Anda di halaman 1dari 24

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS

OLEH:
SEMESTER IVC
PUTU YUDIARTA C1118070
NI KADEK EMMAWATI C1118073
PUTU ARI NINGSIH C1118075
NI WAYAN RIKA SUKMA DEWI C1118083
NI KETUT DWI LAKSMIANI C1118090
NI PUTU ANGGIE JUNI ANDARI C1118096

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
TAHUN AJARAN 2020
KONSEP PENYAKIT
A. Definisi Sirosis Hepatis
Sirosis adalah penyakit kronis hepar yang irreversible yang
ditandai pembentukan jaringan parut di hati (fibrosis), disorganisasi
struktur lobulus dan vaskuler, serta nodul regeneratif dari hepatosit.
Gambaran ini merupakan hasil akhir kerusakan hepatoseluler.Pada
keadaan ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau
pada waktu otopsi. (Dita Mutia Fajarini Budhiarta, 2017)
Sirosis hepatis (SH) merupakan konsekuensi dari penyakit hati
kronis yang ditandai dengan penggantian jaringan hati oleh fibrosis,
jaringan parut dan nodul regeneratif (benjolan yang terjadi sebagai hasil
dari sebuah proses regenerasi jaringan yang rusak) akibat nekrosis
hepatoseluler, yang mengakibatkan penurunan hingga hilangnya fungsi
hati. (Wahyudo, 2015)
B. Anatomi Fisiologi Hepar
1. Anatomi Hepar
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dengan berat
kurang lebih 1,5 kg . Hati adalah organ viseral terbesar dan terletak di
bawah kerangka iga. Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di
bagian atas cavitas abdominalis tepat di bawah diaphragma. Sebagian
besar hepar terletak di profunda arcus costalis dextra dan
hemidiaphragma dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo,
pericardium, dan cor. Hepar terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai
hemidiaphragma sinistra. Hepar tersusun atas lobuli hepatis. Vena
centralis pada masing-masing lobulus bermuara ke venae hepaticae.
Dalam ruangan antara lobuluslobulus terdapat canalis hepatis yang
berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena portae hepatis, dan sebuah
cabang ductus choledochus (trias 12 hepatis). Darah arteria dan vena
berjalan di antara sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke vena
centralis.
2. Fisiologi Hepar
Menurut Guyton & Hall (2008), hati mempunyai beberapa fungsi
yaitu:
a. Metabolisme karbohidrat Fungsi hati dalam metabolisme
karbohidrat adalah menyimpan glikogen dalam jumlah besar,
mengkonversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa,
glukoneogenesis, dan membentuk banyak senyawa kimia yang
penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat.
b. Metabolisme lemak Fungsi hati yang berkaitan dengan
metabolisme lemak, antara lain: mengoksidasi asam lemak untuk
menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain, membentuk
sebagian besar kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein, membentuk
lemak dari protein dan karbohidrat.
c. Metabolisme protein Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah
deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan
amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan
interkonversi beragam asam amino dan membentuk senyawa lain
dari asam amino.
C. Epidemiologi
Sirosis hati merupakan penyebab kematian ke 9 di Amerika
Serikat. Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4 sampai
5% dari pasien - pasien yang berusia 45-54 tahun dan menyebabkan
30.000 kematian per-tahunnya. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk ,dimana 60% kasus adalah laki-
laki (Ramon B, 2008)
Lebih dari 40% pasien sirosis hati asimptomatis. Pada keadaan ini,
sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu
autopsi. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik
maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan
perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis non-alkoholik
(NASH) dengan prevalensi 4% dan berakhir dengan sirosis hati dengan
prevalensi 0,3%. Di Indonesia, secara keseluruhan rata-rata prevalensi
sirosis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit
dalam, atau rataUniversitas Sumatera Utara rata 47,4% dari seluruh pasien
penyakit hati yang dirawat. Perbandingan pria : wanita adalah 2,1 : 1 dan
usia rata-rata 44 tahun. Rentang usia 13 – 88 tahun, dengan kelompok
terbanyak antara 40 – 50 tahun.( Sulaiman, 2007)
Di RS Dr.Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar
4.1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun
waktu 1 tahun (data tahun 2004) . Di RS Cipto Mangunkusumo di ruangan
Bagian Penyakit Dalam pada tahun 2005 tercatat dari 193 kasus sirosis
hati. Kurang lebih 50% kasus sirosis hati yang dirawat di RSCM disertai
asites ( Komali, 2006) Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai
pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) dari seluruh pasien yang dirawat di
Departemen Penyakit Dalam RSUP H.Adam Malik (Rekam Medik, 2015)
D. Etiologi
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak hal. Penyebabnya
antara lain adalah penyakit infeksi, penyakit keturunan dan metabolik,
obat-obatan dan toksin. Di Negara barat penyebab terbanyak sirosis
hepatis adalah konsumsi alkohol, sedangkan di Indonesia terutama
disebabkan oleh virus hepatitis B maupun C (Wahyudo, 2015).
Sirosis hati disebabkan oleh berbagai macam sebab. Perubahan
arsitektur hati dapat dilihat pada pemeriksaan histologi jaringan hati yang
diperoleh dengan cara melihat gambaran mikroskopi, data epidemiologi
penderita dan hasil pemeriksaan laboratorium. Kadang- kadang walaupun
sudah dilakukan dengan berbagi cara pemeriksaan seperti diatas penyebab
sirosis hati masih juga belum jelas.3 Beberapa faktor pencetus timbulnya
sirosis hepatis yaitu Virus hepatitis (B,C,dan D), alkohol, kelainan
metabolik berupa hemakhomatosis (kelebihan beban besi), penyakit
Wilson (kelebihan beban tembaga), defisiensi Alphal-antitripsin,
glikonosis type-IV, galaktosemia, dan tirosinemia, malnutrisis, toksin dan
obat, sistosomiasis, obstruksi bilier (intrahepatik, ekstrahepatik), obstruksi
aliran vena, autoimun.Sekitar 20 % pasien hepatitis kronik berkembang
menjadi sirosis (Dita Mutia Fajarini Budhiarta, 2017).
E. Klasifikasi Sirosis Hepatis
Sirosis hati diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologinya.
Klasifikasi morfologi telah jarang dipakai karena sering tumpang tindih
satu sama lainnya. Klasifikasi ini terdiri dari :
1. Sirosis mikronoduler ; nodul berbentuk uniform, diameter kurang
dari 3 mm. Penyebabnya antara lain: alkoholisme,
hemakromatosis, obstruksi bilier dan obstruksi vena hepatika.
2. Sirosis makronoduler; nodul bervariasi dengan diameter lebih dari
3mm. Penyebabnya antara lain: hepatitis kronik B, hepatitis kronik
C, defisiensi α-1-antitripsin dan sirosis bilier primer .
3. Sirosis campuran kombinasi antara mikronoduler dan
makronoduler.
F. Faktor Risiko
Faktor risiko adalah sesuatu yang meningkatkan kemungkinan Anda
terkena penyakit atau kondisi.
1. Konsumsi Alkohol Berlebihan
Peningkatan konsumsi alkohol dalam jangka waktu yang lama
menempatkan Anda pada risiko yang lebih tinggi untuk
mengembangkan sirosis. Alkohol adalah racun bagi sel-sel hati. Ini
juga merusak hati dengan mengubah cara tubuh Anda menghancurkan
makanan. Orang yang memiliki masalah dalam mengendalikan alkohol
juga cenderung memiliki diet yang buruk, yang juga dapat
berkontribusi terhadap sirosis. Sirosis tidak berkembang pada semua
orang yang minum, tetapi kebanyakan sirosis berkembang karena
masalah minum.
2. Kondisi medis
Infeksi Kronis dengan Hepatitis B, C, atau D. Beberapa infeksi
hepatitis virus akut menjadi kronis, menyebabkan peradangan hati dan
cedera itu. Seiring waktu, ini dapat berkembang menjadi sirosis.
Infeksi virus yang umum meliputi:
a. Infeksi virus hepatitis B — statistik Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menunjukkan bahwa 2 miliar orang pada awalnya
terinfeksi virus hepatitis B dan 350 juta tetap terinfeksi secara
kronis dan menjadi pembawa virus. Tingkat infeksi hepatitis B
tertinggi di antara orang Asia dan Kepulauan Pasifik dan tertinggi
kedua di antara orang kulit hitam non-Hispanik.
b. Infeksi akut dengan hepatitis C — Menjadi kronis pada sekitar
80% orang dewasa yang terinfeksi. Sekitar 10% -15% orang
dengan hepatitis C kronis akan mengembangkan sirosis, biasanya
selama bertahun-tahun. Tingkat infeksi hepatitis C adalah yang
tertinggi di antara orang kulit hitam non-Hispanik.
c. Hepatitis D — Menginfeksi orang yang sudah terinfeksi hepatitis
B.
G. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis
antara lain:
1. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-
selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki
tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat
terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja
terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati
(kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran
hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan
jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba
berbenjol-benjol (noduler).
2. Obstruksi Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati
yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua
darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena
porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak
memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah
tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal
dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti
pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan
dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan
baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita
dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara
berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan
menumpuk dirongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini
ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau
gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring
telangiektasis, atau dilatasi 12 arteri superfisial menyebabkan jaring
berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi
terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
3. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam
sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh
portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi
pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi
abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah diseluruh
traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah
merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh
darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises
atau hemoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan
untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat
sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan
menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup
observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi
dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami
hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari
ruptur varises pada lambung dan esofagus.
4. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati
yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi
predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang
berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi
kalium.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu
yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda
defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai
fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K.
Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama
asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut
menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala
anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk
melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
6. Kemunduran Mental Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran
fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat.
Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis
dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi
terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
H. Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis,
konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang
utama. Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum
minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan
protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan
alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada
perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian,
sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan
minum minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi
dengan konsumsi alkohol yang tinggi (Smeltzer & Bare, 2001). Sebagian
individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding individu
lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan
meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor lainnya
dapat memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu
(karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen atau fosfor) atau infeksi
skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua
kali lebih banyak daripada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40-
60 tahun (Smeltzer & Bare, 2001). Sirosis alkoholik atau secara historis
disebut sirosis Laennec ditandai oleh pembentukan jaringan parut yang
difus, kehilangan selsel hati yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif.
Sehingga kadangkadang disebut sirosis mikronodular. Sirosis
mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi
utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis
alkoholik, dan sirosis alkoholik (Tarigan, 2001)
I. Pathway
J. Komplikasi
Komplikasi utama dari sirosis meliputi ascites, spontaneous
bacterial peritonitis (SBP), encephalopathy hepatic, hipertensi portal,
perdarahan variceal, dan sindrom hepatorenal (Dita Mutia Fajarini
Budhiarta, 2017).
K. Pemeriksaan Diagnostik
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang
meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil
transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protombin. Terdapat
beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada penderita
sirosis hati seperti ultrasonografi (USG) abdomen. Pemeriksaan endoskopi
dengan menggunakan esophagogastroduodenoscopy (EGD) (Saskara &
Suryadarma, 2013).
L. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan
kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori
tinggi protein, lemak secukupnya.
2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan
penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke
dalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan
protein makanan sekitar 70-90 gr sehari untuk menghambat
perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan pemberian D
penicilamine dan Cochicine.
b. Hemokromatis Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung
besi/ terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x
seminggu sebanyak 500cc selama setahun.
c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.
3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul
a. Asites Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi
garam sebanyak 5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi
dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian
spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons
diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari,
tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema
kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa
dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/ hari.
Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada
respons, maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan
bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan
dilindungi dengan pemberian albumin.
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan
melena atau melena saja) 1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang
berisi darah untuk mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti
atau masih berlangsung. 2) Bila perdarahan banyak, tekanan
sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas 100 x/menit atau Hb
dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian
dextrose/ salin dan tranfusi darah secukupnya. 3) Diberikan
vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin
pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
c. Ensefalopati
1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada
hipokalemia.
2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet
sesuai.
3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami
perdarahan pada varises.
4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan
infeksi sistemik.
5) Transplantasi hati.
d. Peritonitis bakterial spontan Diberikan antibiotik pilihan seperti
cefotaksim, amoxicillin, aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik Mengatur keseimbangan
cairan dan garam.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian pada pasien sirosis hepatis menurut Doenges (2000) sebagai
berikut:
1. Demografi
a. Usia : diatas 30 tahun
b. Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan.
c. Pekerjaan: riwayat terpapar toksin
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat hepatitis kronis
b. Penyakit gangguan metabolisme : DM
c. Obstruksi kronis ductus coleducus
d. Gagal jantung kongestif berat dan kronis
e. Penyakit autoimun
f. Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP
3. Pola Fungsional
a. Aktivitas/ istirahat Gejala: Kelemahan, kelelahan. Tanda: Letargi,
penurunan massa otot/ tonus.
b. Sirkulasi Gejala: Riwayat Gagal Jantung Kongestif (GJK) kronis,
perikarditis, penyakit jantung rematik, kanker (malfungsi hati
menimbulkan gagal hati), disritmia, bunyi jantung ekstra, DVJ; vena
abdomen distensi.
c. Eliminasi Gejala: Flatus. Tanda: Distensi abdomen (hepatomegali,
splenomegali, asites), penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna
tanah liat, melena, urine gelap, pekat.
d. Makanan/ cairan Gejala: Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/
tak dapat mencerna, mual/ muntah. Tanda: Penurunan berat badan/
peningkatan (cairan), kulit kering, turgor buruk, ikterik: angioma
spider, napas berbau/ fetor hepatikus, perdarahan gusi.
e. Neurosensori Gejala: Orang terdekat dapat melaporkan perubahan
kepribadian, penurunan mental. Tanda: Perubahan mental, bingung
halusinasi, koma, bicara lambat/ tak jelas.
f. Nyeri/ kenyamanan Gejala: Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan
atas. Tanda: Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.
g. Pernapasan Gejala: Dispnea. Tanda: Takipnea, pernapasan dangkal,
bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas (asites), hipoksia.
h. Keamanan Gejala: Pruritus. Tanda: Demam (lebih umum pada sirosis
alkohlik), ikterik, ekimosis, petekie.
i. Seksualitas Gejala: Gangguan menstruasi, impoten. Tanda: Atrofi testis,
ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis)
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tampak lemah
b. Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan
cairan)
c. Sclera ikterik, konjungtiva anemis
d. Distensi vena jugularis dileher
e. Dada:
a. Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki)
b. Penurunan ekspansi paru
c. Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan
d. Disritmia, gallop
e. Suara abnormal paru (rales)
f. Abdomen:
1) Perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen
2) Penurunan bunyi usus
3) Ascites/ tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras
4) Nyeri tekan ulu hati
g. Urogenital: 1) Atropi testis 2) Hemoroid (pelebaran vena sekitar
rektum)
h. Integumen: Ikterus, palmar eritema, spider naevi, alopesia, ekimosis
i. Ekstremitas: Edema, penurunan kekuatan otot
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium Menurut Smeltzer & Bare (2001) yaitu:
1) Darah lengkap Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena
perdarahan. Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan
hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada
sebagai akibat hiperplenisme
2) Kenaikan kadar SGOT , SGPT
3) Albumin serum menurun
4) Pemeriksaan kadar elektrolit : hipokalemia
5) Pemanjangan masa protombin
6) Glukosa serum : hipoglikemi
7) Fibrinogen menurun
8) BUN meningkat
b. Pemeriksaan diagnostik Menurut smeltzer & Bare (2001) yaitu:
1) Radiologi Dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi
hipertensi portal.
2) Esofagoskopi Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.
3) USG
4) Angiografi Untuk mengukur tekanan vena porta.
5) Skan/ biopsi hati Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan
jaringan hati.
6) Partografi transhepatik perkutaneus Memperlihatkan sirkulasi
sistem vena portal.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien sirosis hepatis
menurut antara lain:
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
asites.
2. Ketidakseimbangan nutsisi: nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake inadekuat.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu
pada kulit.
6. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas 186
pola napas keperawatan diharapkan 1. Monitor status
berhubungan Ketidakefektifan pola pernapasan dan
dengan penurunan napas terkontrol dengan oksigenasi sebagaimana
ekspansi paru, kriteria hasil : 657 mestinya
asites. 1) Status pernapasan 556 2. Posisikan pasien untuk
a. Kedalaman inspirasi memaksimalkan
dipertahankan pada ventilasi.
skala 2 (deviasi yang Monitor pernapasan 236
cukup berat dari 1. Monitor kecepatan,
kisaran normal) irama,kedalaman, dan
ditingkatkan pada kesulitan bernapas.
skala 5 (tidak ada 2. Catat pergerakan dada,
deviasi dari kisaran catat ketidaksimetrisan,
normal) penggunaan otot-otot
b. Penggunaan otot bantu bantu napas, dan
nafas dipertahankan retraksi pada otot
pada skala 2 (berat) suprclaviculas dan
ditingkatkan pada interkosta.
skala 5 (tidak ada)
c. Gangguan kesadaran
dipertahankan pada
skala 2 (berat)
ditingkatkan pada
skala 5 (tidak ada).
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi 197
nutrisi: Nutrisi keperawatan diharapkan 1. Tentukan status gizi
kurang dari Ketidakseimbangan nutrisi: pasien dan kemampuan
kebutuhan tubuh Nutrisi kurang dari pasien untuk memenuhi
berhubungan kebutuhan tubuh kebutuhan gizi.
dengan intake terkontrol dengan kriteria 2. Monitor kalori dan
inadekuat. hasil : 644 asupan makanan
1) Status nutrisi: Asupan 3. Anjurkan keluarga
makanan dan cairan 553 untuk membawa makan
a. Asupan makanan secara favorit.
oral dipertahankan pada
skala 2 (sedikit adekuat)
ditingkatkan pada skala
5 (sepenuhnya adekuat)
b. Asupan cairan secara
oral dipertahankan pada
skala 2 (sedikit adekuat)
ditingkatkan pada skala
5 (sepenuhnya adekuat)
3. Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan Pemantauan (monitor)
cairan berhubungan keperawatan diharapkan elektrolit 242
dengan ascites, Kelebihan volume cairan 1. Monitor serum albumin
edema. terkontrol dengan kriteria dan kadar protein total
hasil :667 sesuai indikasi,
1) Keseimbangan cairan 2. Monitor tanda dan
192 gejala hipokalemia.
a. Tekanan darah Manajemen elektrolit:
dipertahankan pada hipokalemia 173
skala 2 (banyak 1. Monitor adanya gejala
terganggu) ditingkatkan awal hipokalemia untuk
pada skala 5 (tidak mencegah kondisi yang
terganggu) mengancam jiwa pada
b. Asites dipertahankan pasien yang berisiko
pada skala 2 (cukup tinggi (misalnya
berat) ditingkatkan pada kelelahan, anoreksia,
skala 5 (tidak ada) kelemahan otot,
c. Edema perifer penurunan motilitas
dipertahankan pada usus, paratesia, dan
skala 2 (berat) disritmia).
ditingkatkan pada skala 2. Berikan makanan tinggi
5 (tidak ada) kalium.
3. Monitor status cairan,
termasuk masukan dan
keluaran jika
diperlukan.
4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Terapi aktivitas 431
berhubungan keperawatan diharapkan 1. Bantu klien
dengan kelemahan Intoleransi aktivitas meningkatkan motivasi
fisik terkontrol dengan kriteria diri dan penguatan.
hasil :618 2. Bantu dengan aktivitas
1) Energi psikomotor 87 fisik secara teratur
a. Menunjukkan (misalnya, ambulasi,
konsentrasi transfer/berpindah,
dipertahankan pada berputar dan kebersihan
skala 2 (jarang diri) sesuai dengan
menunjukkan) kebutuhan.
ditingkatkan pada 3. Berkolaborasi dengan
skala 5 (secara ahli terapis fisik,
konsisten okupasi dan terapis
menunjukkan) rekreasional dalam
b. Lethargy perencanaan dan
dipertahankan pada pemantauan program
skala 2 (jarang aktivitas, jika memang
menunjukkan) diperlukan.
ditingkatkan pada
skala 5 (secara
konsisten
menunjukkan)
2) Tanda-tanda vital 563
a. Suhu tubuh
dipertahankan pada
skala 2 (deviasi yang
cukup besar dari
kisaran normal)
ditingkatkan pada
skala 5 (tidak ada
deviasi kisaran
normal)
b. Tekanan darah
dipertahankan pada
skala 2 (deviasi yang
cukup besar dari
kisaran normal)
ditingkatkan pada
skala 5 (tidak ada
deviasi kisaran
normal)
5. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Pengecekan kulit 311
intregitas kulit keperawatan diharapkan 1. Periksa kulit dan selaput
berhubungan kerusakan intregitas kulit lendir terkait dengan
dengan akumulasi terkontrol dengan kriteria adnya kemerahan,
garam empedu hasil :617 kehangatan ekstrim,
pada kulit. 1) Keparahan cairan bengkak, pulsasi,
berlebihan 127 tekstur, edema, dan
a. Asites dipertahankan ulserasi pada
pada skala 2 (cukup ekstremitas.
berat) ditingkatkan pada 2. Lakukan langkah-
skala 5 (tidak ada) langkah untuk
b. Peningkatan tekanan mencegah kerusakan
darah dipertahankan kulit lebih lanjut
pada skala 2 (cukup (misalnya, melapisi
berat) ditingkatkan pada kasur,menjadwalkan
skala 5 (tidak ada) reposisi).
c. Peningkatan lingkar
perut dipertahankan
pada skala 2 (cukup
berat) ditingkatkan pada
skala 5 (tidak ada)
d. Edema menyeluruh
dipertahankan pada
skala 2 (cukup berat)
ditingkatkan pada skala
5 (tidak ada)
e. Lethargy dipertahankan
pada skala 2 (cukup
berat) ditingkatkan pada
skala 5 (tidak ada)
6. Resiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan perdarahan 278
berhubungan keperawatan diharapkan 1. Monitor dengan ketat
dengan gangguan Resiko perdarahan risiko terjadinya
metabolisme terkontrol dengan kriteria perdarahan pada pasien.
protein hasil :689 2. Monitor komponen
1) Fungsi liver 91 koagulasi darah
a. Rasio albumin/globulin (termasuk prothrombin
dipertahankann pada time (PT), PTT,
skala 2 (banyak fibrinogen, degradasi
terganggu) ditingkatkan fibrin, dan trombosit
pada skala 5 (tidak hitung dengan cara yang
terganggu) tepat.)
b. Perpanjangan waktu 3. Monitor tanda-tanda
prothrombin vital ortostatik, temasuk
dipertahankan pada tekanan darah.
skala 2 (cukup berat)
ditingkatkan pada skala
5 (tidak ada)
c. Peningkatakan SPGT
dan SGOT
dipertahankan pada
skala 2 (cukup berat)
ditingkatkan pada skala
5 (tidak ada)
d. Petekie dipertahankan
pada skala 2 (cukup
berat) ditingkatkan pada
skala 5 (tidak ada)
e. Darah dalam feses
dipertahankan pada
skala 2 (cukup berat)
ditingkatkan pada skala
5 (tidak ada)
7. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Kontrol infeksi 134
berhubungan keperawatan diharapkan 1. Anjurkan pasien untuk
dengan penurunan Resiko infeksi terkontrol meminum antibiotik
pertahanan tubuh. dengan kriteria hasil : 681 seperti yang telah
1) Status imunitas 523 diresepkan.
a. Fungsi gastrointestinal 2. Berikan terapi antibiotik
dipertahankan pada yang sesuai
skala 2 (banyak 3. Dorong untuk
terganggu) ditingkatkan beristirahat
pada skala 5 (tidak ada)
b. Fungsi respirasi
dipertahankan pada
skala 2 (banyak
terganggu) ditingkatkan
pada skala 5 (tidak ada)
c. Fungsi genitourinary
dipertahankan pada
skala 2 (banyak
terganggu) ditingkatkan
pada skala 5 (tidak ada)
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi dapat dilaksanakan sesuai dengan intervensi setiap diagnosa
yang diangkat dengan memperhatikan kemampuan pasien dalam mentolerir
tindakan yang akan dilakukan.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tugas akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana anara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. evaluasi dibagi
menjadi dua jenis yaitu evaluasi formatif dan somatif, evaluasi formatif
meliputi SOAP yakni subyek,obyek, analisa data, planning, sedsngkan evaluasi
somatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir suatu waktu yang
didalamnya terdapat lebih dari 1 pokok bahasan.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.winchesterhospital.org/health-library/article?id=19281
Dita Mutia Fajarini Budhiarta. (2017). Penatalaksanaan dan edukasi pasien sirosis
hati dengan varises esofagus di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2014. Intisari
Sains Medis, 8(1), 19–23. https://doi.org/10.15562/ism.v8i1.106
Saskara, P., & Suryadarma, I. (2013). Laporan Kasus : Sirosis Hepatis. 1–20.
Wahyudo, R. (2015). A 78 Years Old Women with Hepatic Cirrhosis. Faculty of
Medicine Lampung University, 3(September), 174–183.
Saskara, P., & Suryadarma, I. (2013). Laporan Kasus : Sirosis Hepatis. 1–20.

Anda mungkin juga menyukai