Anda di halaman 1dari 21

LITERATUR REVIEW

PROSES PEMULIHAN PADA GANGGUAN JIWA

Oleh
EKA SAPFITRI YANA
NPM. 214117003

Untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah keperawatan jiwa guna
memperoleh gelar Ners Program Studi Profesi Ners

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDRAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2017

1
Nama : EKA SAPFITRI YANA
NPM : 214117003
Pembimbing Akademik : Ns. KHRISNA WISNUSAKTI, S.Kep.
M.Kep
Ruangan : PERKUTUT

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipersembahkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas Literature Review yang berjudul “Proses Pemulihan Pada Gangguan Jiwa”

Dalam penyususnan Literature Review yang berjudul “Proses Pemulihan


Pada Gangguan Jiwa” ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ns.
Khrisna Wisnusakti, S.Kep. M.Kep. selaku dosen pembimbing lapangan di stase
Keperawatan Jiwa.

Penulis menyadari bahwa penulisan Literature Review ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat
penulis harapkan untuk perbaikan kesempurnaan. Semoga bermanfaat bagi pihak
yang memerlukan dan bagi siapa aja yang membacanya aamiin.

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dewasa ini permasalahan yang dihadapo bangsa Indonesia semakin
kompleks dan telah masuk ke dalam taraf yang memprihatinkan,
perkembangan ekonomi yang tidak merata, bencana alam yang semakin
sering terjadi, lapangan kerja yang sangat sempit, biaya kesehatan yang
semakin tak terjangkau, beberapa hal tersebut menjadikan masyarakat
Indonesia dalam posisi tertekan (Gaol
Masyarakat dipaksa untuk semakin ekstra dalam menghadapi
permasalahan yang ada, tak jarang masyarakat pun akhirnya mengalami
depresi bahkan hingga mengalami gangguan jiwa, hal ini tentunya menjadi
permasalahan yang harus diperhatikan oleh pemerintah terkait dengan
dicanangkannya visi Indonesia sehat 2010. Setidaknya terdapat program
yang berkaitan langsung dengan masalah kesehatan mental dalam
masyarakat (Kemenkes RI, 2010).
Kecenderungan meningkatnya angka gangguan mental dan psikis di
kalanan masyarakat saat ini dan akan datang, akan terus menjadi masalah
sekaligus tantangan bagi tenaga kesehatan khususnya komunitas profesi
psikologis dan keperawatan (Rasmun, 2001 dalam Salahuddin, 2009).
Gangguan kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan penduduk
dunia menderita psikotik selama merak hidup, di Amerika Serikat penderita
psikotik lebih dari dua juta orang. Prevalensi gangguan psikotik di Indonesia
adalah tiga sampai lima perseribu penduduk. Bila diperkirakan jumlah
penduduk sebanyak 220 juta orang maka akan terdapat gangguan jiwa
kurang leibih 600 ribu sampai satu juta orang (Sulistyowati 2007 dalam
Akhamd, Handoyo dan Tulus, 2011).
Menurut Coleman (1984) dalam Akhamd, Handoyo dan Tulus (2011)
menyatakan bahwa penyebab tingkah laku abnormal dan gangguan jiwa

4
tidaklah tunggal, tetapi terkait dengan kompleksnya perkembangan
keperibadian. Gangguan jiwa umumnya memiliki banyak penyebab
(multicausal) dan berkaitan dengan apa yang telah ada sebelum gangguan
itu muncul, yaitu faktor-faktor bawaan, predisposisi, kepekaan (sensitivity)
dan kerapuhan (vulnerability). Predisposisi, kepekaan dan kerapuan
merupakan hasil interaksi antara faktor-faktor bawaan dan pengaruh-
pengaruh luar yang terjadi pada seseorang. Faktor-faktor bawaan ada yang
bersifat biologis atau herediter.

2. Tujuan
a. Untuk mengatahui apa itu gangguan jiwa
b. Untuk mengetahui penanganan pemulihan pada penderita gangguan jiwa
c. Untuk mengetahui proses penanganan pemulihan pada penderita ganggua
jiwa

3. Manfaat
a. Mengatahui apa itu gangguan jiwa
b. Mengetahui penanganan pemulihan pada penderita gangguan jiwa
c. Mengetahui proses penanganan pemulihan pada penderita ganggua jiwa

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Gangguan Jiwa
a. Pengertian gangguan jiwa
Konsep gangguan jiwa dari PPDGJ II yang merujuk ke DSM-III:
“Sindrom atau perilaku, ata psikologik seseorangm yang secara klinik
cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala
penderitaa (distress) atau henti daya (impairment / disability) didalam
satu atau lebihfungsi yang penting dari manusia. Disimpulkan bahwa
disfungsi itu adalah disfungsi dalam segi perilaku, psiklogik, atau
semata-mata terletak didalam hubungan anatara orang itu dengan
masyarakat. Sehingga gangguan jiwa adalah suatu perubahan yang
meyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan
penderita pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran
sosialnya.

b. Penyebab
Sember penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor
menurut Yosep (2010) dalam Sulistyorini (2013) yaitu:
1) Faktor somatik (somatogenik) atau organobiologis
2) Faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif
3) Faktor sosio-budaya (sosiogenik) atau sosiakultural

c. Klasifikasi
Klasifikasi gangguan jiwa menurut PPDGJ-III (Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia) dalam
Sulistyorini (2013) adalah sebagai berikut :
1) Gangguan mental organik dan simtomatik.
Ciri khas : etiologi organ/fisik jelas, primer/sekunder

6
2) Skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham
Ciri khas : gejala psikotik, etiologi organik tidak jelas
3) Gangguan suasana perasaan (Mood/Afestif)
Ciri khas : gejala gangguan afek (spikotik dan non-psjotik).
4) Gangguan neurotik, gangguan somatofom, dan gangguan stres
Ciri khas : gejala non-spikotik, etiologi non organik.
5) Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis
dan faktor fisik
Ciri khas : gejala disfungsi fisiologis, etioogi non-organik
6) Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa
Ciri khas : gejala perilaku, etiologi non-organik
7) Retardasi mental
Ciri khas : gejala perilaku, etiologi non-organik
8) Gangguan perkembangan psikologis
Ciri khas : gejala perembangan khusus, onset masa kanak
9) Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan
remaja
Ciri khas : gejala perilaku/emosional, onset masa kanak

d. Terapi dan rehabilitasi


Menurut Hawari (2009) dalam Sulistyorini (2013) penanganan
penderita gangguan jia dilakukan dengan pendekatan holistik atau
menyeluruh, yaitu degan terapi antispikotik (psikofarmaka), terapi
psikososial/terapi perilaku, tetapi psikomotor, terapi psikoreligius,
terapi kelompok, terapi rekreasi, Art terapi, dan rehabilitas.
Persepsi di masyarakat bahwa gangguan jiwa terjadi karena
“guna-guna” (personalistik), sehingga tindakan awal pencarian
pengobatan secara tradisional dengan menggunakan dukun.
Pengobatan dengan berbagai dukun ternyata tidak memberikan
kesembuhan, kemudian masyarakat menggunakan sistem medis
modern, yaitu berobat kesarana kesehatan. Pengobatan dengan medis

7
modern memberikan kesembuhan, tetapi setelah penderita gangguan
jiwa kembali ke lingkungan keluarga dan msyarakat kembali
mengalami kekambuhan. Sehingga pada akhirnya oleh keluarga
adalah dengan memasung (Idwar, 2009 dalam Sulistyorini 2013).
Hingga sekarang penanganan penderita gangguan jiwa belum
memuaskan, disebabkan ketidaktahuan (ignorancy) keluarag maupun
masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa. Diantaranya adalah masih
terdapatnya pandangan yang negatif (stigma) dan bahwa gangguan
jiwa ukanlah suatu penyakit yang dapat diobati dan disembuhkan.
Sikap keluarga dan masyarakat yang menganggap bahwa bilah salah
seorang keluarganya mendeirta gangguan jiwa, hal ini merupakan aib
bagi keluarga. Oleh karena itu, sering kali penderita gangguan jiwa
disembunyika bahkan dikucilkan karena rasa malu (Hawari, 2009
dalam Sulistyorini 2013).
Banyak sekali orang yang percaya bahwa gangguan jiwa tidak
mungkin disembuhhkan dan orang yang menderitanya tidak mungkin
bisa erfungsi secara normal di masyarakat. Persepsi yang muncul
kemudian dalam taraf yang lebih jauh akan menyebabkan orang tidak
mau untuk mengetahui permasalahan kesehatan jiwa baik dalam
dirinya sendiri maupun orang lain. Di Indonesia, pengetahuan tentang
gangguan hiwa dipengaruhi erat oleh kultur budaya. Seseorang
dengan gangguan jiwa sering dianggap terkena guna-guna, terkena
pengaruh setan atau mahluk halus lainnya (Hawari, 2009 dalam
Sulistyorini 2013).

2. Pemulihan
Pemulihan adalah suatu proses atau perjalanan panjang, bukan suatu
tujuan, tapi suatu proses yang selalu bergerak dan dinamis. Pemulihan
adalah suatu proses perubahan dari kurang sehat dan tersandera oleh gejala
gangguan jiwa, menuju suatu keadaan yang lebih sehat dan sejahtera. Pulih
bukan berarti sembuh, karena seseorang yang sudah pulih bisa kembali jatuh

8
sakit. Pulihnya penderita gangguan jiwa adalah seperti puihnya seseorang
yang menderita diabetes. Mereka sewaktu-waktu bisa kambuh, gula
darahnya bisa kembali meningkat. Penderita tekanan darah tinggi yang
sudah terkontrol, juga bisa kambuh dan tekanan darahnya kembali menjadi
tinggi dan tidak terkontrol. Kesehatan jiwa seseorang perlu terus dijaga dan
ditingkatkan menuju keadaan yang lebih baik. (Setiadi, 2014).
a. Pendukung pemulihan gangguan jiwa
Menurut Setiadi (2014) proses pemulihan gangguan jiwa tidak terjadi dalam
ruang hampa. Ada 4 dimensi yang mendukung pemulihan gangguan jiwa :
1) Kesehatan
Agar isa pulih, penderita gangguan jiwa harus sehat fisiknya. Mampu
mengatasi atau mengendalikan penyakita atau gejala penyakit yang
dideritanya, dan mempunyai cukup informasi sehingga bisa memilih segala
suatu yang akan mendukung kesehatan fisik dan jiwanya. Termasuk disini
adalah terbebas dari kecanduan alkohol maupun obat bius.
Penderita gangguan jiwa juga seperti orang pada umumnya, mereka
juga bisa terkena penyakit fisik. Penyakit fisik penderita gangguan jiwa juga
perlu dirawat dan disembuhkan. Penderita gangguan jiwa yang mempunyai
penyakut fisik berat lebih sulit untuk bisa pulih dari sakit jiwanya.
2) Perumahan
Rumah atau tempat tinggal yang aman dan stabil sangat mendukung
proses pemulihan dari gangguan jiwa. Penderita gangguan jiwa tidak harus
punya rumah sendiri, tetapi adanya tempat tingga yang aman dan stabil
sangat penting bagi pemulihan jiwa seseorang. Aman dan stabil disini
berarti terbebas dari kekhawatiran dari diusir sehingga mereka harus hidup
gelandangan dijalan. Mereka yang hidup gelandangan dijalan akan sangat
sulit untuk bisa pulih kembali karena mereka tidak mempunyai tempat
tinggal yang aman dan stabil.
Di Indonesia, sebagian besar penderita gangguan jiwa tinggal bersama
orang tuanya. Permasalahan perumahan akan muncul ketika kedua orang
tuanya meninggal. Biasanya saudara kandung tidak sekuat orang tuanya

9
dalam mendukung kehidupan gaangguan jiwa. Penderita gangguan jiwa
perlu dipulihkan dan disiapkan untuk bisa hidup mandiri sebelum kondisi
tersebut terjadi.
3) Tujuan
Penderita ganggua jiwa perlu mempunyai kegiatan harian yang
bermakna yang bisa berupa suatu pekerjaan, bersekolah, menjadi relawan
atau melakukan pekerjaan rumah tangga, kegiatan kreatif, mandiri,
mempunyai penghasilanatau sumber daya sehingga bisa berpartisipasi
dalam kehidupan sosial. Penderita gangguan jiwa yang tidak
mempunyaikegiatan harian yang berarti, hanya duduk melamun dengan
sorotan mata kosong, akan lebih sulit pulih dan kembali hidup prouktif di
masyarakat. Tujuan hidup atau keinginan untuk meraih sesuatu akan
menjadi motor penggerak dari proses pemulihan yang sering tidak mudah
dan penuh tantangan.
Adanya kegiatan bermakna, merupakan tujuan dan sekaligus
pendukung prses pemulihan. Tergantung kondisi kesehatan jiwanya,
kegiatan bermakna tersebut bisa berbeda antara satu orang dengan orang
lainnya. Psikiater di Nepal bercerita bahwa salahseorang pasiennya
melakukan kegitann menggembala seekor kambing sebagai kegiatan yang
bermakna baginya. Dia sangat menikmati kegiatan tersebut. Masalah timbul
ketika keluarganya harus pindah ke kota Kathmdy, iu kota negara Nepal,
dimana tidak tersedia lahan dirumahnya untuk memelihara kambing.
Kehilangan kegiatan yang bermakna, penderita gangguan jiwa tersebut
akhinta meninggal karena bunuh diri.
4) Komunitas
Penderita gangguan jiwa perlu mempunyai jaringan kekerabatan atau
pertemanan yang mendukung dan bisa memberikan harapan, kehangatan
serta persaudaraan. Mereka yang hidupnya menyendiri atau terisolasi akan
lebih mudah untuk kembali kambuh penyakitnya. Komunitas tersebut bisa
diciptakan dengan mengikuti beberapa kegiatan sosial di masyarakat,

10
seperti: kegiatan pengajian, olah raga, arisan, atau kegiatan yang terkait
dengan hobi.

b. Prinsip Dasar Pemulihan Jiwa


1) Pemulihan muncul dari timbulnya harapan
Adanya kesadaran bahwa mereka bisa pulih dan mempunyai
masa depan yang lebih baik dibandingkan keadaan sekarang
merupakan pendorong dan motivator pemulihan. Kesadaran
bahwa banyak penderita gangguan jiwa bisa mengatasi
tantangan, masalah dan hambatan seperti yang mereka hadapi
saat itu menjadi pendorong munculnya pemulihan. Harapan bisa
tumbuh dan diperkuat oleh dukungan keluarga, teman, pederita
yang pulih, tenaga kesehatan maupun relawan gangguan jiwa.
Adanya harapan merupakan pendorong proses pemulihan.
2) Dorongan untuk pulih berasal dari dalam diri seseorang
Konsep pemulihan berbeda dengan konsep rehabilitasi. Dalam
rehabilitasi, penderita bersikap pasif, yaitu minum obat sesuai
petunjuk dokter dan melakukan kegiata seperti yang
diperintahkan oleh perwat jiwa. Pemulihan gangguan jiwa tidak
akan bisa terjadi hanya dengan rajin minum onat dan menuruti
perintah orang lain.
Agar bisa pulih, penderita harus mempunyai dorongan untuk
sembuh dan memiliki keinginan untuk memperbaki hidupnya.
Gejala halusinasi, waham, depresi dan gejala selain dirinya yang
bisa menghilangka semua gejala tersebut. Mereka perlu
mengupayakan berbagai kegiatan untuk mengatasi gejalanya.
Berbagai teknik untuk mengataasi halusinasi, waham, depresi,
gelisa perlu mereka pelanjari dan terapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Hal tersebut tidak bisa terlaksana bila tidak ada
dorongan dalam diri mereka sendiri untuk meraih kesembuhan

11
dan mempunyai kehidupan yang lebih baik dibandingkan
dengan keadaan sekarang.
3) Pemulihan terjadi melalui brbagai jalur
Jalur pemulihan berbeda dengan anatara satu orang dengan
orang lainnya. Jalur tersebut tergantung kepada kondisi sosial
ekonomi, dukungan dari keluaga, kemampuannya mengatasi
gejala, kondisi masyarakat dimana dia tinggal, pengalaman
hidupnya, tekanan jiwa yang pernah dialaminya dan berbagai
kondisi lainnya. Jalur pemulihan oleh berbagai bakat dan
kemampuan yang dipunyainya, dukungan sumber daya yang
tersedia, kemampuannya dalam mengatasi masalah, nilai dan
kepercayaan yang dianutnya. Jalur pemulihan sangat bersifat
individual.
Jalur pemulihan bisa berupa : mendapat pengobatan yang tepat,
mendapat dukungan psikososial keluarga atau teman, kemabali
ke sekolah atau kuliah, mendapat atau mempunyai pekerjaan,
melakukan kegiatan seni, melakukan kerja sosial atau kegiata
keagamaan, dan berbagai jalur lainnya.
Pemulihan juga sering tidak berjalan lurus, dalam arti bisa
kembali kambuh. Keadaan ini tidak berbeda dengan seseorang
yang menderita sakit gula atau tekanan darah tinggi yang bisa
kembalikambuh. Oleh karena itu dalam proses pemulihan perlu
jyga dilakukan kegiatan untuk meningkatkan daya tahan
melawan tekanan hidup atau pemicu gangguan jiwa. Penderita
gangguan jiwa perlu belajar menghindari minuman kerat
danobat terlarang (narkoba). Agar tercipta jalur pemulihan yang
sesuai dengan masing-masing individu penderita gangguanjiwa,
perlu diciptakan lingkungan yang mendukung.

4) Pemulihan bersifat menyeluruh

12
Pemulihan harus mencukup keseluruhan kehidupa seseorang,
meliputi fisik, jiwa, dan kehidupan sosialnya. Pemulihan
gangguan jiwa tidak hanya menggarap masalah gejala gangguan
jiwa, namun juga mencangkup berbagai hal seperti : perawatan
diri, perumahan, keluarga, pendidikan, pekerjaan, keagamaan,
kesehatan dan jaringan sosial.
Pemulihan gangguna jiwa tidak akan optimal bila hanya
menggarap satu sisi kehidupan saja, misalnya dengan memberi
obat, namun penderita tidak dilati merawat diri sendiri, tidak
mempunyai kegiatan bermakna, perumahan, komunitas yang
mendukung.
5) Pemulihan memerlukan dukungan keluarga, teman dan
masyarakat luas
Dalah situasi seperti di Indonesia, dimana kemampuan
pemerintah sangat terbatas, dukungan proses pemulihan mau
tidak mau berasal dari keluarga, lembaga sosial, teman dan
masyarakat sekitarnya. Membebankan keseluruhan masalah
gangguan jiwa kepada keluarganya sangat tidak tepat. Hanya
keluarga kaya dan mempunyai komitmen yang kuat yang bisa
memanggul beban tersebut. Sebagiaan keluarga tidak akan kuat
memikul beban tersebut.
Dukungan terhadap pemulihan bisa dilakukan oleh siapa saja.
Penderita yang telah pulih biasanya membantu memotivasi dan
mendampingi penderita gangguan jiwa lainnya. Keluarga yang
anggotanya telah pulih bisa membantu keluarga lain yang masih
berjuang membantu pemulihan anggota keluarganya yang sakit.
Para karyawan atau pensiunan bisa menjadi relawan jiwa.
Lembaga sosial dan keagmaan bisa mendirikan pusat-pusat
pemulihan, langan kerja, pelatihan kerja.
6) Pemulihan didukung oleh jaringan pertemanan dan kekerabatan

13
Salah satu faktor penting dalam pemulihan adalah adanya
keluarga saudara dan teman yang percaya bahwaseorang
penderita gangguan jiwa bisa pulih dan kembali hidup produktif
dimasyarakat. Mereka bisa memberikan harapan, semnagat dan
dukungan seumber daya yang diperlukan untuk pemulihan.
Melalui dukungan yang terciptanya lewat jaringan persaudaraan
dan pertemanan, maka penderita gangguan jiwa bisa mengubah
hidpnya, darikeadaan kurang sehat dan tidak sejahtera menjadi
kehidupan yang lebih sejahtera dan mempunyai peranan
masyarakat. Hal tersebut akan mendorong kemampuan penderita
gangguan jiwa mampu hidup mandiri, mempunyai peranan dan
berpartisipasi dimasyarakat.
7) Pemulihan berbasis kebudayaan dan kepercayaan yang ada
dimasyarakat
Jalur dan proses pemulihan dipengaruhi kebudayaan dan
epercayaan yang ada dimasyarakat. Perbedaan dalam
kebudayaan dan kepercayaan tersebut mempengaruhi jalur dan
proses pemulihan seseorang. Seseorang yang beragama islam
akan sulit pulih bisa pemulihannya memakai pendekatan agama
selain agama islam. Begitu pula sebaliknya.
Penderita gangguan jiwa yang berasal dari keluarga yang hidup
di perkotaan dan berpendidikan tinggi akan sulit pulih bila harus
melalui jalur pemulihan dengan jenis kegiatan pertanian
pedesaan. Penderita yang terdidik dan berasal dar perkotaan
perlu diukung untuk bisa kembali ke bangku kuliah atau kembali
bekerja di sektor formal. Penderita yang berasal dari keluarga
miskin dengan pendidikan terbatas, jalur pemulihannya bisa
melallui penciptaan pekerjaan di sektor informal, seperti
bedagang makanan dan berjualaan kerajanan tangan.
8) Pemulihan gangguan jiwa didukung dengan memecahkan
masalah kejiwaan yang memicu munculnya gangguan jiwa

14
Pengaalaman hidup yang menekan jiwa (kekerasan dalam rumah
tangga, kekerasan seksual, perang, bencana, konflik di kantor
dan kejadia lainnya) bisa menjadi penyebab atatu pemicu
munculnya gangguan jiwa. Keluarga, teman, relawan jiwa dan
penyedia pelayanan kesehatan jiwa perlu memahami hal tersebut
dan membantu mengupayakan si penderita gangguan jiwa
mengatasi atau menerima kejadian tersebut. Keluarga, teman
dan msyarakat bisa mmeberi dukungan, pemberdayaan dan
menyediakan berbagai pilihan sehingga mereka bisa mengatasi
trauma tersebut.
9) Pemulihan memanfaatkan kekuatan dan tanggung jawan
individu serta masyarakat
Individu, keluarga, dan masyarakat mempunyai kekuatan dan
sumber masing-masing yang bisa menjadi landasan dan
mendukung pemulihan seorang penderita gangguan jiwa.
Masing-masing penderita gangguan jiwa mempunyai kekuatan
yang ada pada diri mereka sendiri. Pemulihan gangguan jiwa
perlu didasarkan pada kekuatan tersebut. Seseorang dengan
kemampuan seni perlu mengambil jurusan seni, seorang deng
berpendidikan tinggi perlu memanfaatkan hal tersebut sebagai
dasar pemulihannya, begitu pula penderita dengan kemampuan
berdagang perlu mengambul jalur perdagangan sebagai dasar
proses pemulihanya.
Keluarga dan masyarakat mempunyai kekuatan dan tanggung
jawab untuk membantu proses pemulihan ganguan jiwa.
Keluarga yang mempunyai keahlian bisa menyumbangkan
keahliannya, keluarga yang mmepunyai waktu dan tenaga bisa
menyumbangkan waktu dan tenaganya. Masyarakat bisa
mendukung dengan menciptakan lapangan kerja, memberikan
peran sosial, dan dukungan psikososial lainnya.
10) Pemulihan didasarkan pada penghormatan (respek)

15
Penerimaan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa ajan
membantu proses pemulihan. Dilain pihak, diskriminasi dan
penghinaan, menjadikan penderita gangguan jiwa sebagai bahan
olok-olok, akan menghalangi atau mempersulit proses
pemulihan. Keluarga dan masyarakat perlu menerima segala
keterbatasan penderita gangguan jiwa dan membantunya agar
bisa berkonstribusi dalam kehidupan bermasyarakat.

c. Tahap-tahap pemulihan
Menurut Jiwo (2012) pemahaman tentang tahap-tahap
pemulihan dapat membantu seseorang dalam pemulihan dari
gangguan mental. Pemulihan biasanya berarti mengubah berbagai hal
dalam bidang kehidupan seseorang sehingga hal-hal tersebut bekerja
atau berfungsi lebih baik baginya.
Membuat perubahan tidak mudah tapi pemahaman tentang cara
kerja perubahan dapat membantu mengupayakan perbahan tersebut.
Bagi banyak orang yang baru sembuh dari gangguan jiwa (mental)
sangat bermanfaat bagi mereka untuk berpikir tentang pemulihan
sebagai sebuah perjalanan dengan tahapan yang berbeda. Pemahaman
tentang tahapan pemulihan akan membantu mereka untuk menyadari
sampai tahap mana mereka berada saat ini dan untuk mendapatkan
gambaran kemana mereka harus melangkah dalam perjalanan
pemulihan menuju ke tahap berikutnya.
Setiap orang memang berbeda-beda, namun pola pemulihan dari
gangguan jiwa sering serupa. Ada 5 tahapan dalam pemulihan
gangguan jiwa, yaitu :
1) Tahap I: Perasaan terjebak (stuck). Didalam tangga pemulihan,
tangga pertama adalah keadaan dimana penderita merasa dirinya
terjebak, yaitu kondisi dimana penderita tidak merasa mampu
mengahadapi masalah atau tidak mau atau mampu menerima
bantuan.

16
2) Tahap II: Bersedia menerima bantuan. Dari tangga pertama,
yaitu terjebak kemudian meningkat pindah ke tangga berikutnya
yaitu tahap dimana seorang penderita sudah bisa menerima
bantuan. Pada tahap ini penderita ingin menjauh atau
menghindar dari masalah dan mereka berharap orang lain akan
bisa mengatasi masalah yang dia hadapi untuk mereka. Disini
ada perasaan ketergantuan
3) Tahap III: Percaya. Pada tahap berikutnya penderita mulai
percaya bahwa mereka dapat membuat perubahan atau
perbaikan dalam hidupnya. Meeka mulai melihat dari masa
depan tentang apa yang mereka inginkan serta menjauh dari hal-
hal yang tidak mereka inginkan. Mereka mulai melakukan hal-
hal atas keinginan sendiri untuk mencapai tujuan mereka dan
tetap bersedia menerima bantuan orang lain
4) Tahap IV: Belajar. Langkah berikutnya adalah belajar
bagaimana membuat pemulihan diri mereka bisa menjadi suatu
kenyataan. Ini adalah proses coba-coba (trial and eror).
Beberapa hal yang mereka lakukan bisa berjalan, namun
beberpa hal lain tidak bisa jalan atau gagal. Dalam tahap ini
mereka memerlukan dukungan agar bisa berhasil melalui proses
ini. Di Indonesia, kaena tidak adanya jaminan sosial, masalah
pekerjaan dan penghasilan merupakan masalah sulit yang harus
diatasi oleh para penderita gangguan jiwa. Ditahap ini,
dukungan dari masyarakat agar bisa kembali bekerja akan
sangat diperlukan
5) Thap V: Mandiri. Ketika mereka dalam tahap belajar, mereka
secara bertahap menjadi lebih baik mandiri sampai mereka
mencapai ke suatu titik dimana mereka mengelola sesuatu tanpa
bantuan dari orang lain

17
d. Literature Rivew
1) Pada penelitian yang dilakukan oleh Widyaningsih (2013) yang
berjudul “ Gambaran Proses Pemulihan Penderita Gangguan Mental”
dengan metode penelitian kualitatif. Perhatian utama studi ini adalah
mengkaji proses dukungan sosial (ayah, ibu, saudara kandung,
kerabat, serta konsep diri) yang ditengarai bisa mendukung proses
pemulihan. Subjek penelitian berjumlah 2 orang (keduanya dari
kecamatan Geger Kabupaten Madiun). Hasil penelitiannya didapatkan
bahwa :
a) Subjek butuh dukungan pribadi (ayah, suami, atau anak-
anaknya) terutama dalam aktivitas dan kebutuhan sehari-hari
dan pengawasan obat atau kontrol kesehatan.
b) Subjek butuh dukungan atau penerimaan dari orang lain di luar
keluarga (tetangga atau masyarakat sekitar) untuk dilibatkan
dalam kegiatan sosial.
c) Subjek membutukan okupasi (kesibukan atau kegiatan yang
mendorong aktivitas motorik sehingga pikiran menjadi sibuk
terhadap hal yang bermanfaat) dan hasilnya bisa membuat
dirinya merasa dihargai atau bermanfaat bagi orang lain.

2) Penelitian yang dilakukan oleh Suprajitno dan Sri Mugianti (2014)


yang berjudul “ Prediksi Penderita Gangguan Jiwa Dipasung
Keluarga”. Metode penelitian ini adalah cross sectional dengan subjek
penelitian sebanyak 45 keluarga yang memiliki anggota keluarga
penderita gangguan jiwa berasal dari empat kluster di Puskesmas
Bacem Ponggok dan Sutojayan Kabupaten Blitar, yang dipilih dengan
teknik cluser random sampling secara ravid survei. Hasil penelitian :
dua tugas keluarga yang berpengaruh terjadinya pemasungan pasien
yaitu kemampuan keluarga merawat dengan nilai signifikan 0,034.
Besar pengaruh kedua tugas keluarga sebesar 37,1% (Nagelkerke
sebesar 0,371) sedangkan 62,9% dipengaruhi oleh faktor lain.

18
3) Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti dan Sari (2014) yang
berjudul “ Keperawatan Spiritualitas Pada Pasien Skizofrenia”.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif
fenomenologi. Sebjek dalam penelitian ini adalah 9 subjek, 7 subjek
adalah yang didiagnosa skizofrenia dan 2 subjek adalah pengasuh para
rehabititan. Data dianalisa dengan analisis deskriptif dan melalui
proses interpretasi fenomenologi hermeneutic. Hasil penelitianya :
a) Pengertian spiritual yaitu dekat dengan Allah dan aktivitas
ibadah yang bertambah rutin
b) Manfaat dari spiritual yaitu ksembuhan dari penyakit jiwa,
manajemen symtoms, perubahan perilaku, perubahan emosi dan
perhatian pada masa depan.

19
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Gangguan jiwa adalah suatu perubahan yang meyebabkan adanya
gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan penderita pada individu dan
atau hambatan dalam melaksanakan peran sosialnya.
Pemulihan adalah suatu proses perubahan dari kurang sehat dan
tersandera oleh gejala gangguan jiwa, menuju suatu keadaan yang lebih
sehat dan sejahterah.

2. Saran
Untuk semua pembaca yang telah membaca Literature Review yang
berjudul “Proses Pemulihan Pada Gangguan Jiwa” ataupun yang
menjadikan referensi, penulis berharap dapat membuat literature yang jauh
lebih baik lagi dikarenakan penulis menyadari banyak sekali kekurangan
dari Literature Review yang berjudul “Proses Pemulihan Pada Gangguan
Jiwa” ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

Jiwo, Tirto. 2012. Pemulihan Gangguan Jiwa : bahan kuliah online gratis bagi
anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa dan perawat pendamping

Salahuddin, Muhammad. 2009. Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan


Pasien Gangguan Jiwa. Skripsi.Fakultas Psikologi Jurusan Psikologi
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 2009.

Sulistyorini, Nopyawati. 2013. Hubungan pengetahuan tentang gangguanjiwa


terhadap sikap masyarakat kepada penderita gangguan jiwa di wilayah kerja
puskesmas colomadu 1. Jornal fakultas ilmu kesehatan universitas
muhammadiyah seraarta 2013.

Suprajitno dan Sri Mugianti (2014). Prediksi Penderita Gangguan Jiwa Dipasung
Keluarga. Jurnal Keperawatan Poltekkes Malang Voulme 9 No 1 April
2014 hal: 118-125

Widyaningsih, Bernadeta Dhaniswara. 2013. Program Studi Psikologi-Fakultas


Psikologi : Gambaran Proses Pemulihan Penderita Gangguan Mental.
Widya Warta No. 01 Tahun XXXV II/ Januari 2013 ISSN 0854-1981.

Wijayanti dan Sari (2014). Keperawatan Spiritualitas Pada Pasien Skizifrenia.


Jurnal Program Studi Ilmu Keperawatab Fakultas Kedokteran Universitas
Diponogoro Volume 9 No 1 April 2014 hal : 126-132.

21

Anda mungkin juga menyukai