Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA

PERKEMBANGAN KEBERAGAMAAN PADA ORANG


DEWASA
Dosen Pengempu : Dra. Heny Perbowosari, M.Pd

OLEH :
KELAS B/PAH/3/DPS

NILUH ARI KUSUMAWATI (1811011084)


COKORDA ISTRI ANOM FEBRIANTI (1811011019)
PUTU ANDREE KUSUMA (1811011017)
WAYAN GEDE PALGUNA (1811011003)
IDA AYU OKA DIANANDINI (1811011061)

INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR


FAKULTAS DHARMA ACARYA
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU
2019/2020

1
DAFTAR ISI

JUDUL…………………………………………………………...…………….....1
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 5
1.4 Manfaat .............................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................. 6
2.1 Psikologi Agama pada Orang Dewasa .................................................................. 6
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberagamaan Orang Dewasa .................. 9
2.3 Masalah-Masalah Keberagamaan Pada masa Dewasa ..................................... 10
2.4 Perkembangan Beragama Pada Orang Dewasa ................................................ 11
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14

2
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, atas asung kertha wara nugraha-Nya kami dapat
menyelesaikan Makalah tentang “Perkembangan Keberagamaan Pada Orang
Dewasa” ini tepat pada waktunya.

Tugas ini dibuat dengan maksud dan tujuan agar pembaca mengetahui
secara jelas tentang “Perkembangan Keberagamaan Pada Orang Dewasa”. Terima
kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang turut membantu serta mendukung
kami dalam proses pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwasanya masih sangat sederhana dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun guna kesempurnaan Makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dapat memberikan kontribusi positif dan
bermakna dalam proses belajar khususnya dalam mata kuliah Psikologi Agama.

Senin, 02 Desember 2019

Penyusun

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Psikologi agama terdiri dari dua kata yang berbeda dan mencermintan dua
keilmuan yang berbeda yaitu psikologi dan agama. Psikologi sendiri diartikan
sebagai keilmuan yang mempelajari tentang kejiwaan dan tingkah laku
manusia. Robert H. Thoules menjabarkan definisi psikologi sebagai ilmu yang
mempelajari tentang tingkah laku dan pengalaman manusia. Secara umum,
psikologi mempelajari sikap, tingkah laku, respon manusia sebagai reflek atau
gambaran kejiwaan pada seseorang tersebut. Sedangkan agama merupakan
keilmuan yang berdasar pada keyakinan atau kepercayaan batiniah tentang sang
pencipta. Definisi agama yang sesungguhnya masih belum menemukan yang
tepat dari berbagai uraian definisi yang diutarakan oleh ahli. Max Muller
berpendapat tentang pengertian dari agama belum lengkap dikarenakan
penelusuran dan penelitian terkati agama masih terus dilakukan. Edward
Burnett Tylor mendifinisikan agama merupakan kepercayaan kepada wujud
spiritual (the belief in spiritual beings).
Kemudian, menurut Sutan Takdir Alisjahbana, agama merupakan suatu
sistem tingkah laku dan hubungan manusia dengan rahasisa kekuatan gaib yang
luas, mendalam dan memberikan arti terhadap kehidupan dan alam semesta
disekelilingnya. Psikologi agama, menurut Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat
mempelajari pengaruh agama terhadap tingkah laku individu diakibatkan oleh
cara berpikir, bersikap, respon, dan bertingkah laku yang tidak dapat dipidahkan
dari kepercayaan yang menyatu menjadi bentuk kepribadian. Menurut Dr. Nico
Syukur Dister, Psikologi agama merupakan ilmu yang menyelidiki perilaku
manusia baik sadar maupun tidak sadar, dan berhubungan dengan kepercayaan
yang diajarkan padanya tentang ‘Nan Illahi’ (segala sesuatu yang bersifat
agung/ dewa) yang terkait dengan kehidupan manusia dengan lingkungannya.
Dari beberapa pengertian psikologi agama diatas, dapat diambi kesimpulan
bahwa psikologi agama adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang
pengaruh keyakinan atau kepercayaan menurut agama terhadap perilaku
manusia dalam kehidupannya dalam lingkungan.
Dengan berakhirnya masa remaja, maka berakhir pulalah kegoncangan
kegoncangan jiwa yang menyertai pertumbuhan remaja itu. Yang berarti bahwa
orang yang telah melewati usia remaja, mempunyai ketentraman jiwa, ketetapan
hati dan kepercayaan yang tegas, baik dalam bentuk positif, maupun
negatif.Kendatipun demikian, dalam kenyataan hidup sehari-hari, masih banyak
orang yang merasakan kegoncangan jiwa pada usia dewasa. Bahkan perubahan-
perubahan kepercayaan dan keyakinan kadang-kadang masih terjadi saja.
Keadaan dan kejadian-kejadian itu, sangat menarik perhatian ahli agama,
sehingga mereka berusaha terus-menerus mengajak orang untuk beriman
kepada Allah dan berusaha memberikan pengertian-pengertian tentang agama.
Menurut H. Carl Witherington, diperiode adolesen ini pemilihan terhadap
kehidupan mendapat perhatian yang tegas. Sekarang mereka mulai berfikir

4
tentang tanggung jawab social moral, ekonomis, dan keagamaan. Pada masa
adolesen anak-anak berusaha untuk mencapai suatu cita-cita yang abstrak.
Diusia dewasa biasanya seseorang sudah memliki sifat kepribadian yang stabil.
Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka;
“Saya hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa
orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup.
Dengan kata lain, orang dewasa berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai
yang dipilihnya.
Sikap keberagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang luas didasarkan
atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu sikap keberagamaan ini umumnya
juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan pemahaman tentang
ajaran agama yang dianutnya. Beragama bagi orang dewasa sudah merupakan
sikap hidup dan bukan sekadar ikut-ikutan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana Psikologi agama pada orang dewasa?
1.2.2 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keberagamaan pada orang
dewasa?
1.2.3 Apa saja masalah keberagamaaan pada orang dewasa?
1.2.4 Bagaimana perkembangan beragama pada orang dewasa?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui psilokogi agama pada orang dewasa
1.3.2 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberagamaan pada
orang dewasa
1.3.3 Untuk mengetahui masalah keberagamaan pada orang dewasa
1.3.4 Untuk mengetahui perkembangan beragama pada orang dewasa

1.4 Manfaat
1.4.1 Mengetahui psikologi agama pada orang dewasa
1.4.2 Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberagaman pada orang
dewasa
1.4.3 Mengetahui masalah keberagaman pada orang dewasa
1.4.4 Mengetahui perkembangan beragama pada orang dewasa

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Psikologi Agama pada Orang Dewasa

2.1.1 Pengertian dan Fase-Fase Dewasa


Seperti halnya dengan remaja, untuk merumuskan sebuah definisi tentang
kedewasaan tidaklah mudah. Hal ini karena setiap kebudayaan berbeda-beda
dalam menentukan kapan seseorang mencapai status dewasa secara formal.
Pada sebagian besar kebudayaan kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan
pubertas telah selesai atau setidak-tidaknya sudah mendekati selesai dan apabila
organ kelamin anak telah mencapai kematangan serta mampu berproduksi.
Dalam kebudayaan Amerika, seorang anak dipandang belum mencapai status
dewasa kalau ia belum mencapai usia 21 tahun. Sementara itu dalam
kebudayaan Indonesia, seseorang dianggap resmi mencapai status dewasa
apabila sudah menikah, meskipun usianya belum mencapai 21 tahun. Dilihat
dari pandangan psikologis, maka istilah dewasa dicirikan dengan kematangan,
baik kematangan kognitif, afektif maupun psikomotornya, yang mengacu
kepada sikap bertanggung jawab.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa seseorang dapat disebut dewasa
apabila telah sempurna pertumbuhan fisiknya dan mencapai kematangan
psikologis sehingga mampu hidup dan berperan bersama-sama orang dewasa
lainnya. Umumnya psikolog menetapkan sekitar usia 20 tahun sebagai awal
masa dewasa dan berlangsung sampai sekitar usia 40-45 tahun, dan pertengahan
masa dewasa berlangsung dari sekitar usia 40-45 sampai sekitar usia 65 tahun,
serta masa dewasa lanjut atau masa tua berlangsung dari sekitar usia 65 tahun
sampai meninggal.

2.1.2 Macam-Macam Kebutuhan


Manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. Dikatakan
makhluk eksploratif, karena manusia memiliki kemampuan untuk
mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis. Manusia disebut sebagai
makhluk potensial, karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan
bawaan yang dapat dikembangkan. Manusia juga disebut sebagai makhluk yang
memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk bertumbuh dan berkembang secara
normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya. Bantuan tersebut bisa
berupa bimbingan dan arahan dari lingkungan sekitarnya. Bimbingan dan
arahan dalam perkembangan tersebut diharapkan sejalan dengan kebutuhan
manusia itu sendiri sesuai dengan potensi bawaannya. Jika bimbingan dan
arahan yang diberikan tidak searah dengan potensi yang dimiliki maka bisa
menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan manusia itu sendiri.
Perkembangan yang negatif tersebut akan terlihat dalam berbagai sikap dan
tingkah laku yang menyimpang. Bentuk tingkah laku menyimpang ini terlihat
dalam kaitannya dengan kegagalan manusia untuk memnuhi kebutuhan baik
yang bersifat fisik maupun psikis. Sehubungan dengan hal itu, maka dalam

6
mempelajari perkembangan jiwa keagamaan, perlu terlebih dahulu dilihat
kebutuhan-kebutuhan manusia secara menyeluruh. Sebab pemenuhan
kebutuhan yang kurang seimbang antara kebutuhan jasmani dan kebutuhan
rohani akan menyebabkan timbulnya ketimpangan dalam perkembangan.
Dalam bukunya Pengantar Psikologi Kriminal Drs. Gerson W. Bawengan,
S.H. mengemukakan pembagian kebutuhan manusia berdasarkan pembagian
sebagai berikut:
1. Kebutuhan individual terdiri dari:
a. Homeostatis, yaitu kebutuhan yang dituntut tubuh dalam proses
penyesuaian diri dengan lingkungan. Dengan adanya perimbangan
ini maka tubuh akan tetap berada dalam keadaan mantap, stabil dan
harmonis. Kebutuhan ini merliputi kebutuhan tubuh akan zat;
protein, air, garam, mineral, vitamin, oksigen dan lainnya.
b. Regulasi temperatur, penyesuaian tubuh dalam usaha mengatasi
kebutuhan akan perubahan temperatur badan. Pusat pengaturannya
berada di bagian otak yang disebut Hypothalmus. Ganguan regulasi
temperatur akan menyebabkan tubuh mengalami gangguan.
c. Tidur, kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi agar terhindar
gejala halusinasi.
d. Lapar, kebutuhan biologis yang harus dipenuhi untuk
membangkitkan energi tubuh sebagai organis. Lapar akan
menyebabkan gangguan pada fisik maupun mental.
e. Seks, kebutuhan seks sebagai salah satu kebutuhan yang timbul
dari dorongan mempertahankan jenis.
f. Melarikan diri yaitu: kebutuhan manusia akan perlindungan dan
keselamatan jasmani dan rohani.
g. Pencegahan yaitu: kebutuahan manusia untuk mencegah
terjadinya reaksi melarikan diri.
h. Ingin tahu (curiosity) yaitu: kebutuhan rohani manusia untuk
ingin selalu mengetahui latar belakang kehidupannya.
i. Humor yaitu: kebutuhan manusia untuk mengurangi rasa beban
pertanggungjawaban yang dialaminya dalam bentuk verbal dan
perbuatan.

2. Kebutuhan sosial
Kebutuhan sosial manusia tidak disebabkan pengaruh yang datang dari luar
(stimulus) seperti layaknya pada binatang. Karena bentuk kebutuhan pada
manusia berbentuk nilai. Jadi kebutuhan itu bukan sekedar semata-mata
kebutuhan biologis melainkan juga kebutuhan rohani.
Selanjutnya Dr. Zakiah Daradjat dalam bukunya Peranan Agama dalam
Kesehatan Mental membagi kebutuhan manusia atas 2 kebutuhan pokok, yaitu:
a. Kebutuhan Primer, yaitu kebutahan jasmaniah
b. Kebutuhan Sekunder atau kebutuhan rohaniah: Jiwa dan sosial. Kebutuhan
ini sudah dirasakan manusia sejak masih kecil.

7
Selanjutnya beliau membagi kebutuhan sekunder yang pokok menjadi 6
macam, yaitu:
1) Kebutuhan akan rasa kasih sayang
Kurangnya rasa kasih sayang pada diri seseorang terutama pada anak-anak
akan menyebabkan tembok pemisah antara mereka dengan orang tuanya.
2) Kebutuhan akan rasa aman
Tidak adanya rasa aman menyebabkan seseorang terganggu sikap integritas
dirinya dengan masyarakat dan lingkungannya.
3) Kebutuhan akan rasa harga diri
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang bersifat individual.
Diabaikannya kebutuhan akan rasa harga diri ini cenderung menimbulkan sikap
menyombongkan diri, ngambek, dan sebagainya.
4) Kebutuhan akan rasa bebas
Penyakuran rasa bebas ini merupakan upaya agar tercapai perasaan lega.
Kehilangan rasa bebas akan menyebabkan seseorang menjadi gelisah, tertekan
baik fisik maupun mental.
5) Kebutuhan akan rasa sukses
Penyaluran kebutuhan ini akan menambah rasa harga diri. Pemberian tugas
yang sesuai dengan kemampuan dan pengganjaran batin (remneration)
merupakan usaha untuk menyalurkan rasa sukses.
6) Kebutuhan akan rasa ingin tahu
Kebutuhan akan rasa ingin tahu akan memenuhi kepuasan dalam pembinaan
pribadi seseorang. Kebutuhan ini jika tidak disalurkan akan terarah kepada
tindakan-tindakan negatif yang kurang dapat dipertanggungjawabkan.

3. Kebutuhan manusia akan agama


Selain berbagai macam kebutuhan yang disebutkan diatas masih ada lagi
kebutuhan manusia yang sangat perlu diperhatikan yaitu kebutahan terhadap
agama. Karena manusia disebut sebagai makhluk yang beragama (homo
religious).
Manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena
manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui
adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan.
Hal semacam ini terjadi pada masyrakat moderen, maupun masyarakat primitif.
Sebagai akhir dari masa remaja adalah masa adolesen, walaupun ada juga
yang merumuskan masa adolesen ini kepada masa dewasa, namun demikian
dapat disebut bahwa masa adolesen adalah menginjak dewasa yang mereka
mempunyai sikap pada umumnya yaitu:
a. Dapat menentukan pribadinya.
b. Dapat menggariskan jalan hidupnya.
c. Bertanggung jawab.

d. Menghimpun norma-norma sendiri.

8
Menurut H. Carl Witherington, diperiode adolesen ini pemilihan terhadap
kehidupan mendapat perhatian yang tegas. Sekarang mereka mulai berfikir
tentang tanggung jawab social moral, ekonomis, dan keagamaan. Pada masa
adolesen anak-anak berusaha untuk mencapai suatu cita-cita yang abstrak.
Diusia dewasa biasanya seseorang sudah memliki sifat kepribadian yang stabil.
Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka;
“Saya hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa
orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup.
Dengan kata lain, orang dewasa berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai
yang dipilihnya.
Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Masa dewasa awal (masa dewasa dini/young adult)
Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa
reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan
emosional, priode isolasi social, priode komitmen dan masa ketergantungan
perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang
baru. Masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil
dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.. Kisaran umurnya
antara 21 tahun sampai 40 tahun
2. Masa dewasa madya (middle adulthood)
Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur empat puluh sampai enam
puluh tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan sosial antara lain; masa
dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan
ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu priode dalam
kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku yang baru. Perhatian terhadap
agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang
minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan
sosial.
3. Masa usia lanjut (masa tua/older adult)
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa
ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang ditandai dengan
adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun.
Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosialnya
adalah sebagai berikut; perubahan yang menyangkut kemampuan motorik,
perubahan kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi psikologis, perubahan dalam
system syaraf dan perubahan penampilan. Dan kesederhanaan lebih sangat
menonjol pada usia ini.

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberagamaan Orang Dewasa


Dalam rangka menuju kematangan beragama terdapat beberapa hambatan.
Karena tingkat kematangan beragama juga merupakan suatu perkembangan
individu, hal itu memerlukan waktu, sebab perkembangan kepada kematangan
beragama tidak terjadi secara tiba-tiba. Ada dua faktor yang menyebabkan
adanya hambatan, yaitu:

9
2.2.1 Faktor diri sendiri
Faktor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua, yaitu:
a) kapasitas diri
Kapasitas diri ini berupa kemampuan ilmiah (rasio) dalam menerima
ajaran-ajaran itu terlihat perbedaannya antara seseorang yang
berkemampuan dan kurang berkemampuan. Mereka yang mampu
menerima dengan rasio akan menghayati dan kemudian mengamalkan
ajaran-ajaran agama tersebut dengan baik, walaupun yang ia lakukan itu
berbada dengan tradisi yang mungkin sudah mendarah daging dalam
kehidupan masyarakat. Dan sebaliknya, orang yang kurang mampu
menerima dengan rasionya, ia akan lebih banyak tergantung pada
masyarakat yang ada.

b) Pengalaman
Sedangkan faktor pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang
dalam bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam
mengerjakan aktifitas keagamaan. Namun, mereka yang mempunyai
pengalaman sedikit dan sempit, ia akan mengalami berbagai macam
kesulitan untuk dapat mengerjakan ajaran agama secara mantap dan stabil.

2.2.2 Faktor luar


Yang dimaksud dengan faktor luar, yaitu beberapa kondisi dan situasi
lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang,
malah justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dari apa yang telah
ada. Factor-faktor tersebut antara lain tradisi agama atau pendidikan yang
diterima.
William James mengemukakan dua buah faktor yang mempengaruhi sikap
keagamaan seseorang, yaitu:
1). Faktor intern, terdiri dari:
a) Temperamen
b) Gangguan jiwa
c) Konflik dan keraguan
d) Jauh dari Tuhan
2). Faktor Ekstern, terdiri dari:
a) Musibah
b) Kejahatan

2.3 Masalah-Masalah Keberagamaan Pada masa Dewasa


Seorang ahli psikologi Lewis Sherril, membagi masalah-masalah
keberagamaan pada masa dewasa sebagai berikut :
a) Masa dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup
yang akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan
pilihan.

10
b)Masa dewasa tengah, masalah sentral pada masa ini adalah mencapai
pandangan hidup yang matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam
membuat keputusan secara konsisten.
c) Masa dewasa akhir, ciri utamanya adalah ‘pasrah’. Pada masa ini, minat
dan kegiatan kurang beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih
berpusat pada hal-hal yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih
sangat menonjol pada usia tua.

2.4 Perkembangan Beragama Pada Orang Dewasa


Dengan berakhirnya masa remaja, maka berakhir pulalah kegoncangan-
kegoncangan jiwa yang menyertai pertumbuhan remaja itu. Yang berarti
bahwa orang yang telah melewati usia remaja, mempunyai ketentraman
jiwa, ketetapan hati dan kepercayaan yang tegas, baik dalam bentuk positif,
maupun negatif. Kendatipun demikian, dalam kenyataan hidup sehari-hari,
masih banyak orang yang merasakan kegoncangan jiwa pada usia dewasa.
Bahkan perubahan-perubahan kepercayaan dan keyakinan kadang-kadang
masih terjadi saja. Keadaan dan kejadian-kejadian itu, sangat menarik
perhatian ahli agama, sehingga mereka berusaha terus-menerus mengajak
orang untuk beriman kepada Tuhan dan berusaha memberikan pengertian-
pengertian tentang agama.
Charlotte Buchler melukiskan tiga masa perkembangan pada periode
prapubertas, dan periode pubertas dan periode adoselen dengan semboyan
yang merupakan ungkapan batin mereka. Di periode prapubertas oleh
Charlotte Buchler dengan kata-kata: “Perasaan saya tidak enak, tetapi tidak
tahu apa sebabnya”. Untuk periode pubertas dilukiskannya sebagai berikut:
“Saya ingi sesuatu, tetapi tidak tahu ingin akan apa”. Adapun dalam periode
adoselen, ia mengemukakan dengan kata-kata: “Saya hidup dan saya tahu
untuk apa”.
Kata-kata yang digunakan Charlotte Buchler tersebut mengungkapkan
betapa masih labilnya kehidupan jiwa anak-anak ketika menginjak usia
menjelang remaja dan di usia remaja mereka. Sebaliknya saat telah
menginjak usia dewasa terlihat adanya kemantapan jiwa mereka: “Saya
hidup dan saya tahu untuk apa”, menggambarkan bahwa di usia dewasa
orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup.
dengan perkataan lain, orang dewasa sudah memahami nilai-nilai yang
dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya.
Orang dewasa sudah memiliki identitas yang jelas dan kepribadian yang
mantap.
Sikap keberagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang luas
didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu sikap keberagamaan
ini umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan
pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama bagi orang
dewasa sudah merupakan sikap hidup dan bukan sekadar ikut-ikutan.
Kestabilan dalam pandangan hidup beragama dan tingkah laku
keagamaan seseorang, bukanlah kesetabilan yang statis. Melainkan

11
kestabilan yang dinamis, di mana pada suatu ketika ia mengenal juga adanya
perubahan-perubahan. Adanya perubahan itu terjadi karena proses
pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena
kondisi yang ada.
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap
keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang
matang, bukan sekadar ikut-ikutan.
b. Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak
diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
c. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha
untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
d. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung
jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
e. Bersikap lebih terbuka dan wawasan lebih luas.
f. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan
beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas
pertimbangan hati nurani.
g. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian
masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam
menerima, memahami serta melaksanakn ajaran agama yang diyakininya.
h. Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan
sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial
keagamaan sudah berkembang.

12
BAB III

PENUTUP
Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka;
“Saya hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa
orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup.
Dengan kata lain, orang dewasa nilai-nilai yang yang dipilihnya dan berusaha untuk
mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya. Elizabeth B. Hurlock membagi masa
dewasa menjadi tiga bagian: Masa dewasa awal adalah masa pencaharian
kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah
dan ketegangan emosional, priode isolasi social, priode komitmen dan masa
ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola
hidup yang baru. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun, Masa dewasa
madya (middle adulthood). Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur empat
puluh sampai enam puluh tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan social
antara lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita
meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu
priode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku yang baru. Perhatian
terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-
kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan
social. Masa usia lanjut (masa tua/older adult) adalah periode penutup dalam
rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai
mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis
yang semakin menurun.

13
DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. Kedua, 1997.
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Jalaludin. Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007
Ahmad Sidrotul Muntaha, http://www.perkembangan-agama-pada-masa-orang-
dewasa.co.id
Elizabeth, HurlockB. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga, 1980.
Kartono, Kartini. 1996. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju

14

Anda mungkin juga menyukai