Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

LEPTOSPIROSIS

Disusun oleh:
MATHILDA I. UNIPLAITA
NIM. 2018-84-060

Pembimbing:
Dr. dr. Yusuf Huningkor, Sp.PD-KKV,FINASIM

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, maka saat ini penulis dapat menyelesaikan pembuatan
referat dengan judul “Leptosipirosis” ini dengan baik. Referat ini dibuat dalam rangka
tugas kepaniteraan klinik pada bagian ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Pattimura Ambon, tahun 2019.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun selalu penulis harapkan, dan semoga referat ini
dapat bermanfaat untuk kita semua.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas segala pihak yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian pembuatan referat ini.

Ambon, Juni 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi 3
B. Etiologi 3
C. Epidemiologi 4
D. Penularan 4
E. Patologi 5
F. Patogenesis 8
G. Gambaran Klinis 9
H. Diagnosis Leptospirosis 11
I. Penatalaksaan 13
J. Komplikasi 14
K. Prognosis 14
L. Pencegahan 14
BAB III KESIMPULAN 15
DAFTAR PUSTAKA 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik di daerah pedesaan


maupun perkotaan, di daerah tropis maupun subtropis. Di daerah endemis, puncak
kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan banjir. Iklim yang
sesuai untuk perkembangan Leptospira adalah udara yang hangat, tanah yang basah
dan pH alkalis, kondisi ini banyak ditemukan di negara beriklim tropis, seperti
Indonesia. Oleh sebab itu, kasus leptospirosis 1000 kali lebih banyak ditemukan di
negara beriklim tropis dibandingkan dengan negara subtropis dengan risiko penyakit
yang lebih berat. Angka kejadian leptospirosis di negara tropis basah 5-20/100.000
penduduk per tahun. World Health Organization (WHO) mencatat, kasus
leptospirosis di daerah beriklim subtropis diperkirakan berjumlah 0,1-1 per 100.000
orang setiap tahun, sedangkan di daerah beriklim tropis kasus ini meningkat menjadi
lebih dari 10 per 100.000 orang setiap tahun. Pada saat wabah, sebanyak lebih dari
100 orang dari kelompok berisiko tinggi di antara 100.000 orang dapat terinfeksi
(Zulkoni, 2011).1
Prevalensi penderita yang sudah terinfeksi Leptospira di Thailand 27%, di Vietnam
23%, dan 37% di daerah pedesaan Belize. Leptospirosis juga merupakan masalah
kesehatan masyarakat di negara Asia lainnya, Eropa bagian Selatan, Australia, dan
Selandia Baru. Di Amerika, leptospirosis merupakan masalah kesehatan pada
kehewanan dan masih dilaporkan 50-150 penderita leptospirosis pada manusia setiap
tahun (Yatim, 2007). Penyakit leptospirosis di Cina disebut sebagai penyakit akibat
pekerjaan (occupational disease) karena banyak menyerang para petani, dan di
Jepang penyakit ini disebut dengan penyakit “demam musim gugur”. Penyakit ini
juga banyak ditemukan di Rusia, Inggris, Argentina, dan Australia. Leptospira dapat
menyerang semua jenis mamalia seperti tikus, anjing, kucing, landak, sapi, burung,
dan ikan. Hewan yang terinfeksi dapat tanpa gejala sampai meninggal. Laporan hasil
penelitian tahun 1974 di Amerika Serikat menyatakan 15-40% anjing terinfeksi, dan
penelitian lain melaporkan 90% tikus terinfeksi Leptospira. Hewan-hewan tersebut

1
merupakan faktor penyakit pada manusia. Manusia merupakan ujung rantai penularan
penyakit ini (Kunoli, 2013).1
Manusia yang berisiko tertular adalah yang pekerjaannya berhubungan
dengan hewan liar dan hewan peliharaan seperti peternak, petani, petugas
laboratorium hewan, dan bahkan tentara. Wanita dan anak di perkotaan sering
terinfeksi setelah berenang dan piknik di luar rumah. Orang yang hobi berenang
termasuk yang berisiko terkena penyakit ini (Kunoli, 2013).1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme
patogen yang dikenal dengan nama Leptosira Interrogans. Penyakit ini pertama kali
dikemukakan oleh Weil pada tahun 1886 sebagai penyakit yang berbeda dengan
penyakit lain yang juga menyebabkan ikterus. Penyakit ini dikenal dengan berbagai
nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever, infektious
jaundice, field fever, cane cutter fever, canicola fever, nanukayami fever, 7-day fever
dan lain-lain.2,3,4

B. Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu
mikroorganisme spirocheata. Ciri khas mikroorganisme ini, yaitu berbelit, tipis,
fleksibel, panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0.1-0.2 um.
Spirocheata ini sangat halus sehingga dalam mikroskop gelap hanya dapat terlihat
sebagai rantai kokus kecil-kecil.2
Leptospira tumbuh baik pada kondisi aerobik di suhu 28°C-30°C. Genus
Leptospira terdiri dari dua spesies yaitu L. interrogans (bersifat patogen) dan L.
biflexa (bersifat saprofit/non-patogen). Leptospira patogen terpelihara dalam tubulus
ginjal hewan tertentu. Leptospira saprofit ditemukan di lingkungan basah atau lembab
mulai dari air permukaan, tanah lembab, serta air keran.5
Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies yaitu L.interrogans
yang patogen dan L. biflexa yang hidup bebas (non patogen atau saprofit). Tujuh
spesies dari leptospira patogen telah diketahui dasar ikatan DNA-nya. Spesies
L.interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi menjadi
banyak serovar menurut komposisi antigennya. Saat ini telah ditemukan lebih dari
250 serovar yang tergabung dalam 23 serogrup. Beberapa serovar L.interrogans yang

3
dapat menginfeksi manusia di antaranya adalah L. Icterohaemorrhagiae, L.manhao
L. Javanica, L. bufonis, L. copenhageni, dan lain-lain. 2,6
B
erbagai spesies hewan, terutama mamalia, dapat bertindak sebagai sumber infeksi
manusia, diantaranya ialah:5
1. Spesies mamalia kecil, seperti tikus liar (termasuk mencit), bajing, landak
2. Hewan domestik (sapi, babi, anjing, domba, kambing, kuda, kerbau)
3. Hewan penghasil bulu (rubah perak) di penangkaran
Reptil dan amfibi mungkin juga membawa leptospira
4.

Menurut penelitian, serovar yang paling sering menginfeksi manusia ialah L.


icterohaemorrhagiae dengan reservoir tikus, L. canicola dengan reservoir anjing, L.
pomona dengan reservoir sapi dan babi. 2

C. Epidemiologi
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang tersebar di seluruh dunia,
disemua benua kecuali Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis.
Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman
leptospira. Kuman leptospira mengenai sedikitnya 160 spesies mamalia, seperti
anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut, dan sebagainya. Binatang pengerat
terutama tikus merupakan vektor yang paling banyak. Tikus merupakan vektor utama
dari L. icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus
kuman leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di
dalam epitel tubulus ginjal tikus dan secara terus dikeluarkan melalui urin saat
berkemih. 2
Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak insidens
dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang
mempengaruhi kelangsungan hidup kuman leptospira, sedangkan didaerah tropis
insidens tertinggi terjadi selama musim hujan. 2
Insidensi leptospirosis di Negara berkembang sebesar 10-100/100.000 kasus
per tahun. Menurut International Leptospirosis Society (ILS), Indonesia merupakan

4
negara tertinggi ketiga dengan kasus mortalitas akibat leptospirosis. Angka kematian
akibat leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5%-16,4% dan hal ini
tergantung sistem organ yang terinfeksi. Pada usia lebih dari 50 tahun kematian
mencapai 56%. Pertama kali leptospirosis dilaporkan di Indonesia pada tahun 1952.
Pada Kejadian Banjir Besar di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari 100 kasus
leptospirosis dengan 20 kematian. Epidemi leptospirosis dapat terjadi akibat terpapar
oleh genangan /luapan air (banjir) yang terkontaminasi oleh urin hewan yang
terinfeksi. Pada tahun 2003-2007 terdapat 666 kasus. Kejadian luar biasa
leptospirosis di daerah Bantul, Jawa Tengah memiliki tingkat kematian mencapai
27%.2,4,5,6

D. Penularan
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau tanah, lumpur, yang
telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi
tersebut terjadi jika terdapat luka / erosi pada kulit atau selaput lendir. Terpapar lama
pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga dapat
menularkan leptospira. 2
Kelompok pekerjaan yang beresiko tinggi terinfeksi leptospirosis antara lain
pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang,
tentara, pembersih selokan, parit/saluran air, pekerja di perindustrian perikanan, atau
mereka yang selalu kontak dengan air seni binatang seperti dokter hewan, mantri
hewan, atau penjagal hewan. 2
Tabel 1. Risiko penularan leptospirosis
Kelompok Pekerjaan Kelompok Aktivitas Kelompok Lingkungan
Petani dan peternak Berenang di sungai Anjing piaraan
Tukang potong hewan Bersampan Ternak
Penangkap/penjerat Kemping Genangan air hujan
hewan
Dokter/Mantri Hewan Berburu Lingkungan tikus

5
Penebang kayu Kegiatan di hutan Banjir
Pekerja Selokan
Pekerja perkebunan
E. Patogenesis
Kuman leptospira masuk kedalam tubuh pejamu melalui luka iris atau luka
abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring,
esofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan
minum air yang terkontaminasi. Meski jarang, pernah dilaporkan penetrasi kuman
leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air saat banjir.3
Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam
lambung yang mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak firulen
gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah
setelah satu atau dua hari infeksi. Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah
dan jaringan, dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal
pada hari keempat sampai sepuluh perjalanan penyakit.3
Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil, sehingga
menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis kuman
leptospira yang penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas
selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktivitas
endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram (-) dan aktifitas lainnya
yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi
agregasi trombosit disertai trombositopenia.3
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di
dalam ginjal kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen
tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan
meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan
hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler salah
satu penyebab gagal ginjal. 3

6
Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin
darah dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik
sampai berkurangya sekresi bilirubin. 3

Gambar 1. Penularan dan manifestasi leptospirosis


Dapat juga leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir,
memasuki akiran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan
tubuh. Kemudian terjadi respon immunologi baik secara selular maupun humoral
sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibody spesifik. Walaupun
demikian beberapa organism ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara
immunologi seperti di dalam ginjal dimana bagian mikro organism akan mencapai
convoluted tubulus. Bertahan disana dan dilepaskan melaliu urin. Leptospira dapat
dijumpai dalam urin sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan
sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat
dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat
lenyap dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari,
mikro organism hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler.
Leptospiuria berlangsung 1-4 minggu. 3
7
Tiga mekanisme yang terlibat pada pathogenese leptospirosis : invasi bakteri
langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi immunologi.

Masuk melalui luka di kulit, konjungtiva,


Selaput mukosa utuh

Multiplikasi kuman dan menyebar melalui aliran darah

Kerusakan endotel pembuluh darah kecil :
ekstravasasi Sel dan perdarahan


Perubahan patologi di organ/jaringan
- Ginjal : nefritis interstitial sampai nekrosis tubulus, perdarahan.
- Hati : gambaran non spesifik sampai nekrosis sentrilobular disertai
hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer.
- Paru : inflamasi interstitial sampai perdarahan paru
- Otot lurik : nekrosis fokal
- Jantung : petekie, endokarditis akut, miokarditis toksik
- Mata : dilatasi pembuluh darah, uveitis, iritis, iridosiklitis.

F. Patologi
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi bagi beberapa organ. Lesi yang
muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis
terdapat perbadaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara
histologik. Pada leptospirosis lesi histologi yang ringan ditemukan pada ginjal dan
hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini
menunjukan bahwa kerusakan bukan berasal dari struktur organ. Lesi inflamasi
menunjukan edema dan infiltrasi dari sel monosit, limfosit dan sel plasma. Pada kasus
yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan disfungsi

8
hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain di ginjal, leptospira juga dapat bertahan
pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan cerebrospinalis dalam
fase spiremia. Hal ini menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi
terbanyak yang terjadi sebagai komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering
dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan pembuluh darah.2,7
Kelainan spesifik pada organ: 2,7,8
Ginjal: interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi
pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal
terjadi akibat nekrosis tubular akut. Adanya peranan nefrotoksisn, reaksi
immunologis, iskemia, gagal ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikro organism
juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal.
Hati: hati menunjukan nekrosis sentrilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal
dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian
ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel
parenkim.
Jantung: epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan
miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel
mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat
terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan endikarditis.
Otot rangka: Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa fokal nekrotis,
vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyari otot yang terjadi pada leptospira disebabkan
invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot.
Pembuluh darah: Terjadi perubahan dalam pembuluh darah akibat terjadinya
vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan atau
petechie pada mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah
kulit.
Susunan saraf pusat: Leptospira muda masuk ke dalam cairan cerebrospinal (CSS)
dan dikaitkan dengan terjdinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya
respon antibody, tidak p-ada saat masuk CSS. Diduga terjadinya meningitis
diperantarai oleh mekanisme immunologis. Terjadi penebalan meningen dengan

9
sedikit peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah
meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L. canicola.
Weil Desease. Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus,
biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe
kontinua. Penyakit Weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis.
Penyebab Weil disease adalah serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan
oleh serotype copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan
renal, hepatic atau disfungsi vascular.

G. Gambaran Klinis
Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 – 26 hari, biasanya 7 - 13 hari
dan rata-rata 10 hari. 2,9
Gambaran klinis pada Leptospirosis: 2
Sering : demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia,
conjuctival suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam
kulit, fotophobi
Jarang : pneumonitis, hemoptoe, delirium, perdarahan, diare, edema,
splenomegali, atralgia, gagal ginjal, peroferal neuritis, pancreatitis, parotitis,
epididimytis, hematemesis, asites, miokarditis

Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas, yaitu fase leptospiremia dan
fase imun. 2,9
a. Fase Leptospiremia
Fase leptospiremia adalah fase ditemukannya leptospira dalam darah
dan CS, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala
biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha,
betis dan pingang disertai nyeri tekan pada otot tersebut. Mialgia dapat di
ikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai mengigil, juga
didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada
sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan
sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat di

10
jumpai adanya konjungtivitis dan fotophobia. Pada kulit dapat dijumpai
rash yang berbentuk macular, makulopapular atau urtikaria. Kadang-kadang
dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini
berlangsung 4-7 hari. Jika cepat di tangani pasien akan membaik, suhu
akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan
fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit
yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam
selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut
fase kedua atau fase imun. 2

b. Fase Imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul
demam yang mencapai suhu 40oC disertai menggigil dan kelemahan umum.
Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut dan otot-otot kaki
terutama otot betis. Terdapat perdarahan berupa epistaksis, gejala
kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Konjungtiva injection dan
konjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomosis
untuk leptospirosis.
Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya
50% gejala dan tanda meningitis, tetapi pleositosis pada CSS dijumpai pada
50-90% pasien. Tanda meningeal dapat menetap beberapa minggu, tetapi
biasanya menghilang setalah 1-2 hari. Pada fase ini leptospira dapat
dijumpai dalam urin.

H. DIAGNOSIS LEPTOSPIROSIS
1. Diagnosis Klinis
Leptospirosis dipertimbangkan pada semua kasus dengan riwayat
kontak terhadap binatang atau lingkungan yang terkontaminasi urin
binatang, disertai dengan gejala akut demam, menggigil, mialgia,
konjungtival suffusion, nyeri kepala, mual, atau muntah. Selain itu penting

11
juga untuk mempertimbangkan jenis pekerjaan penderita dan riwayat
adanya kontak dengan air sebelumnya.2

2. Diagnosis Laboratorium
Diagnosis definitif leptospirosis bergantung pada penemuan
laboratorium. Pada sindrom Weil dapat ditemukan leukositosis dan
netropenia, terutama selama fase awal penyakit. Anemia tidak biasa
ditemukan pada leptospirosis anikterik, tetapi dapat terjadi anemia berat
pada sindrom Weil. Kadar enzim hati, kreatinin, dan ureum dapat sedikit
meningkat pada leptospirosis anikterik, dan meningkat secara ekstrim
pada sindrom Weil.2
a. Pemeriksaan mikrobiologik
Bakteri Leptospira sp. terlalu halus untuk dapat dilihat di
mikroskop lapangan terang, tetapi dapat dilihat jelas dengan
mikroskop lapangan gelap atau mikroskop fase kontras. Spesimen
pemeriksaan dapat diambil dari darah atau urin.
b. Kultur
Organisme dapat diisolasi dari darah atau cairan serebrospinal
hanya pada 10 hari pertama penyakit. Bakteri tersebut biasanya
dijumpai di dalam urin pada 10 hari pertama penyakit. Media
Fletcher dan media Tween 80-albumin merupakan media
semisolid yang bermanfaat pada isolasi primer leptospira. Pada
media semisolid, leptospira tumbuh dalam lingkaran padat 0,5-1
cm dibawah permukaan media dan biasanya tampak 6-14 hari
setelah inokulasi. Untuk kultur harus dilakukan biakan multiple.
c. Inokulasi hewan
Teknik yang sensitif untuk isolasi leptospira meliputi inokulasi
intraperitoneal pada marmot muda. Dalam beberapa hari dapat
ditemukan leptospira di dalam cairan peritoneal; setelah hewan ini
mati (8-14 hari) ditemukan lesi hemoragik pada banyak organ.

12
d. Serologi
Diagnosis laboratorium leptospirosis terutama didasarkan atas
pemeriksaan serologi. Macroscopic slide agglutination test
merupakan pemeriksaan yang paling berguna untuk rapid
screening. Pemeriksaan gold standart untuk mendeteksi antibodi
terhadap Leptospia interrogans yaitu Microscopic Agglutination
Test (MAT) yang menggunakan organisme hidup. Pada umumnya
tes aglutinasi tersebut tidak positif sampai minggu pertama sejak
terjadi infeksi, kadar puncak antibodi 3-4 minggu setelah onset
gejala dan menetap selama beberapa tahun, walaupun
konsentrasinya kemudian akan menurun.
Tes MAT ini mendeteksi antibodi pada tingkat serovar
sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi strain
Leptospira pada manusia dan hewan dan karena itu membutuhkan
sejumlah strain (battery of strains) Leptospira termasuk stock-
culture, disamping sepasang sera dari pasien dalam periode sakit
akut dan 5-7 hari sesudahnya. Pemeriksaan MAT dikatakan positif
jika terjadi serokonversi berupa kenaikan titer 4 kali atau ≥ 1:320
dengan satu atau lebih antigen tanpa kenaikan titer (untuk daerah
non endemik leptospirosis digunakan nilai ≥ 1:160).

13
I. PENATALAKSANAAN LEPTOSPIROSIS
Leptospirosis terjadi secara sporadik, pada umumnya bersifat selflimited
disease dan sulit dikonfirmasi pada awal infeksi. Pengobatan harus dimulai segera
pada fase awal penyakit. Secara teori, Leptospira sp. adalah mikroorganisme yang
sensitif terhadap antibiotik.2,10
Tabel 2. Pengobatan dan kemoprofilaksis leptospirosis pada pasien dewasa.10

J. KOMPLIKASI LEPTOSPIROSIS
Terdapat beberapa komplikasi dari leptospirosis, diantaranya adalah gagal
ginjal akut (95% dari kasus), gagal hepar akut (72% dari kasus), gangguan
respirasi akut (38% dari kasus), gangguan kardiovaskuler akut (33% dari kasus),
dan pankreatitis akut (25% dari kasus).2

K. PROGNOSIS LEPTOSPIROSIS

14
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka
kematian 5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-
40%.2

L. PENCEGAHAN
a. Pencegahan hubungan dengan air atau tanah yang terkontaminasi Para pekerja
yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi leptospira, misalnya pekerja irigasi,
petani, pekerja laboratorium, dokter hewan, harus memakai pakaian khusus
yang dapat melindungi kontak dengan air atau tanah yang terkontaminasi
leptospira. Misalnya dengan menggunakan sepatu bot, masker, sarung
tangan.2
b. Melindungi sanitasi air minum penduduk Dalam hal ini dilakukan pengelolaan
air minum yang baik, dilakukan filtrasi dan deklorinai untuk mencegah invasi
leptospira. 2
c. Pemberian vaksin. 2

15
BAB III
KESIMPULAN

Leptospirosis merupakan suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh


leptospira. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara
insidental. Gejala klinis yang timbul mulai dari ringan sampai berat bahkan kematian,
bila terlambat mendapat pengobatan. Diagnosis dini yang tepat dan penatalaksanaan
yang cepat akan mencegah perjalanan penyakit menjadi berat. Pencegahan dini
terhadap mereka yang terpapar diharapkan dapat melindungi dari serangan
leptospirosis.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Wahyuningsih, Dwinur. 2016. Leptospirosis.


http://eprints.ums.ac.id/41309/5/BAB%20I.pdf, accessed on 20 Juni 2019
2. Zein, U. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Leptospirosis. Edisi 6. Jilid II.
Jakarta: InternaPublishing, 2014.
3. Isselbacher, Braunwald, et all. Harrison : Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit
Dalam Volume 2. Jakarta:EGC, 2002.
4. Sucipto MP, Nababan RM, Falamy R. Ikterus yang disebabkan oleh suspek
leptospirosis. Medula. 2017;7(4):20-25
5. Rampengan NH. Leptospirosis. Jurnal Biomedik. 2016;8(3):143-150.
6. Sembiring E. Diagnostic approach in leptospirosis patients. IOP Publisihing.
2018. Doi: 0.1088/1755-1315/125/1/012089
7. David AH, Levett PN. Leptospirosis in human. Springer. 2015. Doi:
10.1007/978-3-662-45059-8_5
8. Amin LZ. Leptospirosis. CDK. 2016;43(8):576-580.
9. Fajrin, Z. Leptospirosis. Makassar, 2017. Available on:
https://www.academia.edu/35630195/Leptospirosis?auto=download
10. Wagenaar, JFP, Goris MGA, et all. Harrison: Principle of internal medicine.
20th ed. Vol 1. USA:MCGraw-Hill, 2018.

17

Anda mungkin juga menyukai