Anda di halaman 1dari 7

Resume Osteoporosis

Definisi

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya massa tulang (kepadatan
tulang) secara keseluruhan akibat ketidakmampuan tubuh dalam mengatur kandungan mineral
dalam tulang dan disertai dengan rusaknya arsitektur tulang yang akan mengakibatkan
penurunan kekuatan tulang dalam hal ini adalah pengeroposan tulang, sehingga mengandung
risiko mudah terjadi patah tulang. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit yang
digolongkan sebagai silent disease karena tidak menunjukkan gejala-gejala yang spesifik.

Epidemiologi

Osteoporosis dijumpai di seluruh dunia dan sampai saat ini masih merupakan masalah dalam
kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Menurut WHO diseluruh dunia ada
sekitar 200 juta orang yang menderita osteoporosis. Di Amerika serikat, osteoporosis menyerang
20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas
umur 75-80 tahun. Penelitian terbaru dari International Osteoporosis Foundation (IOF)
mengungkapkan bahwa 1dari 4 perempuan Indonesia dengan rentang usia 50-80 tahun memiliki
risiko terkena osteoporosis dan risiko osteoporosis perempuan di Indonesia 4 kali lebih tinggi
dibandingkan laki-laki.

Klasifikasi

Osteoporosis dibagi menjadi 3 jenis yaitu :

1. Osteoporosis primer, terbagi menjadi 2 yaitu :


 Osteoporosis primer tipe 1 : adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan
proses penuaan, yaitu akibat kekurangan estrogen, yakni umumnya pada wanita yang telah
mengalami menopause, dan akibat kekurangan testosteron, yakni andropause pada pria
yang berarti berkurangnya produksi testosteron.
 Osteoporosis primer tipe 2 : sering disebut dengan istilah osteoporosis senil/penuaan.
2. Osteoporosis sekunder : osteoporosis jenis ini dipengaruhi seperti adanya penyakit yang
mendasari, akibat obat-obatan dan lain sebagainya. Pada osteoporosis sekunder, terjadi
penurunan densitas tulang yang cukup berat.
3. Osteoporosis idiopatik : osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan ditemukan pada
usia kanak-kanak (juvenil), usia remaja (adolesen), pria usia pertengah.

Faktor Risiko
Faktor risiko osteoporosis terbagi menjadi 2 :
1. Faktor risiko yang dapat diubah
 Kurang aktivitas fisik : malas bergerak atau olahraga akan menghambat proses osteoblas
(proses pembentukan massa tulang)
 Asupan kalsium rendah : jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan
hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
 Kekurangan protein
 Kekurangan paparan sinar matahari
 Kurang asupan vitamin D
 Konsumsi minuman tinggi kafein dan alkohol : kafein dan alkohol dapat menghambat
pembentukan massa tulang (osteoblas) karena keduanya bersifat toksin bagi tubuh.
Akibatnya, kalsium untuk membentuk tulang terbuang bersama dengan air seni.
 Kebiasaan merokok : zat nikotin dalam rokok mempercepat penyerapan tulang serta
membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-
susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan.
 Hormon estrogen rendah
 Meminum beberapa jenis obat (misalnya golongan steroid) : obat kortikosteroid jika serinh
dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang karena dapat menghambat
proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan antikejang juga menyebabkan penyakit
osteoporosis.
2. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
 Riwayat keluarga
 Jenis kelamin perempuan : osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita karena hormon
estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.
 Usia : seiring pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun,
wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria.
 Ras Asia dan Kaukasia
 Menopause
 Ukuran badan

Patogenesis

Tulang yang termineralisasi dibatasi oleh periosteum disebelah luar dan endosteum disebelah
dalam. Aktivitas selular pada tulang yang meliputi proses formasi dan resorpsi selama
pertumbuhan dan penuaan akan menghasilkan perubahan pada ukuran, bentuk, arsitektur, massa
dan kekuatan tulang tersebut. Formasi tulang periosteal akan memperbesar tulang pada
penampang melintang, sedangkan formasi dan resorpsi endosteal akan menyebabkan
pertambahan dan pengurangan jarak antara periosteum dan endosteum, sehingga menentukan
ketebalan tulang. Pada tingkat trabekula, formasi tulang akan mempertebal trabekula, sedangkan
resorpsi tulang akan mempertipis trabekula, menyebabkan perforasi trabekula bahkan putusnya
trabekula. Pada proses penuaan, terjadi resorpsi pada daerah endokortikal, intakortikal dan
permukaan trabekula, sehingga trabekula menipis dan menghilang dan korteks tulang menipis
dan menjadi porous. Secara bersamaan, terjadi formasi periosteal yang akan mengkompensasi
penipisan tulang ke arah endosteum. Pada laki-laki, proses aposisi periosteal lebih besar
dibandingkan yang terjadi pada perempuan, sehingga pada usia tua, tulang perempuan akan lebih
tipis dibandingkan dengan tulang pada laki-laki, sehingga perempuan lebih mudah fraktur.
Penurunan kadar estrogen pada perempuan juga akan memacu aktivitas remodelling tulang yang
makin tidak seimbang karena osteoblas tidak dapat mengimbangi kerja osteoklas, sehingga
massa tulang akan menurun dan tulang menjadi osteoporotik.
Keluhan dan Gejala

Bila tidak disertai dengan penyakit pemberat lain (komplikasi) penderita osteoporosis bisa saja
tidak merasakan gejala apapun. Keluhan yang mungkin timbul hanya berupa rasa sakit dan tidak
enak di bagian punggung atau daerah tulang yang mengalami osteoporosis. Namun, patah tulang
bisa terjadi hanya karena sedikit goncangan atau benturan yang sering pada tulang yang menahan
beban tubuh. Rasa nyeri bisa hilang sendiri setelah beberapa hari atau beberapa minggu.
Pemadatan ruas tulang punggug yang luas (multiple compression) bisa memperlihatkan gejala
membungkuk pada tulang belakang, yang terjadi perlahan dan menahun dengan keluhan nyeri
tumpul.

Diagnosis

Anamnesis

Anamnesis memegang peranan yan penting pada evaluasi penderita osteoporosis. Kadang-
kadang, keluhan utama dapat langsung mengarah kepada diagnosis, misalnya fraktur kolum
femoris pada osteoporosis, bowing leg pada riket, atau kesemutan dan rasa kebal di sekitar mulut
dan ujung jari pada hipokalsemia. Faktor lain yang harus ditanyakan juga adalah fraktur pada
trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orangtua, kurang paparan sinar
matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan yang teratur yang bersifat weight-
bearing, obat-obatan yang diminum jangka panjang, alkohol dan merokok, penyakit-penyakit
lain yang berhubungan dengan osteoporosis seperti penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin
dan insufisiensi pankreas, riwayat haid, umur menarke dan menopause, riwayat penggunaan
obat-obat kontraseptif serta riwayat keluarga dengan osteoporosis.

Pemeriksaan Fisik

Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga
gaya berjalan penderita, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal dan jaringan parut
pada leher (bekas operasi tiroid). Penderita osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau
gibbus (Dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Selain itu juga didapatkan protuberansia
abdomen, spasme otot paravertebral dan kulit yang tipis (tanda McConkey)
Pemeriksaan biokimia tulang

Pemeriksaan biokimia tulang terdiri dari kalsium total dalam serum, ion kalsium, kadar fosfor di
dalam serum, kalsium urin, fosfat urin, osteokalsin serum, piridinolin urin dan bila perlu hormon
paratiroid dan vitamin D.

Pemeriksaan radiologik

Pemeriksaan radiologik untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Gambaran
radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang
lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran
picture-frame vertebra.

Pemeriksaan densitas massa tulang (Bone Mass Densitometry,BMD)

Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan tepat untuk menilai densitas massa
tulang. Sehingga dapat digunakan untuk menilai faktor prognosis, prediksi fraktur dan bahkan
diagnosis osteoporosis. Untuk menilai hasil pemeriksaan densitometri tulang, digunakan kriteria
kelompok kerja WHO, yaitu :

 Normal : bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang
orang dewasa muda (T-score)
 Osteopenia : bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score
 Osteoporosis : bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang
 Osteoporosis berat : yaitu osteoporosis yang disertai fraktur

Tatalaksana

Latihan dan program rehabilitasi

Latihan dan rehabilitasi sangat penting bagi penderita osteoporosis karena dengan latihan yang
teratur, penderita akan menjadi lebih lincah, tangkas dan kuat otot-ototnya sehingga tidak mudah
jatuh, mencegah perburukan osteoporosis karena terdapat rangsangan biofisikoelektrokemikal
yang akan meingkatkan remodeling tulang.
Pengobatan medikamentosa

 Bifosfonat : bila terdapat kontraindikasi terapi hormonal atau pada osteoporosis laki-laki.
Efek samping bifosfonat adalah refluks esofagitis dan hipokalsemia.
 Raloksifen : merupakan anti estrogen yang mempunya efek seperti estrogen di tulang dan
lipid, tetapi tidak menyebabkan perangsangan endometrium dan payudara. Dosis yang
direkomendasikan untuk pengobatan osteoporosis adalah 60 mg/hari.
 Terapi pengganti hormonal
 Kalsitonin : merupakan obat yang telah direkomendasikan FDA untuk pengobatan
penyakit-penyakit yang meningkatkan resorpsi tulang dan hiperkalsemia yang
diakibatkannya.
 Strontium ranelat : merupakan obat osteoporosis yang memiliki efek ganda yaitu
meningkatkan kerja osteoblas dan menghambat osteoklas. Dosisnya 2 gram/hari yang
dilarutkan di dalam air dan diberikan pada malam hari sebelum tidur atau 2 jam sebelum
makanatau 2 jam setelah makan.
 Vitamin D : berperan meningkatkan absorpsi kalsium di usus.
 Kalsitriol : diindikasikan bila terdapat hipokalsemia yang tidak menunjukkan perbaikan
dengan pemberian kalsium peroral.
 Kalsium dan fitoestrogen

Pencegahan
Untuk mencegah osteoporosis ada beberapa langkah yang dapat dilakukan, yaitu cukupi asupan
kalsium, cukup asupan vitamin D melalui pajanan sinar matahari pagi atau sore, sinar matahari
akan mengubah prekursor vitamin D yang ada di bawah kulit menjadi vitamin D, hidup aktif
dengan melakukan aktifitas fisik, hindari rokok, minum alkohol, lakukan pemeriksaan dini
osteoporosis pada dokter saat menopause.

Daftar Pustaka

1. Ramadani, M, Faktor-Faktor Risiko Osteoporosis dan Upaya Pencegahannya. Jurnal


kesehatan masyarakat.2010;4(2).112-114
2. Kementrian Kesehatan RI. (2015). Data dan Kondisi Penyakit Osteoporosis di Indonesia.1-
6.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu penyakit
Dalam Jilid II edisi V. Jakarta : Interna Publishing : 2009.

Anda mungkin juga menyukai