera kepala
adalah kehilangan fungsi neurologis sementara tanpa
penampilan kerusakan structural.
1. Umumnya terjadi periode ketidaksadaran yang
berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa
menit.
2. Getaran pada otak mungkin sangat ringan sehingga
hanya menyebabkan pusing dan mata berkunang-
kunang.
3. Jika mengenai lobus frontalis, pasien mungkin
menunjukkan perilaku kacau (Bizare) irasional.
4. Jika yang terkena lobus temporal, pasien akan
menunjukkan amnesia temporer atau disorientasi.

B. Etiologi
Trauma Tumpul:

6
 Terjatuh
 Kecelakaan
 Dipukul
 Trauma persalinan
 Penyalagunaan obat
 Konsumsi alkohol

Trauma Tajam:

 Benda tajam
 Kena peluru

C. Manifestasi Klinis
1) Cedera kepala ringan
a) Kebingungan, sakit kepala, rasa mengantuk yang abnormal dan
sebagian besar pasien mengalami penyembuhan total dalam
beberapa jam atau hari.
b) Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, depresi, emosi, atau
perasaannya berkurang dan cemas, kesulitan belajar dan
kesulitan bekerja.
2) Cedera kepala sedang
a) Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan
kebingungan atau bahkan koma.
b) Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba
deficit neurologik, perubahan tanda-tanda vital, gangguan
penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot,
sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.

3) Cedera kepala berat

7
a) Amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum
dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan.
b) Pupil tak ekual, pemeriksaan motorik tidak ekual, adanya
cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.

D. Patofisiologi
Kerusakan otak yang dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi
melalui dua cara: (1) efek segera dari trauma pada fungsi otak dan (2)
efek lanjutan dari respons sel-sel otak terhadap trauma.
Kerusakan neurologik segera disebabkan oleh suatu benda atau
serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan otak, oleh
pengaruh kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak, dan oleh efek
akselerasi-deselerase pada otak, yang terbatas dalam kompartemen
yang kaku.
Derajat kerusakan yang disebabkan oleh hal-hal ini bergantung
pada kekuatan yang menimpa. Makin besar kekuatan, makin parah
kerusakan. Terdapat dua macam kekuatan yang digunakan melalui
dua cara yang mengakibatkan dua efek berbeda. Pertama, cedera
setempat yang disebabkan oleh benda tajam berkecepatan rendah dan
sedikit tenaga. Kerusakan fungsi neurologik terjadi pada tempat
tertentu dan disebabkan oleh benda atau fragmen-fragmen tulang
yang menembus dura pada tempat serangan. Kedua, cedera
menyeluruh, yang lebih lazim dijumpai pada trauma tumpul kepala
dan terjadi setelah kecelakaan mobil. Kerusakan terjadi waktu energi
atau kekuatan diteruskan ke otak. Banyak energi yang diserap oleh
lapisan pelindung yaitu rambut, kulit kepala, dan tengkorak; tetapi
pada trauma hebat, penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi
otak. Sisa energi diteruskan ke otak, menyebabkan kerusakan dan
gangguan di sepanjang jalan yang dilewati karena sasaran kekuatan
itu adalah jaringan lunak. Bila kepala bergerak dan berhenti secara

8
mendadak dan kasar (seperti pada kecelakaan mobil), kerusakan
tidak hanya terjadi akibat cedera setempat pada jaringan saja tetapi
juga akibat akselerasi dan deselerasi. Kekuatan akselerasi dan
deselerasi menyebabkan bergeraknya isi dalam tengkorak yang keras
sehingga memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak
pada tempat yang berlawanan dengan benturan. Ini juga disebut
cedera contrecoup. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
terdapat beberapa bagian dalam rongga tengkorak yang kasar, dan
bila otak bergerak melewati daerah ini (misal, krista sfenoidalis),
bagian ini akan merobek dan mengoyak jaringan. Kerusakan ini
diperhebat bila trauma juga menyebabkan rotasi tengkorak. Bagian
otak yang paling besar kemungkinannya menderita cedera terhebat
adalah bagian anterior lobus frontalis dan temporalis, bagian
posterior lobus oksipitalis, dan bagian atas mesensefalon.
Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus
pembengkakan dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek
kaskade, yang efeknya merusak otak. Cedera sekunder terjadi dari
beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal. Setiap kali
jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola
tertentu yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya
kompartemen intrasel dan ekstrasel. Beberapa perubahan ini
dilepaskannya secara berlebihan glutamin, kelainan aliran kalsium,
produksi laktat, efek kerusakan akibat radikal bebas, dan perubahan
pompa natrium pada dinding sel yang berperan dalam terjadinya
kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak.

9
Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit
ke menit pada suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan

10
oksigen, dan sangat rentan terhadap cedera metabolik apabila suplai
terhenti.

11
E. Penatalaksanaan

Proses Initial assessment meliputi:

1.      Persiapan Triase Primary survey (ABCDE)

2.      Resusitasi

3.      Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi

4.      Secondary survey

5.      Tambahan terhadap secondary survey

6.      Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan

7.      Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik

Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam


praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus
menerus. 

1.       PERSIAPAN

a.       Fase Pra-Rumah Sakit

a) Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan


petugas lapangan

b) Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah


sakit sebelum penderita mulai diangkut dari tempat
kejadian.

12
c) Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di
rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian,
mekanisme kejadian dan riwayat penderita.

b.     Fase Rumah Sakit

a. Perencanaan sebelum penderita tiba

b. Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan


diletakkan di tempat yang mudah dijangkau

c. Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan


diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau

d.Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi


apabila sewaktu-waktu dibutuhkan.

e. Pemakaian alat-alat proteksi diri 

2.       TRIASE

Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan


terapi dan sumber daya yang tersedia. Dua jenis triase :

a.       Multiple Casualties

Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui


kemampuan rumah sakit. Penderita dengan masalah yang
mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan prioritas
penanganan lebih dahulu.

13
b.       Mass Casualties

Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui


kemampuan rumah sakit. Penderita dengan kemungkinan survival
yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga
yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih
dahulu. Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal :

1.      Label hijau

Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk


dipulangkan.

2.      Label kuning

Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor


UGD.

3.      Label merah

Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi


UGD dan disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD
apabila sewaktu-waktu akan dilakukan operasi

4.      Label biru

Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan


di ruang resusitasi UGD disiapkan untuk masuk intensive care
unit atau masuk kamar operasi.

5.      Label hitam

Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah.

14
3. Initial Assesment pada Trauma Kepala 

A.  Survei Primer

a. ABCDE

b. Imobilisasi dan Stabilisasi Servikal

c. Melakukan Pemeriksaan Neurologis Singkat

 Respon Pupil

 Menentukan Nilai GCS

B. Survey Sekunder Dan Penatalaksanaan

1.     Inspeksi Keseluruhan Kepala, Termasuk Wajah

i. Laserasi

ii. Adanya LCS dari lubang hidung dan telinga

2.     Palpasi Keseluruhan Kepala, Termasuk Wajah

i. Fraktur

ii.  Laserasi dengan fraktur di bawahnya

3.     Inspeksi Semua Laserasi Kulit Kepala

i. Jaringan otak

ii. Fraktur depresi tulang tengkorak

iii. Debris

iv. Kebocoran LCS

15
4.     Menentukan Nilai GCS dan Respon Pupil

i. Respon buka mata

ii. Respon motorik terbaik anggota gerak

iii.Respon verbal

iv. Respon pupil

5. Pemeriksaan Vertebra Servikal

i. Palpasi untuk mencari adanya rara nyeri dan pakaikan kolar


servikal semirigid bila perlu.

ii. Pemeriksaan foto ronsen vertebra servikalis proyeksi cross-


table lateral bila perlu.

6.      Penilaian Beratnya Cedera

7.     Pemeriksaan Ulang Secara Kontinyu-Observasi Tanda-tanda


Perburukan

i. . Frekuensi

ii. Parameter yang dinilai

iii. Ingat, pemeriksaan ulang ABCDE

F. Prognosis
Skor GCS penting untuk menilai tingkat kesadaran dan berat ringannya
trauma kapitis.

16
G. Klasifikasi
1. Simple Head Injury
Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:
a. Ada riwayat trauma kapitis
b. Tidak pingsan
c. Gejala sakit kepala dan pusing

Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat


simptomatik dan cukup istirahat.

2. Commotio Cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang
berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang
tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh
nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau
terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio
cerebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya
ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan.
Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus
temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto
tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapi simptomatis, perawatan
selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi
dan mobilisasi bertahap.
3. Contusio Cerebri
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-
perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan
yang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan
atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi contusion ialah

17
adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan
pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif.
Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena
itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga
menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens
retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input
aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible
berlangsung.
Timbulnya lesi contusio di daerah “coup” , “contrecoup”, dan
“intermediate” menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa
berupa refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah
kesadaran puli kembali, si penderita biasanya menunjukkan “organic
brain syndrome”.
Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme
yang beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi
pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis.
Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau
menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka
rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul.
Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak
lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi
dengan antiserebral edem, anti perdarahan, simptomatik, neurotropik
dan perawatan 7-10 hari.
4. Laceratio Cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai
dengan robekan piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan
adanya perdarahan subaraknoid traumatika, subdural akut dan

18
intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan
tidak langsung.
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang
disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama
pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung
disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan
mekanis.
5. Fracture Basis Cranii
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media
dan fossa posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau
fossa mana yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:
 Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding
 Epistaksis
 Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
 Hematom retroaurikuler, Ottorhoe
 Perdarahan dari telinga

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis


kranii. Komplikasi :

 Gangguan pendengaran
 Parese N.VII perifer
 Meningitis purulenta akibat robeknya duramater

Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi


terapinya harus disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi

19
untuk mencegah infeksi. Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe
yang berlangsung lebih dari 6 hari.

Adapun pembagian cedera kepala lainnya:

 Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya Laseratio


dan Commotio Cerebri
 Skor GCS 13-15
 Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih
dari 10 menit
 Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
 Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan
kelainan pada pemeriksaan neurologist.
 Cedera Kepala Sedang (CKS)
 Skor GCS 9-12
 Ada pingsan lebih dari 10 menit
 Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad
 Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan
anggota gerak.

 Cedera Kepala Berat (CKB)


 Skor GCS <8
 Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang
lebih berat
 Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif
 Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang
terlepas.

20
H. Pemeriksaan Penunjang
1) CT Scan
2) Ventrikulografi udara
3) Angiogram
4) Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
5) Ultrasonografi

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang sudah dijelaskan, bias disimpulakan bahwa


Cedera kepala adalah trauma pada otak yang disebabkan adanya kekuatan
fisik dari luar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran.
Akibatnya dapat menyebabkan gangguan kognitif, gangguan tingkah laku,
atau fungsi emosional. Gangguan ini dapat bersifat sementara atau
permanen, menimbulkan kecacatan baik partial atau total dan juga
gangguan psikososial. (Donna, 1999). Menurut etiologi cedera kepala adalah
Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil,
kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan, cedera akibat
kekerasan.

B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini kelompok kami akui bahwa makala


masih dari sempurna, maka dari itu untuk para pembaca apabila akan
mengangkat atau membahas masalah yang sama atau hal yang lainnya,
diharapkan bisa lebih detail dan sumber – sumbernya diperbanyak dan lebih
update lagi yang baru.

22
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth, J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.


Japardi, I. 2003. Pemeriksaan dan sisi praktis merawat pasien cedera
kepala. Jurnal Keperawatan Indonesia, 7(1), 32-35.
Mansjoer, arif. dkk. 2001. Kapita Selekta kedokteran, Ed-3, jilid I. Jakarta:
FKUI Media Aesculapius
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit Edisi 6 Vol 1.Jakarta: EGC
Wahyudi, S. (2012). Faktor risiko yang berhubungan dengan tingkat
keparahan cedera kepala (studi kasus pada korban kecelakaan lalu lintas
pengendara sepeda motor di RSUD Karanganyar). Unnes Journal of Public
Health, 1(2).

23

Anda mungkin juga menyukai