Anda di halaman 1dari 9

Dalem Yang Mengajariku Banyak

Hal
Cerpen Karangan: Elfina Ida Aroda
Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Persahabatan
Lolos moderasi pada: 13 March 2017

Manda adalah seorang anak kota yang masih duduk di kelas 4 bangku Sekolah Dasar.
Sejak kecil segala kebutuhan Manda tercukupi dengan lengkap, maklumlah, karena sang
ayah bekerja sebagai Wakil Direktur di sebuah perusahaan ternama, begitupula dengan
sang Bunda, adalah seorang pengusaha kue yang memiliki toko sendiri. Apa yang Manda
inginkan selalu dipenuhi oleh kedua orangtuanya. Itulah penyebab sifat kemanjaan yang
saat ini melekat pada diri Manda.

Setiap hari Manda berangkat ke sekolah diantar oleh sang Ayah dengan mobil
mewahnya. Tapi pagi ini ia harus berangkat sendiri dengan sebuah taksi yang sudah
dipesan oleh Ayahnya.

“Bunda… Ayah kemana si kok udah jam segini belum siap? Kalau Manda telat gimana?”,
Tanya Manda kepada sang Bunda…
“Ayahmu sudah berangkat nak, Karena dia pagi ini harus memimpin rapat” jawab Bunda
..
“Terus aku berangkat dengan siapa? Masa iya harus jalan kaki” sahut Manda dengan
nada jengkel…
“Sejak kapan Manda mau pergi ke sekolah dengan jalan kaki nak?, lagian mana mungkin
sih ayah sama bunda, membiarkan kamu untuk pergi ke sekolah jalan kaki?, ayah tadi
sudah memesankan kamu sebuah taksi, ayo cepat berangkat, kasihan lo pak supir sudah
menunggumu dari tadi” jawab Bunda
“yah .. taksi lagi” ucap Manda dengan keluhan.
“Manda Sayang, seharusnya kamu bersyukur, lihat di luaran sana masih banyak orang
yang kurang beruntung, ayolah sayang mulai sekarang hilangkan sifat manjamu” Bunda
mencoba menasehati…
“iya iya bunda..” sahut Manda
Manda pun akhirnya berangkat ke sekolah dengan sebuah taksi yang sudah dipesan oleh
sang Ayah..

Berbeda dengan kehidupan Manda yang penuh dengan kemewahan, di tempat lain di
sebuah Desa yang bernama desa Dalem hidup seorang anak kecil yang seumuran
dengan Manda, dia bernama Surti.
Kehidupan Surti memang jauh berbeda dengan Manda. Abah Surti yang hanya bekerja
sebagai buruh tani, dan sang emak yang hanya penganguran. Kehidupan keluarga Surti
memang hampir sama dengan keluarga lainya, yang berada di desa Dalem, yaitu
sederhana dan Pas-pasan. Namun demikian Surti selalu bersyukur dan hidup bahagia,
karena dia dapat tinggal di sebuah desa yang Makmur, tentram, dan masih menjaga
kelestarian budaya seperti desa Dalem ini.

Hari itu Ayah manda mendapat sebuah tugas baru dari sang atasan, dia ditugasi untuk
memperluas cabang produksi, dengan membuat cabang baru di sebuah desa, desa itu
adalah desa Dalem, tempat dimana Surti dan keluarganya tinggal. Dengan otomatis
keluarga Manda akan juga berpindah dari kota ke desa Dalem.

Ketika sedang makan malam ayah manda menyampaikan hal tersebut kepada Bunda
dan Manda. Namun ketika mendengar hal itu reaksi Manda langsung menolaknya.
“Bunda, Manda .. ayah mendapat tugas dari kantor, ayah ditugasi untuk memperluas
cabang perusahaan di sebuah desa yang jauh, yaitu desa Dalem, jika ayah mendapat
tugas seperti itu kita berarti harus pindah juga ke desa itu.” kata Ayah
“Apa yah? Kita akan pindah ke desa? Pokoknya Manda enggak setuju! di Desa itu
enggak enak yah, anaknya kumel-kumel, nggak ada supermarket buat shoping, lagian
temen Manda di sini sudah banyak yah, Manda di sana nanti nggak punya temen” sahut
Manda yang tidak setuju dengan pernyataan sang ayah…
“tapi nak, inilah tugas Ayah.., ayah harus mengabdi kepada atasan ayah, lagi pula kalau
masalahnya hanya karena supermarket atau teman baru itu mudah untuk diatasi nak,
nanti di sana kamu akan mendapat teman baru” jawab Ayah dengan nada membujuk.
“iya nak, benar ayahmu.. sudahlah Manda.. seiring berjalanya waktu, manda akan betah
di desa, di desa kan enak, udaranya sejuk dan masih bersih. dari pada di kota” kata
Bunda yang juga membujuk Manda.
“pokoknya Manda nggak mau..” jawab Manda dengan nada yang menggerutu.
Manda menolak untuk pindah ke desa, namun setelah berhari-hari sang Ayah dan Bunda
membujuknya, akhirnya dia mau dan bersedia pindah ke desa, walupun itu ia lakukan
dengan rasa terpaksa.

Akhirnya keluarga itu pun pindah dari kota yang penuh kebisingan, ke sebuah desa asri
yang penuh dengan kesejukan dan ketentraman. Manda juga pindah sekolah, tapi di
sekolah barunya ini manda tidak mempunyai teman, karena Manda tak ingin berteman
dengan mereka anak-anak desa. Dia malah menyibukan diri dengan barang-barang dan
alatnya yang canggih. Hingga akhirnya Surti si Anak yang baik hati itu mengajak Manda
untuk berteman.
“hai, kamu Manda ya? Anak kota yang baru pindah kesini? Perkenalkan aku Surti, aku
ketua kelas di kelas ini, selamat datang ya Manda semoga kamu betah di sini” kata Surti
dengan penuh senyuman
“Iya, nggak enak ya di sini, desanya terpencil sekali, nggak ada apa-apanya. Enak di
kota peralatan seraba canging, banyak maianan bagus-bagus” ketus Manda
“Bukannya tidak enak, di sini enak kok, hanya saja Manda belom terbiasa dan Manda
terlalu meyibukan diri dengan barang-barang Manda yang dari kota itu, kalau Manda
ingin bermain aku mau kok mengajak Manda untuk mengenal desa ini lebih jauh, agar
Manda betah di sini” ajak Surti.
Awalnya Manda menolaknya, tapi kemudian setelah iya berpikir, tak ada salahnya
menerima tawaran Surti, barangkali dia akan betah tingaldi desa ini.

Pagi itu hari minggu Surti mengajak Manda untuk ke pasar, mereka berjalan kaka, di
tengah perjalanan mereka melihat seorang yang sedang membajak sawah dengan
kerbaunya. Bagi Surti hal itu sudah biasa, namun bagi Manda sang anak kota itu
merupakan pemandangan yang asing sekaligus mengasyikan

“Sur.sur. itu orang membajak sawah ya? di kota enggak ada yang seperti ini, aku baru
kali ini melihat pak tani yang membajak sawah dengan kerbau secara langsung,
biasanya aku hanya mendengar hal itu dari guruku, atau mungkin hanya melihatnya di
TV, tapi kali ini aku melihatnya secara langsung.” kata Manda dengan penuh
kegembiraan.
“iya Man, itu sudah menjadi sebuah kebiasaan warga di sini setiap musim panen, karena
setelah mereka memanen padi mereka akan menanamnya kembali, tapi sebelum
ditanami tanaman padi, tanahnya harus dibajak terlebih dahulu, di desa ini semuanya
masih sederhana, warga di sini tidak ada yang mengunakan mesin untuk membajak,
jadi setiap membajak sawah mereka memanfaatkan tenaga dari kerbau” jelas Surti..
“Wah, hebat ya Sur. rajin banget mereka, padahal sekarang udah ada mesin yang
canggih.” dengan kekaguman Manda memperhatikanya..
“itulah masyarakat desa ini Man, kalau kita semua mengunakan barang praktis, dan
mengunakan semua peralatan baru, lantas siapa yang akan menjaga kelestarian ini?
untuk itu warga disini sadar akan pentingnya sebuah kelestarian, walaupun ini hanya hal
yang sepele. Lagian ini lebih ramah lingkungan dan murah Man”.
“wah, hebat ya orang-orang di sini, walau mereke kebanyakan berpendidikan rendah
tapi mereka mengerti dan peduli terhadap sebuah kelestarian” sahut Manda.
“Mari mar kita lanjutkan perjalanan kita” ajak Surti

Ketika Surti dan Marni berjalan menuju pasar, mereka bertemu dengan Ayah dan Bunda
manda yang hendak bepergian. Melihat sang anak sudah mendapat teman baru, ayah
dan Bunda Manda sangat bahagia sekali, itu berarti manda sudah mulai betah tingal di
desa ini. Ia selalu menceritakan kegiatannya kepada ayah dan Bundanya.

Sore itu Surti dan Manda pergi ke sungai untuk sekedar bermain, dan melihat rutinitas
warga desa yang sedang mencari ikan dengan jala. Manda terlihat sangat bahagia.
Karena dia slama ini tidak pernah melihat atau meraskan hal yang seperti ini, biasanya
dia hanya sibuk dengan barang-barang canggihnya.

Surti dan Manda dekat sekali, mereka sering melakukan aktivitas bersma-sama, Setiap
hari Surti mengajak Manda untuk ikut dengannya, agar Manda lebih mengenali desa
Dalem ini.

Malam itu Surti dan Manda pergi ke Masjid. Sebenarnya, malam itu tidak ada kegiatan
yang khusus di Masjid. Seperti malam-malam biasanya hanya ada kegiatan salat
berjamaah dan belajar mengaji, sebelum salat Isyak. Hanya saja, malam itu adalah
malam bulan purnama, tepatnya tanggal 15 pada kalender tahun Hijrah.

Malam dimana Bulan menampakkan dirinya secara penuh, memamerkan keindahan, dan
memancarkan cahayanya yang terang. Inilah alasan Surti mengajak Manda pergi ke
Masjid dan, sudah menjadi kebiasaan anak-anak Desa Dalem, setiap malam purnama,
khususnya anak-anak seusia Surti, biasanya akan keluar bermain di luar rumah. Itulah
yang mebuat anak-anak desa Dalem sangat bersemangat menyambut setiap datangnya
malam bulan purnama.

Anak-anak itu seperti tidak sabar untuk menikmati indahnya Bulan Purnama, ingin
segera bermain-main di bawah cahayanya. Dan ternyata benar ini adalah hal yang
pertama bagi Manda, Manda yang sebelumnya tidak pernah melihat atau meraskan
semua ini merasa kagum, ini adalah sebuah kegiatan yang tak semua anak merasakan.

Karena pada zaman modern sekarang ini banyak yang tidak dapat merasakan indahnya
masa kecil, semua moment bermain mereka telah dirampas oleh barang-barang elektro
yang serba cangih, yang menjadi teman bermain bagi mereka ada di setiap waktu baik
siang ataupun malam hari.

Banyak hal yang dilalui bersama-sama, sekarang Manda mulai mnengenal desa yang ia
tempati yanitu desa Dalem. Memang benar pepatah mengatakan.

“memang benar ya sur”. kata Manda.


“Benar apa Man?” tanya Surti kebingungan…
“iya, benar.. seorang pepatah mengatakan Jika tak kenal maka tak Sayang, itulah sat ini
yang kurasa” kata Manda dengan senyum-senyum..
“sayang Gimana too Man? Aku nggak ngerti apa maksudmu” tanya surti..
“dulu aku tak mengenal desa ini, akau berangapan desa ini kotor, orang kumel-kumel,
menjijikkan, tapi ternyata setelah aku mengenal desa ini itu semua salah, aku menjadi
sayang dengan desa ini. Aku betah hidup di sini, di sini semuanya sangat indah seakan
tertatata dengan rapi dengan kesederhanan yang masih melekat,” kata Manda.
“ciye Manda, berarti sayang juga dong sama aku” dengan nada menggoda.
“apa sih Surti ini” tersenyum melihat Surti..
“hahahahahah, Syukurlah Man kalau kamu sudah sayang dan betah di desa ini.” Kata
Surti..

Manda telah merasakan sebuah kenyamanan di Desa ini. Desa yang masih melestarikan
kebiasan-kebiasannya yang penuh dengan kesederhanaan. Bulan kemerdekaan kurang
seminggu kedepan, telah menjadi kebiasaan atau bahkan tradisi di desa Dalem, jika
bulan agustus mereka menyambut kemerdekaan dengan berbagai lomba. Kegiatan ini
telah menjadi rutinitas tiap tahun bagi desa Dalem, karena kegiatan ini penting untuk
menumbuhkan rasa Cinta Tanah Air di berbagai kalangan, banyak sekali kegiatan yang
dilaksanakan, seperti lomba Menari, menyanyi lagu daerah, balap karung, lomba
memakan krupuk atau lombah karnaval.

Surti mengajak Manda untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan kemerdekaan tahun ini.
Dan ini adalah pertama kalinya bagi Manda, ia sangat antusias sekali menyambut hari
kemerdekaan itu. Setiap hari selama seminggu Surti dan Manda berlatih dan berlatih,
surti mengikuti lomba Menyanyi, rencananya ia akan menyanyikan sebuah temabng lagu
yang berjudul ”Gethuk”, sedangkan Manda tertarik ingin mengikuti lomba memakan
krupuk. Padahal biasanya Manda jika di kota, selalu menyempelekan sebuah kerupuk,
tapi di sini makan itu menjadi teman yang menemaninya untuk mendapatkan sebuah
juara.
Waktu yang ditunggu pun akhirnya tiba, Saatnya Surti dan manda merebut sebuah
Juara. Tidak anak-anak atau remaja, bahkan tua juga antusias di dalam kegiatan ini.
Kebersamaan dan kerukunan di sini sangat terasa.

Setelah mengikuti banyak tahap, akhirnya Surti muncul sebagai pemenang pertama
dalam lomba menyanyi lagu daerah, dan manda muncul sebagai juara kedua, mereka
buerdua sangat bahagia.
Bagi Manda ini hanyalah sebuah permulaan, tapi tahun depan dia akan membuktikan
bahwa dia akan menjadi juara.

Di sini Manda mulai betah. Bahkan sekarang sifat manja Manda perlahan hilang, karena
Manda mulai terbiasa dengan kesederhanaan. Ayah dan Bunda sangat Bangga terhadap
Manda. Dalem telah mengajari Manda akan banyak hal. mengajari akan indahnya
kebersamaan, mangajari kerukunan, dan tentunya Mengajari tentang kesederhanan
untuk sebuah kelestarian.
Arti Sahabat
Cerpen Karangan: Selly Sun
Kategori: Cerpen Cinta Segitiga, Cerpen Perpisahan, Cerpen Persahabatan
Lolos moderasi pada: 20 January 2018

Siang ini seperti biasa begitu mendengar bel istirahat berbunyi, semua murid SMAN 1
memasuki kelas masing-masing. Tidak terkecuali Dean dan Siska, kedua sahabat satu muka
itu. Mereka dijuluki “satu muka” oleh siswa-siswi sekolahnya karena jika dilihat sekilas
kedua wajah mereka hampir mirip dan bahkan nyaris sama! Padahal mereka berdua tidak
memiliki hubungan darah. Hal yang membuat mereka mudah dikenali dan dibedakan adalah
Dean berkacamata sedangkan Siska tidak.

Begitu tiba di kelas XII IPA 2, merekapun duduk di bangku masing-masing.

“Eh De, kamu bawa tugas IPA nggak?” tanya Siska sambil mengeluarkan seluruh isi tasnya
satu-persatu.
“Aku bawa. Kenapa?”
“Kamu ngeliat buku tugasku nggak?”
Dean menggeleng, kemudian ia pun bertanya “Emangnya kamu nggak bawa?”

“Tadi udah aku bawa. Tapii …” Siska menghentikan ucapannya, sambil mencoba mengingat
ke mana dia meletakkan buku tugasnya itu. Kemudian …
“Aduh, mampus deh aku!” ujar Siska menepuk jidatnya.
“Loh, kenapa? Kamu udah tau di mana buku kamu?” tanya Dean.
“Duuhh … bukunya tadi aku bawa, trus aku taruh di kursi mobil. Waktu aku buru-buru turun
dari mobil, aku lupa ambil. Aduuhh … gimana nih!?” kata Siska panik. Dan ketika itu juga
Bu Rasty guru IPA yang killer itu memasuki kelas. Semua terdiam, begitu juga dengan Dean
dan Siska.

Bu Rasty berdiri di depan kelas sambil menatap satu-persatu wajah murid kelas XII IPA yang
pada tegang-tegang semua!
“Ehem. Kumpulkan tugas IPA yang Ibu kasih semalam sekarang juga!” perintah Bu Rasty
tegas.
Semua murid pun satu-persatu mengumpulkan tugas.
“Duh .. De, gimana nih!?” ujar Siska panik ketika melihat Dean hendak mengumpulkan
tugasnya.

Dean memandangi buku tugasnya itu, kemudian ia memandangi Siska dan berkata “Nih,
ambil aja buku aku”
“Ha? Maksud kamu?” tanya Siska tidak mengerti.
“Udaahh .. ambil aja” ujar Dean dan langsung memberikan buku tugasnya yang kini berada
dalam genggaman tangan Siska.
Siska memandangi Dean dengan heran. Dean hanya tersenyum tipis, kemudian ia melirik Bu
Rasty yang kini tengah menatap mereka berdua.

Tiba-tiba Dean menarik buku yang berada di tangan Siska, ia pun langsung berkata, “Eh, Sis!
Pinjam buku tugasmu dong, aku nggak buat tugas nih!?” ujar Dean dengan suara lantang
yang membuat semua orang memandanginya.
Siska yang sama sekali tidak mengerti maksud Dean hanya bisa berdiri mematung ketika
melihat Bu Rasty menghampiri mereka berdua.

“Ada apa ini?!” bentak Bu Rasty dengan suaranya yang keras.


Dean dan Siska hanya menunduk dan terdiam.
“Cepat jawab, ada apa ini?!” kata Bu Siska lagi. Kemudian Bu Siska mengambil buku tugas
yang berada di tangan Dean.
Bu Rasty membuka dan melihat buku tugas itu, ia pun bertanya “Buku tugas siapa ini?”

“I-itu …”
“Punya Siska, Bu!” ucap Dean memotong pembicaraan Siska.
Bu Rasty memandangi Siska, “Benar punya kamu?” tanya Bu Rasty kemudian.
Sejenak Siska memandangi Dean yang tampak memberi isyarat agar ia menjawab “iya” .
Kemudian, dengan terpaksa Siska pun menganggukkan kepalanya.

“Terus, kenapa buku ini bisa sama kamu Dean?” kini Bu Rasty mengalihkan pandangannya
pada Dean.
“Saya mau pinjam, Bu” jawab Dean.
“Untuk?”
“Kan saya tidak bawa, Bu. Jadi saya mau pinjam”

“Oh, jadi kamu tidak bawa tugasnya?”


Dean mengangguk, yang membuat Siska terkejut mengapa ia bisa berbuat seperti itu.
“Bagus. Sekarang kamu dihukum berdiri di lapangan sampai jam istirahat!” pintah Bu Rasty.
Akhirnya Dean pun berjalan meninggalkan kelas menuju lapangan.

“Bu, kenapa Dean dihukum? Dia nggak salah” protes Siska setelah Dean meninggalkan
kelas.
“Sudah jangan protes! Kembali duduk di kursimu!?”

Beberapa hari kemudian semenjak kejadian itu, Dean yang juga diberi hukuman tambahan
oleh Bu Rasty tidak diperbolehkan masuk dijam pelajarannya selama satu minggu. Seperti
biasa Dean mengisi waktu kosongnya dengan nongkrong di perpustakaan sambil membaca
buku-buku.

Sementara itu, Siska yang tengah mengikuti pelajarannya bersama siswa-siswi lainnya
dikagetkan dengan suara pintu kelas yang diketuk. Semua memandang ke ambang pintu.
Tampak Pak Hartono, kepala sekolah SMAN 1 memasuki kelas bersama seorang cowok yang
bertampang keren.

“Anak-anak, hari ini kalian kedatangan murid baru. Dia pindahan dari Jakarta. Namanya
Rangga” ujar Pak Hartono dengan suaranya yang tegas. Kemudian Rangga tersenyum ramah
yang membuat sejumlah siswi-siswi kelas XII IPA 2 terpesona. Tidak terkecuali Siska, yang
diam-diam di dalam hati mengagumi Rangga.
“Selamat datang Rangga, silahkan kamu duduk di …” ujar Bu Rasty mencari tempat duduk
untuk Rangga, begitu Pak Hartono keluar kelas.

“Bu, gimana kalo Rangga duduk di sini aja?” usul Siska tiba-tiba.
“Loh, bukannya itu tempat duduk Dean?”
“Emm … nggak papa kok Bu. Nanti saya yang jelasin ke Dean” ucap Siska yang
pandangannya tidak pernah terlepas dari Rangga.
Bu Rasty terlihat berpikir sejenak, kemudian” Baiklah. Kalo begitu kamu pindahkan barang-
barang Dean ke kursi belakang kamu. Dan Rangga duduk di samping Siska”

Dengan cepat Siskapun memindahkan barang-barang Dean kekursi belakangnya. Rangga pun
duduk di sebelah Siska.
“Aku Siska, salam kenal ya” ujar Siska pada Rangga. Rangga sejenak memandangi Siska,
kemudian ia pun tersenyum tipis yang membuat Siska semakin tertarik pada pesonanya.

Bel istirahat terdengar berbunyi, Dean meletakkan buku-buku yang dibacanya ke rak buku
perpustakaan. Ia pun melangkahkan kaki keluar dari perpustakaan. Baru beberapa langkah
saja berjalan, Dean terkagetkan ketika melihat Siska berjalan menghampirinya bersama
seorang cowok yang tidak pernah dilihat sebelumnya.

“Hai, De!” sapa Siska.


Dean membalas dengan tersenyum.
“Kenalin ini teman baru kita, namanya Rangga” ucap Siska memperkenalkan Rangga pada
Dean. Sesaat Rangga dan Dean hanya saling berpandangan.
“Rangga” ucap Rangga sambil mengulurkan tangan kanannya. Namun Dean hanya membalas
dengan tersenyum. Rangga sempat heran, tapi kemudian ia menarik tangannya kembali.

“Eh, De. Kita berdua mau ke kantin, kamu mau ikut?” tanya Siska.
Dean terlihat berpikir sejenak, kemudian ia pun berkata, “Nggak deh, Sis. Aku mau ke kelas
aja”
“Oh ya udah, kita duluan ya De. Byee …” kata Siska sembari berjalan meninggalkan Dean.
Sepeninggal Siska dan Rangga, Dean sempat bertanya-tanya dalam hati melihat tingkah laku
Siska yang tampak sangat senang tidak seperti biasanya.

Setengah bulan telah berlalu, hubungan pertemanan Dean, Siska, dan Rangga semakin dekat.
Terutama Siska dan Rangga, tampaknya Siska mempunyai perasaan dengan Rangga. Itu yang
dipikirkan Dean, karena setiap Dean dan Siska ngobrol ia selalu bercerita tentang Rangga.
Dan sejujurnya Dean cemburu. Tapi ia tidak tau harus bagaimana, baginya sahabat adalah
segalanya.

Hari ini, kelas XII IPA 2 sedang melaksanakan ujian matematika. Dean telah selesai
mengerjakan soal ulangannya dan ia pun diperbolehkan keluar ruang kelas. Ketika Dean
sedang duduk di pinggir koridor sekolah, tiba-tiba ia merasa pundakya ditepuk oleh
seseorang. Dean pun menoleh.

“Loh, Rangga” ujar Dean agak kaget.


Rangga tersenyum, kemudian ia pun ikut duduk di samping Dean.
“Kamu udah selesai ujiannya ya?” tanya Dean. Dan entah mengapa jantung Dean berdebar
setiap menatap mata Rangga.
Rangga mengangguk pertanda iya, lalu keduanya hanya terdiam dan sibuk dengan pikiran
mereka masing-masing.

Tapi kemudian, Rangga pun bertanya “Eh, ngomong-ngomong kamu dan Siska kembaran
ya?”
Dean tersenyum,” Kamu adalah orang yang ke seratus bertanya seperti itu”
“Maksud kamu?”
“Aku dan Siska bukan kembaran kok. Kami hanya teman biasa dan bersahabatan”

“Masa sih?”
Dean mengangguk.
“Kirain kalian kembar. Oh ya, aku mau tanya sesuatu sama kamu”
“Kamu mau tanya apa?”

“Kamu udah punya cowok belum?” tanya Rangga hati-hati.


“Emang kenapa?”
“Nggak. Aku Cuma pengen tau aja”
“Oh, belum kok.” jawab Dean singkat. Padahal Dean berharap Rangga bertanya lagi, tapi
tepat saat itu Siska yang baru selesai ujian datang menghampiri mereka berdua.

Dua minggu kemudian setelah kejadian itu …

“De, kamu serius mau pindah?” tanya Siska pada Dean yang tengah mengepak bajunya.
Karena besok Dean dan keluarganya akan pindah ke Singapura.
Dean tersenyum, “Iya Sis”
Siska langsung memeluk Dean, “Aku pasti bakalan kanget banget sama kamu”
“Aku juga kok”

Kedua sahabat itu akhirnya melepaskan pelukan masing-masing. Dan Dean kembali
mengepak bajunya dengan dibantu oleh Siska.
“Oh ya, Sis. Kalo kamu ketemu sama Rangga tolong kasih surat ini ke dia ya” kata Dean
sambil memberikan sebuah amplop pada Siska. Dan Siska pun mengambil amplop yang
berisi surat itu.
“Dan, kalo kamu kasih surat ini. Kamu mau kan sambil pakai kacamata aku?”
Siska yang sebenarnya tidak mengerti sama sekali apa maksud Dean hanya menuruti dengan
anggukan kepalanya.

Keesokan harinya, Dean yang baru saja sampai di sekolah merasa kaget ketika melihat
Rangga berlari menghampirinya.
“Eh, Rangga” ujar Siska.
Rangga tersenyum,” Ikut aku yuk!”
Rangga langsung menarik tangan Siska dan membawanya menuju taman belakang sekolah.
Kemudian mereka duduk di kursi taman.

Sesaat keduanya hanya saling terdiam.


“Aku pengen ngomongin sesuatu sama kamu” kata Rangga memecah keheningan.
“Sebenarnya … dari pertama kali teman kamu kenalin kamu ke aku, aku udah suka sama
kamu. Tapi aku nggak berani ngungkapin ini karena kamu selalu terlihat menjauh ketika aku
berusaha untuk mendekatimu. Dan sekarang, aku mau tanya sama kamu. Kamu mau kan jadi
pacarku, Dean?”
“Apa?!” Siska terlonjak kaget begitu mendengar perkataan Rangga, “Dean? Maksud kamu?!”

“I-iya, kamu Dean”


Siska melepaskan kacamatanya.
“Siska?” Rangga kaget begitu tau cewek yang di hadapannya adalah Siska bukan Dean.
“Iya, aku Siska. Bukan Dean”
“Tapi kenapa …”
“Aku memang pake kacamata Dean. Dean yang memberikannya padaku. Aku nggak nyangka
ya, kamu lebih memilih Dean daripada aku. Udah jelas-jelas aku yang lebih dekat dengan
kamu daripada Dean. Tega kamu ya Ga, tega!”
Siska langsung melemparkan sebuah amplop pada Rangga. Rangga tanpa banyak bicara
langsung membuka amplop itu dan membaca isinya, sementara Siska berlari
meninggalkannya.

Dear Rangga,
Maaf kalo aku nggak bisa kasih tau kamu soal keberangkatan aku ke Singapura. Dan gimana?
Kamu udah jadian dengan Siska kan? Aku harap sudah. Tapi kamu jangan pernah memarahi
Siska kalo dia berpenampilan seperti aku. Itu semua keinginanku, aku mau dia bahagia sama
kamu.
Maafkan aku Rangga kalo semuanya jadi seperti ini. Karena inilah arti sahabat sesungguhnya
Dean

Anda mungkin juga menyukai