1. Defenisi pneumonia
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau alveoli.
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya
konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993)
Pneumonia ini adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus jamur, dan benda asing. Tubuh mempunyai daya tahan yang
berguna untuk melindungi dari bahaya infeksi melalui mekanisme daya tahan traktus
respiratorius yang terdiri dari :
1. Susunan anatomis dari rongga hidung
2. Jaringan limfoid di naso-ofaring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan secret yang
dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
4. Reflex batuk
5. Reflex epiglottis yang mencegah terjadinya aspirasisecret yang terinfeksi
(Ngastiyah, 2005 : 57)
Jaringan yang meradang ini akan mengeluarkan lendir, cairan, dan sel-sel yang sudah
rusak, yang memenuhi saluran udara, sehingga menyebabkan sulit bernapas. Infeksi itu
bilamana sudah menyebar, disebut sebagai bronchopneumonia. Jika penyakit itu
menyerang satu atau kebih bagian (lobus) paru-paru, maka dia disebut lobar pneumonia.
(Hardinge, 2009 : 111). Umumnya, prognosisnya baik bagi orang yang memilki paru-
paru normal dan ketahanan tubuh yang cukup baik sebelum pneumonia menyerang. Akan
tetapi, pneumonia merupakan penyebab tertinggi ketujuh dari kematian di Amerika
Serikat, dan pada 2003 muncul tipe pneumonia baru dan mematikan yang disebut
sindrom respiratorik akut parah ( severe acute respiratory syndrome – SARS). (Williams,
2008 : 462)
2. Anatomi fisiologi
Fisiologi saluran pernafasan Ada dua bagian yang mungkin dapat digambarkan dalam
pernafasan yaitu : O2 – hidung – trachea – alveoli – pembuluh kapiler alveolus – ikatan
O2 dengan Hb – jantung – seluruh tubuh sampai ke setiap sel. Co2 – membran alveoli
– kapiler – alveoli – bronchroli – bronchus – trakea – hidung. Jadi, dalam paru-paru
terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dari udara masuk ke dalam darah dan
CO2 akan dikeluarkan dari darah secara osmosis. Selanjutnya O2 masuk ke dalam tubuh
melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian masuk ke serambi kiri jantung → ke
aorta → O2 diudara Pertukaran gas : Ikatan O2 dengan Hb & pelepasan CO2 Jantung
Seluruh tubuh sampai tingkat sel Sisa pembakaran CO2 Hidung Trachea Alveoli
Pembulu kapiler alveolus.
Anatomi sistem pernafasan
Saluran pernafasan dari atas kebawah dapat dirinci sebagai berikut : Rongga hidung,
faring, laring, trakea, percabangan bronkus, paru-paru (bronkiolus, alveolus). Saluran
nafas bagian atas adalah rongga hidung, faring dan laring dan saluran nafas bagian bawah
adalah trachea, bronchi, bronchioli dan percabangannya sampai alveoli. Area konduksi
adalah sepanjang saluran nafas berakhir sampai bronchioli terminalis, tempat lewatnya
udara pernapasan, membersihkan, melembabkan & menyamakan udara dengan suhu
tubuh hidung, faring, trakhea, bronkus, bronkiolus terminalis. Area fungsional atau
respirasi adalah mulai bronchioli respiratory sampai alveoli, proses pertukaran udara
dengan darah.
- Hidung
Hidung adalah organ indra penciuman. Ujung saraf yang mendeteksi penciuman
berada di atap (langit-langit) hidung di area lempeng kribriformis tulang etmoid dan
konka superior. Ujung saraf ini distimulasi oleh bau di udara. Impuls saraf
dihantarkan oleh saraf olfaktorius ke otak di mana sensasi bau dipersepsikan. Ketika
masuk dihidung, udara disaring, dihangatkan, dan dilembabkan.
Pada proses pernafasan secara khusus rongga hidung berfungsi antara lain :
Bekerja sebagai saluran udara pernafasan.
Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa Gambar
- Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Bila
terjadi radang disebut pharyngitis. saluran faring rnemiliki panjang 12-14 cm dan
memanjang dari dasar tengkorak hingga vertebra servikalis ke-6. Faring berada di
belakang hidung, mulut, dan laring serta lebih lebar di bagian atasnya. Dari sini
partikel halus akan ditelan atau di batukkan keluar. Udara yang telah sampai ke faring
telah diatur kelembapannya sehingga hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu
tubuh. Lalu mengalir ke kotak suara (Laring)
- Laring
Terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot yang
mengandung pita suara, selain fonasi laring juga berfungsi sebagai pelindung. Laring
berperan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap
masuknya makanan dan cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain oleh benda asing
(gumpalan makanan), infeksi (misalnya difteri) dan tumor. pada waktu menelan,
gerakan laring keatas, penutupan glotis (pemisah saluran pernapasan bagian atas dan
bagian bawah) seperti pintu epiglotis yang berbentuk pintu masuk. Jika benda asing
masuk melampaui glotis batuk yang dimiliki laring akan menghalau benda dan sekret
keluar dari pernapasan bagian bawah.
Fungsi Laring:
Produksi suara, Suara memiliki nada, volume, dan resonansi.
Berbicara, berbicara terjadi saat ekspirasi ketika suara yang dihasilkan oleh pita
suara dimanipulasi oleh lidah, pipi, dan bibir.
Pelindung saluran napas bawah, saat menelan, laring bergerak ke atas,
menyumbat saluran faring sehingga engsel epiglotis menutup faring. Hal ini
menyebabkan makanan tidak melalui esofagus dan saluran napas bawah.
- Trakea
Trakea, merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin
kartilago yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang terbentuk seperti C. Trakea
dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitilium bersilia dan sel cangkir. Trakea
hanya merupakan suatu pipa penghubung ke bronkus. Dimana bentuknya seperti
sebuah pohon oleh karena itu disebut pohon trakeobronkial. tempat trakea bercabang
menjadi bronkus di sebut karina. di karina menjadi bronkus primer kiri dan kanan, di
mana tiap bronkus menuju ke tiap paru (kiri dan kanan), Karina memiliki banyak
saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk berat jika dirangsang.
- Paru-paru
Paru-paru berada dalam rongga torak, yang terkandung dalam susunan tulang-tulang
iga dan letaknya disisi kiri dan kanan mediastinum yaitu struktur blok padat yang
berada dibelakang tulang dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri dan vena besar,
esofagus dan trakea. Paru-paru berbentuk seperti spons dan berisi udara dengan
pembagaian ruang sebagai berikut : a. Paru kanan, memiliki tiga lobus yaitu superior,
medius dan inferior. b. paru kiri berukuran lebih kecil dari paru kanan yang terdiri
dari dua lobus yaitu lobus superior dan inferior Tiap lobus dibungkus oleh jaringan
elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus
alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru
mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas
untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
3. Etiologi
Williams (2008; 462) membagi penyebab dalam dua kategori yaitu :
1) Pneumonia primer
Bakteri, streptococcus pneumoniae
Inhalasi atau aspirasi pathogen
Mikrobakteri
protozoa
2) Pneumonia sekunder
Penyebaran hematogen bakteri dari fokus yang jauh
Kerusakan awal pada paru-paru akibat zat kimiawi berbahaya
Usia pasien,
Juga merupakan factor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak. Spectrum mikroorganisme penyebab pada neonatus
dan bayi kecil (<20hari) meliputi streptococcus grup B dan bakteri gram negatif
seperti e.coli atau klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar (3minggu-3bulan) dan
anak balita (4bulan-5tahun), pneumonia sering disebabkan oleh infeksi
streptococcus pneumonia dan staphylococcus aureus. Serta pada remaja dan
dewasa selain bakteri juga sering ditemukan infeksi mycoplasma pneumonia
(Ghozali, 2010)
4. Patofisiologi
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi inflamasi
yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat, yang
mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih,
kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang
biasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena
sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau
alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang
memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri
jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi kanan ke
sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini
akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial.
Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang terinfeksi, melalui
kontak dari individu ke individu. Pasien dapat diperiksa terhadap antibodi mikoplasma.
Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar. Pneumonia ini menyebar
ke seluruh saluran pernapasan, termasuk bronkiolus. Secara umum, pneumonia ini
mempunyai ciri-ciri bronkopneumonia. Sakit telinga dan miringitis bulous merupakan hal
yang umum terjadi. Pneumonia atipikal dapat menimbulkan masalah-masalah yang sama
baik dalam ventilasi maupun difusi seperti yang diuraikan dalam pneumonia bakterial.
5. Pathway
6. Manifestasi klinis
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia antara lain :
Batuk berdahak
Ingus (nasal discharge)
Suara napas lemah
Penggunaan otot bantu napas
Demam
Cyanosis (kebiru-biruan)
Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar
Sakit kepala
Kekakuan dan nyeri otot
Sesak napas
Menggigil
Lelah
Mual dan muntah
7. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Radiologis Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan
gambaran air bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus
pneumoniae; bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus,
virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virus dan
mikoplasma.
2. Pemeriksaan laboratorium
Leukosit meningkat > 10,000/L
LED meninggi
Hitung jenis lekosit bergeser ke kiri
Kultur darah (+) : 20-25%
Ureum meninggi, kreatinin normal
8. Penatalaksanaan
Penanganan dan pengobatan pada penderita Pneumonia tergantung dari tingkat keparahan
gejala yang timbul dan type dari penyebab Pneumonia itu sendiri. Pneumonia yang
disebabkan oleh bakteri akan diberikan pengobatan antibiotik. Pengobatan haruslah
benar-benar komplite sampai benar-benar tidak lagi adanya gejala atau hasil pemeriksaan
X-ray dan sputum tidak lagi menampakkan adanya bakteri Pneumonia,
Pneumonia yang disebabkan oleh virus akan diberikan pengobatan yang hampir sama
dengan penderita flu, namun lebih ditekankan dengan istirahat yang cukup dan pemberian
intake cairan yang cukup banyak serta gizi yang baik untuk membantu pemulihan daya
tahan tubuh. Pneumonia yang disebabkan oleh jamur akan mendapatkan pengobatan
dengan pemberian antijamur.
Disamping itu pemberian obat lain untuk membantu mengurangi nyeri, demam dan sakit
kepala. Pemberian obat anti (penekan) batuk di anjurkan dengan dosis rendah hanya
cukup membuat penderita Pneumonia bisa beristirahat tidur, Karena batuk juga akan
membantu proses pembersihan secresi mucossa (riak/dahak) diparu-paru.
2. Diagnosa keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.
Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap
pneumonia.
Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik
Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan
(demam, berkeringat banyak, napas mulut/hiperventilasi, muntah).
3. Intervensi keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
Tujuan : Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.
Intervensi :
1) Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
Rasional : takipnue, pernapasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering
terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada atau cairan paru.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara .
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
Bunyi napas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area
konsolidasi. Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan/atau ekspirasi
pada respons terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan spasme jalan
napas/obstruksi.
3) Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan
batuk, mis: menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
Rasional : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas
lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu
silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan
ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam
dan lebih kuat.
4) Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
Rasional : Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada
pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat
kesadaran.
5) Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air
hangat daripada dingin.
Rasional : Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
6) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran, analgesik.
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan
upaya batuk/menekan pernapasan.
2. Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.
Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam
rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.
Rasional : Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2) Observasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku, catat adanya sianosis perifer
(kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral).
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap
demam/menggigil. Namun sianosis daun telinga, membran mukosa, dan kulit
sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
3) Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan
demam dan menggigil, mis: selimut tambahan, suhu ruangan nyaman, kompres
hangat atau dingin.
Rasional : Demam tinggi (umum pada pneumonia bakterial dan influenza) sangat
meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu
oksigenasi seluler.
4) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi (fowler atau semi fowler),
napas dalam dan batuk efektif.
Rasional : Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi
5) Berikan terapi oksigen dengan benar, mis: dengan nasal prong dan masker.
Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam
toleransi pasien.
3. Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia.
Tujuan: Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang
dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam
rentang normal.
Intervensi:
1) Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan
kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
rasional : Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.
Rasional : Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan
aktivitas ditentukan dengan respons individual pasien terhadap aktivitas dan
perbaikan kegagalan pernapasan.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau
menunduk ke depan meja atau bantal.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
4. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
Tujuan: Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat.
Intervensi:
1) Tentukan karakteristik nyeri, mis: tajam, konstan, ditusuk. Selidiki perubahan
karakter/lokasi/intensitas nyeri.
Rasional : Nyeri dada, biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia, juga
dapat timbul komplikasi pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.
2) Pantau tanda vital.
Rasional : Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien
mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah
terlihat.
3) Berikan tindakan nyaman, mis: pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
Rasional : Tindakan non-analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
4) Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
rasional : Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5) Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional : Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan
keefektifan upaya batuk.
6) Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.
Rasional : Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non-
produktif/paroksismal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan
kenyamanan/istirahat umum.
Suyono, Slamet. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI : Jakarta
Blackwell, Wiley. 2014. Nursing Diagnoses definitions and classification 2015-2017. United
Kingdom: Blackwell.
Mansjoer, A et al. 2002. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius: Jakarta
Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M.L. & Swanson, E. 2008. Nursing Outcomes Classification
(NOC) fourth edition. Missouri: Mosby
Smeltser, S.C & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah edisi 8 volume 1.
EGC : Jakarta.
Somantri, Irman. 2007. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika