Anda di halaman 1dari 6

Kajian Langgam Arsitektur di Indonesia

TUGAS MATA KULIAH


PERANCANGAN ARSITEKTUR I

Tim Dosen :
Edward Endrianto Pandelaki, S.T., M.T., Ph.D.
Dr. Eng. Bangun Indrakusumo Radityo Harsritanto, S.T., M.T.
Prof. Dr. Ir. Erni Setyowati, M.T.

Oleh :
Ronald Justice
NIM. 21020119420017

PROGRAM STUDI MAGISTER ARSITEKTUR DEPARTEMEN ARSITEKTUR


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
Perkembangan dan Langgam Arsitektur di Indonesia
Isu terpopuler saat ini adalah tentang globalisasi yang terkait dengan universalisasi,
internasionalisasi, liberisasi dan westernisasi (Scolte, 2005). Keadaan ini tidak luput juga
mempengaruhi dalam perkembangan arsitektur, baik secara Internasioanl maupun secara nasional di
Indonesia. Seiring dengan keadaan tersebut , dunia arsitektur juga merasakan dampaknya yakni
bahwa globalisasi mengakibatkan hilangnya hal-hal khusus dan mengubahnya menjadi sebuah tatanan
kehidupan yang menyingkirkan batas-batas geografis. Keadaan ini kemudian pada akhir abad 20 di
belahan bumi bagian Barat muncul berbagai macam cara dan gerakkan yang bertujuan untuk
memperlihatkan kembali keunikan dan kekhasan masing-masing tempat. Dua hal yang penting untuk
diperhatikan ialah: pertama, munculnya isu untuk kembali pada lingkungan agar dapat hidup lebih
nyaman (Frick, 1996); kedua, munculnya gerakan regionalisme dalam rangka ingin memberikan
kembali potensi dan identitas lokal yang hilang karena arus modernisasi (Jenks, 1977).
Menurut ulasan artikel dari Kompasiana.com, mengungkapkan bahwa langgam atau identitas
arsitektur Indonesia sampai sekarang belum terlihat. Masalah langgam dan identitas arsitektur
nasional telah menjadi isu utama bagi arsitek Indonesia pada pertengahan 1970. Arsitek Indonesia
memiliki perbedaan dalam memandang masalah langgam dan identitas arsitektur nasional hingga
menjadikan tiga kelompok yang berbeda. Dalam ulasan tersebut kelompok pertama berpendapat
bahwa arsitektur Indonesia sebenarnya sudah ada, yang merupakan arsitektur tradisional berbagai
daerah di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari penerapan elemen pada arsitektur tradisional seperti
atap dan ornamen. Kelompok arsitektur kedua lebih bersikap skeptis terhadap segala kemungkinan
untuk mencapai langgam dan identitas arsitektur nasional yang ideal. Kelompok ketiga adalah
sebagian akademisi arsitektur yang konsisten mengikuti langkah V.R. van Romondt. Mereka
berpendapat bahwa arsitektur Indonesia masih dalam proses pembentukan. Hasil dari proses
pembentukan ini tentunya bergantung pada komitmen dan penilaian kritis terhadap cita-cita budaya,
estetika dan dukungan teknologi yang melahirkan model bangunan tradisional pada suatu waktu
dalam sejarah. Mereka berkeyakinan bahwa pemahaman yang lebih mendalam terhadap prinsip
tersebut dapat memberikan inspirasi bagi para arsitek kontemporer untuk menghadapi pengaruh
budaya asing dalam konteks perancangan arsitektur nasional.

Perkembangan arsitektur nasional


Institusi keprofesian dan pendidikan arsitektur telah mengalami perkembangan pesat pada
periode 1980-1996 yang diiringi dengan pertumbuhan sektor swasta yang subur serta investasi dengan
korporasi arsitektur asing yang telah mengambil alih segmen pasar kelas atas di ibukota dan daerah
tujuan wisata seperti pulau Bali. Pada masa itu dapat dikatakan bahwa arsitektur kontemporer di
Indonesia tidak menunjukkan deviasi yang ekstrim terhadap perkembangan arsitektur modern di dunia
pada umumnya. Sebenarnya pada pertengahan 1970-an telah ada upaya untuk menciptakan suatu
langgam khusus, suatu bentuk identitas Indonesia. Proyek penciptaan langgam dan identitas arsitektur
Indonesia kala itu termotivasi secara politis, hal tersebut dapat dilihat dari proyek arsitektur yang
sebatas pada proyek prestisius tertentu misalnya bandara udara internasional, hotel, kampus dan
gedung perkantoran. (kompasiana.com)

Klasifikasi Arsitektur Indonesia berdasarkan pengaruh dunia


Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbesar di dunia yang kaya dengan beragam
suku dan budaya tradisional. Masing-masing setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas yang
terlihat pada arsitektur rumah adat. Dengan kondisi ini, arsitektur Indonesia mencerminkan
keanekaragaman sesuai budaya, kondisi geografis dan sejarah yang membentuk bangsa Indonesia.
Gaya arsitektur di Indonesia juga banyak dipengaruhi oleh invasi bangsa eropa, penyebar agama,
pedagang dan saudagar yang membawa akulturasi budaya sehingga memberikan efek pada gaya
maupun teknik dalam arsitektur. Menurut artikel kontemporer2013.blogspot.com pengaruh yang
paling kuat adalah daari India. Namun Tiongkok, Arab dan Eropa juga memiliki peran penting dalam
pembentukan arsitektur di Indonesia. Berdasarkan pengaruh tersebut, arsitektur Indonesia dibagi
menjadi:
a. Arsitektur Tradisional
Setiap kelompok etnis di Indonesia memiliki ciri khas masing-masing. Yang paling menonjol
adalah bentuk rumah adat mereka. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, rumah adat
memiliki fungsi sebagai pusat aktifitas, hubungan sosial, status sosial dan agama yang mejadi
ikatan hubungan di masyarakat. Arsitektur tradisional merupakan tempat aktivitas manusia
yang berhubungan dengan bangunan atau wadah aktivitas dan lingkungan yang diwarnai oleh
budaya dan adat istiadat setempat. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki jenis arsitektur
tradisional yang berbeda. Rumah tradisional di Indonesia bukan didesain oleh arsitek, namun
dikerjakan secara gotong royong oleh warga desa dengan menyatukan sumber untuk
membangun struktur dibawah bimbingan pemimpin tukang kayu.
Berdasarkan sumbernya arsitektur di Indonesia dipengaruhi oleh dua sumber, yaitu
dari tradisi Hindu besar yang dibawa ke Indonesia dari India melalui Jawa dan arsitektur
pribumi asli. Rumah-rumah tradisional/vernakular yang banyak ditemukan di wilayah
pedesaan pada umumnya dibangun menggunakan bahan-bahan alami di sekitar seperti daun,
ilalang, bambu, kayu, anyaman bambu dan batu. Bangunan yang dibuat merupakan
penyesuaian yang selaras dengan lingkungannya. Namun saat ini, hingga daerah pedesaan
telah banyak mengikuti dampak modernisasi dengan peralihan bahan kayu ke batu bata dalam
penggunaan struktur bangunannya. Rumah tradisional Indonesia memiliki karakteristik
bangunan tropis yang mirip dengan daerah Austronesia lainnya.

Rumah adat Tana Toraja Rumah adat Batak Toba

Tempat tinggal tradisional telah dikembangkan untuk menanggapi iklim musim panas dan
basah di Indonesia. Seperti umumnya di seluruh Asia Tenggara dan Pasifik Barat, sebagian
Rumah adat yang dibangun di atas panggung, dengan pengecualian Jawa dan Bali 
membangun rumah di atas tanah langsung yang menyesuaikan dengan suhu tropis yang
panas. Rumah adat yang dibangunan dengan bentuk panggung, tentunya mempunyai tujuan,
seperti menghindari dari bahaya hewan buas, para musuh, dan menghindari kelembaban
barang, makanan, mengurangi resiko bahan bangunan cepat rusak dan rayap. Bentuk atap
dengan kemiringan yang cukup tajam memungkinkan air hujan cepat turun, dan atap
menjorok keluar untuk melindungi dinding rumah dari air hujan serta memberikan keteduhan
dalam panas. Di daerah pesisir dataran rendah yang panas dan lembab, rumah  memiliki
banyak jendela untuk sirkulasi udara, sedangkan di daerah pedalaman pegunungan dingin,
rumah sering memiliki atap yang luas dan beberapa jendela.

b. Arsitektur keagamaan
Walaupun arsitektur keagamaan tersebar luas di seluruh pelosok Indonesia, seni
arsitektur ini berkembang pesat di Pulau Jawa. Pengaruh sinkretisasi agama di Jawa meluas
sampai ke dalam arsitektur, sehingga menghasilkan gaya-gaya arsitektur yang berkhas Jawa
untuk bangunan-bangunan ibadah agama Hindu, Buddha, Islam, dan sampai ke umat yang
berjumlah kecil yaitu Kristen.
Sejumlah bangunan agama seperti candi, yang seringkali berukuran besar dan
didisain secara kompleks, banyak dibangun di Pulau Jawa pada zaman kejayaan kerajaan
Hindu-Buda Indonesia antara abad ke-8 sampai ke-14. Candi-candi Hindu tertua yang masih
berdiri di Jawa terletak di Pegunungan Dieng. Diperkirakan dahulu terdapat sekitar empat
ratus candi di Dieng yang sekarang hanya tersisa delapan candi. Pada awalnya, struktur
bangungan-bangunan di Dieng berukuran kecil dan relatif sederhana. Akan tetapi tingkat
kemahiran arsitektur di Jawa semakin meningkat. Dalam kurun waktu seratus tahun saja
kerajaan kedua Mataram telah dapat membangun kompleks candi Prambanan di dekat
Yogyakarta yang dianggap sebagai contoh arsitektur Hindu terbesar dan terbagus di Jawa.

Candi Prambanan Candi Borobudur Masjid Agung Demak

Pada abad ke-19, kesultanan kepulauan Indonesia mulai mengadopsi dan menyerap
pengaruh asing dari arsitektur Islam, sebagai alternatif untuk gaya Jawa sudah populer di
Nusantara. Gaya Indo -Islam dan Moor terutama disukai oleh Kesultanan Aceh dan
Kesultanan Deli , seperti yang ditampilkan dalam Masjid Baiturrahman Banda Aceh dibangun
pada 1881, dan Masjid Medan Ulasan Grand dibangun pada tahun 1906. Khususnya selama
dekade sejak Indonesia merdeka, masjid cenderung dibangun dalam gaya lebih konsisten
dengan gaya Islam global, yang mencerminkan tren di Indonesia terhadap praktek yang lebih
ortodoks Islam.

c. Arsitektur Istana
Arsitektur istana dari berbagai kerajaan dan alam Indonesia, lebih sering didasarkan pada
gaya domestik vernakular adat daerah. Arsitektur istana mampu mengembangkan versi yang
lebih megah dan rumit dari segi detail arsitektur dibandingkan dengan arsitektur tradisional.
Di Kraton Jawa, misalnya, pendopos besar dari bentuk atap joglo dengan gaya atap tumpang
sari lebih rumit tapi berdasarkan bentuk pada Jawa umumnya, sementara omo sebua ("Rumah
kepala suku") di Bawomataluo, Nias adalah versi yang besar dari rumah di desa, istana orang
Bali seperti Puri Agung Gianyar gunakan  bale tradisional, dan Istana Pagaruyung adalah
versi tiga lantai dari Minangkabau Rumah Gadang.

    

Istana Basa Pagaruyung (Sumatera Barat) Istana Yogyakarta

d. Arsitektur Post Independence


Modernisme awal abad kedua puluh masih sangat jelas di Indonesia, sekali lagi sebagian
besar di Jawa. Tahun 1930-an depresi dunia yang menyengsarakan Jawa, dan diikuti oleh satu
dekade perang, revolusi dan perjuangan, yang membatasi perkembangan lingkungan
dibangun. Selanjutnya, orang Jawa membangun rumah dengan gaya art-deco dimulai tahun
1920 menjadi akar untuk pertama kalinya gaya nasional Indonesia pada tahun 1950.
Kontinuitas dari 1920-an dan 30-an hingga 1950-an selanjutnya didukung oleh perencana
Indonesia dan rekan-rekan dari Karsten Belanda.
e. Arsitektur Kontemporer
Tahun 1970-an, 1980-an dan 1990-an melihat investasi asing dan pertumbuhan ekonomi;
booming konstruksi besar membawa perubahan besar ke kota-kota Indonesia, termasuk
penggantian gaya kedua puluh awal dengan akhir gaya modern dan postmodern booming
pembangunan perkotaan terus di abad 21 dan membentuk bangunan pencakar langit di kota-
kota Indonesia. Banyak bangunan baru yang dilapisi dengan permukaan kaca mengkilap
untuk mencerminkan matahari tropis. Gaya Arsitektur yang dipengaruhi oleh perkembangan
arsitektur internasional, termasuk pengenalan arsitektur Dekonstruktivisme. Arsitektur
modern tidak mengalami perkembangannya di Indonesia, karena sebagaimana gaya arsitektur
lain yang diimpor dari negara-negara barat, gaya ini masuk ke Indonesia sebagai pengaruh
globalisasi. Gaya arsitektur modern muncul sebagai gaya internasional yang cukup memiliki
kemiripan di semua tempat, semua negara. Setidaknya, gaya modern tetap mengusung fungsi
ruang sebagai titik awal desain.
Langgam/gaya Arsitektur di Indonesia
Dalam konsep bangunan arsitektur terdapat nilai-nilai kebudayaan yang terkandung di
dalamnya, nilai-nilai tersebut dapat berupa identitas pribadi, daerah, semangat, nilai
kemanusiaan, maupun keyakinan dari perancangnya. Secara teknik sebuah arsitektur juga
merupakan perpaduan banyak hal yang menjadi pertimbangan seperti fungsi bangunan,
psikologis penghuni hingga nilai budaya, kemudian dirangkai dengan sebuah gaya arsitektur
sehingga dapat menjadi ciri khas sebuah bangunan. Jika kita amati arsitektur di Indonesia
sangat beragam, dengan ciri khas masing-masing. Sehingga untuk memudahkan dalam
melakukan kajian, kita dapat mengelompokkan arsitektur di Indonesia berdasarkan
gaya/langgam yang digunakan. berdasarkan sumber sekunder yang diakses dari
tangerangonline.id Arsitektur di Indonesia dapat kita kelompokkan menjadi tiga konsep
langgam, yaitu:
1. Konsep Mediterania, merupakan gaya bangunan yang mengacu pada kerjaan di Eropa
tahun 1980-an. yang menjadi ciri khas adalah adanya pilar-pilar besar dan lengkungan serta
ornamen hiasan pada dinding. Pada konsep mediterania lebih banyak menggunakan bahan
alami seperti tanah liat dan batu alam karena sesuai dengan semangat mediterania yaitu dekat
dengan nuansa alam. Konsep ini sesuai bagi yang ingin menonjolkan kesan bangunan yang
mewah.
2. Arsitektur kontemporer, konsep ini lebih mengedepankan aspek keunikan dan kekinian.
Sehingga untuk menciptakan kesan kontemporer banyak menonjolkan pengaturan warna dan
tekstur materialnya. Dengan gaya kontemporer benar-benar ditentukan oleh kreativitas
arsiteknya.
3. Konsep minimalis, konsep ini lebih menekankan pada pertimbangan fungsional dengan
bentuk khas dekorasi interior berupa geometris alemender, persegi, dan kubus dengan minim
ornamen. Minimalis menjadi simbol estetika dan kemewahan dengan bentuk keteraturan
susunan pada struktur bangunan, bukan dari kerumitan atau keunikan struktur bangunannya.

Daftar Pustaka
Hidayatun, Maria I, et al Arsitektur di Indonesia Dalam Perkembangan Jaman, Sebuah Gagasan
untuk Jati diri Arsitektur di Indonesia. Univ.Kristen Petra & Institut Teknologi Sepuluh
Nopember 1, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Prijotomo, Josef, 2013, Mengusik Aalam Pikiran Arsitektur Eropa-Amerika, Merintis Alam
Pikiran Arsitektur Nusantara, Prosiding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional ke
V, Medan.
www.kompasiana.com 28 September 2012 yang diperbarui 24 Juni 2015 dan diakses 15 April 2020
pukul 12.02 WIB
www.tangerangonline.id
Wikipedia bhs. Indonesia, http://en.wikipedia.org
Image      : Google Image, Wikipedia

Anda mungkin juga menyukai