ISI
Konstitusi berasal berasal dari bahasa Inggris Contitution, atau bahasa Belanda
Contitute, yang artinya undang-undang dasar. Orang Jerman dan Belanda dalam percakapan
sehari-hari menggunakan kata Grondwet yang berasal dari suku kata grond berarti dasar dan
wet berarti undang-undang, yang keduanya menunjuk pada naskah tertulis.
1. Sosiologis dan politis. Secara sosiologis dan politis, konstitusi adalah sintesa faktor-faktor
kekuatan yang nyata dalam masyarakat.
2. Yuridis. Secara yuridis konstitusi adalah suatu naskah yang memuat semua bangunan
negara dan sendi-sendi pemerintahan.
Konstitusi juga terdapat dalam arti luas dan sempit, dalam arti sempit hanya mengandung
norma-norma hukum yang membatasi kekuasaan yang ada dalam Negara. Sedangkan
Konstitusi dalam arti luas adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum
dasar, baik yang tertulis ataupun tidak tertulis maupun campuran keduanya tidak hanya
sebagai aspek hukum melainkan juga “non-hukum” (Riyanto, 2000).
Konstitusi dalam pandangan K.C. Whare (Hamidi & Malik, 2008) dipahami sebagai
istilah untuk menggambarkan keseluruhan sistem pemerintahan suatu negara, juga sebagai
kumpulan aturan yang membentuk dan mengatur atau menentukan pemerintahan negara
yang bersangkutan. Menurut James Bryce, konstitusi adalah sebagai kerangka negara yang
diorganisasikan dengan dan melalui hukum. Dalam mana hukum menetapkan : pengaturan
mengenai pendirian lembaga yang permanen, fungsi dan lembaga-lembaga masyarakat serta
hak-hak yang ditetapkan. Demikian pula menurut CF Strong , konstitusi sebagai sekumpulan
asas-asas yang mengatur : kekuasaan pemerintahan, hak-hak yang diperintah dan hubungan
antara pemerintah dengan yang diperintah.
Menurut Jimly Asshiddiqie, konstitusi diartikan sebagai hukum dasar yang dijadikan
pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar
tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar, dan dapat pula tidak tertulis. Hal tersebut
tidak terlepas karena tidak semua negara memiliki konstitusi tertulis atau Undang-undang
Dasar. Kerajaan Inggris misalnya, tidak memiliki satu naskah Undang-Undang Dasar
sebagai konstitusi tertulis, namun biasa disebut sebagai negara konstitusional.
Dalam pengertian konstitusi, terdapat dua kelompok ahli yang berpendapat bahwa
konstitusi sama dengan undang-undang dasar dan ada pula yang menganggap bahwa
berpendapat konstitusi tidak sama dengan undang-undang dasar. Kedua kelompok ini yaitu
(Radjab, 2005) :
Selanjutnya dalam paham konstitusi demokratis dijelaskan bahwa isi konstitusi meliputi
(Sri Soemantri, 1992) :
4. Pertanggungjawaban kepada rakyat (akuntabilitas public) sebagai sendi utama dari asas
kedaulatan rakyat.
Pada abad VII (zaman klasik) lahirlah Piagam Madinah atau Konstitusi Madinah
yang dibentuk pada awal masa Klasik Islam (633 M) merupakan aturan pokok tata
kehidupan bersama di Madinah yang dihuni oleh bermacam kelompok dan golongan:
Yahudi, Kristen, Islam dan lainnya. Konstitusi Madinah berisikan tentang hak bebas
berkeyakinan, kebebasan berpendapat, kewajiban dalam hidup kemasyarakatan, dan
mengatur kepentingan umum dalam kehidupan sosial yang majemuk. Konstitusi ini
merupakan satu bentuk konstitusi pertama di dunia yang telah memuat materi
sebagaimana layaknya konstitusi modern dan telah mendahului konstitusi- konstitusi
lainnya di dalam meletakkan dasar pengakuan terhadap hak asasi manusia (Ubaedillah,
2015).
Pada paruh kedua abad XVII, kaum bangsawan Inggris yang menang dalam
revolusi istana telah mengakhiri absolutisme kekuasaan raja dan menggantikannya
dengan sistem parlemen sebagai pemegang kedaulatan. Akhir dari revolusi ini adalah
deklarasi kemerdekaan 12 negara koloni Inggris pada 1776, dengan menetapkan
konstitusi sebagai dasar negara yang berdaulat.
Konstitusi tertulis model Amerika tersebut kemudian diikuti oleh berbagai negara
di Eropa, seperti Spanyol (1812), Norwegia (1814), dan Belanda (18155). Hal yang
perlu dicatat adalah bahwa pada waktu itu belum menjadi hukum dasar yang penting.
Sebagai UUD, atau sering disebut dengan “Konstitusi Modern” baru muncul
bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi perwakilan. Demokrasi
perwakilan muncul sebagai pemenuhan kebutuhan rakyat akan lembaga perwakilan
(legislatif). Lembaga ini dibutuhkan sebagai pembuat undang-undang untuk
mengurangi dan membatasi dominasi para raja. Alasan inilah yang menempatkan
konstitusi tertulis sebagai hukum dasar yang posisinya lebih tinggi daripada raja
(Rosmawan, 2011).
Di akhir sidang I, BPUPKI membentuk panitia kecil yang disebut dengan Panitia
Sembilan. Pada 22 Juni 1945 panitia ini berhasil mencapai kompromi untuk
menyetujui sebuah naskah mukadimah UUD. Hasil Panitia Sembilan ini kemudian
diterima dalam siding II BPUPKI tanggal 11 Juli 1945. Soekarno membentuk panitia
kecil pada tanggal 16 Juli 1945 yang diketuai oleh Soepomo dengan tugas menyusun
rancangan Undang-undang Dasar dan membentuk panitia untuk mempersiapkan
kemerdekaan, yaitu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (Rosmawan,
2011).
Konstitusi Negara Republik Indonesia atau Undang-undang Dasar disahkan dan
ditetapkan oleh PPKI pada hari Sabtu tanggal 18 Agustus 1945. Sejak itu Indonesia
telah menjadi suatu negara modern karena telah memiliki suatu sistem ketatanegaraan,
yaitu Undang-undang Dasar yang memuat tata kerja konstitusi modern. Istilah
Undang-undang Dasar 1945 yang memakai angka “1945” di belakang sebagaimana
dijelaskan oleh Dahlan Thaib, yaitu pada awal bulan tahun 1959 ketika tanggal 19
Februari 1959 Kabinet Karya mengambil kesimpulan dengan suara bulat mengenai
“pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dalam rangka kembali ke UUD 1945”
(Rosmawan, 2011).
Menurut Budiardjo yang dikutip Ubaedillah (2015), ada empat macam prosedur dalam
perubahan konstitusi, baik dalam model renewal (pembaruan) dan amandemen, yaitu :
1. Sidang badan legislatif dengan ditambah beberapa syarat, misalnya dapat ditetapkan
kuorum untuk sidang yang membicarakan usul perubahan Undang-undang Dasar dan
jumlah minimum anggota badan legislatif atau menerimanya.
2. Referendum, pengambilan keputusan dengan cara menerima atau menolak usulan
perubahan masing-masing.
3. Negara-negara bagian dalam negara federal (misalnya, Amerika Serikat, tiga perempat
dari 50 negara-negara bagian harus menyetujui).
4. Perubahan yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga
khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.
Dalam perubahan keempat UUD 1945 diatur tentang tata cara perubahan undang-undang.
Bersandar pada Pasal 37 UUD 1945 menyatakan bahwa:
1. Usul perubahan pasal-pasal Undang-undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang
Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari
jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2. Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-undang Dasar diajukan secara tertulis dan
ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
3. Untuk mengubah pasal-pasal Undang-undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan
2
Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya dari jumlah anggota Majelis
3
Permusyawaratan Rakyat.
4. Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-undang Dasar dilakukan dengan
persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
Wacana perubahan UUD 1945 mulai mengemuka seiring dengan perkembangan politik
pasca Orde Baru. Sebagian kalangan menghendaki perubahan total UUD 1945 dengan cara
membentuk konstitusi baru. UUD 1945 dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan
politik dan ketatanegaraan Indonesia, sehingga dibutuhkan konstitusi baru sebagai pengganti
UUD 1945. Kelompok lain berpendapat bahwa UUD 1945 masih relevan dengan
perkembangan politik Indonesia. Pendapat kelompok yang terakhir ini didasarkan pada
pandangan bahwa dalam UUD 1945 terdapat Pembukaan yang jika UUD 1945 diubah akan
berakibat pada perubahan konsensus politik. Perubahan UUD 1945 akan juga berakibat pada
pembubaran Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) (Ubaedillah, 2015).
Sejak Proklamasi 1945, telah menjadi perubahan-perubahan atas UUD negara Indonesia,
yaitu (Ubaedillah, 2015):
Perubahan Kedua pada UUD 1945 berfokus pada penataan ulang keanggotaan, fungsi,
hak, maupun cara pengisiannya. Perubahan Ketiga UUD 1945 menitikberatkan pada
penataan ulang kedudukan dan kekuasaan MPR, jabatan presiden yang berkaitan dengan tata
cara pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, pembentukan lembaga negara
baru yang meliputi Mahkamah Konstitusi (MK), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan
Komisi Yudisial (KY), serta aturan tambahan untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Perubahan Keempat UUD 1945 mencakup materi tentang keanggotaan MPR, pemilihan
presiden dan wakil presiden berhalangan tetap, serta kewenangan presiden (Ubaedillah,
2015).
Dalam konteks perubahan UUD terdapat lima unsur penting yang disepakati oleh panitia
perubahan UUD 1945, yaitu (Ubaedillah, 2015):
1. Tidak melakukan perubahan atas Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang meliputi
sistematika, aspek kesejarahan, dan orisinalitasnya.
2. Tetap mempertahankan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
3. Mempertegas Sistem Pemerintahan Presidensial.
4. Meniadakan penjelasan UUD 1945 dan hal-hal normatif dalam penjelasan dimasukkan
dalam pasal-pasal.
5. Perubahan dilakukan dengan cara penambahan (addendum).
Sebelum perubahan UUD 1945, alat-alat kelengkapan negara dalam UUD 1945 adalah
Lembaga Kepresidenan, MPR, DPA, DPR, BPK, dan Kekuasaan Kehakiman. Setelah
amandemen secara keseluruhan terhadap UUD 1945, alat kelengkapan negara yang disebut
dengan lembaga tinggi negara menjadi delapan lembaga, yakni MPR, DPR, DPD, Presiden,
MA, MK, KY, dan BPK (Ubaedillah, 2015).
a. MPR
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan lembaga pelaksana
kedaulatan rakyat oleh karena anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
adalah para wakil rakyat yang berasal dari pemilihan umum. MPR bukan pelaksana
sepenuhnya kedaulatan rakyat sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD
1945 ,perubahan ketiga bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut undang-undang dasar. Ketentuan mengenai MPR tertuang dalam Pasal 2
Ayat (1) UUD 1945
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan
diatur lebih lanjut dengan undang-undang. MPR mempunyai tugas dan wewenang,
yaitu:
c. DPR
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam
pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan
lainnya. Dibentuknya Komisi Yudisial adalah agar warga masyarakat di luar
struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan,
penilaian kinerja, dan kemungkinan pemberhentian hakim. Untuk menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dalam rangka
mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Yudisial melakukan pengawasan terhadap
(Ubaedillah, 2015):
Setelah di revisi dan memasuki masa orde baru, pemerintah masi saja melakukan
penyelewengan konstitusi yang diantaranya adalah sebagai berikut.
DAFTAR PUSTAKA
Strong, C.F. 2012. Modern Political Constitutions: An Introduction to the Comparative Study of
Their History and Eisting Form (Konstitusi-Konstitusi Politik Modern; Study
Perbandingan Tentang Sejarah Dan Bentuk). ed. Penerjemah Derta Sri Widowatie.
Bandung: Nusamedia.
Hamidi, Jazim, and Malik. 2008. Hukum Perbandingan Konstitusi. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher.
Radjab, Dasril. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Soemantri, Sri. 1992. Bunga Rampai Hukum Tata Negara. Bandung: Alumni.