Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENGANTAR MODEL TEKNIK LINGKUNGAN

EROGONOMI MENGGUNAKAN APLIKASI ERGOFELLOW

Disusun Oleh :

Ardhi Ananda Putra (180711)


Hafizh aulia naufal (180711
Jihan (18071113089)
M Rizki Aidhia (18071
Nabilla Audria Wanda (180711
Purnama Natasya (1807113079)
Sherin Juliani (1807113237)
Syella Eka Putri (1807113448)
Utari Chantika Azhari (180711

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN S1


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya juga maka Laporan Ergonomi ini dapat diselesaikan. Salawat
beserta salam kami hadiahkan kepada baginda junjungan alam yakni Nabi
Muhammad SAW, yang mana beliau adalah contoh suri teladan yang baik untuk kita
semua.

Dalam penulisan laporan ini, kami tidak lepas dari bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih
pada semua pihak yang telah membantu dan membimbing kami dalam menyelesaikan
laporan ini.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami
mengharapkan saran beserta kritik yang membangun, demi kesempurnaan ini, kami
berharap laporan ini berguna bagi kita semua.

Pekanbaru, 13 November 2019

Penulis
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam
menjalankan proses produksi terutama kegiatan yang bersifat manual. Salah satu
bentuk  peranan manusia adalah aktivitas pemindahan material secara manual
(Manual Material  Handling). Dalam penggunaan tenaga manusia tersebut, perlu kita
ketahui juga bahwa manusia memiliki kemampuan dan tenaga yang terbatas seperti
ketika dalam aktivitas mengangkat beban yang dilakukan terus menerus, apabila salah
dalam menentukan  posisi pengangkatan maka dapat mengganggu produktivitas,
kesehatan fisik pekerja dan mentalnya, serta dapat menyebabkan cidera pada bagian
tubuh tertentu dan mengakibatkan kelelahan.
Postur kerja yang salah sering dikarenakan postur kerja yang tidak alami
misalnya terlalu sering berdiri, selalu jongkok, membungkuk, mengangkat dengan
waktu yang lama dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan nyeri pada anggota tubuh
kita. Apabila pekerjaan tersebut dilakukan terus-menerus dan dalam jangka waktu
yang lama, maka dapat menyebabkan kelelahan dalam bekerja, selain itu dapat
memicu terjadinya Musculoskeletal Disorders, yang dapat menurunkan performa
kerjanya. Performa kerja yang kurang baik tentunya juga akan berpengaruh terhadap
produk yang dihasilkan di setiap proses. Kelelahan dini akibat pekerjaan juga dapat
menimbulkan penyakit dan kecelakaan kerja. Pekerjaan dengan beban yang
berlebihan beratnya dan perancangan peralatan yang tidak ergonomis mengakibatkan
pengerahan tenaga yang berlebihan dan postur yang salah yang pada akhirnya
menyebabkan banyaknya keluhan pada diri operator. Salah satu keluhan yang sering
terjadi, saat manusia mengangkat beban yang berlebih adalah keluhan
musculoskeletal disorder.
Dalam ergonomi, dikenal beberapa metode yang dapat digunakan untuk
menganalisis postur kerja, di antaranya adalah Rapid Upper Limb Assessment
(RULA), Rapid Entire Body Assessment (REBA), Ovako Working Posture
Analysing System (OWAS), Occupational Repetitive Action (OCRA), Gradients of
Occupational Health in Hospital (GROW), dan Quick Exposure Check (QEC).
Pemilihan metode analisis postur kerja dapat dilakukan dengan melihat perbedaan
karakteristik seperti tipe metode, faktor risiko yang diperhitungkan, validitas, dan
reliabilitas. Sekain itu, diperlukan adanya alat bantu yang dapat memudahkan
pengamat dalam melakukan analisis postur secara cepat dan mengurangi
kemungkinan terjadinya kesalahan tersebut. Alat bantu analisis postur dapat berupa
perangkat lunak atau aplikasi yang memiliki fitur atau kemampuan untuk melakukan
langkah-langkah analisis yang tepat dan cepat. Saat ini, sudah ada perangkat lunak
untuk membantu analisis postur berbasis personal computer (PC) yaitu ergoFellow
2.0
Menurut Corlett (1991), musculoskeletal disorders adalah gangguan pada otot
dan persendian yang disebabkan oleh aktivitas kerja yang kurang baik. Munculnya
resiko kesakitan kerja berpengaruh pada kenyamanan kerja yang mengakibatkan
rendahnya tingkat produktivitas. Pekerja yang mengalami kesakitan pada bagian
tubuhnya cenderung kurang optimal saat bekerja menggunakan bagian tubuh tersebut.
Misalnya, jika terjadi nyeri pada siku tangan maka aktivitas kerja akan menurun
produktivitasnya dibanding dengan siku tangan yang tidak sakit. Oleh karena itu
untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan memahami ilmu manual material
handling. Manual material handling adalah ilmu yang mempelajari hal yang berkaitan
dengan penanganan, pemindahan, pengepackan serta pengawasan material. Selain itu,
juga perlu dilakukan analisis untuk mengetahui bagian tubuh yang sakit, tingkat
kesakitan, penyebab rasa sakit, hingga ditemukan solusi supaya terhindar dari resiko
kesakitan kerja

I.2. Rumusan Masalah


1. Apakah postur tubuh pekerja saat melakukan pekerjaan sesuai dengan
ketentuan yang ada?
2. Apa resiko yang akan dialami pekerja jika postur tubh tidak sesuai dengan
ketentuan?
I.3. Tujuan Kegiatan
1. Untuk mengetahui apakah postur tubuh pekerja saat melakukan pekerjaaan
sesuai dengan ketentuan yang ada.
2. Untuk mengetahui resiko yang akan dialami pekerja jika postur tubuh tidak
sesuai dengan ketentuan yang ada.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ergonomoi
Ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hokum alam)
sehingga dapat didefinisikan sebagai studi aspek-aspek manusia dalam lingkungan
kerja yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, industri, manajemen dan
desain. Ergonomi adalah ilmu yang diterapkan untuk menyerasikan pekerjaan dan
lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas
dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan factor manusia
seoptimalnya

Prinsip ergonomi antara lain (Nurmianto, 2003)


1) Sikap tubuh dalam pekerjaan dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan
penempatan mesin, alat serta petunjuk cara-cara menggunakan mesin.
2) Bekerja dengan berdiri dirubah menjadi duduk. Bila tidak mungkin, kepada
operator diberi kesempatan dan tempat untuk duduk.
3) Ruang gerak lengan ditentukan oleh punggung lengan dan lengan bawah.
Pegangan harus diletakan pada daerah tertentu, terlebih bila sikap tubuh tidak
berubah
4) Gerakan yang kontinyu lebih diutamakan sedangkan yang sekonyong-konyong
lalu berhenti dengan paksa dan melelahkan serta gerakan ke atas harus
dihindarkan.
5) Pembebanan sebaiknya dipilih yang optimum, yaitu beban yang dikerjakan
dengan pengerahan tenaga yang efisien. Beban hendaknya menekan langsung
kepada pinggul yang mendukungnya.
6) Waktu istirahat didasarkan pada keperluan atas dasar pertimbangan ergonomi,
yaitu apabila pekerjaan dilakukan selama 8 jam kerja maka 1 jam digunakan
untuk istirahat. Harus dihindari istirahat yang sekehendaknya operator, istirahat
oleh turunnya kapasitas tubuh dan istirahat curian.
2.2 Postur dan Pergerakan Kerja
Postur seseorang dalam bekerja adalah hubungan antara dimensi tubuh seseorang
dengan dimensi berbagai benda yang dihadapinya dalam pekerjaan. Postur tubuh
kerja diartikan sebagai posisi tubuh pekerja pada saat melakukan aktivitas kerja yang
biasanya terkait dengan desain area kerja dan task requirements.

Menurut Suwarno (2005), postur terdiri dari dua jenis, yaitu:


1. Postur statis
Postur statis merupakan postur tetap atau sama hampir di sepanjang waktu. Pada
postur statis hampir tidak terjadi pergerakan otot dan sendi, sehingga beban yang
ada adalah beban statis. Permasalahan dalam pekerjaan statis adalah postur yang
sama dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat menyebabkan stress/tekanan
pada bagian tubuh tertentu.
2. Postur dinamis
Postur dinamis adalah postur yang terjadi dengan adanya perubahan panjang dan
peregangan otot serta adanya perpindahan beban. Postur yang paling nyaman bagi
tubuh adalah posisi netral dengan pergerakan. Postur seseorang dalam bekerja
merupakan hubungan antara dimensi tubuh seseorang dengan dimensi berbagai
benda yang dihadapinya dalam pekerjaan.

Menurut Tirtayasa (2003), postur kerja dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
a. Karakteristik pekerja atau personal factor, seperti umur, antropometri, berat
badan, pergerakan sendi, gangguan musculoskeletal disorder sebelumnya, operasi
yang pernah dialami sebelumnya, pengelihatan, jangkauan tangan dan obesitas.
b. Task requirements, seperti kebutuhan visual, kebutuhan untuk pekerjaan manual
(posisi, force/gaya), pergantian shift, waktu istirahat, pekerjaan statis atau
dinamis.
c. Workspace design, dimensi tempat duduk, dimensi permukaan kerja, desain
tempat duduk, dimensi ruang kerja, privasim tingkat dan kualitas pencahayaan.

2.3 Ekonomi Gerakan


Ekonomi gerakan adalah suatu studi analisis gerakan yang dilakukan oleh pekerja
dalam menyelesaikan pekerjaannya. Diharapkan agar gerakan-gerakan yang tidak
efektif dapat dikurangi atau dihilangkan saja sehingga akan diperoleh penghematan
dalam waktu kerja yang dapat pula menghemat pemakaian fasilitas - fasilitas yang
tersedia untuk pekerjaan tersebut.
Menurut Barnes (1980), prinsip ekonomi gerakan antara lain:
1. Berhubungan dengan tubuh manusia dan gerakan
a. Kedua tangan sebaiknya tidak menganggur saat yang sama kecuali waktu
istirahat
b. Kedua tangan sebaiknya bergerak simetris dan berlawanan arah antara satu
terhadap lainnya
c. Gerakan badan harus dihemat, yaitu dengan hanya menggerakan anggota
badan yang perlu saja
d. Memanfaatkan momentum pada saat bekerja untuk mengurangi kerja otot
e. Gerakan balistik akan lebih menyenangkan, cepat, dan lebih teliti daripada
gerakan yang dikendalikan
f. Gerakan yang patah-patah dan perubahan arah yang banyak akan
memperlambat gerakan
g. Pekerjaan yang dirancang semuda-mudahnya sesuai dengan irama kerja
yang alamiah pada pekerjan
h. Gerakan mata diusahakan sesedikit mungkin.

2. Berhubungan dengan pengaturan tata letak tempat kerja


a. Sebaiknya diusahakan agar bahan dan peralatan mempunyai tempat yang
tepat
b. Tempatkan bahan-bahan dan peralatan di tempat yang mudah, cepat dan
enak untuk dicapai
c. Tempat penyimpanan bahan yang akan dikerjakan sebaiknya
memanfaatkan prinsip gaya berat sehingga bahan yang akan dipakai selalu
tersedia di tempat yang dekat untuk diambil
d. Sebaiknya untuk menyalurkan objek yang sudah selesai, dirancang
mekanisme penempelan yang baik
e. Bahan-bahan dan peralatan sebaiknya ditempatkan sedemikian rupa
sehingga gerakan-gerakan dapat dilakukan dengan urutan - urutan terbaik
f. Tinggi tempat kerja dan kursi harus sedemikian rupa sehingga gerakan –
gerakan tersebut dapat dilakukan dengan urutan-urutan terbaik
g. Tipe dan tinggi kursi harus sedemikian rupa sehingga pekerja yang
mendudukinya bersikap pada anatomi yang terbaik
h. Tata letak peralatan dan pencahayaan sebaiknya diatur sedemikian rupa
sehingga dapat membentuk kondisi yang baik untuk pengelihatan.
3. Dihubungkan dengan perencanaan peralatan
a. Tangan dibebaskan dari semua pekerjaan jika pekerjaan dapat
menggunakan alat pembantu yang dapat digerakan dengan kaki
b. Peralatan dirancang sedemikian rupa sehingga mempunyai lebih dari satu
kegunaan, mudah dalam pemegangan dan penyimpanan
c. Beban yang didistribusikan pada jari yang bekerja sendiri harus sesuai
dengan kekuatan masing - masing jari
d. Roda tangan, palang dan peralatan yang sejenis diatur sedemikian rupa
sehingga badan dapat melayani dengan posisi yang baik menggunakan
sedikit tenaga.

2.4 Musculoskeletal Disorders


Musculoskeletal disorders (MSDs) didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi
pada otot, persendian, tendon, tulang rawan, syaraf, atau sistem sirkulasi darah yang
diakibatkan oleh aktivitas kerja dan dampak dari lingkungan kerja. Kebanyakan
MSDs merupakan kumpulan gangguan berasal dari kegiatan berulang-ulang dengan
beban berat maupun ringan untuk jangka waktu yang lama, akan tetapi MSDs bisa
juga merupakan trauma akut, seperti tulang retak yang terjadi karena kecelakaan.
Akibat dari MSDs bervariasi mulai dari ketidaknyamanan bekerja, rasa sakit pada
bagian tubuh tertentu, menurunnya fungsi tubuh, hingga berdampak pada turunnya
tingkat produktivitas.
Menurut Irianto (2004), jenis - jenis kelainan pada otot adalah sebagai beikut :
1. Kram
Kram adalah kontraksi otot yang terus-menerus (tetanik) dan terasa sakit,
misalnya kram sewaktu olahraga yang disebabkan lelah, banyak berkeringat
dan panas. Kram biasanya terjadi diluar kehendak (involunter).
2. Sakit pinggang
Sakit pinggang adalah rasa sakit di daerah punggung bawah, daerah
lumbosakral atau daerah iliaka. Penyebab sakit pinggang, antara lain:
perubahan kedudukan vertebrate lumbar, asteoartritis daerah lumbar, fraktura,
dan infeksi tumor pada vertebral lumbosakral. Sakit pinggang sering terjadi
karena otot-otot ligament disekitar pinggang terenggang.
3. Kecapaian (fatigue)
Bila otot-otot terus menerus berkontraksi secara cepat dan kuat, maka lama
kelamaan otot akan berkurang kekuatan kontraksinya. Kurangnya kekuatan
kontraksi pada otot disebut kecapaian.
4. Kaku leher (stif)
Kaku leher terjadi karena peradangan otot trapesius leher akibat gerak atau
hentakan kesalahan gerak. Leher menjadi sakit dan terasa kaku jika digerakan.

Menurut Peter (2001), faktor penyebab musculoskeletal disorders, antara lain :


1. Peregangan otot yang berlebihan (over exxertion)
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya dikeluhkan oleh pekerja
dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan yang besar, seperti
aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, menahan beban yang berat.
2. Aktivitas berulang, adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus.
Seperti mencangkul, membelah kayu, angkat-angkut dan sebagainya.
3. Sikap kerja tidak alamiah Adalah sikap kerja yang menyebabkanposisi
bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi ilmiah, misalnya
pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk dan
sebagainya.
4. Factor penyebab sekunder
a. Tekanan : Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak  
b. Getaran : Getaran denang frekuensi yang tinggi akan menyebabkan
kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran
darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya
timbul rasa nyeri otot.
c. Mikroklimat : Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat
menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga
pergerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak disertai dengan
menurunnya kekuatan otot.
5. Penyebab kombinasi
a. Umur : Prevalensi sebagian besar gangguan tersebut meningkat
dengan usia.
b. Jenis kelamin : Prevalensi sebagian besar gangguan tersebut
meningkat dan lebih menonjol pada wanita dibandingkan pria (3 : 1).
c. Kebiasaan merokok : Semakin lama dan semakin tinggi tingkat
frekuensi merokok, semakin tinggi pula keluhan otot yang dirasakan.
d. Kesegaran jasmani : Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan
mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot.
e. Kekuatan fisik
f. Ukuran tubuh (antropometri)

Menurut Steven (1997), alat ukur ergonomi untuk mengukur muskoloskeletal


yang dapat digunakan diantaranya ialah :
1) Cheklist, berisi pertanyaan umum yang biasanya mengarah pada pengumpulan
data tentang tingkat beban kerja dan pertanyaan khusus yang berisi data yang
lebih spesifik seperti berat beban, jarak angkat, jenis pekerjaan, dan frekeunsi
kerja. Cheklist merupakan cara yang mudah untuk digunakan, tetapi hasilnya
kurang teliti. Oleh karena itu cheklist lebih cocok digunakan untuk studi
pendahuluan dan identifikasi masalah.
2) Model Biomekanik, menerapkan konsep mekanik teknik pada fungsi tubuh untuk
mengetahui reaksi otot yang terjadi akibat tekanan beban kerja.
3) Tabel Psikofisik, merupakan cabang ilmu psikologi yang digunakan untuk
menguji hubungan antara persepsi dari sensasi tubuh terhadap rangsangan fisik.
Melalui  persepsi dan sensansi tubuh, dapat diketahui kapasitas kerja seseorang.
Tingkat kekuatan seseorang dalam menerima beban kerja dapat diukur melalui
perasaan subjektif, dalam arti persepsi seseorang terhadap beban kerja dapat
digunakan untuk mengukur efek kombinasi dari tekanan fisik dan tekanan
biomekanik akibat aktivitas yang dilakukan. Untuk metode psikofisik ini hasil
dari  pengukuran tergantung dari persepsi seseorang dan konsekuenainya,
kemungkinan terjadi perbedaan antara persepsi yang satu dengan yang lainnya.
4) Metode Fisik Salah satu penyebab timbulnya keluhan otot adalah kelelahan yang
terjadi akibat  beban kerja yang berlebihan. Oleh karena itu salah satu metode
untuk mengetahui keluhan fisik dapat dilakuakn secara langsung dengan
mengukur tingkat beban kerja. Tingkat beban kerja dapat diketahui melalui
indikator denyut nadi, konsumsi oksigen, dan kapasitas paru-paru. Melalui beban
kerja inilah dapat diketahui tingkat resiko terjadinya keluhan otot skeletal.
Apabila  beban kerja melebihi kapasitas kerja, maka resiko terjadinya keluhan
otot akan semakin besar.
5) Pengukuran dengan video kamera.
Melalui video camera dapat direkam setiap tahapan aktivitas kerja, selanjutnya
hasil rekaman dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis terhadap
sumber terjadinya keluhan otot.
6) Pengamatan Melalui Monitor
Sistem ini terdiri dari sensor mekanik yang dipasang pada bagian tubuh pekerja
yang dapat mengukur berbagai aspek dari aktivitas tubuh, seperti posisi,
kecepatan, dan percepatan gerakan. Melalui monitor dapat dilihat secara langsung
karakteristik dan perubahan gerak yang dapat digunakan untuk mengestimasi
keluhan otot yang akan terjadi, dan sekaligus dapat dianalisa solusi
ergonomiknya.
7) Metode analitik Metode analitik ini direkomendasikan oleh NIOSH (National
Institute for Occupational Safety and Health) untuk pekerjaan mengangkat.
NIOSH memberikan cara sederhana untuk mengestimasi kemungkinan terjadinya
peregangan otot yang berlebihan (overexertion) atas dasar karakteritik  pekerjaan,
yaitu dengan menghitung Recommended Weight Limit (RWLH) dan Lifting
Index (LI)

2.5 Analisis Postur Kerja


Metode OWAS (Ovako Working Posture Analysis System) adalah metode yang
digunakan untuk mengetahui kompilasi rangka otot sehingga menyebabkan rasa sakit
dan nyeri. OWAS adalah metode ergonomi yang digunakan untuk mengevaluasi
postural stress yang terjadi pada seseorang ketika sedang bekerja. Hasil yang
diperoleh dari metode OWAS digunakan untuk merancang metode perbaikan kerja
guna meningkatkan produktivitas. Metode OWAS dibuat oleh O. Kahru asal
Finlandia pada tahun 1977 untuk menganalisis postural stress pada pekerjaan manual.
Dalam metode OWAS klasifikasi postur tubuh sudah ditentukan. Postur-postur
tersebut dianalisis dan digunakan dalam perencanaan perbaikan. Elemen-elemen
penting dari tubuh yang digunakan sebagai dasar dari pengkodean adalah tubuh
belakang (back), lengan (arms) dan kaki (legs). Sebagai tambahan untuk posisi dari
keempat bagian tubuh, yaitu beban yang dibawa dapat diklasifikasikan menjadi
kurang dari 10 kilogram, 10 hingga 20 kilogram dan lebih dari 20 kilogram (Ojanjen
et al., 2000).
Metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment) merupakan metode ergonomi
yang digunakan untuk mengurangi terjadinya resiko yang berhubungan dengan
pekerjaan seseorang pada tubuh bagian atas. RULA ditemukan oleh Dr Lynn Mc.
Atamney dan Profesor E. Nigel Corlett pada tahun 1993 di Nothingham, Inggris.
RULA dapat dilakukan sebelum dan sesudah demonstrasi untuk mengetahui apakah
resiko cedera sudah berkurang. RULA digunakan dengan cara mengevaluasi postur
tubuh, kekuatan yang dibutuhkan dan gerakan otot pekerja pada saat sedang bekerja.
Tujuan dari metode ini adalah sebagai metode yang dapat dengan cepat mengurangi
resiko cedera pada pekerja, khususnya yang berkaitan dengan tubuh bagian atas,
mengidentifikasikan bagian tubuh yang mengalami kelelahan dan kemungkinan
terbesar mengalami cedera dan emberikan hasil analisis dan perbaikan
(Setyaningrum dan Soewardi, 2004).
Metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) adalah sebuah metode dalam
bidang ergonomi yang digunakan secara cepat untuk menilai postur leher, batang
tubuh, lengan, pergelangan tangan dan kaki seorang pekerja. Metode REBA juga
dilengkapi dengan faktor coupling, beban eksternal aktivitas kerja. Dalam metode ini,
segmen-segmen tubuh dibagi menjadi dua grup, yaitu grup A dan grup B. Grup A
terdiri dari batang tubuh, leher dan kaki. Sedangkan grup B terdiri dari lengan atas,
lengan bawah dan pergelangan tangan. Pemakaian tipe analisis postur yang luas
berakibat rendahnya sensitivitas sebuah tool, namun kesederhanaannya
mengakibatkan sensitivitas rendah (Sanjaya, 2002).

2.6 Manual Material Handling dan Aplikasinya


MMH (Manual Material Handling) adalah aktivitas pemindahan bahan secara
manual yang sebaiknya tidak membahayakan dan menimbulkan rasa sakit sehingga
dapat meningkatkan produktivitas kerja. MMH meliputi penanganan (handling),
pemindahan (moving), pengepakan (packaging), penyimpanan (Storing) dan
pengawasan (controlling). Menurut Nurmianto (2004), pemindahan bahan secara
manual apabila tidak dilakukan secara ergonomis akan menimbulkan kecelakaan
dalam industri. Kecelakaan industri (industrial accident) yang disebut sebagai “Over
Exertion-lifting and carrying” yaitu kerusakan jaringan tubuh yang diakibatkan oleh
beban angkat berlebih. Selain masalah cara pengangkatan, salah satu faktor yang juga
harus diperhatikan adalah beban yang diangkat. Menurut OSHA kegiatan MMH
dibagi menjadi lima bagian yaitu mengangkat/menurunkan (lifting/lowering),
mendorong/menarik (pushing/pulling), memutar (twisting), membawa (carrying) dan
menahan (holding).
MMH (Manual Material Handling) berguna untuk memindahkan bahan secara
manual dengan tidak membahayakan operatornya . Cara pengangkatan adalah faktor
penting pada aktivitas MMH. Apabila cara pengangkatanya salah maka akan terjadi
cedera, baik cedera ringan maupun cedera berat . Semakin berat benda yang dipikul
maka resiko cidera yang dihadapi semakin besar pula . Oleh karena itu sebuah
lembaga di Amerika Serikat yang bernama NIOSH (National Institute Of
Occopational Safety and Health) pada tahun 1981 melakukan analisa terhadap
kekuatan manusia dalam mengangkat atau memindahkan beban, merekomendasikan
batas beban yang dapat diangkat oleh manusia tanpa menimbulkan cedera meskipun
pekerjaan tersebut dilakukan secara berulang - ulang kali dan dalam jangka waktu
yang lama . NIOSH  juga merancang rumusan RWL (Recommended Weight Limit)
yang digunakan untuk menentukan batasan besar beban yang dapat diangkat.
RWL (Recommended Weight Limit) merupakan sebuah rumusan rancangan dari
NIOSH yang digunakan untuk menentukan batasan besaran bebang yang dapat
diangkat pada sebuah aktivitas pengangkatan agar dapat mengurangi resiko cedera
pada musculokelestal. RWL ini ditetapkan oleh NIOSH pada tahun 1991 di Amerika
Serikat. Persamaan NIOSH berlaku pada keadaan :
1. Beban yang diberikan bersifat statis
2. Beban diangkat dengan kedua tangan
3. Pengangkatan atau penurunan benda dilakukan dalam waktu maksimal 8 jam .
4. Pengangkatan atau penurunan benda tidak boleh dilakukan saat duduk atau
berlutut.
5. Tempat kerja yang digunakan tidak sempit.
6. Pengangkatan tidak boleh terlalu cepat dan posisi kaki tidak boleh tertopang pada
permukaan yang sempit dan licin.
Rumusan RWL adalah sebagai berikut :
RWL = LC X HM X VM X DM X AM X FM X CM

Keterangan :

Berikut adalah tabel pengali Frekuensinya :


Tabel 2. 1 Faktor Pengali Frekuensi
Tabel 2.2 Faktor Pengali Coupling
III. DESKRIPSI DAN ANALISA KEGIATAN

III.1 Deskripsi Kegiatan


Pengamatan ini dilakukan pada seorang wanita yang bernama Surya Elita berusia
38 tahun yang berada di lingkungan Jl. Soebrantas. Beliau yang sudah bekerja
selama 5 bulan ini melakukan pekerjaan sebagai pemulung. Beliau melakukan
pekerjaan ini secara berulang kali setiap harinya. Waktu kerja ibu Surya Elita
berkisar 8 jam sampai 10 jam per hari. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah
mengangkat sampah sepanjang hari dari satu tempat ke tempat lainnya seberat 20
kg dengan jarak sekitar 9 km. Terkadang saat menjalani pekerjaan beliau merasa
sakit pada bagian Pundak akibat sampah yang dipikulnya.

Gambar 3.1
III.2 Analisa Kegiatan
a. NOISH

Gambar 3.2
Gambar 3.3
Niosh Lifting Equation adalah metode untuk menilai postur kerja
manusia pada saat melakukan aktivitas memegang, memindahkan objek,
mendorong dll. Dari penilaian tersebut dapat diketahui apakah posisi tersebut
dapat menimbulkan resiko cidera tulang belakang atau tidak.
Metode ini menggunakan 2 Lifting Task Indicator untuk menilai postur kerja
manusia.
1. Recommended Weight Limit (RWL) RWL (Recommended Weight Limit)
adalah rekomendasi batas beban yang dapat diangkat oleh manusia tanpa
menimbulkan cidera meskipun pekerjaan tersebut dilakukan secara repetitive
dan dalam jangka waktu tertentu..
2. Lifting Index (LI) LI (Lifting Index) digunakan untuk mengetahui index
pengangkatan apakah proses pengangkatan menimbulkan resiko cidera tulang
belakang atau tidak. Ketika Lifting Index melebihi 1 maka posisi tersebut
dapat menimbulkan resiko cidera tulang belakang. Ketika Lifting Index
kurang dari 1 maka posisi tersebut tidak menimbulkan resiko cidera tulang
belakang.
Dari hasil analisa didapatkan bahwan LI > 1, sehingga dapat di
simpulkan bahwa kegiatan ini mengandung resiko cidera tulang belakang.
Maka, diperlukan adanya perubahan posisi tubuh dalam melakukan kegiatan
tersebut
b. OWAS

Gambar 3.4 Database 1


Gambar 3.5 Time Result 1

Gambar 3.6 Database 2

Gambar 3.7 Time Result 2


OWAS adalah suatu metode ergonomi yang digunakan untuk
mengevaluasi postural stress yang terjadi pada seseorang ketika sedang
bekerja Kegunaan  metode OWAS adalah untuk memperbaiki kondisi pekerja
dalam bekerja. Sehingga performansi kerja dapat ditingkatkan terus. Hasil
yang diperoleh dari metode OWAS, digunakan untuk merancang metode
perbaikan kerja guna meningkatkan produktifitas. 
    Metode OWAS merupakan salah satu metode yang
memberikan output berupa kategori sikap kerja yang beresiko terhadap
kecelakaan kerja pada bagianmusculoskeletal. Metode OWAS mengkodekan
sikap kerja pada bagian punggung, tangan, kaki, dan berat beban. Masing-
masing bagian memiliki klasifikasi sendiri-sendiri. Metode ini cepat dalam
mengidentifikasi sikap kerja yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja. 
Postur dasar OWAS disusun dengan kode yang terdiri empat digit,
dimana disusun secara berurutan mulai dari punggung, lengan, kaki dan berat
beban yang diangkat ketika melakukan penanganan material secara manual.
Berikut ini adalah klasifikasi sikap bagian tubuh yang diamati untuk dianalisa
dan dievaluasi (Karhu,1981) :
Hasil dari analisa postur kerja OWAS terdiri dari empat level skala
sikap kerja yang berbahaya bagi para pekerja.
Kategori 1 : Pada sikap ini tidak ada masalah pada sistem muskuloskeletal.
Tidak perlu ada perbaikan.
Kategori 2 : Pada sikap ini berbahaya pada sistemmusculoskeletal, postur
kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang signifikan. Perlu perbaikan
dimasa yang akan datang.
Kategori 3 : Pada sikap ini berbahaya pada sistemmusculoskeletal, postur
kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang sangat signifikan. Perlu
perbaikan segera mungkin.
Kategori 4 : Pada sikap ini sangat berbahaya pada
sistem muskuloskeletal ,postur kerja ini mengakibatkan resiko yang jelas.
Perlu perbaikan secara langsung / saat ini juga
Pada metode OWAS pertama yaitu tahap mengambil objek berupa
karung, didapatkan hasil bahwa postur tubuh pada pekerja tidak perlu ada
perubahan yang dilakukan. Ini dikarenakan postur yang dilakukan pekerja
tersebut telah benar dan tidak memberi beban pada bagian tubuh yang lain.
Sedangkan pada metode OWAS kedua yakni, tahap mengangkat
barang atau objek, didapatkan hasil bahwa postur tubuh pada pekerja harus
dikoreksi secara bertahap. Dimana pada hasil yang didapatkan, bagian back
atau punggung harus dikoreksi. Pada postur tersebut pekerja menggunakan
bentuk postur bent, dimana lebih baik menggunakan postur straight sehingga
beban tidak tertumpu di bagian punggung. Selain itu, pada bagian arms atau
lengan pekerja penggunaan lengan di atas bahu perlu adanya perbaikan.
Dimana penggunaan lengan dibawah bahu jauh lebih baik. Dan pada bagian
legs atau kaki, posisi tubuh sudah tepat sehingga tidak diperlukan adanya
perbaikan.

c. RULA

Gambar 3.8
Metode ini meneliti bagian lengan, pergelangan tangan, dan leher yang
mengalami keadaan tidak normal. Pada postur tubuh pekerja tersebut
mendapatkan score 7, yang berarti postur pada pekerja tersebut membutuhkan
perubahan secepatnya agar tidak memberi resiko pada pekerja. Didapatkan bahwa
pada postur kaki pekerja tidak seimbang dan mendukung pekerja dalam bekerja,
dan penggunaan otot lengan pada pekerja di rekomendasikan dalam kurun waktu
1 menit atau pengulangan sebanyak 4 kali selama 1 menit untuk mempermudah
kinerja otot agar tidak terbebani.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Pada analisis Noish didapatkan hasil LI > 1, yang menandakan bahwa postur
tubuh pekerja tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dari hasil analisa yang
didapat postur tubuh dan berat beban pekerja harus diperbaiki dan disesuaikan agar
menghindari resiko yang akan didapat, seperti penegangan pada otot , saraf terjepit,
patah tulang belakang atau vertebrata, kejang/spasme.

4.2. Saran
Untuk saran kami di dalam melakukan pengambilan data perlu ketelitian dalam
pengambilan data tersebut, karena setiap angka (data) yang dimasukan itu sangat
mempengaruhi dari setiap data yang kita ukur dan itu akan berdampak pada hasil
akhir data yang diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN PERHITUNGAN

Rumusan RWL adalah sebagai berikut :


RWL = LC X HM X VM X DM X AM X FM X CM
Keterangan :
LC = konstanta pembebanan = 23 kg
HM = factor pengali horizontal = 25 / H
FM = factor pengali frekuensi (Frequency Multiplier)
CM = faktor pengali kopling (handle)
VM = Faktor pengali vertikal
VM = 1 – (0,003) [V− 75|
DM = Faktor pengali perpindahan
4,5
DM = 0,82 + [ ¿
D
 AM = Faktor pengali asimetrik
 AM= 1 –  0,0032 . A
Berat Beban
LI =
RWL

Perhitungan Analisis pekerjaan

Diketahui Jarak vertical dari tangan pada posisi awal yaitu 70 cm dan posisi
tujuan yaitu 20 cm, sedangkan jarak horizontal pada posisi awal yaitu 50 cm dan
posisi tujuan yaitu 130 cm, sudut asimetris sebesar 30° pada posisi awal dan posisi
tujuan sebesar 180° selama pengangkatan, frekuensi kurang dari 1 per menit untuk
durasi kurang dari 1 jam, dengan berat obejek angkat sebesar 20 kg.

Diketahui :

Vorign : 70 cm

Vdest : 20 cm
Horigin : 50 cm

Hdest : 130 cm

Aorign : 30°

Adest : 180°

Fr origin : < 1, durasi < 1 jam (1,00)

L : 20 kg

Coupling : 0,95 ( Bad )

Penyelesaian :

VM = 1 – (0,003) [V− 75]


= 1 – (0,003) [70 – 75]
= 1 – (0,003) 5
= 0,985

25
HM =
H
25
= 50

= 0,5

D = Vdest – Vorigin

= 20 – 70

= 50

4,5
DM = 0,82 + [ ¿
D
4,5
= 0,82 + [ 50 ¿

= 0,82 + 0,09
= 0,91

AM = 1 –  0,0032 . A

= 1 – 0,0032 . 30

= 1 – 0,096

= 0,904

Fr =1

C = 0,95

RWL= LC X HM X VM X DM X AM X FM X CM
= 23 x 0,5 x 0,985 x 0,91 x 0,904 x 1 x 0,95
= 8,853
Berat Beban
LI =
RWL

20
=
8,853

= 2,25

LI > 1

Anda mungkin juga menyukai