Anda di halaman 1dari 123

EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS OBAT HIPOGLIKEMIK

ORAL PADA PASIEN GERIATRI PENDERITA DIABETES MELITUS


DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD SLEMAN
PERIODE 2008

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :
Citra Puspita Sari
NIM : 068114155

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS OBAT HIPOGLIKEMIK
ORAL PADA PASIEN GERIATRI PENDERITA DIABETES MELITUS
DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD SLEMAN
PERIODE 2008

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :
Citra Puspita Sari
NIM : 068114155

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010

ii
Skripsi
EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS OBAT HIPOGLIKEMIK
ORAL PADA PASIEN GERIATRI PENDERITA DIABETES MELITUS
DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD SLEMAN
PERIODE 2008

Yang diajukan oleh:


Citra Puspita Sari
NIM : 068114155

Telah disetujui oleh :

Pembimbing

(Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt.)


Tanggal: 5 Januari 2010

iii
iv
SELALU ADA JALAN
SAAT SEAKAN TIADA JALAN
SEBAB YESUS
DIDEPANKU
MEMBUAT DAN MEMBUKA
JALAN BAGIKU

KUPERSEMBAHAKAN KARYA INI UNTUK


JESUS CHRIST..untuk
segalanya..MAKASIH YESUS
PAPA MAMA DAN ADEK-ADEKKU
Kebahagianku adalah melihat orang-orang disekitarku bahagia dan bangga
terhadap apa yang aku capai dan berikan untuk mereka
Terima kasih untuk doa, dukungan dan semangat

v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Citra Puspita Sari
Nomor Mahasiswa : 068114155
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS OBAT HIPOGLIKEMIK
ORAL PADA PASIEN GERIATRI PENDERITA DIABETES MELITUS DI
INSTALASI RAWAT INAP RSUD SLEMAN PERIODE 2008
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.


Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 20 Januari 2010

Yang menyatakan

Citra Puspita Sari

vi
PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas karya indah-Nya melalui
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Evaluasi
Drug Therapy Problems Obat Hipoglikemik Oral pada Pasien Geriatri Penderita
Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode 2008”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).
Penulisan skripsi ini tidak akan pernah lepas dari bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen penguji yang telah memberikan
masukan dalam skripsi ini.
2. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing yang
bersedia mengarahkan, membina, memotivasi, dan meluangkan waktu
untuk berdiskusi dengan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. dr.Fenty, M.Kes., Sp.PK sebagai dosen penguji yang telah meluangkan
waktunya dalam menguji penulis dan memberikan saran bagi penulis.
4. Drs. P.Sunu Hadiyanta, M.Sc., SJ yang telah membimbing dan
memberikan sumber bagi penulis dalam menyelesaikan evaluasi dengan
statistik dan saran yang memotivasi penulis.
5. dr. Sarjoko, M.Kes., selaku Direktur RSUD Sleman yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
6. Unit penyakit dalam, instalasi rawat inap, bagian gudang obat atas kerja
sama, kelancaran dan keramahan yang diberikan pada saat pengambilan
data-data untuk penelitian.
7. Suratmi, Yumarwanto, A.Md, Wiwin Ida N,A.Md, Sukarmi, A.Md, Fanani
Nursanti, Asnah Ruswati dan Eny Setyaningsih di bagian rekam medik
yang memberikan bantuan dalam mencari rekam medik yang dibutuhkan
penulis.

vii
8. Apoteker RSUD Sleman, Wahyuni, Apt, yang memberikan waktunya
untuk berdiskusi dengan penulis.
9. Papa dan mama, Agus Prabowo dan Endang Kusmawati yang selalu
memberi dukungan doa, materi dan nasihat hingga terselesaikannya skripsi
ini.
10. Adek-adekku, Panji dan Shinta yang selalu menemani dan memberi
semangat dan keceriaan.
11. Andrian Erwinto, untuk waktu, motivasi, kasih sayang dan semangat
selama penyusunan karya ini.
12. Cita, Citra, Fea, untuk kebersamaannya dan keceriaan serta rasa suka dan
duka selama ini dan menjadi bagian dalam menempuh perkuliahan.
13. Iren untuk bantuannya dalam mengurus ujian tertutup dan terbuka.
14. Karyawan sekretariat Farmasi yang selalu menyediakan waktunya
membantu kelancaran dalam pengurusan ijin.
15. Anak-anak praktikum kelompok F dan kelompok C(FKK), terima kasih
untuk setiap praktikum yang selalu menyenangkan dan tidak
membosankan.
16. Teman-teman gereja yang selalu mengingatkan untuk ibadah pemuda dan
datang persekutuan sel.
17. Semua sahabat angkatan 2003-2008 yang penulis kenal.
18. Semua bagian dari perjalanan hidup yang menjadi inspirasi bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan. Oleh karena itu, sumbangan pemikiran, saran dan kritik yang

membangun akan sangat diharapkan. Akhir kata penulis memohon maaf atas

segala kekurangan dan mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pembaca.

Penulis

viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 21 Desember 2009


Penulis

Citra Puspita Sari

ix
INTISARI

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronik yang membutuhkan


perawatan medis secara berkelanjutan dan edukasi bagi pasien untuk mengurangi
resiko komplikasi jangka panjang. DM banyak diderita oleh masyarakat
begitupula pada geriatri. Penggunaan Obat Hipoglikemik Oral sering ditemukan
dalam terapi DM, jika penggunaannya kurang tepat dapat menimbulkan hal-hal
yang tidak diinginkan.
Ketepatan penatalaksanaan dan pengelolaan obat dapat di evaluasi dengan
Drug Therapy Problems (DTPs) ditinjau dari ada obat tanpa indikasi, terapi butuh
tambahan obat, pemakaian obat yang tidak efektif, dosis terlalu rendah, adverse
drug reactions, dosis terlalu tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi DTPs obat hipoglikemik oral
pada pasien geriatri penderita DM di instalasi rawat inap RSUD Sleman periode
2008. Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan penelitian deskriptif evaluatif bersifat retrospektif. Kriteria inklusi
subyek penelitian meliputi diagnosis DM, berusia 60 tahun keatas dan dalam
penatalaksanaan DM menggunakan obat hipoglikemik oral tunggal maupun
kombinasi.
Terdapat 22 kasus yang dianalisis, dimana jenis kelamin yang banyak
ditemukan adalah wanita (68,2%). Didapatkan dua kategori DTPs yang
teridentifikasi yaitu dosis terlalu rendah berjumlah 4,5% dan terdapat 27,3%
adverse drug reactions.

Kata Kunci: DTPs, Diabetes Melitus, Obat Hipoglikemik Oral

x
ABSTRACT

Diabetes Melitus (DM) is a chronic illness that requires continuing


medical care and patient self management education to reduce the risk long term
complications. Geriatric is the most population who suffer from DM. The use of
Oral Hypoglycemic Drug is the most common drugs used for DM therapy, but if
the use of the Oral Hypoglycemic Drug considered less proper then it can cause
undesired effects on the patients.
The accuracy of treatment and drugs management can be evaluated from
the presence of Drug Therapy Problems (DTPs) which can be seen from
unnecessary drug therapy, need for additional drug therapy, ineffective drug, dosage too
low, adverse drug reactions, dosage too high, and compliance.
This study is a non experimental way research with descriptive evaluative
research which have retrospective characteristics. The inclusion criteria for the
subjects including positively DM diagnosed, above 60 years of age and undergo
treatment DM using single or combination of Oral Hypoglycemic Drug
As much as 22 cases analyzed, where we found the biggest population is
on female with 68,2%. We also identified two categories of DTPs which are 4,5%
for dosage too low and adverse drug reactions for 27,3%.

Key word: DTPs, Diabetes Melitus, Oral Hypoglycemic Drug

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iii

HALAMAN PENGESAHAN iv

HALAMAN PERSEMBAHAN v

PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH vi

PRAKATA vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ix

INTISARI x

ABSTRACT xi

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR GAMBAR xix

DAFTAR LAMPIRAN xx

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

1. Perumusan Masalah 3

2. Keaslian Penelitian 4

3. Manfaat Penelitian 5

B. Tujuan Penelitian 5

1. Tujuan umum 5

2. Tujuan Khusus 5

xii
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA 7

A. Drug Therapy Problems 7

B. Geriatri 9

C. Diabetes Melitus 10

1. Definisi 10

2. Klasifikasi 10

3. Patogenesis 12

4. Epidemiologi 16

5. Diagnosis Diabetes Melitus 17

6. Komplikasi Diabetes Melitus 17

7. Penatalaksanaan Diabetes Melitus 19

D. Obat Hipoglikemik Oral 21

1. Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral 21

2. Dosis Obat Hipoglikemik Oral 31

E. Insulin 32

1. Mekanisme insulin 32

2. Jenis Insulin Menurut Cara Kerja 33

3. Cara Pemberiaan Obat Hipoglikemik Oral dengan Insulin 34

F. Interaksi Obat Hipoglikemik Oral dan Insulin 34

G. Diabetes pada Geriatri 35

1. Terapi Farmakologi pada Diabetes pasien Geriatri 35

H. Keterangan Empiris 36

BAB III. METODE PENELITIAN 37

xiii
A. Jenis dan Rancangan Penelitian 37

B. Definisi Operasional 38

C. Subyek Penelititan 40

D. Bahan Penelitian 40

E. Tata Cara Penelitian 40

1. Analisis Situasi 40

2. Pengambilan Data 40

3. Pengolahan Data 42

F. Tata Cara Analisis Hasil 42

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45

A. Karakteristik Subyek Penelitian 45

1. Berdasarkan Jenis Kelamin 45

2. Berdasarkan Lama Rawat Inap 46

3. Berdasarkan Status Keluar 46

4. Berdasarkan Komplikasi dan Penyakit Penyerta 48

5. Berdasarkan Golongan Obat yang Digunakan 50

B. Evaluasi Jenis Drug Therapy Problems 61

1. Dosis terlalu rendah(dosage too low) 61

2. Adverse drug reactions 63

C. Ringkasan Drug Therapy Problems 65

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 66

A. Kesimpulan 66

xiv
B. Saran 66

DAFTAR PUSTAKA 68

LAMPIRAN 73

BIOGRAFI PENULIS 104

xv
DAFTAR TABEL

Tabel I. Kategori Drug Therapy Problems............................................... ..7

Tabel II. Macam Obat Hipoglikemik Oral Beserta Dosis.......................... 31

Tabel III. Jenis Insulin Menurut Cara Kerja ............................................... 33

Tabel IV. Interaksi Obat Hipoglikemik Oral............................................... 34

Tabel V. Karakteristik Subyek Penelitian Pasien Geriatri Penderita

Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode

2008 Berdasarkan Lama Rawat Inap...........................................46

Tabel VI. Karakteristik Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus di

Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman periode 2008 Berdasarkan

Komplikasi...................................................................................48

Tabel VII. Karaketristik Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus Instalasi

Rawat Inap di RSUD Sleman periode 2008 Berdasarkan Penyakit

Penyerta........................................................................................49

Tabel VIII. Obat Hormonal yang Digunakan pada Terapi Diabetes Melitus

Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode

2008..............................................................................................50

Tabel IX. Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Cerna yang Digunakan

pada Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat

Inap RSUD Sleman Periode 2008................................................51

Tabel X. Obat yang Digunakan untuk Penyakit pada Sistem

Kardiovaskuler yang Digunakan pada Terapi Diabetes Melitus

xvi
Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode

2008..............................................................................................53

Tabel XI. Obat yang Digunakan untuk Pengobatan Infeksi yang Digunakan

pada Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat

Inap RSUD Sleman Periode 2008................................................56

Tabel XII. Obat yang Bekerja pada Sistem Saraf Pusat yang Digunakan pada

Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap

RSUD Sleman Periode 2008........................................................57

Tabel XIII. Obat yang Bekerja sebagai Analgesik yang Digunakan pada

Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap

RSUD Sleman Periode 2008........................................................58

Tabel XIV. Obat yang Mempengaruhi Darah dan Gizi yang Digunakan pada

Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap

RSUD Sleman Periode 2008........................................................58

Tabel XV. Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Pernafasan yang

Digunakan pada Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di

Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode

2008..............................................................................................60

Tabel XVI. Obat Otot Skelet dan Sendi yang Digunakan pada Terapi Diabetes

Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman

Periode 2008.................................................................................60

xvii
Tabel XVII. Evaluasi DTPs Obat hipoglikemik Oral pada Pasien Geriatri

Penderita Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman

Periode 2008.................................................................................61

Tabel XVIII. Evaluasi DTPs kategori Adverse Drug Reactions Obat

Hipoglikemik Oral pada Pasien Geriatri Penderita Diabetes

Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode

2008..............................................................................................64

xviii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Organ Pankreas 12

Gambar 2. Mekanisme Hormon Insulin dan Glukagon 13

Gambar 3. Patogenesis Diabetes Melitus tipe 1 .......................................... 14

Gambar 4. Patogenesis Diabetes Melitus tipe 2 ........................................... 14

Gambar 5. Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral beserta Tempat Aksi 21

Gambar 6. Mekanisme Aksi Golongan Sulfonilurea 22

Gambar 7. Mekanisme Aksi Golongan Biguanida 25

Gambar 8. Mekanisme Aksi Golongan Tiazolidindion 27

Gambar 9. Mekanisme Aksi Golongan Alfa Glukosidase 28

Gambar 10. Cara Pemberian Kombinasi Obat Hipoglikemik Oral dengan

Insulin 34

Gambar 11. Karakteristik Subyek Penelitian Pasien Geriatri Penderita

Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman

Periode 2008 Berdasarkan Jenis Kelamin 45

Gambar 12. Karakteristik Subyek Penelitian Pasien Geriatri Penderita

Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman

Periode 2008 Berdasarkan Status Keluar 47

xix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data SOAP Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus di

Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode

2008..............................................................................................73

Lampiran 2. Golongan Obat Beserta Nama Dagang yang Digunakan Pasien

Geriatri Penderita Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD

Sleman Periode 2008....................................................................95

Lampiran 3. Nilai Normal Pemeriksaan Laboratorium..................................100

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian BAPPEDA.................................................99

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian RSUD Sleman..........................................101

Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian RSUD Sleman..................103

xx
BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Drug Therapy Problems (DTPs) merupakan suatu permasalahan atau

kejadian yang tidak diharapkan yang dapat dialami oleh pasien selama proses

terapi obat. Farmasis bertanggung jawab dalam membantu pasien untuk mencegah

masalah yang dihadapi pasien dalam kejadian DTPs. DTPs tidak dapat

dipecahkan atau dicegah apabila penyebab dari masalah tersebut tidak diketahui.

Tujuan evaluasi DTPs adalah membantu pasien mencapai tujuan terapi dan

mewujudkan outcome yang terbaik dari penggunaan terapi obat. Kategori DTPs

antara lain adalah terapi obat tanpa indikasi, perlu tambahan terapi obat, obat yang

tidak efektif, dosis terlalu rendah, adverse drug reactions, dosis terlalu tinggi, dan

kepatuhan pasien (Strand, Cipole dan Morley, 2004).

Menurut IDF (International Diabetes Federation), Indonesia menempati

urutan keempat untuk prevalensinya terhadap penyakit DM (Anonim, 2009b) dan

dari data World Health Organization (WHO) diprediksi kenaikan pasien diabetes

di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun

2030 (Anonim, 2006a). Pada populasi di Amerika Serikat, lebih dari 15% geriatri

menderita DM dan setengah diantaranya menderita DM tipe 2.

Sensus yang dilakukan di Amerika Serikat memprediksi akan terjadi

peningkatan penderita diabetes geriatri sebesar 56% pada tahun 2020. Pada negara

berkembang, geriatri yang menderita DM berkembang. Secara global, jumlah

geriatri yang menderita DM meningkat secara progresif (Ho dan Turtle, 2001).

1
2

Pasien geriatri, yang berusia 60 tahun keatas (Anonim, 2008a),

membutuhkan terapi obat hipoglikemik oral (OHO) selain dengan terapi non

farmakologi untuk menjaga agar kadar glukosa mendekati normal serta mencegah

kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes. Penggunaan terapi OHO pada

geriatri perlu dipantau agar tidak menimbulkan hal yang tidak diinginkan (efek

samping yang tidak diinginkan) karena pada pasien geriatri berisiko terjadi efek

samping dan interaksi obat yang merugikan disebabkan pada pasien ini lebih

banyak mengkonsumsi obat-obatan akibat kondisi patologi pada geriatri

cenderung membuat geriatri mengkonsumsi lebih banyak obat dibandingkan

dengan pasien yang lebih muda (Anonim, 2004).

Pada sebuah penelitian oleh Cardiovascular Heart Study (CHS) di

Amerika dari tahun 1996-1997 didapati hanya 12 % populasi lanjut usia dengan

DM yang mencapai kadar gula darah di bawah nilai acuan yang ditetapkan

American Diabetes Association (Elson dan Norris, 2004). Oleh karena itu,

pengobatan pada geriatri memerlukan perhatian khusus karena berbagai masalah

yang disebabkan oleh faktor fisiologis, penurunan daya tahan tubuh pada geriatri,

faktor farmakokinetik dan faktor farmakodinamik yang terkait dengan

bertambahnya usia dapat terjadi. Jika faktor- faktor tersebut tidak diperhatikan

dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan karena terjadi perubahan efek

terapi obat (Rachmawati, 2009).

Sehingga dibutuhkan evaluasi DTPs pada penggunaan OHO untuk

mengetahui DTPs yang terjadi akibat penggunaan OHO agar kualitas pelayanan
3

pada pasien geriatri dapat lebih optimal sehingga mencapai target yang

diharapkan.

RSUD Sleman yang berlokasi di jalan Bhayangkara nomor 48 Sleman,

Yogyakarta merupakan Rumah Sakit Umum Daerah milik pemerintah Kabupaten

Sleman yang berupa lembaga pelayanan masyarakat di bidang kesehatan yang

memberikan pelayanan perawatan pada pasien Diabetes Melitus salah satunya

pada pasien geriatri.

RSUD Sleman dipilih sebagai tempat penelitian karena lokasinya yang

strategis dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai evaluasi Drug Therapy

Problems obat hipoglikemik oral pada pasien geriatri penderita DM.

1. Perumusan Masalah

a. Seperti apakah profil pasien geriatri Diabetes Melitus di instalasi rawat inap

RSUD Sleman periode 2008 meliputi jenis kelamin, penyakit penyerta, lama

perawatan dan outcome pasien?

b. Seperti apakah profil pengobatan pasien geriatri Diabetes Melitus di instalasi

rawat inap RSUD Sleman periode 2008?

c. Apa saja jenis Drug Therapy Problems (DTPs) dan berapa persentase Drug

Therapy Problems (DTPs) Obat Hipoglikemik Oral yang terjadi pada pasien

geriatri Diabetes Melitus di instalasi rawat inap RSUD Sleman periode

2008?
4

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang didapatkan penulis, penelitian mengenai

“Evaluasi Drug Therapy Problems Obat Hipoglikemik Oral pada Pasien Geriatri

Penderita Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap di RSUD Sleman Periode

2008” belum pernah dilakukan.

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan Diabetes Melitus pernah

dilakukan antara lain:

a. Gambaran Penatalaksanaan Diabetes Melitus pada Pasien Rawat Inap Rumah

Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Bulan Juli- Desember 2003 (Utomo,

2005).

b. Pola Penggunaan Obat Antidiabetika Oral Penderita Diabetes Melitus Usia

Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit dr.Sardjito Yogyakarta Tahun

2003 (Veronika, 2005).

c. Evaluasi Pengobatan Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi

Ulkus/Gangen di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

Periode Juli-Desember 2005 (Susanti, 2007).

d. Evaluasi Drug Related Problems pada Peresepan Pasien Diabetes Melitus

Tipe 2 dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2005-Desember 2007 (Larasati,

2008).

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti berbeda dalam hal tujuan, subyek,

waktu penelitian dan tempat penelitian. Peneliti melakukan penelitian mengenai

evaluasi Drug Therapy Problems pada obat hipoglikemik oral dengan subyek
5

penelitian adalah pasien geriatri penderita Diabetes Melitus pada periode 2008

yang berada di RSUD Sleman.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk

pengambilan keputusan oleh farmasis dalam mempraktekkan pharmaceutical care

salah satunya dalam mengevaluasi kejadian Drug Therapy Problems di RSUD

Sleman.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengevaluasi Drug Therapy Problems obat hipoglikemik oral pada

pasien Diabetes Melitus pada instalasi rawat inap RSUD Sleman periode 2008.

2. Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus penelitian:

a. mengetahui profil pasien geriatri Diabetes Melitus di instalasi rawat inap

RSUD Sleman periode 2008 meliputi jenis kelamin, penyakit penyerta,

lama perawatan dan outcome pasien,

b. mengetahui profil pengobatan pasien geriatri Diabetes Melitus di instalasi

rawat inap RSUD Sleman periode 2008,


6

c. mengetahui jenis Drug Therapy Problems (DTPs) dan berapa persentase

Drug Therapy Problems (DTPs) Obat Hipoglikemik Oral yang terjadi

pada pasien geriatri Diabetes Melitus di instalasi rawat inap RSUD

Sleman periode 2008.


BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Drug Therapy Problems

Drug Therapy Problems (DTPs) merupakan peristiwa yang tidak

diharapkan yang dialami pasien yang memerlukan atau diduga memerlukan terapi

obat dan berkaitan dengan tercapainya tujuan terapi yang diinginkan. DTPs dapat

muncul di setiap tahap proses pengobatan. Ketika terjadi DTPs, prioritaskan

masalah dan mulai pecahkan pada masalah yang terpenting dan kritis bagi

kesehatan pasien sehingga harus ditegaskan bahwa peran praktisi pharmaceutical

care yang utama adalah mencegah terjadinya DTPs (Strand, Cipole dan Morley,

2004).

Diketahui ada tujuh kategori Drug Therapy Problems yang menjelaskan

sejumlah masalah yang dapat disebabkan oleh obat dan/atau yang dapat

diselesaikan dengan terapi obat dan menjadi tanggung jawab dari pharmaceutical

care (Strand, Cipole dan Morley, 2004). Penyebab umum terjadinya DTPs dapat

dilihat pada tabel I.

Tabel I. Kategori Drug Therapy Problems (Strand, Cipole dan Morley, 2004)
Drug Therapy Problems Penyebab-penyebab Drug Therapy Problems
Ada obat tanpa indikasi • Obat tidak diperlukan berkaitan dengan kondisi medis
(unnecessary drug therapy) saat ini.
• Diberikan obat kombinasi padahal hanya satu obat
yang diperlukan.
• Kondisinya akan lebih baik jika diberikan terapi non
farmakologi.
• Obat digunakan untuk mengurangi efek merugikan
dari penggunaan obat lain.
• Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol, atau
merokok yang menyebabkan masalah.

7
8

Drug Therapy Problems Penyebab-penyebab Drug Therapy Problems


Butuh obat tambahan • Kondisi medis yang memerlukan obat untuk terapi.
(need for additional drug • Terapi pencegahan diperlukan untuk mengurangi
therapy) risiko berkembangnya penyakit baru.
• Kondisi medisnya memerlukan terapi kombinasi
untuk mendapatkan efek sinergisme atau aditif.
Pemakaian obat yang tidak • Obat yang digunakan bukan obat yang paling efektif
efektif untuk masalah medis yang dialami.
(Ineffective drug) • Kondisinya sudah tidak dapat diterapi dengan obat
yang dipakai.
• Produk obat tidak efektif berdasarkan kondisi
medisnya.
• Dosis dan sediaan tidak sesuai.
Dosis terlalu rendah • Dosis terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang
(dosage too low) diinginkan.
• Interval pemakaian terlalu jarang.
• Interaksi obat menurunkan jumlah zat aktif yang
tersedia.
• Durasi obat terlalu singkat untuk menghasilkan
respon yang diinginkan.
Adverse drug reactions • Produk obat menyebabkan reaksi yang tidak
diinginkan yang tidak berhubungan dengan dosis.
• Produk obat yang aman diperlukan karena terkait
dengan faktor risiko.
• Interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak
diinginkan yang tidak berhubungan dengan dosis.
• Pengaturan dosis yang diberikan atau diganti dengan
sangat cepat.
• Produk obat yang menyebabkan reaksi alergi.
• Produk obat yang kontraindikasi terhadap faktor
risiko.
Dosis terlalu tinggi • Dosis terlalu tinggi
(dosage too high) • Frekuensi pemakaian obat terlalu singkat
• Durasi obat terlalu lama
• Interaksi obat terjadi karena hasil reaksi toksik
produk obat
• Dosis obat diberikan terlalu cepat
Kepatuhan pasien • Pasien tidak mengetahui instruksi pemakaian atau
(compliance) penggunaannya.
• Pasien memilih untuk tidak menggunakan obat.
• Pasien lupa untuk memakai obat.
• Harga obat yang terlalu mahal bagi pasien.
• Pasien tidak dapat menelan atau memakai sendiri obat
secara tepat.
• Obat tidak tersedia bagi pasien
9

Masalah penggunaan obat diatas diharapkan tidak terjadi jika dalam

memilih obat mempertimbangkan efektivitas, keamanan, kecocokan, harga,

kinetika obat, dinamika dan ketersediaan obat.

B. Geriatri

Pasien geriatri merupakan pasien dengan usia 60 tahun keatas, yang

memiliki beberapa karakteristik yaitu menderita beberapa penyakit akibat

gangguan fungsi jasmani dan rohani, dan sering disertai masalah psikososial.

Menurut Undang-undang no. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia Bab 1

pasal 1 ayat 2, lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh)

tahun keatas.

Pengobatan pada pasien geriatri dikenal dengan adanya polifarmasi,

dimana obat yang diberikan bagi pasien geriatri ini sangat banyak padahal pada

pasien ini fungsi tubuhnya sudah tidak terlalu baik. Dalam petunjuk khusus ISO

(Informasi Spesialite Obat) edisi ke 44 terdapat beberapa petunjuk bagaimana

memilihkan obat bagi pasien yang usia lanjut mengingat banyaknya obat dan

rumitnya rejimen pemberiaan obat dimana kemampuan kognitif dan fisiknya

sudah mengalami penurunan menjadi tidak patuh dengan pengobatan yang ada.

Pertimbangan pemberian terapi bagi pasien geriatri antara lain dengan:

1. membatasi jenis obat,

2. mengenali obat-obat yang akan diberikan baik dari sisi farmakodinamika

maupun farmakokinetiknya,
10

3. dosis awal umumnya dimulai dengan 50% dari dosis dewasa muda,

kemudian dosis ditingkatkan sesuai respon,

4. melakukan evaluasi secara berkala mengenai obat-obat yang digunakan

dalam jangka waktu yang lama, apakah perlu penyesuaian rejimen atau

menghentikan penggunaan obat tersebut,

5. tidak mengobati setiap gejala yang muncul,

6. menyederhanakan rejimen yaitu dengan memberikan obat sesuai dengan

indikasinya saja dan diusahakan dengan frekuensi penggunaan sekali atau

dua kali sehari,

7. memberi penandaan yang jelas pada label wadah obat dan hindari

singkatan yang tidak dimengerti,

8. memberikan informasi yang jelas dan dapat dipahami oleh pasien

(Anonim, 2009c).

C. Diabetes Melitus

1. Definisi

Menurut American Diabetes Association 2009, Diabetes adalah penyakit

kronik yang membutuhkan perawatan medis secara berkelanjutan dan edukasi

bagi pasien untuk mengurangi risiko komplikasi jangka panjang.

2.Klasifikasi

Berdasarkan etiologi, DM dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


11

a. Diabetes Melitus Tipe 1 ini sering disebut dengan IDDM (Insulin Dependent

Diabetes Melitus) merupakan penyakit autoimun yang dikarakteristik dengan

rusaknya sel β-pankreas. Oleh karena itu, terjadi kekurangan insulin (Wens,

Sunaert, Nobels, 2005). Pada Diabetes tipe ini, lebih dari 90% terjadi

kerusakan autoimun pada sel beta pankreas dan 10% terjadi karena idiopatik

(Triplitt, Reasner, 2005).

b. Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih

banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2

mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya

berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di

kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat (Anonim, 2005b).

c. Diabetes Melitus Gestasional merupakan keadaan diabetes atau intoleransi

glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung

hanya sementara.

d. Pra-Diabetes merupakan kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada

diantara kadar normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi tidak

cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam diabetes tipe 2 (Anonim 2005a).

Terdapat dua kondisi pasien pra-diabetes, yaitu IFG (Impaired Fasting

Glucose) dan IGT (Impaired Glucose Tolerance) atau disebut TGT (Toleransi

Glukosa Terganggu).

TGT merupakan keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang

pada uji toleransi glukosa berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi

untuk dikategorikan ke dalam kondisi diabetes. Dikatakan IFG jika kadar


12

gula darah puasa 100-125mg/dL, sedangkan IGT jika kadar glukosa darah

seseorang 2 jam setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa per oral berada

diantara 140-199 mg/dl.

3. Patogenesis

Jika membicarakan patogenesis dari DM, tidak lepas dari organ pankreas.

Pankreas merupakan salah satu organ dalam sistem pencernaan. Pankreas

menempel pada duodenum (usus 12 jari), bagian atas dari usus halus. Pankreas

memiliki dua fungsi yaitu menghasilkan enzim pencernaan untuk memecah

makanan dan mengontrol hormon insulin dan glukagon untuk mengontrol gula

dalam tubuh (Anonim, 2003).

Gambar 1. Organ Pankreas (Anonim, 2009e)


13

Gambar 2. Mekanisme Hormon Insulin dan Glukagon (DA, 2007)

Fungsi utama hormon insulin dalam menurunkan kadar gula darah secara

alami dengan cara meningkatkan jumlah gula yang disimpan di dalam hati,

merangsang sel-sel tubuh agar menyerap gula dan mencegah hati mengeluarkan

terlalu banyak gula (DA, 2007).

Ketika glukosa masuk kedalam darah, kadar glukosa darah yang

meningkat akan merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin. Insulin

menekan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan ambilan glukosa di otot

dan jaringan lemak sehingga kadar glukosa didalam darah menurun.

Glukagon juga berperan mengatur glukosa darah, bila glukosa didalam

darah turun maka sel alfa pankreas akan melepaskan glukagon. Glukagon

merangsang produksi glukosa hati dan melepaskan kedalam sirkulasi sehingga

kadar glukosa darah meningkat (Aryono, 2009).


14

Pada Diabetes Melitus, kadar insulin yang rendah maupun tidak adanya

insulin membuat sel tidak mampu menyerap glukosa.

a. Diabetes Melitus Tipe 1, pada Diabetes tipe ini (Diabetes Melitus Tergantung

Insulin), tubuh hanya memproduksi sedikit sekali insulin atau tidak sama

sekali. Diabetes Tipe I disebabkan oleh adanya penyakit autoimun. Sistem

imun menyerang dan merusak sel-sel beta pada pankreas yang memproduksi

insulin.

Gambar 3. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 1 (Anonim, 2009a)

b. Diabetes Melitus Tipe 2 terjadi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak

mampu merespon insulin secara normal.

Gambar 4. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 (Cheng dan Fantus, 2005)


15

Patogenesis timbulnya Diabetes Melitus Tipe 2 disebabkan karena:

1) predisposisi genetik, genetik mempunyai pengaruh dalam terjadinya DM tipe

2. Faktor genetik yang berpengaruh adalah masalah obesitas. Dalam

penelitian yang dilakukan terhadap mencit dan tikus, didapatkan hubungan

antara gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen

yang merupakan faktor predisposisi untuk DM tipe 2.

2) resistensi insulin, terjadinya DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya

sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu

merespon insulin secara normal. Salah satu penyebab resistensi insulin adalah

obesitas. Simpanan adiposa yang tinggi pada orang gemuk mengaktifkan

paling tidak salah satu enzim, yaitu lipoprotein lipase yang meningkatkan

konsentrasi asam lemak bebas dalam darah. Konsentrasi tinggi asam lemak

bebas menstimulasi pelepasan sitokin seperti TNF-α (tumor necrosis factor-

alpha) yang memicu resistensi insulin (Siswono, 2002).

3) gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan, sel-

sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama

sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang

ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase

kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya.

Awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi

insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi

insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit

selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β pankreas


16

yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi

insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen (Anonim,

2005a).

4. Epidemiologi

Pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 150 juta orang di dunia mengidap

Diabetes Melitus (DM). Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi dua kali

lipat pada tahun 2005, dan sebagian besar peningkatan itu akan terjadi di negara-

negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Dengan jumlah penduduk

sekitar 200 juta jiwa, berarti lebih kurang 3-5 juta penduduk Indonesia menderita

DM. Tercatat pada tahun 1995, jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 5

juta jiwa. Pada tahun 2005 diperkirakan akan mencapai 12 juta penderita. Namun

berdasarkan survei WHO, jumlah pasien DM di Indonesia sekitar 17 juta orang

(8,6 persen dari jumlah penduduk) atau menduduki urutan keempat setelah Cina,

India dan Amerika Serikat.

International Diabetic Federation (IDF) mengestimasikan bahwa jumlah

penduduk Indonesia yang berusia 20 tahun keatas yang menderita DM sebanyak

5,6 juta orang pada tahun 2001 dan akan meningkat menjadi 8,2 juta pada 2020,

sedangkan survei Depkes 2001 terdapat 7,5 persen penduduk Jawa dan Bali

menderita DM. Data Departemen Kesehatan menyebutkan jumlah penderita DM

menjalani rawat inap dan jalan menduduki urutan ke-1 di rumah sakit dari

keseluruhan pasien penyakit dalam (Anonim, 2005a).


17

5. Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara, yaitu:

a. Pertama, jika terdapat keluhan polifagia, polidipsi dan poliuria serta kadar

glukosa puasa ≥126 mg/dl.

b. jika keluhan klasik (polifagia, poliuria, polidipsi) ditemukan, maka

pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk

menegakkan diagnosis DM.

c. Ketiga dengan TTGO. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥200mg/dl.

TTGO dilakukan dengan standar WHO yaitu dengan menggunakan glukosa

yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

(ADA, 2009).

6. Komplikasi Diabetes Melitus

Terdapat dua jenis komplikasi dalam DM, yaitu komplikasi akut dan

menahun. Yang termasuk dalam komplikasi akut antara lain ketoasidosis diabetik,

hiperosmolar non ketotik, dan hipoglikemia

Komplikasi menahun terdiri atas makroangiopati, mikroangiopati dan

neuropati. Yang termasuk makroangiopati adalah pembuluh darah jantung,

pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak. Pada mikroangiopati terdiri dari

nefropati dan retinopati diabetik (Anonim, 2006a).

Salah satu komplikasi pada DM adalah kardiovaskuler. Kardiovaskuler

dapat menyebabkan keparahan dan kematian pada pasien penderita DM. Faktor

risiko dari kardiovaskuler antara lain hipertensi dan dislipidemia. Beberapa


18

penelitian menyatakan bahwa dengan mengontrol faktor risiko penyakit

kardiovaskuler dapat mencegah ataupun memperlambat terjadinya penyakit

kardiovaskuler pada penderita DM (ADA, 2009). Selain pengobatan terhadap

tingginya kadar glukosa darah, pengendalian berat badan, tekanan darah, profil

lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan risiko timbulnya

kelainan kardiovaskular pada penyandang diabetes (Anonim, 2006a).

a. Hipertensi pada diabetes

Tekanan darah harus selalu diukur saat pasien datang untuk memeriksakan

diri. Indikasi pengobatan TD sistolik >130 mmHg dan/atau TD diastolik >80

mmHg. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara farmakologi dan non

farmakologi. Secara non farmakologi antara lain dengan menurunkan berat badan,

meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol.

Penatalaksanaan secara farmakologi yang dapat digunakan antara lain

penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II, penyekat reseptor beta

selektif, diuretik dosis rendah, penghambat reseptor alfa dan antagonis kalsium

b. Dislipidemia pada diabetes

Diperlukan pemeriksaan profil lipid pada saat diagnosis diabetes

ditegakkan. Pada pasien dewasa pemeriksaan profil lipid sedikitnya dilakukan

setahun sekali dan bila dianggap perlu dapat dilakukan lebih sering. Pasien yang

pemeriksaan profil lipid menunjukkan hasil yang baik (LDL<100mg/dL; HDL>50

mg/dL (laki-laki >40 mg/dL, wanita >50 mg/dL); trigliserida <150 mg/dL)

(Anonim, 2006a), pemeriksaan profil lipid dapat dilakukan 2 tahun sekali (ADA,

2009).
19

c. Gangguan koagulasi pada diabetes

Terapi aspirin 75-160 mg/hari digunakan sebagai strategi pencegahan

primer pada penyandang diabetes tipe 2 yang merupakan faktor risiko

kardiovaskular, termasuk pasien dengan usia >40 tahun yang memiliki riwayat

keluarga penyakit kardiovaskular dan kebiasaan merokok, menderita hipertensi,

dislipidemia, atau albuminuria (ADA, 2009). Untuk pasien yang alergi dengan

aspirin dapat menggunakan clopidogrel untuk terapi.

7. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

a. Outcome, tujuan dan sasaran terapi

Outcome: menghambat/ mencegah keparahan yang ditimbulkan oleh

Diabetes Melitus. Tujuan dari penatalaksanaan terapi antara lain mengurangi

progresivitas komplikasi makrovaskuler dan vaskuler, mengurangi mortalitas,

meningkatkan kualitas hidup dan menurunkan kadar glukosa darah pada kondisi

normal (Priyanto, 2009).

Sasaran terapi DM adalah keseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen,

komplikasi, kadar gula darah, organ-organ darah, dan pola hidup (Triplitt,

Reasner, 2005).

b. Terapi

1) Non Farmakologi

a) Edukasi, dilakukan dengan tujuan untuk promosi hidup sehat. Edukasi perlu

selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan

bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM (Anonim, 2006a).


20

b) Pengaturan diet, diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi

yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak. Selain itu,

diperhatikan pula jumlah kalori yang disesuaikan dengan status gizi, umur,

stres akut dan kegiatan fisik dimana kegiatan ini bertujuan untuk mencapai

dan mempertahankan berat badan ideal.

Dalam “Pharmaceutical Care untuk penyakit Diabetes Melitus”,

dibuktikan bahwa penurunan berat badan dapat mengurangi resistensi insulin

dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah

satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat

mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu

parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan

dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup. Masukan

kolesterol diperlukan namun tidak boleh melebihi dari 300 mg per hari.

c) Aktivitas olahraga, olahraga yang diharapkan untuk penderita Diabetes

adalah olahraga yang ringan namun dilakukan dengan teratur. Olahraga yang

disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval,

Progressive, Endurance Training). Olahraga yang diharapkan adalah jalan

atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya.

2) Farmakologi

Dalam menejemen terapi DM, digunakan OHO (Obat Hipoglikemik

Oral) dan insulin.


21

D. Obat Hipoglikemik Oral

1. Penggolongan obat hipoglikemik oral

Gambar 5. Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral Beserta Tempat Aksi (Anonim, 2007)

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi

menjadi empat golongan, yaitu:

a. obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral

golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin),

b. sensitiser insulin yaitu obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel

terhadap insulin sehingga dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin

secara lebih efektif, meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan

tiazolidindion,

c. penghambat glukoneogenesis, yaitu metformin golongan biguanida (Anonim,

2006a),
22

d. penghambat absorbsi glukosa, antara lain inhibitor α -glukosidase yang

bekerja menghambat absorpsi glukosa (Anonim, 2005b).

a. Golongan sulfonilurea. Obat dengan golongan sulfonilurea digunakan dalam

meningkatkan sekresi insulin (Triplitt, Reasner, 2005), selain itu dapat

meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin dan menurunkan sekresi

glukagon (Priyanto, 2009). Dalam tubuh, sulfonilurea akan terikat pada

reseptor spesifik sulfonilurea pada sel beta pankreas. Ikatan tersebut

menyebabkan berkurangnya asupan kalsium sehingga terjadi depolarisasi

membran. Kemudian kanal Ca2+ terbuka dan memungkinkan ion-ion Ca2+

masuk sehingga terjadi peningkatan kadar Ca2+ di dalam sel. Peningkatan

tersebut menyebabkan translokasi sekresi insulin ke permukaan sel. Insulin

yang telah terbentuk akan diangkut dari pankreas melalui pembuluh vena untuk

beredar ke seluruh tubuh (Triplitt, Reasner, 2005).

Gambar 6. Mekanisme Aksi Golongan Sulfonilurea (Allan, 2008)

Pada geriatri, penggunaan obat golongan sulfonilurea harus

berhati-hati, oleh karena itu untuk memulai terapinya menggunakan dosis yang
23

sangat rendah. Selain itu, golongan ini merupakan pilihan utama untuk pasien

dengan berat badan normal atau kurang serta tidak mengalami ketoasidosis

sebelumnya (Priyanto, 2006). Efek samping golongan sulfonilurea adalah

gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan saluran

cerna berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam lambung dan sakit

kepala. Gangguan susunan syaraf pusat berupa vertigo, bingung, ataksia dan

lain sebagainya (Anonim, 2005a).

Sulfonilurea mempunyai dua generasi yaitu generasi pertama dan

kedua. Pembagian tersebut didasarkan kekuatan daya kerja dan efek samping

yang ditimbulkan obat tersebut. Sulfonilurea generasi pertama meliputi

asetoheksamid, klorpropamid, tolazamid dan tolbutamid. Generasi kedua

meliputi glimepirid, glipizid dan glibenklamid. Generasi kedua berdaya kerja

lebih kuat daripada generasi pertama (Triplitt, Reasner, 2005).

Salah satu golongan sulfonilurea generasi kedua adalah glikazid.

Mekanisme obat ini dengan merangsang sekresi insulin dari sel-sel β-

Langerhans kelenjar pankreas dan meningkatkan sensitivitas sel-sel β-

Langerhans terhadap stimulus glukosa (Anonim, 2009d).

Obat yang masuk dalam golongan sulfonilurea ini mempunyai efek

hipoglikemik sedang sehingga tidak begitu sering menyebabkan efek

hipoglikemik. Selain itu, obat ini mempunyai efek agregasi trombosit yang

lebih poten. Glikazida dapat diberikan bagi penderita gangguan fungsi hati dan

ginjal yang ringan (Anonim, 2005a).


24

Dosis awal 40-80 mg 1 kali sehari bersama sarapan, maksimal 240

mg/hari dalam 1-2 kali pemberian. Glikazid dosis rendah dapat diberikan 1 kali

sehari, sebelum atau bersama sarapan, dosis tinggi diberikan dalam dosis

terbagi (Anonim, 2009d).

b. Golongan glinid. Senyawa ini bekerja dengan menstimulasi sel-sel beta di

pankreas untuk memproduksi insulin. Termasuk golongan ini adalah

repaglinida, nateglinida, dan mitiglinida. Nateglinida cenderung bekerja lebih

cepat dan aksinya lebih pendek dibandingkan repaglinida. Obat-obat ini secara

khusus efektif bila dikombinasikan dengan metformin atau obat diabetes lain

(Anonim, 2006b).

Repaglinida merupakan turunan asam benzoat yang memiliki efek

hipoglikemik ringan sampai sedang. Diabsorpsi dengan cepat setelah

pemberian per oral, dan diekskresi secara cepat melalui ginjal (Anonim,

2005a). Nateglinida merupakan turunan fenilalanin. Ekskresi utama melalui

ginjal (Anonim, 2005a).

c. Golongan biguanida. Mekanisme kerja dari golongan biguanida yaitu dengan

meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan perifer dan pengambilan

glukosa serta menghambat glukoneogenesis (Priyanto, 2009). Glukoneogenesis

adalah sintesis glukosa dari senyawa yang bukan karbohidrat, misalnya asam

laktat dan beberapa asam amino (Poedjiadi, 1994).


25

Gambar 7. Mekanisme Aksi Golongan Biguanida (Cheng, Fantus, 2005)

Dari gambar diatas dapat dillihat mekanisme metformin yaitu dalam

keadaan normal enzim AMPK (Adenosin- monophosphate- activated- protein

kinase) akan diaktifkan oleh adenosin monofosfat (AMP) yang terbentuk dari

proses pemecahan adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosin monofosfat

(AMP) pada siklus pembentukan energi di dalam mitokondria. Aktivasi AMPK

oleh metformin akan menghambat enzim asetil-koenzime A carboxylase, yang

berfungsi pada proses metabolisme lemak. Proses ini akan menyebabkan

peningkatan oksidasi asam lemak dan menekan ekspresi enzim-enzim yang

berperan pada lipogenesis.

Selain itu, enzim AMPK di hati akan menurunkan expresi sterol

regulatory element-binding protein 1 (SREBP-1), suatu transcription factor

yang berperan pada patogenesis resistensi insulin, dislipidemia, dan steatosis

hati (perlemakan). Pada jaringan otot metformin akan menyebabkan translokasi


26

glucose transporter-1 (GLUT 1) dari dalam sel ke membran plasma, sehingga

dapat meningkatkan ambilan glukosa masuk ke dalam sel otot (Zhou, Myer, Li,

2001).

Salah satu contoh obat yang masuk dalam golongan biguanida dan

masih digunakan dalam pengobatan Diabetes Melitus saat ini adalah

metformin. Dalam Asian Pacific Type 2 Diabetes Policy Group edisi keempat

dengan judul Type 2 Diabetes practical and treatments tahun 2005, metformin

merupakan terapi awal pada pasien obesitas dan kelebihan berat badan dan

direkomendasikan pula bagi pasien yang pasien yang tidak obesitas pada

beberapa negara.

Metformin tidak direkomendasikan pada orang yang sudah tua (usia

>80 tahun) dan bagi seseorang yang mengalami disfungsi ginjal dimana nilai

kreatinin >1,5mg/dL pada pria dan 1,4mg/dL pada wanita (Lacy, Armstrong,

Goldman, Lance, 2006).

Metformin dieliminasi melalui sekresi tubular ginjal dan filtrasi

glomerular. Waktu paruh metformin yaitu 6 jam.

Efek samping dengan penggunaan metformin adalah mual, muntah,

terkadang diare dan dapat menyebabkan asidosis laktat (Anonim, 2005a).

Metformin mempunyai afinitas terhadap membaran mitokondria. Adanya

aktivitas ini, mempengaruhi transport elektron (konsentrasi NADH meningkat)

dan menghambat metabolism oksidatif. Ketika level metformin tinggi,

fosforilasi oksidatif menurun dan metabolisme aerob berubah menjadi anaerob


27

(Bruijstens, Luin, Jungerhans & Bosch, 2008). Dalam keadaan anaerob ini,

asam laktat terbentuk (Poedjiadi, 1994).

Metformin meningkatkan produksi laktat dalam splanchnic bed dan

sistem vena portal. oleh karena peningkatan laktat tersebut, aktivitas enzim

piruvat dehidrogenase menurun dengan demikian terjadi perubahan dalam

metabolism anaerob (Bosenberg dan Zyl, 2008). Dalam Drug information

handbook edisi ke-14, dosis untuk dewasa adalah 500 mg dua kali sehari

(Lacy, Armstrong, Goldman, Lance, 2008-2009).

d. Golongan tiazolidindion. Senyawa ini bekerja dengan meningkatkan kepekaan

tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPAR-γ (Peroxisome

Proliferator Activated Receptor Gamma), suatu reseptor inti di sel otot dan sel

lemak.

Gambar 8. Mekanisme Aksi Golongan Tiazolidindion (Cheng, Fantus, 2005)

Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan


28

ambilan glukosa di perifer. Contoh obat dari golongan ini adalah rosiglitazon

dan pioglitazon. Pioglitazon menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein transporter glukosa, sehingga meningkatkan

uptake glukosa di sel-sel jaringan perifer.

e. Penghambat α –glukosidase, mekanisme penghambatan dilakukan pada enzim

α-glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini

secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan

absorbsinya sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post

prandial pada penderita DM.

Gambar 9. Mekanisme Aksi Golongan Penghambat Alfa Glukosidase (Allan, 2008)

Obat golongan ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah sewaktu

makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Efek samping

obat ini adalah perut kurang enak, lebih banyak flatus dan kadang-kadang

diare, yang akan berkurang setelah pengobatan berlangsung lebih lama

(Anonim, 2005a).
29

Disamping obat hipoglikemik oral yang telah disebutkan sebelumnya,

terdapat obat yang mempunyai mekanisme berbeda yaitu dengan meningkatan

efek dari inkretin. Inkretin merupakan suatu hormon peptida yang disekresi

oleh epitel usus sebagai respon terhadap makanan yang dimakan dan berfungsi

mempertahankan homeostasis glukosa darah (Anonim,2009f).

Hormon inkretin meningkatkan sekresi insulin dari sel-sel β-pankreas

sebagai respon terhadap peningkatan kadar glukosa darah yang terjadi setelah

makan. Selain fungsi diatas, fungsi inkretin adalah menghambat pelepasan

glukagon dari sel α-pankreas dalam kondisi hiperglikemia (Aryono, 2009).

Contoh golongan obatnya yaitu golongan analog GLP-1 dan Dipeptydil

peptidase-4 (DPP-4) inhibitor.

a. analog GLP-1 (glucagon-like peptide-1). Mekanisme kerja golongan obat ini

menyerupai kerja dari GLP-1 endogen. Yang merupakan golongan ini adalah

exatinade. Exenatide juga merupakan anggota pertama dari kelas baru obat

antidiabetik. Exenatide menunjukkan kemampuan yang sama dengan GLP-1

manusia. Hormon inkretin GLP-1 dan GIP diproduksi oleh sel endokrin dari sel

β-pulau Langerhans pada pankreas. Hanya GLP-1 yang menyebabkan sekresi

insulin pada status diabetik. Namun GLP-1 itu sendiri tidak efektif untuk

pengobatan dibetes secara klinis karena memiliki waktu paruh yang sangat

singkat.

Exenatide mengandung sekitar 50% asam amino yang serupa (homolog)

dengan GLP-1 dan memmiliki waktu paruh yang lebih panjang. Exenatide

meningkatkan sintesis dan sekresi insulin berdasarkan keberadaan glukosa,


30

sehingga lebih kecil risikonya terjadi hipoglikemik. Selain itu risiko kenaikan

berat badan juga lebih kecil bila dibandingkan obat anti diabetes lainnya

(Arnita, 2007).

b. Dipeptydil peptidase-4 (DPP-4) inhibitor. Kurangnya inkretin disebabkan oleh

hadirnya protein DPP-4 yang bekerja memecah inkretin. Padahal, kurangnya

hormon inkretin ini dapat mengganggu keseimbangan antara glukagon dan

insulin. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penghambat untuk menghambat

DPP-4.

Mekanisme kerja dari golongan DPP-4 inhibitor adalah meningkatkan

kadar dan aksi dari GLP-1 dan GIP (GLP-1 reseptor agonis), meningkatkan

sekresi insulin sesuai dengan kadar glukosa darah, dan menekan sekresi

glukagon dari sel alfa pankreas (Anonim, 2009f). Obat yang termasuk dalam

DPP-4 (Dipeptydil peptidase-4) inhibitor adalah sitagliptin dan vildagliptin.

1) Sitagliptin, merupakan obat pertama dari golongan DPP-4. Obat ini bekerja

dengan menghambat inaktifasi inkretin GLP-1 dan GIP melalui inhibisi secara

kompetitif enzim oleh DPP-4 (Arnita, 2007). Pemberian bersamaan sitagliptin

dengan makanan kaya lemak tidak berefek terhadap farmakokinetikanya, maka

sitagliptin bisa diberikan dengan atau tanpa makanan.

2) Vildagliptin

Enzim DPP-4 dapat membuat hormon inkretin yang dihasilkan di

gastrointestinal seperti Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) dan glucose-


31

dependent insulinotropic peptide (GIP) secara cepat dibuat inaktif. GLP-1 dan

GIP dapat meningkatkan sekresi insulin dan menurunkan sekresi glukagon

untuk merespon kondisi hiperglikemia. Dengan menghambat enzim DPP-4,

maka kadar inkretin yang aktif dapat ditingkatkan dan aktivitasnya diperlama

hingga menjanjikan keuntungan yang lebih baik untuk para penderita diabetes

(Anonim, 2008b).

Vildagliptin memperpanjang waktu kerja GLP-1 sehingga terjadi

peningkatan insulin dan sekaligus menekan sekresi glukagon sehingga terjadi

kontrol glukosa darah yang diinginkan (Anonim, 2009b).

2. Dosis Obat Hipoglikemik Oral

Tabel II. Macam Obat Hipoglikemik Oral Beserta Dosis


Golongan Generik Nama mg/tab Dosis harian Lama Frek/ Waktu
dagang (mg) kerja Hari
(jam)
Sulfonilurea klorperamid Diabenese 100-250 100-500 24-36 1 Sebelum
glibenklamid Daonil 2,5-5 2,5-15 12-24 1-2 makan
Minidiab 5-10 5-20 10-16 1-2
Glucotrol- 5-10 5-20 12-16 1
XL
glikazid Diamicron 80 80-320 10-20 1-2
glikuidon Glurenom 30 30-120 6-8 2-3
glimepirid Arnaryl 1,2,3,4 0,5-6 24 1
1,2,3,4 1-6 24 1
1,2,3,4 1-6 24 1
1,2,3,4 1-6 24 1
Glinid repaglinid Novonorm 0,5, 1,2 1,5-6 24 1
Tiazolidindi rosiglitazone Avandia 4 4-8 24 1 Tidak
on bergantu
ng
jadwal
makan

Penghambat Acarbose Glucobay 50-100 100-300 3 Bersama


Glukosidase suapan
α pertama
Biguanida metformin Glumin 500 500-3000 6-8 2-3 Bersama/
32

Glucophage 500-850 250-3000 6-8 1-3 sesudah


metformin Glumin XR 500 500-2000 24 1 makan
XR
Kombinasi metformin+ Glucovance 250/1,25 Total 12-24 1-2
glibenklamid 500/2,5 glibenklami
500/5 d 20mg/hari
rosiglitazon+ Avandamet 2mg/500mg 8mg/2000m 12 2
metformin 4mg/500mg g(dosis
maksimal)
glimepirid+ Amaryl-met 1mg/250mg 2mg/500mg - 2
metformin
rosiglitazone avandaryl 4mg/1mg 8mg/4mg 24 1
+glimepirid 4mg/2mg (dosis
maksimal)
(Anonim, 2006a)

E. Insulin

1. Mekanisme Insulin

Insulin membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel. Kekurangan

insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat masuk ke dalam

sel. Akibatnya, glukosa darah akan meningkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh

kekurangan bahan sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi energi

sebagaimana seharusnya (Anonim, 2005a).

Insulin banyak digunakan jika obat hipoglikemik oral tidak mampu

mengontrol glukosa darah (Asia-Pacific Type 2 Diabetes Policy Group , 2005).

Insulin diberikan secara subkutan dengan tujuan untuk mempertahankan kadar

gula darah dalam batas normal sepanjang hari yaitu 80-120mg% saat puasa dan

80-160mg% setelah makan.pada pasien yang berusia 60 tahun keatas, batas ini

lebih tinggi dimana kadar gula darah puasa 150mg% dan 200mg% setelah makan

(Anonim, 2000).
33

2.Jenis insulin menurut cara kerja

Insulin menurut lama kerja dapat dibagi menjadi kerja singkat, kerja

sedang dan kerja lama.

Tabel III. Jenis Insulin Menurut Cara Kerja


Sediaan Insulin Onset of Action Peak Action Lama kerja
(Awal Kerja) (Puncak Kerja)
Insulin short acting
Regular (Actrapid; Humulin R) 30-60 menit 30-90 menit 3-5jam
Insulin analog rapid acting
Insulin lispro (Humalog) 5-15 menit 30-90 menit 3-5jam
Insulin glulisine (Apidra) 5-15 menit 30-90 menit 3-5jam
Insulin Aspart (NovoRapid) 5-15 menit 30-90 menit 3-5jam
Insulin Intermediate acting
NPH (Insulatard, Humulin N) 2-4 jam 4-10 jam 10-16 jam
Lente 3-4 jam 4-12 jam 12-18 jam
Insulin Long acting
Insulin glargine (Lantus) 2-4 jam No peak
Ultralente 6-10 jam 8-10 jam
Insulin detemir (Levemir) 2-4 jam No peak
Insulin Campuran
(Short dan intermediate acting)
70%NPH/30%regular
(Mixtard, Humulin 30/70) 30-60 menit 1,5-8 jam 10-16 jam

75%insulin Lispro
protamine/25%insulin lispro 5-15 menit 1-2 jam 16-18 jam
injection (Humalog Mix25)
(Anonim, 2006a)
34

3. Cara pemberian kombinasi Obat Hipoglikemik Oral dengan insulin

STT**:sasaran tidak tercapai


Gambar 10. Cara Pemberian Kombinasi Obat Hipoglikemik Oral dengan Insulin
(Anonim, 2006a)

F. Interaksi Obat Hipoglikemik Oral dan Insulin

Interaksi obat, didefinisikan sebagai modifikasi efek satu obat akibat obat

lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan atau bila dua atau

lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu

obat atau lebih berubah (Aslam, 2003). Interaksi obat dilihat dalam drug

interaction fact dan AHFS.

Tabel IV. Interaksi Obat Hipoglikemik Oral


No. Obat hipoglikemik Obat lain Interaksi yang terjadi
oral
1. Metformin Furosemid Meningkatkan kadar
metformin dalam darah.
Simetidin
amiloride
digoxin
prokainamid
ranitidin
35

No. Obat hipoglikemik Obat lain Interaksi yang terjadi


oral
Kuinin Meningkatkan kadar
metformin dalam darah.
obat diuretik Menurunkan kadar
metformin dalam darah
(Lacy, Armstrong,
Goldman, Lance, 2006).

kortikostroid
calcium channel blocker
isoniasid
2. insulin aspirin Aspirin secara signifikan
meningkatkan sekresi
insulin basal (Tatro, 2007)

penghambat MAO Penghambat MAO


(isocarboxazid, meningkatkan respon
phenelzine) hipoglikemik terhadap
insulin dengan
menstimulasi sekresi
insulin endogen dan
menghambat
glukoneogenesis (Tatro,
2007).
β blocker non selektif β-blocker menumpulkan
(propanolol, timolol, respon terhadap
penbutol) hipoglikemik, dengan
kata lain memperpanjang
hipoglikemia dengan
menyamarkan gejala
hipoglikemia (Tatro,
2007)

G. Diabetes pada Geriatri

1. Terapi Farmakologi pada Diabetes pasien Geriatri

Menejemen terapi Diabetes pada pasien geriatri menggunakan guideline

yang sama pada menejemen terapi pasien dewasa. Beberapa perhatian diperlukan

dalam administrasi obat hipoglikemik oral pada pasien geriatri terutama pada

pasien yang selain menderita DM juga mempunyai penyakit ginjal, hati dan

jantung (Halapy, Henry, 2009).


36

Metformin, penghambat α-glukosidase, thiazolinediones, meglitinide dan

sulfonilurea dapat digunakan pada pasien geriatri. Pada pasien geriatri,

pengobatan yang diterima lebih dari satu macam sehingga perlu diperhatikan

adanya interaksi antara obat hipoglikemik oral dan obat lain yang digunakan

(Halapy, Henry, 2009).

H. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran evaluasi DTPs pada

pasien geriatri penderita Diabetes Melitus di instalasi rawat inap di RSUD Sleman

periode 2008 yang menggunakan obat hipoglikemik oral.


37

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) pada

Pengobatan Pasien geriatri penderita Diabetes Melitus di instalasi rawat inap

RSUD Sleman periode 2008 merupakan jenis penelitian non eksperimental

dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif.

Penelitian non eksperimental merupakan penelitian yang observasinya

dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek menurut keadaan apa adanya

tanpa adanya intervensi peneliti (Pratiknya, 2001).

Rancangan penelitian deskriptif karena tujuan dari penelitian ini adalah

membuat gambaran atau deskripsi mengenai suatu keadaan secara objektif

(Notoatmodjo, 2005). Metode penelitian ini merupakan deskriptif evaluatif karena

data yang diperoleh dari lembar rekam medis dievaluasi berdasarkan standar yang

berlaku, dan dideskripsikan dengan memaparkan fenomena yang terjadi.

Kemudian ditampilkan dalam bentuk table dan diagram.

Penelitian ini bersifat retrospektif karena data yang digunakan dalam

penelitian ini diambil dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu

pada lembar rekam medis pasien di instalasi rawat inap RSUD Sleman periode

2008.
38

B. Definisi Operasional

1. Pasien geriatri penderita Diabetes Melitus adalah pasien dengan usia 60 tahun

keatas yang memiliki kadar glukosa puasa ≥126mg/dL atau pada rekam

medis telah didiagnosis menderita DM serta pasien yang telah menerima

terapi obat hipoglikemik oral tunggal maupun dengan kombinasi (baik

kombinasi dengan OHO yang lain ataupun dengan insulin).

2. Karakteristik pasien DM adalah penggolongan pasien yang telah terdiagnosis

Diabetes Melitus berdasarkan umur, jenis kelamin, lama perawatan, data

seluruh obat yang digunakan oleh pasien pada saat pasien dirawat di instalasi

rawat inap RSUD Sleman periode 2008.

3. DTPs adalah peristiwa yang tidak diinginkan yang dialami pasien yang

memerlukan atau diduga memerlukan terapi obat dan berkaitan dengan

tercapainya tujuan terapi yang diinginkan.

a. Terapi obat tanpa indikasi, meliputi tidak adanya indikasi medis yang valid

untuk terapi obat yang digunakan saat itu, banyaknya pemakaian banyak

obat untuk kondisi tertentu padahal hanya memerlukan terapi obat tunggal,

kondisi medis lebih sesuai diobati tanpa terapi obat, terapi obat digunakan

untuk menghilangkan adverse reactions yang berhubungan dengan

pengobatan lain, penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol, atau merokok

yang menyebabkan masalah.

b. Indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi, meliputi kondisi terapi yang

memerlukan terapi inisiasi obat, kondisi yang memerlukan tambahan

untuk mencapai efek adiktif.


39

c. Ketidakefektifan pemilihan obat, meliputi obat yang digunakan bukan obat

yang paling efektif terhadap masalah medis yang dialami, kondisi medis

terbiaskan dengan adanya obat, bentuk sediaan obat tidak sesuai dan obat

tidak efektif terhadap indikasi yang dialami.

d. Dosis yang kurang, meliputi dosis terlalu rendah untuk menghasilkan

respon yang diinginkan, interval dosis terlalu rendah untuk dapat

menghasilkan respon yang diinginkan, interaksi obat menurunkan jumlah

zat aktif yang tersedia dan durasi obat terlalu singkat untuk menghasilkan

respon yang diinginkan.

e. Dosis yang berlebih, meliputi dosis terlalu tinggi, frekuensi pemakaian

obat terlalu singkat, durasi obat terlalu panjang, interaksi obat terjadi

karena hasil dari reaksi toksik dari obat dan dosis obat diberikan terlalu

cepat.

f. Adverse drug reactions, meliputi produk obat menyebabkan reaksi yang

tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan dosis, produk obat yang

aman diperlukan karena terkait dengan faktor risiko, interaksi obat

menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan

dengan dosis, pengaturan dosis yang diberikan atau diganti dengan sangat

cepat, produk obat yang menyebabkan reaksi alergi dan produk obat yang

kontraindikasi terhadap faktor risiko.


40

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah semua pasien geriatri penderita DM yang

dirawat di instalasi rawat inap RSUD Sleman periode 2008 kemudian diambil

sesuai kriteria inklusi yaitu: pasien dengan usia 60 tahun keatas yang memiliki

kadar glukosa puasa ≥126mg/dL atau pada rekam medis telah didiagnosis

menderita DM serta pasien yang telah menerima terapi obat hipoglikemik oral

tunggal maupun dengan kombinasi (baik kombinasi dengan OHO yang lain

ataupun dengan insulin).

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

rekam medis pasien geriatri DM di instalasi rawat inap RSUD Sleman periode

2008.

E. Tata Cara Penelitian

1. Analisis situasi

Analisis situasi dimulai dengan melihat pola penyakit dan obat yang

digunakan pada pasien geriatri penderita DM yang ada di instalasi rawat inap

RSUD Sleman periode 2008 yang di peroleh dari instalasi catatan medik rumah

sakit.

2. Pengambilan data

Ditemukan 60 pasien yang berusia di atas 60 tahun pada saat itu.

Selanjutnya dari 60 pasien yang didapatkan, dipilih sesuai dengan syarat inklusi
41

yang ditetapkan oleh penulis dan didapatkan 22 kasus yang menggunakan obat

hipoglikemik oral dan akan dievaluasi dengan metode SOAP.

Tahap pengambilan data dilakukan beberapa proses, yaitu :

a. Penelusuran data, dilakukan dengan cara melihat data komputer di

bagian rekam medis yang memuat laporan jenis penyakit pasien geriatri rawat

inap. Berdasarkan laporan tersebut, didapatkan nomor rekam medis, umur,

jenis kelamin, lama rawat inap, keadaan pasien setelah menjalani rawat inap

penderita DM untuk pasien rawat inap.

b. Pengumpulan data, dilakukan dengan mencari pasien geriatri yang sesuai

dengan definisi operasional diatas berdasarkan nomor rekam medik yang

didapat. Selain itu, peneliti juga melakukan tanya jawab dengan farmasis yang

berada di RSUD Sleman dan melakukan kunjungan ke bangsal untuk

menanyakan data dari rekam medik yang kurang jelas serta melihat

Formularium RSUD Sleman tahun 2008.

c. Pencatatan data, dilakukan dengan mencatat data pasien geriatri penderita DM

yang mendapat terapi obat hipoglikemik oral tunggal maupun dengan

kombinasi obat hipoglikemik oral yang lain atau kombinasi bersama insulin

yang digunakan bersama dengan obat selain obat hipoglikemik oral dan insulin

pada periode 2008 yang disalin dari rekam medik.

Data yang dikumpulkan meliputi nomor rekam medik, umur, tanggal

penggunaan obat hipoglikemik oral, dosis, frekuensi, obat lain yang digunakan,

data laboratorium, diagnosis penyakit, dan diagnosis lain serta keluhan yang
42

dialami pasien selama rawat inap, kadar glukosa darah pada awal masuk Rumah

Sakit dan keluar Rumah Sakit.

Informasi dari bagian rekam medis, terdapat 60 kasus Diabetes Melitus

pada pasien geriatri periode 2008, namun yang masuk dalam kriteria inklusi

peneliti ada 22 kasus, sehingga yang digunakan dalam penelitian adalah 22 pasien

yang masuk dalam kriteria inklusi.

3. Pengolahan data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan diagram dengan

beberapa keterangan yang meliputi data tentang profil penggunaan obat, golongan

dan jenis obat hipoglikemik oral yang digunakan, dosis, frekuensi, data

laboratorium, serta diagnosis penyakit.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data kualitatif dibahas dalam bentuk uraian dan data dibahas secara

deskriptif dalam bentuk tabel atau gambar diagram. Sebelumnya, data pasien

terlebih dahulu dikelompokkan berdasarkan kategori sebagai berikut ini :

1. Karakteristik pasien

a. Persentase jenis kelamin pasien geriatri penderita DM, dikelompokkan

menjadi laki-laki dan perempuan pada periode 2008 masing-masing dibagi

jumlah total kasus pada periode 2008 dikali 100%.

b. Persentase lama rawat inap

Lama perawatan disajikan menurut lama pasien geriatri penderita DM

yang dirawat dengan menghitung masing-masing keadaan pasien membaik


43

ataupun belum sembuh dibagi jumlah total kasus pada periode 2008 dikali

100%.

c. Persentase jenis komplikasi penyerta pasien geriatri penderita DM dengan

cara menghitung jumlah pasien masing-masing jenis komplikasi penyerta

dibagi dengan total kasus kemudian dikali 100%.

d. Persentase jenis penyakit penyerta pasien geriatri penderita DM dengan

cara menghitung jumlah pasien masing-masing jenis komplikasi penyerta

dibagi dengan jumlah total kasus pasien kemudian dikali 100%.

e. Persentase lama perawatan pasien geriatri penderita Diabetes Melitus

dengan cara menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range lama

perawatan tertentu dibagi dengan jumlah total kasus dan dikalikan 100%.

2. Pola pengobatan

a. Persentase jenis obat yang digunakan pada pasien geriatri penderita DM

dihitung dengan cara menghitung jumlah terapi yang digunakan pada

masing-masing golongan dibagi dengan total masing-masing jenis kelas

terapi dan dikalikan 100%.

3. Perhitungan identifikasi Drug Therapy Problems (DTPs)

Persentase jumlah Drug Therapy Problems (DTPs) pasien geriatri

penderita Diabetes Melitus dengan menghitung jumlah masing-masing kasus

Drug Therapy Problems (DTPs) dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus

pasien dan dikalikan 100%.

Kemudian dilakukan evaluasi kerasionalan obat dengan acuan Drug

Therapy Problems menggunakan metode SOAP. Evaluasi DTPs dilakukan


44

dengan referensi standar pertama yang digunakan adalah Drug information

handbook 14thedition (Lacy, Armstrong, Goldman, Lance, 2006) dan Drug

Interaction Fact (Tatro, 2007), dan standar kedua AHFS drug information

2004 (McEvoy dkk, 2003). Untuk mengetahui kelas terapi yang digunakan

pasien geriatri, digunakan Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000

sebagai standard referensi yang pertama dan standard kedua digunakan

Informasi Spesialite Obat Indonesia volume 44 tahun 2009.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Terdapat 22 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dari 60 pasien yang

berusia 60 tahun keatas.

A. Karakteristik Subyek Penelitian

1. Berdasarkan Jenis Kelamin

Pada penelitian ini diketahui subyek penelitian wanita adalah

68,2% dan pria 31,8%. Besarnya jumlah geriatri wanita pada penelitian ini

dikarenakan pada awal pengambilan data, jumlah wanita penderita Diabetes

Melitus (DM) yang terbanyak. Walaupun dalam suatu survei, penderita DM

pada usia 60-74 tahun serta usia ≥75 tahun, risiko terkena DM pada jenis

kelamin pria lebih tinggi daripada wanita. Hal ini tidak sesuai dengan yang

didapatkan penulis dimana wanita mempunyai persentase lebih besar untuk

menderita DM.

Gambar 11. Karakteristik Subyek Penelitian Pasien Geriatri Penderita Diabetes


Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode 2008 Berdasarkan Jenis
Kelamin

45
46

Adanya perbedaan jumlah pasien pria dan wanita ini tidak

menandakan bahwa pria lebih berisiko untuk menderita DM karena jenis

kelamin bukan faktor risiko DM. Yang merupakan faktor risiko dari DM

antara lain riwayat penyakit keluarga DM, obesitas, tekanan darah tinggi dan

kebiasaan hidup tidak sehat (Meilani, 2005).

2. Berdasarkan Lama Rawat Inap

Rata-rata lama perawatan pasien geriatri penderita DM adalah satu

hingga tujuh hari (seminggu). Lama perawatan dibagi menjadi tiga yaitu 1-7

hari (50,0%), 8-14 hari (40,9%) dan 15-21 hari (9,1%).

Tabel V. Karakteristik Subyek Penelitian Pasien Geriatri Penderita Diabetes


Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode 2008 Berdasarkan Lama
Rawat Inap
No. Lama Perawatan Persentase
1. 1- 7 hari 50,0%
2. 8-14 hari 40,9%
3. 15-21 hari 9,1%
Lama perawatan antara 1-7 hari, hal tersebut dapat dipengaruhi

kesehatan pasien yang sudah membaik maupun untuk menghindari biaya

perawatan yang mahal jika terlalu lama dirawat karena rata-rata pasien rawat

inap merupakan pasien yang kurang mampu (masalah ekonomi).

3. Berdasarkan Status Keluar

Status keluar dari 19 pasien (86,4%) adalah dikatakan membaik

dan 3 pasien (13,6%) keluar dengan status di rekam medik belum sembuh.

Kriteria status keluar dilihat dari keadaan terakhir pasien rawat inap pada hari
48

Pemeriksaan gula darah pasien yang terakhir menunjukkan range

gula darah sewaktu 171-365mg/dL, gula darah puasa 111-319 mg/dL dan

gula darah 2 jam post prandial 121-303mg/dL.

4. Berdasarkan Komplikasi dan Penyakit Penyerta

Komplikasi yang banyak diderita oleh pasien geriatri penderita

Diabetes Melitus adalah hipertensi. Hipertensi merupakan faktor risiko utama

terjadinya penyakit kardiovaskuler dan komplikasi mikroangiopati seperti

retinopati dan nefropati. Prevalensi terjadinya hipertensi 2 kali lebih besar

pada pasien diabetes daripada non diabetes (Votey, 2007)

Komplikasi selanjutnya yang banyak diderita oleh pasien DM

adalah dislipidemia dan ulkus. Dislipidemia terjadi akibat kadar kolesterol

total dan trigliserida melebihi normal. Hal tersebut dikarenakan glukosa yang

terbentuk tidak dapat diubah menjadi energi. Akibatnya sumber energi yang

lain dibuat dari lemak ataupun protein. Oleh karena itu kadar kolesterol dapat

menumpuk dalam darah.

Tabel VI. Karakteristik Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus Instalasi Rawat
Inap di RSUD Sleman periode 2008 berdasarkan Komplikasi
No. Komplikasi Jumlah Persentase
kasus (%)
1. DM tanpa komplikasi 7 31,8
2. Penyakit Kardiovaskuler
DM+ Hipertensi 6 27,3
DM+ Dislipidemia 4 18,2
3. DM+ Ulkus 4 18,2
4. DM+ Hipoglikemik 1 4,5
Komplikasi ulkus pada pasien geriatri penderita DM umum terjadi.

Hal ini disebabkan tidak terkontrolnya gula darah sehingga dapat


49

menyebabkan kerusakan pada saraf perifer sehingga pada penderita DM ini

kehilangan sensoriknya dan tidak menyadari apabila terluka (Susanti, 2007).

Pada pasien geriatri penderita DM yang mempunyai komplikasi dengan ulkus

dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Oleh karena itu, pasien geriatri yang

menderita ulkus memerlukan perawatan antibiotik untuk mencegah infeksi

yang terjadi agar infeksi tersebut tidak bertambah luas.

Penyakit penyerta merupakan penyakit yang menyertai DM.

Penyakit DM menjalani rawat inap karena dirasa keluhannnya amat

mengganggu. Keluhan tersebut dapat terjadi akibat menderita Diabetes

sendiri maupun dikarenakan oleh komplikasi yang mereka derita. Oleh karena

itu diperlukan terapi selain obat DM untuk menanganinya.

Tabel VII. Karaketristik Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus Instalasi Rawat
Inap di RSUD Sleman periode 2008 Berdasarkan Penyakit Penyerta
No. Penyakit penyerta Jumlah Persentase
kasus (%)
1. Gangguan pencernaan
Gastritis 4 18,2
Diare 1 4,5
2. Asam urat 2 9,2
3. Malaria 1 4,5
4. Anemia 1 4,5
5. Urtikaria 1 4,5
6. Tanpa penyerta 12 54,6

Penyakit penyerta yang paling banyak diderita oleh pasien adalah

gastritis. Pasien geriatri penderita DM mengeluh gastritis dikarenakan efek

samping dari pengobatan yang diterima maupun pola makan yang kurang

baik.
50

5. Berdasarkan Golongan Obat yang Digunakan

a. Obat Hormonal
Yang termasuk dalam obat-obat hormonal dalam penelitian ini
adalah obat hipoglikemik dan kortikosteroid.
Tabel VIII. Obat Hormonal yang Digunakan pada Terapi Diabetes Melitus Pasien
Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode 2008
Terapi Komposisi Persentase
(%)
metformin+ insulin 9 40,9
metformin 6 27,3
glikazid + metformin 6 27,3

glikazid+metformin+ 1 4,5
insulin
Total 22 100

Penulis tidak menemukan penggunaan vildagliptin walaupun

dalam pustaka penulis mencantumkan obat golongan DPP-4 inhibitor

Golongan obat hipoglikemik oral yang paling banyak digunakan adalah

golongan Biguanida yaitu metformin. Metformin mempunyai beberapa

keunggulan yang tidak didapatkan pada obat hipoglikemik oral yang lainnya

yaitu penggunaan metformin tidak menyebabkan kenaikan berat badan dan

tidak terjadinya hipoglikemik.

Metformin merupakan lini pertama bagi pasien yang menderita

Diabetes Melitus (Schernthaner, Guntram dan Schernthaner, G.Holger, 2007).

Metformin digunakan karena metformin menghasilkan perubahan kontrol

glikemik yang menguntungkan dan dapat memberikan keuntungan dalam

penurunan berat badan, lipid, dan tekanan darah. Sulfonilurea, penghambat α-

glucosidase ,thiazolidinediones, meglitinides, insulin, dan diet, gagal dalam


51

menunjukkan keuntungan dalam kontrol hipoglikemik, berat badan dan lipid

dibandingkan dengan metformin (Sainz, Esteban, Mataix, 2009).

Selain penggunaan tunggal obat hipoglikemik oral, penggunaan

kombinasi antara obat hipoglikemik oral dan insulin banyak digunakan

(40,9%). Penggunaan kombinasi antara metformin dengan insulin dapat

memberikan keuntungan karena dapat menghindari terjadinya hipoglikemik

dan mengurangi berat badan (Schernthaner, 2007). Penggunaan metformin

dan insulin dapat lebih menguntungkan dibandingkan jika penggunaan

tunggal sulfonilurea maupun insulin dalam dosis yang rendah (Valsaraj,

Augusti, Chemmanam, & Jose, 2009).

Insulin yang banyak digunakan adalah insulin reguler. Hal ini

dikarenakan pada pasien geriatri kadar gula darah tidak stabil atau tidak

terkontrol, selain itu juga digunakan untuk menentukan unit insulin yang akan

digunakan.

Selain obat hipoglikemik, dalam kasus ditemukan adanya dua

kasus yang menggunakan kortikosteroid sebagai obat hormonal.

b. Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Cerna

Golongan obat yang bekerja pada sistem saluran pencernaan antara

lain antitukak, antispasmodik, laksatif dan antidiare.

Tabel IX. Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Cerna yang Digunakan pada
Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008
Golongan Sub Golongan Komposisi Jumlah Persentase
kasus (%)
Antitukak Antagonis ranitidin 8 36,4
Reseptor H2
52

Golongan Sub Golongan Komposisi Jumlah Persentase


kasus (%)
Antasida 8 36,4
alumunium/mag
nesium
Penghambat pantoprazol 1 4,5
pompa proton
Antidiare loperamid 2 9,2
HCl
Laksatif parafin cair 1 4,5
bisakodil 1 4,5
Antispasmodik timepidium 1 4,5
bromida
Total 22 100
Golongan yang paling banyak digunakan adalah antitukak (77,3%).

Tujuan terapi dengan menggunakan antitukak untuk meringankan atau

menghilangkan gejala, mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi

yang serius (hemoragi) dan mencegah kekambuhan (Anonim, 2000).

Obat saluran cerna ini juga digunakan untuk mengatasi efek

samping yang terjadi akibat pemakaian metformin. Penggunaan metformin

dapat menyebabkan gangguan pada gastrointestinal seperti mual, muntah dan

diare.

Pengobatan dengan antidiare disebabkan pada saat pasien

menjalani perawatan, pasien mengalami diare, sedangkan pada pasien yang

mengalami konstipasi diberikan obat pencahar (laksatif). Konstipasi dapat

disebabkan oleh penggunaan antasida.

Dilihat dari tabel diatas, pemakaian obat untuk tukak lambung

mempunyai persentase yang paling banyak. Obat ini digunakan dalam

menghambat sekresi asam lambung. Zat aktif yang banyak digunakan adalah

ranitidin (36,4%) dan antasida (36,4%). Penghambat reseptor H2 bekerja

dengan cara mengurangi sekresi asam lambung sebagai hambatan reseptor H2


53

sedangkan antasida mempunyai kemampuan dalam menetralkan asam

klorida.

c. Obat yang digunakan untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler

ADA (American Diabetes Association) menyebutkan bahwa

penghambat ACE, penghambat reseptor Angiotensin (ARB), penghambat β

(β-blocker), diuretik dan antagonis kalsium diberikan sebagai terapi awal

untuk mengurangi kejadian penyakit kardiovaskuler pada pasien DM.

Penyakit kardiovaskuler merupakan komplikasi pada DM.

Penyakit kardiovaskuler jika tidak ditangani lebih lanjut dapat mengakibatkan

keparahan dan kematian pada penderita DM. Faktor risiko yang dapat

mengakibatkan penyakit kardiovaskuler adalah hipertensi, dislipidemia. Oleh

karena itu, diperlukan pengobatan untuk mencegah ataupun mengobati faktor

risiko tersebut yaitu dengan menggunakan antihipertensi dan dislipidemia.

Tabel X. Obat yang Digunakan untuk Penyakit pada Sistem Kardiovaskuler yang
Digunakan pada Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap
RSUD Sleman Periode 2008
Golongan Sub golongan Komposisi Jumlah Persentase
kasus (%)
Antihipertensi ACE inhibitor kaptopril 12 37,5

moeksipril 2 6,3
HCl
Antihipertensi klonidin 3 9,4
yang bekerja hidroklorid
sentral
Antagonis valsartan 1 3,1
Angiotensin II
Diuretik furosemid 1 3,1

Antiangina Antagonis amlodipin 4 12,5


kalsium maleat
54

Golongan Sub golongan Komposisi Jumlah Persentase


kasus (%)
Antagonis nifedipine 1 3,1
kalsium
amlodipin 1 3,1
besilat
Antiangina isosorbit 2 6,3
Nitrat dinitrat
Obat yang Antiplatelet asetosal 4 12,5
mempengaruhi
sistem
koagulasi
darah
Penurun lipid simvastatin 1 3,1
Total 32 100

Penggunaan obat yang digunakan dalam sistem kardiovaskuler

mencapai 32 jenis obat. Hal tersebut disebabkan dalam suatu kasus

penggunaan obat kardiovaskuler ini lebih dari satu golongan. Contohnya

pada kasus nomor 6, golongan yang dipakai yaitu antihipertensi (kaptopril),

antiangina (nifedipine) dan obat yang mempengaruhi sistem koagulasi darah.

Pada kasus nomor 9, terdapat empat zat aktif yang digunakan yaitu

amlodipin, simvastatin, kaptopril dan klonidin.

Obat yang paling banyak digunakan pada pasien geriatri penderita

DM di instalasi rawat inap RSUD Sleman periode 2008 adalah golongan

antihipertensi (59,4%). Hipertensi merupakan faktor risiko terjadinya

penyakit kardiovaskuler sehingga diperlukan penanganan untuk pengobatan

hipertensi ini. Terjadinya hipertensi pada pasien DM yaitu, adanya resistensi

insulin. Akibat resistensi insulin ini, glukosa darah hasil proses metabolisme

dari makanan yang dimakan tidak dapat disimpan dalam sel baik dalam

bentuk energi maupun sebagai cadangan makanan.


55

Akibatnya, glukosa tersebut tertimbun dalam ginjal dan pada

akhirnya dapat melebihi ambang batas ginjal dan terjadilah proses diuresis

osmotik dimana ginjal mengeluarkan cairan berlebih melalui urin untuk

mengurangi kadar glukosa darah, sehingga dalam tubuh terjadi dehidrasi

karena berkurangnya cairan ekstrasel dan kompensasi, cairan intrasel ditarik

keluar sehingga cairan tubuh berlebih, terjadi hipertensi (Meirinawati, 2006).

Terapi aspirin ini digunakan sebagai strategi pencegahan primer

risiko kardiovaskular, termasuk pasien dengan usia >40 tahun yang memiliki

riwayat keluarga penyakit kardiovaskular dan kebiasaan merokok, menderita

hipertensi, dislipidemia, atau albuminuria (ADA, 2009). Terapi ini bekerja

dengan cara agregasi platelet sehingga menghambat pembentukan trombus

pada sirkulasi arteri.

Faktor risiko yang perlu diperhatikan adalah dislipidemia karena

jika tidak ditangani dapat menjadi faktor terjadinya penyakit kardiovaskuler.

Untuk itu digunakan golongan statin dalam pengobatan dislipidemia ini.

Golongan statin digunakan untuk penurun lipid. Golongan ini diberikan pada

pasien dengan kolesterol total >200mg/dL.

d. Obat yang Digunakan untuk Pengobatan Infeksi

Pada golongan ini terdiri atas golongan antimikroba, antiprotozoa,

antelmintik dan antimalaria.


56

Tabel XI. Obat yang Digunakan untuk Pengobatan Infeksi yang Digunakan pada
Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008
Golongan Sub golongan Komposisi Jumlah Persentase
kasus (%)
Antimikroba sefalosporin seftriakson 5 19,3
seftizoksim 2 7,8
seftazidim 1 3,8
sefadroksil 1 3,8
kuinolon siprofloksasin 4 15,4
pefloksasin 2 7,8
levofloksasin 1 3,8
sulfonamid dan kotrimoksazol 1 3,8
trimetoprim
Antiprotozoa metronidazol metronidazol 6 23,1
Antimalaria klorokuin 1 3,8
primakuin 1 3,8
Antelmintik pirantel pamoat 1 3,8
Total 26 100

Penggunaan obat untuk pengobatan infeksi ini mencapai 26 kasus

karena pasien dapat menerima lebih dari satu golongan obat. Misalnya pada

kasus nomor 3, digunakan dua golongan obat yaitu metronidazole

(antiprotozoa) dan golongan antimikroba (kotrimoksazol).

Obat antimikroba ini digunakan dalam menangani pasien yang

mempunyai ulkus atau luka pada bagian tubuhnya. Golongan antimikroba ini

digunakan untuk mencegah atau mengobati jika terjadi infeksi pada luka

tersebut. Selain itu digunakan jika hasil laboratorium menunjukkan adanya

infeksi.

Antimikroba yang banyak digunakan adalah sefalosporin.

Sefalosporin termasuk antibiotik β-laktam yang bekerja dengan menghambat

sintesis dinding sel mikroba. Selain itu, sefalosporin aktif terhadap gram
57

positif dan negatif, namun spektrum masing-masing antimikroba bervariasi

(Anonim, 2000).

Antelmintik digunakan karena dalam hasil laboratorium terdapat

hasil positif untuk adanya parasit. Penggunaan antimalaria karena pada hasil

laboratorium pasien, terdapat hasil positif untuk adanya plasmodium vivax.

e. Obat yang Bekerja pada Sistem Saraf Pusat

Golongan yang digunakan pada obat yang bekerja pada sistem saraf

pusat adalah golongan obat mual dan vertigo dengan zat aktif yang paling

banyak digunakan adalah metoklopramid (55,56%). Obat anti mual dapat

digunakan dalam mengatasi efek samping dari metformin maupun glikazid.

Tabel XII. Obat yang Bekerja pada Sistem Saraf Pusat yang Digunakan pada
Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008
Golongan Komposisi Jumlah Persentase
kasus (%)
Obat untuk metoklopramid 5 55,6
mual dan
vertigo ondasetron 3 33,3
domperidon 1 11,1
Total 9 100
Ondasetron diberikan pada pasien yang mengalami mual cukup

parah sehingga diberikan obat yang lebih baik dari anti mual saja.

f. Obat yang bekerja sebagai analgesik

Obat golongan ini digunakan untuk mengurangi nyeri pada pasien

geriatri.
58

Tabel XIII. Obat yang Bekerja sebagai Analgesik yang Digunakan pada Terapi
Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008
Golongan Komposisi Jumlah kasus Persentase
(%)
Non narkotik ketorolak 5 50,0
parasetamol 2 20,0
methampiron + 2 20,0
diazepam
Antimigrain flunarizin 1 10,0
Total 10 100
Obat analgesik di atas, digunakan dalam menghilangkan rasa nyeri

salah satu penyebab nyeri adalah adanya luka/ulkus pada pasien DM. Ulkus

terjadi akibat kadar glukosa darah yang tidak terkontrol sehingga terjadi

gangguan pada pembuluh darah perifer yang akan mengurangi aliran darah

ke kaki. Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan

kerusakan saraf perifer sehingga penderita DM kehilangan sensoriknya

sehingga tidak menyadari jika terluka.

g. Obat yang mempengaruhi darah dan gizi

Tabel XIV. Obat yang Mempengaruhi Darah dan Gizi yang Digunakan pada Terapi
Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008
Golongan Sub Komposisi Jumlah Persentase
golongan kasus (%)
Cairan dan ringer 20 44,4
elektrolit laktat/asetat
natrium 11 24,4
klorida
Glukosa 1 2,2
maltose 1 2,2
Vitamin Vitamin B vitamin B 6 13,4
komplek
mekobalamin 2 4,4
ATP, vitamin 1 2,2
B6
Lain-lain alpha lipoic 3 6,8
acid
Total 45 100
59

Larutan elektrolit yang diberikan secara intravena digunakan untuk

memenuhi kebutuhan normal akan cairan dan elektrolit atau untuk

menggantikan kekurangan yang cukup besar terutama untuk pasien yang

mengalami mual muntah sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan melalui

mulut (Anonim, 2000).

Selain itu, pemberiaan pengganti cairan dan elektrolit pada

penderita dikarenakan pada pasien ini dapat terjadi dehidrasi akibat

kekurangan cairan yang masuk namun banyaknya cairan yang keluar. Cairan

yang paling banyak digunakan adalah RL (Ringer Laktat) sebesar 44,4%.

Ringer laktat diindikasikan untuk pengobatan kekurangan cairan dimana

dengan rehidrasi secara oral tidak mungkin dilakukan.

Pemberian metformin dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi

vitamin B12. Dalam suatu jurnal (Liu, Dai, dan Jean, 2006) dikatakan bahwa

dari 71 pasien yang menerima metformin, 21 diantaranya memiliki absorbsi

vitamin B12 yang rendah dan empat lainnya memilki level vitamin B12 yang

rendah. Oleh karena itu, pemberian vitamin B komplek yang salah satu

unsurnya adalah vitamin B12 diberikan kepada pasien ini mengingat semua

pasien pada kasus ini menggunakan metformin sebagai terapi DM.

h. Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Pernafasan

Penggunaan antitusif sebenarnya hampir tidak memberikan

manfaat klinis yang lebih besar daripada risikonya kecuali untuk batuk kering

yang sangat mengganggu tidur (Anonim, 2000).


60

Tabel XV. Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Pernafasan yang Digunakan
pada Terapi Diabetes Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008
Golongan Komposisi Jumlah Persentase
kasus (%)
Antitusif kodein fosfat 2 40,0
dekstrometorfan 1 20,0
Antialergi feksofenadin HCl 1 20,0
mebhidrolin napadisilat 1 20,0
Total 5 100

Pada pasien pengguna kaptopril, efek samping yang terjadi adalah

timbulnya batuk kering dimana bagi pasien geriatri merupakan

ketidaknyamanan. Oleh karena itu diberikan antitusif sebagai penekan batuk

tersebut. Antialergi digunakan pada pasien yang mengalami urtikaria pada

pasien.

i. Obat otot skelet dan sendi

Pada golongan ini, obat antigout yaitu allopurinol (75%) banyak

digunakan. Sebagian besar penyakit reumatik membutuhkan pengobatan

simtomatik untuk meredakan nyeri yang ditimbulkan (Anonim, 2000).

Tabel XVI. Obat Otot Skelet dan Sendi yang Digunakan pada Terapi Diabetes
Melitus Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode 2008
Golongan Sub golongan Komposisi Jumlah Persentase
kasus (%)
Obat antigout allopurinol 3 60,0
reumatik antiinflamasi natrium 1 20,0
dan gout nonsteroid diklofenak
kalium 1 20,0
diklofenak
Total 5 100
61

Golongan antigout diberikan pada pasien yang pada hasil laboratorium

menunjukkan ketidaknormalan pada hasil asam urat. Golongan AINS berguna

dalam mengatasi nyeri dan radang yang timbul akibat adanya penyakit reumatik

dan gangguan otot skelet lainnya.

B. Evaluasi Jenis Drug Therapy Problems

DTPs yang teridentikasi pada penggunaan obat hipoglikemik oral yang

didapat oleh penulis ada dua macam yaitu dosis terlalu rendah (dosage too low)

dan adanya adverse drug reactions.

Tabel XVII. Evaluasi DTPs Obat hipoglikemik Oral pada Pasien Geriatri Penderita
Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman periode 2008
No. Kategori DTPs Persentase
(%)
1. dosis terlalu rendah (dosage too low) 4,5
2. adverse drug reactions 27,3

1. Dosis terlalu rendah (dosage too low)

Dalam data yang diambil oleh penulis, terdapat kategori DTPs dosis

terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang diinginkan.

Sediaan obat hipoglikemik oral dikatakan terlalu rendah apabila dosis

yang digunakan belum sesuai dengan dosis dari standar yang diacu oleh

peneliti. Dalam Drug information handbook edisi 14, penggunaan metformin

< 1500mg/hari belum dapat menunjukkan respon, walaupun penggunaan

dosis rendah tersebut bertujuan untuk menghindari efek samping yang terjadi

akibat penggunaan metformin. Kurangnya dosis dalam terapi dapat


62

menyebabkan tidak tercapainya tujuan terapi bagi pasien DM sehingga terapi

dirasa kurang bermanfaat untuk pasien geriatri penderita DM.

Dalam Drug information handbook edisi ke-17, dosis untuk dewasa

adalah 500 mg dua kali sehari (Lacy, 2008-2009). Untuk pasien geriatri dosis

yang digunakan menggunakan dosis dewasa namun harus melakukan

pengawasan terhadap penggunaannya.

Dalam IONI (Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000), dosis

maksimal metformin adalah 3 gram/hari. Selain metformin, obat

hipoglikemik oral yang digunakan dalam rawat inap pasien geriatri penderita

DM adalah glikazid (golongan sulfonilurea). Dosis awal glikazid adalah 40-

80 mg satu kali sehari bersama dengan sarapan dan dosis maksimalnya adalah

240mg/hari dalam 1 -2 kali penggunaan.

Dalam kasus yang diteliti oleh penulis, terdapat satu kasus yang

mengalami dosis terlalu rendah (dosage too low), yaitu pasien nomor 4. Pada

pasien nomor 4, pemberian metformin hanya dilakukan selama dua hari dan

selanjutnya digunakan insulin. Dosis metformin yang digunakan 500 mg per

harinya padahal dari literatur yang di dapat oleh peneliti, dosis metformin

yang digunakan 1000mg/hari yaitu 500mg pada pagi hari dan 500 mg pada

sore hari. Selain itu, dosage too low ini dilihat dari gula darah pasien saat

datang dan pulang dari rumah sakit.


63

2. Adverse drug reactions

Evaluasi DTPs kategori adverse drug reactions dilihat dari standar

yang digunakan penulis, yaitu DIH (Drug Information Handbook), DIF

(Drug Interaction Fact), dan AHFS. Pada kasus yang diteliti oleh penulis,

adverse drug reactions terjadi pada interaksi obat menyebabkan reaksi yang

tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan dosis dan produk obat yang

kontraindikasi terhadap faktor risiko.

Kasus adverse drug reactions terdapat interaksi obat terjadi pada

pasien kasus nomor 6 dan 19. Interaksi yang ditimbulkan dapat meningkatkan

maupun menurunkan kadar obat hipoglikemik oral. Peningkatan efek

metformin dapat terjadi dengan adanya interaksi metformin dengan furosemid

(kasus 19). Pada suatu studi dosis tunggal pada individu sehat, penggunaan

furosemid dan metformin dapat meningkatkan kadar puncak plasma

metformin sebesar 22% dan AUC sebesar 15%. Pada furosemid meningkat

hingga 31% kadar puncak plasma dan AUC 12% (McEvoy, G. K., dkk,

2003).

Interaksi juga dapat terjadi pada penggunaan metformin dengan

nifedipine (kasus 6). Interaksi ini dapat menurunkan efek metformin dalam

darah sehingga kerja metformin tidak maksimal.

Oleh karena adanya interaksi ini, penggunaan obat hipoglikemik oral

harus dimonitor agar pasien tidak mengalami reaksi yang merugikan akibat

interaksi ini.
64

Adanya kontraindikasi penggunaan obat dengan faktor risiko terjadi

pada kasus nomor 5, 14, 16 dan 20 dimana metformin tetap digunakan

padahal nilai creatinin pasien mencapai 1,77mg/dL pada kasus 5 dan 3,04

mg/dL pada kasus 16.

Metformin tidak dapat digunakan jika kreatinin pasien geriatri wanita

mencapai >1,4mg/dL dan >1,5mg/dL pada pria. Pada kondisi ini dapat

menimbulkan terjadinya asidosis laktat. Oleh karena itu disarankan

penggunaan metformin ini diganti dengan sediaan obat hipoglikemik oral

yang lain yang tidak dikontraindikasikan dengan kadar kreatinin yang tinggi.

Metformin juga dikontraindikasikan bagi pasien yang mempunyai

gangguan fungsi hati. Adanya gangguan fungsi hati dapat ditunjukkan dengan

hasil pemeriksaan hati meliputi SGPT dan SGOT dimana nilai normal untuk

SGOT adalah 0,00-31,00 µ/L untuk wanita dan 0,00-37,00 µ/L pada pria.

Nilai SGPT pada wanita0,00-36,00µ/L adalah 0,00-43,00µ/L pada pria.

Kasus 14 dan 20 mempunyai nilai SGOT yang melebihi normal yaitu 53,9

µ/L dan 56,3 µ/L, oleh karena itu penggunaan metformin sebaiknya dihindari

dan digantikan dengan obat hipoglikemik oral yang lain.

Dalam kasus ini, peneliti menyarankan mengganti metformin dengan

golongan sulfonilurea yaitu glikazid. Dosis 40-80 mg/hari bersama sarapan.

Tabel XVIII. Evaluasi DTPs kategori Adverse Drug Reactions Obat Hipoglikemik Oral
pada Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Periode 2008
Kasus Jenis Obat Penilaian Plan
6 metformin interaksi yang dapat Penggunaan obat ini
dan menyebabkan berkurangnya tidak bersamaan.
nifedipin. efek obat hipoglikemik oral
65

Kasus Jenis Obat Penilaian Plan


19 metformin interaksi yang dapat Penggunaan obat ini
dan menyebabkan tidak bersamaan.
furosemid meningkatnya efek obat
hipoglikemik oral

5, 14, metformin kontraindikasi penggunaan


16 dan penggunaan obat dengan metformin sebaiknya
20 faktor risiko dihindari dan
digantikan dengan
obat hipoglikemik oral
yang lain.

C. Ringkasan Drug Therapy Problems

Evaluasi DTPs di atas, ditemukan tiga kategori yaitu dosis terlalu rendah

(dosage too low) dan adverse drug reactions dimana persentasi dari masing-

masing kategori adalah 4,5% dan 27,3% dari 22 kasus.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pasien geriatri penderita Diabetes Melitus di instalasi rawat inap RSUD

Sleman periode 2008 berjenis kelamin wanita adalah 15 orang (68,2%)

dan pria 7 orang (31,8%). Komplikasi terbesar yang diderita adalah

hipertensi yaitu sebanyak 6 pasien (27,3%). Penyakit penyerta pada saat

pasien masuk rumah sakit adalah gastritis yaitu 4 pasien (18,2%).

Keadaan pasien keluar rumah sakit dengan kondisi yang membaik adalah

19 orang (86,4%)dan 3 orang (13,6%) belum sembuh.

2. Semua pasien (22 orang) geriatri penderita Diabetes Melitus di instalasi

rawat inap RSUD Sleman periode 2008 menggunakan obat hipoglikemik

oral metformin.

3. Jenis Drug Therapy Problems yang teridentifikasi pada penggunaan obat

hipoglikemik oral pada pasien geriatri penderita Diabetes Melitus di

instalasi rawat inap RSUD Sleman periode 2008 adalah dosis terlalu

rendah (dosage too low) berjumlah 4,5% dan terdapat 27,3% adverse

drug reactions.

B. Saran

1. Pada diagnosis pasien dalam rekam medis diharapkan disebutkan tipe

Diabetes Melitus, apakah tipe 1 atau 2.

66
67

2. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian Drug Therapy

Problems obat hipoglikemik oral pada pasien geriatri penderita Diabetes

Melitus secara prospektif di rumah sakit lainnya.


68

DAFTAR PUSTAKA

Allan, 2008, Hepatotoxicity in the Diabetic Population,


http://stanford.wellsphere.com/general-medicine-article/hepatotoxicity-
in-the-diabetic-population, diakses pada tanggal 28 Desember 2009

American Diabetes Association, 2009, Standard of Medical Care in Diabetes,


Diabetes Care, volume 32, suppl 1, 13,14,28-32

Anonim, 2000, Informatorim Obat Nasional Indonesia, 265, 333, DepKes RI,
Jakarta

Anonim, 2002, Pembunuh Nomer Tiga itu Bernama Stroke ,


http://www.sinarharapan.co.id, diakses tanggal 10 Februari 2009

Anonim, 2004, Bagi Kaum Lansia Obat tidak Selalu Menjadi Sahabat
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/01/index.htm,diakses tanggal
28 Desember 2009

Anonim, 2005a, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Melitus, 12-18,


35-42, Depkes RI, Jakarta

Anonim, 2005b, Pharmacological Treatment For Diabetes, ICMR Guideline for


management of Type 2 Diabetes, 16

Anonim,2006a, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2


di Indonesia 2006, Perkeni, Jakarta

Anonim, 2006b, Medikasi Spesifik Diabetes Melitus Tipe 2, http://www.majalah-


farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=83, diakses pada tanggal 28
Desember 2009

Anonim, 2008a, geriatri, http://www.rskariadi.com, diakses pada tanggal 25


Februari 2009

Anonim, 2008b, Kontrol Glikemik dengan Inhibitor DPP-4, http://www.majalah-


farmacia.com/rubrik/one_news_print.asp?IDNews=942, diakses pada
tanggal 23 Desember 2009

Anonim, 2009a, Diabetes I dan II, http://www.mahkotadewa.com ,diakses pada


20 Agustus 2009

Anonim, 2009b, Vildagliptin 50 mg: Terapi Baru Diabetes Melitus Tipe 2,


http://www.dexamedica.com, pada tanggal 20 Agustus 2009
69

Anonim, 2009c, Penggunaan obat pada Pasien Usia Lanjut dalam Informasi
Spesialit Obat Indonesia edisi 44, 587, PT.ISFI Penerbitan, Jakarta Barat

Anonim,2009d,Gliklazid,http://www.diskes.jabarprov.go.id/index.php?mod=pubI
nformasiObat&idMenuKiri=45&idSelected=1&idObat=67&page=3,
diakses pada tanggal 9 November 2009

Anonim, 2009e, Sistem Endokrin,


http://4uliedz.wordpress.com/2009/02/05/sistem-endokrin/, diakses pada
tanggal 28 Desember 2009

Anonim, 2009f, Terapi Incretin pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2,


http://www.perkeni.net/index.php?page=buletin_view&id=112, diakses
pada tanggal 23 Desember 2009

Arnita, 2007, Antidiabetika Anyar sebagai Alternatif Terapi, http://www.majalah-


farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=579, diakses pada tanggal
23 Desember 2009

Aryono, S,M., 2009, Vildagliptin dalam Pelaksanaan DM Tipe 2,


http://medicalborneo.com/index.php?option=com_content&view=article
&id=228:vildagliptin-dalam-penatalaksanaan-dm-tipe-
2&catid=85:internist&Itemid=267, diakses pada tanggal 23 Desember
2009

Asian Pacific Type 2 Diabetes Policy Group, 2005, Type 2 Diabetes Practical
Targets and Treatments, 24, 26, International Diabetes Institute,
Australia

Aslam, M., 2003, Farmasi Klinis menuju pengobatan dan pengharapan pilihan
pasien, 263-270, PT.Gramedia, Jakarta

Bosenberg, L,H., Zyl van D,G., 2008, The Mechanism of Action of Oral
Antidiabetic drugs: A Review of Recent Literature, JEMDSA, volume
13, No. 3, 82

Bruijstens, L,A., Luin, M., Jungerhans, B., & Bosch, F, H., 2008, Reality of
Severe Metformin Induced Lactic Acidosis in the Absence of Chronic
Renal Impairment, The Netherlands Journal of Medicine, vol. 66, No. 5,
185-190

Cheng, A, Y, Y dan Fantus, I, G, 2005, Oral Antihyperglycemic Therapy for Type


2 Diabetes Melitus, Canadian Medical Association Journal, 172 (2)
70

Cipolle, R.J. dan Strand, L.M., 2004, Pharmaceutical Care Practice The
Clinician’s Guide, Second Edition, 172-173, 178-179, 197, McGraw-
Hill, New York

DA, 2007, Diabetes, http://diabetes.klikdokter.com/subpage.php?id=1&sub=1,


diakses pada tanggal 3 Januari 2010

Dinda, 2008, Diabetes Melitus Tipe 2, http://www.medicafarma.com , diakses


pada tanggal 10 Oktober 2009

Elson, D,E., Norris,S,L., 2004, Diabetes in Older Adults : Overviews of AGS


guidelines for the treatment of diabetes melitus in geriatric populations

Evans, J, L., Rushakoff, R, J., 2007, Oral Pharmacological Agents for Type 2
Diabetes: Sulfonylureas, Meglitinides, Metformin, Thiazolidinediones, α-
Glucosidase Inhibitors, and Emerging Approaches,
http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.endotext.org/diabe
tes/diabetes16/figures/figure2.png&imgrefurl=http://www.endotext.org/d
iabetes/diabetes16/diabetes14.html&usg=__8AiRkpVeXOZKFACFYZui
ZjIaOhQ=&h=399&w=550&sz=138&hl=id&start=325&um=1&tbnid=d
q8t3G1A2qDtkM:&tbnh=96&tbnw=133&prev=/images%3Fq%3Dmech
anism%2Bof%2Baction%2Bantidiabetic%26ndsp%3D21%26hl%3Did%
26sa%3DN%26start%3D315%26um%3D1, diakses pada tanggal 23
Desember 2009

Finucane, P., Popplewell, Phil, 2001, Diabetes Melitus and Impaired Glucose
Regulation in Old Age: The Scale of the Problem in Diabetes in Old Age,
John Wiley & Sons Ltd

Halapy, Henry, 2009, Diabetes in the Elderly in Approach to the Management of


Diabetes Melitus seventh edition, 42-43, Faculty of Medicine, University
of Toronto, Toronto

Ho, P, J dan Turtle, J, R., 2001, Establishing the Diagnosis in Diabetes in Old
Age, John Wiley & Sons Ltd

Lacy, Armstrong, Goldman, Lance, 2006, Drug information handbook 14 th


Edition, 1016-1017, Lexi-Comp, America

Lacy, Armstrong, Goldman, Lance, 2008-2009, Drug information handbook with


international Trade names index 17 th Edition, Lexi-Comp, America

Liu,K.,W., Dai, L., K., dan Jean, W., 2006, Metformin Related Vitamin B 12
Deficiency, Age and Ageing, 35 (2):200-201
71

McEvoy, G. K., dkk, 2003, AHFS Drug Information 2004, 985, The American
Society of Haelth-System Pharmacist, Inc., USA

Meilani, 2005, Pola Penggunaan Obat Antidiabetik Oral pada Pasien Diabetes
Melitus di Instalasi Rawat Jalan RS PKU Muhamadiyah Yogyakarta
Tahun 2004, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Meirinawati, A., 2006, Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes Melitus


Komplikasi Hipertensi Rawat Inap Periode 2005 Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma

Notoatmodjo, S., 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, 138, Penerbit Rineka


Cipta, Jakarta

Poedjiadi, A., 1994, Dasar- dasar Biokimia, 262, Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta

Pratiknya, A.W., 2001, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan


Kesehatan, 10-11, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Priyanto, 2009, Farmakoterapi dan Terminologi Medis, 165, LESKONFI, Jakarta


Barat
Rachmawati, D,P., 2009, Pola Penggunaan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) pada
Pasien Geriatri Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD
dr.Moewardi Surakarta Periode Januari-Juli 2008, Skripsi, Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sainz, Esteban, F., A., Mataix, Segura, A., Figuls, D. Moher, 2009, Metformin
Monotherapy for Type 2 Diabetes Melitus(Review), Published by
JohnWiley & Sons, Ltd, The Cochrane Collaboration, 3

Schernthaner, Guntram dan Schernthaner, G.Holger, 2007, Metformin from devil


to Angel, in Pharmacotherapy of Diabetes: New Development edited by
Carl Erik Mogensen, 77, 79, 80, Medical Department M Diabetes and
Endocrinology Aarhus University Hospital, Denmark

Siswono, 2002, Sindrom Resistensi Insulin, http://www.gizi.net/cgi-


bin/berita/fullnews.cgi?newsid1010037414,63012, diakses pada tanggal
3 Januari 2010

Susanti,A., 2007, Evaluasi Pengobatan Pasien Diabetes Melitus dengan


Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005, Skripsi, 2, Fakultas
Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
72

Tatro,D., 2007, Drug Interaction Facts 2007, 852,853, 994, Wolters Kluwer
Company, USA

Triplitt, C.L., Reasner, C.A., Isley, L.I., Diabetes Melitus, in Dipiro, J.T., (Eds),
2005, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, sixth edition,
1334-1352, Apleton and Lange, Stanford Conneticut

Valsaraj, S., Augusti, K.T., Chemmanam, V., Jose, R., 2009, Effects of Insulin,
Glimepiride and Combination Therapy of Insulin and Metformin on
Blood Sugar and Lipid Profile of NIDDM Patients, Indian Journal of
Clinical Biochemistry, 24 (2) 175-178

Votey, S.R., Peters, A.L., Lober,W, Talavera, F., Bessen, H.A., Halamka,B.,
2007, Diabetes Melitus Type 2-A Review, http://www.emedicine.com,
diakses pada tanggal 9 Desember 2009

Wens, Johan., Sunaert, Patria., Nobels, Frank., Combrugge Van Paul., Bastian,
Hilde., dkk, 2005, Guideline for Good medical Practice Type 2 Diabetes
Melitus, 6, Flemish Association of GPs- Flemish Diabetes Assoiatition

Zhou, G., Myer, R., Li, Y, 2001, Role of AMP-activated protein kinese in
mechanism of metformin action. J Clin Invest 2001; 108(8):1167-74
73

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data SOAP Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus di


Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode 2008

Kasus nomor 1 No. RM 101117 (15-23/5/08)


Subjective
Jk: Wanita
Usia: 72 th
Outcome: membaik
Diagnosa utama: DM
Riwayat: mual, muntah sejak 1 bln yang lalu
Bangsal Mawar kelas 3, Gakin tak punya kartu
Objective
Parameter Tanggal periksa Tanda Vital
15 20 TD: 130/90
GDS 396 Denyut nadi:80x/menit
GDP 159 Pernafasan: 20x/menit
GD2JPP 166 Suhu: 370C
GOT 29,7
GPT 29,2
Ureum 26,9
Cr 0,73
Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (Mei 2008)
15 16 17 18 19 20 21 22 23
- kaptopril 1 x 12,5 mg √ √ √ √ √ √ √ √
- Dexaflox (pefloksasin) 2 x 400mg √ √ √ √ √ √ √ √
- dekstrometorfan 15mg (3 x 1) √ √ √ √ √ √ √
- metformin 500mg (3 x 1) √ √ √ √ √
- Vometa (domperidon) (3 x 1) √ √
- Metolon inj (metoklopramid) √ √ √ √ √ √ √
- ranitidin 50mg/2ml √ √ √ √ √ √ √
- Actrapid (3x4ui) √ √ √ √ √ √ √ √
- infus RL (20 tpm) √ √ √ √
74

Kasus nomor 2 No. RM 104752 (09-19/07/2008)


Subjective
Jk: Wanita
Usia: 71 th
Outcome: membaik
Diagnosa utama: DM + ulcus
Riwayat:pasien pernah tersandung, di kaki terasa nyeri karena ada pembengkakan, kepala sering
terasa pusing
Bangsal Mawar, Askes Miskin di kelas 3
09/07/08 10/07/08 14/07/08 19/07/08 Tanda Vital
GDS: 142 mg/dL GDP: 154 GDP: 178mg/dL GD: TD: 140/90
GOT: 6,8 µ /L mg/dL GD2JPP: 255 122mg/dL Nadi: 80x/menit
GPT: 7,6 µ/L GD2JPP: mg/dL GD2JPP:173 Pernafasan:18x/me
Ureum: 32,5mg/dL 255mg/dL mg/dL nit
Creatinin: 0,56
mg/dL
Hb: 12,8 g/dL
Leukosit:
9,5rb/mmk
Limfosit: 23,4%
Monosit: 13,4%
LED/KED:
94mm/jam
110mm/jam
HCT: 37,0%
Eritrosit: 4,5jt/mmk
Trombosit:
385rb/mmk
Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (Juli 2008)
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
- Amdixal (amlodipin maleat) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
(1x1)
- Mecola (alpha lipoic acid) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
(3x1)
- Glumin (metformin) (3x1) √ √ √ √ √
- siprofloksasin 500mg (2x1) √ √
- siprofloksasin (2x1fl) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Actrapid 100iu/ml (3x8ui) √ √ √ √ √ √ √
-Actrapid 100iu/ml (3x12ui) √ √ √ √
- Farnat (metronidazol) (2xifL) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- infus RL (20tpm) √ √ √ √ √ √ √
75

Kasus nomor 3 No. MR 114890 (19-29/11/08)


Subjective
Jk: Wanita
Usia: 73 th
Outcome: membaik
Diagnosis: DM+HT
Riwayat: Diare, buang air besar berkali-kali
Bangsal Mawar kelas 3, Jamkesmas
Objective
20/11/08 20/11/08 21/11/08 27/11/08
GDS: Limfosit:8,8% GDP: HCT: 26,5%
234mg/dL Monosit: 7,5% 245mg/dL Hb: 9,2g/dL
GOT: 23,1 µ /L KED/LED: GD2JPP: Trombosit:
GPT: 20,2 µ /L 71,98mm/jam 296mg/dL 442rb/mmk
Ureum: HCT: 35,1%
68mg/dL Eritrosit:
Hb: 11,8g/dL 4,28jt/mmk
Leukosit: Trombosit:
16,0rb/mmk 415rb/mmk

Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (November 2008)
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
- Opox (loperamid HCl) 2mg √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
(2x1)
- kotrimoksazol (2x2) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- metronidazol 250mg (2x2) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- kaptopril 25mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Glucodex (glikazid) 80mg √ √ √ √ √ √ √
(1/2x1 pagi)
- metformin 500mg (1x1 pagi) √ √ √ √ √ √ √
- Medixon (metil prednisolon) √ √ √ √
4mg (3x1)
- Dexanta syrup (Al- √ √ √ √
hidroksida, Mg-hidroksida,
dimetilpolisiloksan) (3xc1)
- Radin (ranitidin) (2x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √
- ketorolak (1A/hari) √
-infus RL √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
76

Kasus nomor No. 4 083046 (07-13/06/08)


Subjective
Jk: Wanita
Usia: 64th
Outcome: belum sembuh
Diagnosis: DM, Gastritis
Riwayat penyakit:Lemes, nafsu makan berkurang, riwayat DM
Bangsal Mawar, Askes Sosial di Kelas 3
Objective
07/06/08 08/06/08 11/06/08 12/06/08 TD:
GDS: 340mg/dL GDP: 237 GDP: 127mg/dL GDS: 150/100
mg/dL GD2JPP: 359mg/dL Nadi:
GD2JPP: 207mg/dL 88x/menit
310mg/dL Pernafasan:
24x/menit
Suhu: 370C
Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (Juni 2008)
7 8 9 10 11 12 13
- Ranin 150mg (ranitidin) (2x1) √ √
- Vomitrol (metoklopramid) 10mg √ √
(3x1)
- Glucodex (glikazid) 80mg (1x1) √ √
- metformin 500mg(1x1) √ √
- metronidazol 500mg (1x1) √ √ √ √ √ √
- Renadinac (na-diklofenak) 25mg √ √ √ √ √
(3x1)
- kaptopril 12,5mg (2x1) √ √ √ √ √
- Dulcolax (bisakodil) 5mg (3x1) √ √ √
- Dexanta (Al-hidroksida, Mg- √ √
hidroksida, dimetilpolisiloksan)
(3x1)
- Laxadin (parafin cair) (3xc1) √
- Univask7,5mg (moeksipril HCl) √
(1x1)
- Actrapid (3x6ui) √ √ √ √ √ √
- Tizos (seftizoksim) (2x1gram) √ √ √ √ √ √
- infuse RL √ √
- infuse NaCl √ √ √ √ √
Assesment
1. Dilihat dari hasil GDS awal yang 340mg/dL dan GDS akhir 359mg/dL,dosis
metformin dianggap kurang (dosage too low). Pada kasus hanya digunakan
500mg/hari.
Plan
1. Dosis metformin dapat ditingkatkan menjadi 1000mg/hari.
77

Kasus nomor 5 No.RM 002903 (23-29/09/08)


Subjective
Jk: Wanita
Usia: 61th
Outcome: membaik
Diagnosis: DM
Riwayat: terdapat luka di telapak kaki, tidak sembuh-sembuh(terkena paku)
Riwayat keluarga: Hipertensi dan DM
Bangsal Mawar Bapel Jamkessos DIY
Objective
Parameter Tanggal periksa Tanda Vital
23 24 29
GDS 184 TD: 150/90
GDP 206 129 Nadi: 80x/menit
GD2JPP 265 221 Respirasi: 20x/menit
Kreatinin 1,77 Suhu: 360C
Kolesterol total 230
Trigliserida 159
GPT 13,8
GOT 6,4
Ureum 43,6
Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (September 2008)
23 24 25 26 27 28 29
- kaptopril 25mg (1x1) √ √ √ √ √ √
- metformin 500mg (1x1) √
- metformin 500mg (3x1) √ √ √ √ √
- seftriakson (2x1gram) √ √ √ √ √
- infuse RL √ √ √ √ √ √

Assesment
1. Dalam kasus ini Cr pasien > 1,77mg/dL. Metformin tidak dianjurkan digunakan bagi pasien
yang memiliki Cr>1,4mg/dL. (adverse drug reactions).
Plan
1. Metformin dapat diganti dengan golongan Sulfonilurea yaitu glikazid 40-80 mg/hari sebelum
atau bersama sarapan.
78

Kasus nomor 6 No. RM 114447 (14-27/11/08)


Subjective
Jk: wanita
Usia: 72th
Outcome: membaik
Diagnosis: DM+ Ulkus
Riwayat: pusing, dada deg-degan, nyeri, menggigil
Bangsal Mawar, Bapel Jamkessos DIY kelas 3
Objective
Parameter Tanggal periksa Angka normal Tanda Vital
14 16 17 20 23 26
GDS 345 148 294 45-130mg/dL TD: 120/80
GDP 144 209 212 154 50-110mg/dL
GD2JPP 281 255 206 <140mg/dL
Trigliserida 216 <150mg/dL
GOT 3,4
GPT 4,9
Ureum 31,6
Kolesterol total 181

Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (November 2008)
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
- kaptopril 25mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Glumin (metformin) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
500mg (1x1pagi)
- nifedipin 10mg(2x1/2) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- metformin 500mg √ √ √
(1x1malam)
- Aspilet (asetosal) √ √ √
80mg (1x1)
- Neurodex (vitamin B √ √
komplek) (1x1)
- siprofloksasin (2x1fl) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Actrapid (3x12ui) √ √ √ √ √ √
- Actrapid (3x6ui) √ √ √ √
- Actrapid (3x8ui) √ √ √ √
- infus RL √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- infus NaCl √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
79

Kasus nomor 7 No.RM 075939 (05-20/09/08)


Subjective
Jk: Wanita
Usia: 61 th
Outcome: membaik
Diagnosa utama: DM+ulkus
Riwayat: ada benjolan di atas telinga kiri, nyeri tekan(+)
Bangsal Mawar kelas 2, Askes Sosial di kelas 2
Objective
Parameter Tanggal periksa Angka normal
5 6 10 11 12 13 15 17 19
GDS 422 239 224 328 215 205 45-130mg/dL
GDP 218 236 167 50-110mg/dL
GD2JPP 298 317 211 <140mg/dL

Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (November 2008)
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
- Univask (moeksipril √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
HCl) (1x1)
- Mecola (alpha lipoic √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
acid) (3x1)
- Dexanta syrup(Al- √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
hidroksida, Mg-
hidroksida,
dimetilpolisiloksan)
(3xc1)
- Glumin (metformin) √ √ √ √ √ √
500mg (1x1pagi)
- Tensivask 5mg √ √ √ √ √
(amlodipin besilat) (1x1)
- Cefat (sefadroksil) √ √ √
500mg (2x1)
- Analsik (metampiron √ √ √
&diazepam) (3x1)
- Uramin G (1x1) √ √ √
- Actrapid (3x8ui) √ √ √ √ √ √
- Actrapid (3x12ui) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Remopain (ketorolak) √ √ √ √
30mg/ml
- Terfacef (seftriakson) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
(2x1 gram)
- Farnat (metronidazol) √ √ √ √
(3x1fl)
- Ondavel (ondazetron) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
(2x1)
- Meconeuron √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
(mekobalamin)
- Infus RL √ √ √ √ √ √
- NaCl √ √
80

Kasus nomor 8 No.RM 004345 (09-15/10/08)


Subjective
Jk: wanita
Usia: 61th
Outcome: mambaik
Diagnosis: DM
Riwayat: badan lemes
Bangsal Edelweis kelas 2, Askes Sosial di kelas 2
Objective
09/10/18 09/10/18 10/09/08 13/10/08
GDS: 484mg/dL Trigliserida: GDP: GDP: 319mg/dL
GDP: 485mg/dL 141mg/dL 337mg/dL GD2JPP: 303mg/dL
GOT: 16,7µ/L Hb: 13,6 GD2JPP:
GPT: 16,2µ/L Leukosit: 12,6 377mg/dL
Ureum: 33,2mg/dL Limfosit: 23,6
Cr: 0,98mg/dL Monosit: 5,7
As.Urat: 3,8 Eritrosit: 456
Kolesterol total: Trombosit:420
297mg/dL

Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (Oktober 2008)
9 10 11 12 13 14 15
- metformin 500mg (2x1) √ √ √ √ √
- valsatran 80mg (2x1) √ √ √ √ √
- Actrapid (3x10ui) √ √ √ √ √ √ √
- seftriakson (2x1 gram) √ √ √ √ √ √ √
- infus RL √ √ √ √ √ √
- infus NaCl (20 tpm) √ √ √ √ √
81

Kasus nomor 9 No.RM 083947 (07-23/07/08)


Subjective
Jk: wanita
Usia: 65th
Outcome: membaik
Diagnosis: DM, Riwayat: DM 13 tahun yang lalu, hipertensi
Bangsal Edelweis kelas 2, Askes Sosial di kelas utama 2

Objective
Parameter Tanggal periksa Angka normal Tanda Vital
7 8 10 15 17
GDS 566 151 45-130mg/dL TD: 180/100
GDP 333 361 267 50-110mg/dL Nadi: 80-
GD2JPP 441 418 287 <140mg/dL 94x/menit
Ureum 50,3 10-50mg/dL Suhu: 36,50C
Asam urat 6,08 2,4-5,7mg/dL Penafasan:
Kolesterol total 284 <200mg/dL 20x/menit
Trigliserida 318 <150mg/dL
Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (Juli 2008)
7 8 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 2 2 23
0 1 2 3 4 5 6 7 8 90 1 2
- Amdixal (amlodipin √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
maleat) 5mg (1x1)
- allopurinol 100mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- simvastatin 10mg (1x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- kaptopril 12,5mg (2x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Dexaflox 400mg (2x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- metformin 500mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- klonidin 75mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- klobazam (1x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Analsik √ √ √
(metampiron&diazepam)
(1x1)
-Analsik √ √
(metampiron&diazepam)
(3x1)
-Actrapid (3x6ui) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Ondavel (ondasetron) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
(1mg/hari)
- infus RL (20tpm) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- infus NaCl (30-40tpm) √
82

Kasus nomor 10 No.RM 109430 (09-20/09/08)


Subjective
Jk: wanita
Usia: 66th
Outcome: belum sembuh
Diagnosis: DM
Riwayat: lemas
Bangsal Mawar, Askes Miskin di kelas 3
Objective
10/09/08 10/09/08 12/09/08 18/09/08 TD: 90/60
GDP: 415mg/dL Leukosit: 2,8 GDS: 488mg/dL Plasmodium Nadi: 88x/menit
GD2JPP: Limfosit: 26,5 ivax(+) Pernafasan:
493mg/dL Monosit: 28 18x/menit
GPT: 17µ/L HCT: 23,7 19/09/08 Suhu: 360C
GOT: 6,1µ/L Eritrosit: 3,36 GDS: 171mg/dL
Ureum: Trombosit: 159 Hb: 8,7
18,5mg/dL HCT: 29,4
Cr: 0,55mg/dL Trombosit: 185
Hb: 6,4

Pemeriksaan darah tepi


Eritrosit: anisositosis, hipokromik, mikrosit
Leukosit: jumlah menurun, morfologi tidak ada kelainan
Kesimpulan: gambaran anemia hipokromik mikrositik dengan disertai kemungkinan
inflamatori
Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (September 2008)
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
- Aspilet (asetosal) 80mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Neurodex (vitamin B komplek) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
(3x1)
- metformin 500mg (1x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Opox (loperamid HCl) 2mg √ √ √ √ √ √ √ √ √
(3x1)
- pirantel pamoat 125mg (2x1) √ √ √ √ √ √
- losafin (3x1)
- Pamol (parasetamol) (3x1) √ √ √ √
- klorokuin 150mg (3x1) √ √
- primakuin 15 mg (3x1) √ √
- Radin (ranitidin) (2x1gr) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Actrapid (3x8ui) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- infus RL √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- infus NaCl √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
83

Kasus nomor 11 No.MR 003221 (10-14/06/08)


Subjective
Jk: wanita
Usia: 67 th
Outcome: membaik
Diagnosis: DM
Riwayat: mengeluh kepala pundak kenceng-kenceng, nyeri, keluar keringat dingin, tidak
bisa tidur, riwayat DM, hipertensi
Bangsal Edelweis kelas 2

Objective
10/06/08 10/06/08 11/06/08 13/06/08 TD: 130/90
GDS: Hb: 12 GDP: GDS: Nadi:
343mg/dL Leukosit: 7,7 273mg/dL 220mg/dL 80x/menit
GOT: 16,7µ/L Limfosit: 30,4 GD2JPP: Pernafasan:
GPT: 10,0µ/L Monosit: 5,2 303mg/dL 20x/menit
Ureum: HCT: 34,2 Suhu: 360C
20,9mg/dL Eritrosit: 4,04
Cr: 0,63mg/dL Trombosit: 307
As.urat: 3,87
Kolesterol
total:
252mg/dL
Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (Juni 2008)
10 11 12 13 14
- klobazam (1x1) √ √ √ √ √
- Amdixal (amlodipin maleat) √ √ √ √ √
5mg (1x1)
- Klonidin (klonidin √ √ √ √ √
hidroklorid) (1x1/2)
- Gludepatik 500mg √ √ √ √ √
(metformin) (1x1)
- Glucodex 80mg (glikazid) √ √ √ √ √
(1x1)
- ISDN 5mg (2x1) √ √ √ √
- Neurodex (vitamin B √ √ √ √
komplek) (2x1)
- kaptopril (1x1) √ √ √ √
- metformin 500mg (3x1) √ √ √
- Dexanta (Al-hidroksida, Mg- √ √ √
hidroksida, dimetilpolisiloksan)
(3xc1)
- ketorolak (3x1) √ √ √ √ √
- infus RL √ √ √ √ √
84

Kasus nomor 12 No. RM 006107 (30/04/08-06/05/08)


Subjective
Jk: pria
Usia: 67 th
Outcome: membaik
Diagnosis: DM
Riwayat: operasi prostat 1 th yang lalu, mual, riwayat DM
Bangsal Edelweis
Objective
30/04/08 01/05/08 03/05/08 TD: 140/80
GDP: 380mg/dL GDS: 213mg/dL GDP: 178mg/dL Nadi: 80x/menit
GD2JPP: GOT: 9,1U/L GD2JPP: Pernafasan:
537mg/dL GPT: 7,8U/L 191mg/dL 20x/menit
Ureum: 39,5mg/dL Suhu: 360C
Cr: 0,57mg/dL
Hb: 13,9
Limfosit: 37
Monosit: 6
HCT: 38,9
Eritrosit: 4,8
Trombosit: 196

Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (April-Mei 2008)
30 1 2 3 4 5
- Mecola (alpha lipoic acid) √ √ √ √ √ √
(3x1)
- Glumin 500mg (metformin) √ √ √ √ √ √
(1x1)
- Actrapid (3x12ui) √ √ √ √ √ √
- seftazidim (1gram/hari) √ √ √ √ √ √
- infus NaCl (20tpm) √ √ √ √ √ √
- infus RL √ √ √ √ √ √
85

Kasus nomor 13 No.RM 111468 (07-16/10/08)


Subjective
Jk: wanita
Usia: 65 th
Outcome: membaik
Diagnosis: DM, Hipertensi, Anemia
Riwayat: lemes, kepala buyer, riwayat DM
Bangsal Edelweis kelas 2

Objective
07/10/08 07/10/08 09/10/08 14/10/08 16/10/08
GDS: 200mg/dL Hb: 14,0 GDP: 209mg/dL GDS: 123mg/dL GDS: 189mg/dL
GOT: 16µ/L Leukosit: 11,2 GD2JPP:
GPT: 10 µ/L Limfosit:22,2 278mg/dL Tanda vital
Ureum: 31,9 HCT: 40,9 TD: 80/60
mg/dL Eritrosit: 5,0 Nadi: 80x/menit
Cr:0,99mg/dL Trombosit:
As.urat: 3,39 280rb/mmk

Pengobatan

Nama Obat Tanggal pemberian (Oktober 2008)


7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
- kaptopril 25mg (2x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Neurodex (vitamin B √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
komplek) (3x1)
- metformin 500mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √
- Heptamil 150mg (3x1) √ √ √ √
- infus RL √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
86

Kasus nomor 14 No. RM 097559 (26-31/03/08)


Subjective
Jk: Pria
Usia: 75 th
Outcome: membaik
Diagnosis: DM, terjadi hipoglikemia
Riwayat: tiba-tib tidak sadar, keringat dingin, riwayat DM
Bangsal Edelweis kelas 2
Objective
Parameter Tanggal periksa Angka normal Tanda Vital
27 28 29 30
GDS 332 116 161 45-130mg/dL TD: 150/70
273 Nadi: 80x/menit
250 Pernafasan: 24x/menit
211 Suhu: 360C
180
GDP 111 50-110mg/dL
GD2JPP 202 <140mg/dL
GOT 53,9 0-37µ/L
Limfosit 6,5 13-40%
Eritrosit 4,03 4,5-5,9jt/mmk
HCT 36,8 41-53%
Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (Maret 2008)
26 27 28 29 30 31
- Grahabion (vitamin B √ √ √ √ √
komplek) (3x1)
- Diabex (metformin) √ √ √
(1x1pagi)
- Extra pamol √ √ √ √
(parasetamol) (1x1)
- seftriakson (2x1gram) √ √ √ √
- Meconeuron √ √ √ √
(mekobalamin) (1A/hari)
- infus NaCl (20tpm) √ √ √ √ √ √
- infus D5% (20tpm) √
- infus RL (20tpm) √ √ √ √ √ √
- Martos (maltosa) √ √

Assesment
Penggunaan Diabex tidak dianjurkan melihat hasil laboratorium GOT yang melebihi normal
(adverse drug reactions).
Plan
87

Kasus nomor 15 No. RM 098136 (03-07/04/08)


Subjective
Jk: wanita
Usia: 78 th
Outcome: membaik
Diagnosis: DM, gastritis, konjungtivitis
Riwayat: sakit perut±1bln
Bangsal Mawar kelas 2, dibayar sendiri
Objective
03/04/08 03/04/08 04/04/08 TD: 110/70
GDS: 237mg/dL Hb: 12,0 GDP: 172mg/dL Nadi: 80x/menit
GOT: 20,9µ/L Leukosit: 9,7 GD2JPP: Pernafasan:
GPT: 11,7µ/L Limfosit: 11 226mg/dL 20x/menit
Ureum: 26,9mg/dL Monosit: 8,0 Suhu: 360C
Cr: 0,44mg/dL HCT: 34,0
Eritrosit: 4,12
Trombosit:
253ribu/mmk
Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (April 2008)
3 4 5 6 7
- Ranin (ranitidin) 150mg (2x1) √ √ √ √
- kaptopril 25mg (1x1) √ √ √ √
- Pantozol (pantoprazol) (1x1) √ √ √ √
- tetes mata √ √ √ √
- metformin 500mg (1x1) √ √ √
- Terfacef (seftriakson) √ √ √ √
(2x1gram)
- infus RL (20tpm) √ √ √ √ √
88

Kasus nomor 16 No.RM 107866 (21/08/08-03/09/08)


Subjective
Jk: wanita
Usia: 70 th
Outcome: belum sembuh
Diagnosis: DM, ulkus
Riwayat: perut sebah, nyeri kaki hingga paha
Bangsal Edelweis dikelas 2, dibayar sendiri
Objective
Parameter Tanggal periksa Angka normal
21 22 24 26 27 30 1 2 3
GDS 412 242 129 291 293 273 261 45-130mg/dL
GDP 241 50-110mg/dL
GD2JPP 243 <140mg/dL
Ureum 82,1 10-50mg/dL
Creatinin 3,04 0,6-0,9mg/dL
Asam urat 9,58 2,4-5,7mg/dL
GOT 1,5
GPT 7,2
Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (Agustus-September 2008)
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3
- metronidazol 500mg √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
(3x1)
- Aspilet (asetosal) 80mg √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
(1x1)
- kaptopril (2x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √
- allopurinol 100mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √
- klonidin 0,75 (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √
- Dexanta syrup (Al- √ √ √ √
hidroksida, Mg-hidroksida,
dimetilpolisiloksan) (3xc1)
- metformin 500mg (3x1) √ √ √
- Ondavel (ondasetron) √ √
(3x1)
-Tizos (seftizoksim) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
(2x1gram)
- Actrapid (3x8ui) √
- Actrapid (3x10ui) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- metronidazol inf √
- Infus RL √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- infus NaCl √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Assesment
Penggunaan metformin tidak dianjurkan jika kreatinin pasien >1,4mg/dL (adverse drug
reactions).
Plan
Metformin dapat diganti dengan golongan sulfonilurea yaitu glikazid 40-80 mg/hari bersama
sarapan.
89

Kasus nomor 17 No. RM 028450 (18-20/03/08)


Subjective
Jk: wanita
Usia: 65 th
Outcome: membaik
Diagnosis: DM, gastritis
Riwayat: perut mulas, mual, badan terasa dingin
Bangsal Cendana, Askes Sosial di kelas 1
Objective
18/03/08 Kolesterol total: Limfosit: 33,9 TD: 120/80
GDS: 127mg/dL 226mg/dL Monosit: 3,4 Nadi: 80x/menit
GOT: 13,2U/L Trigliserida: HCT: 35,8 Pernafasan:
GPT: 12,1U/L 255mg/dL Eritrosit: 4,38 24x/menit
Ureum: 20,6 mg/dL Hb: 12,2 Trombosit: Suhu: 36,50C
Cr: 0,75mg/dL Leukosit: 5,8 234rb/mmk

Pengobatan
Nama Obat Tanggal
pemberian
(Maret 2008)
18 19 20
- Sesden (timepidium bromida) (3x1) √ √ √
- Glucodex (glikazid) 80mg (1x1/2) √ √ √
- Amdixal (amlodipin maleat) 5mg (1x1) √ √ √
- metformin 500mg (1x1) √ √ √
- Dexanta (Al-hidroksida, Mg-hidroksida, √ √ √
dimetilpolisiloksan) (3x1c)
- metoklopramid (3x1) √ √ √
- Myoviton (ATP, vit B6) (3x1) √
- infus RL √ √ √
90

Kasus nomor 18 No. RM 005434 (13-18/06/08)


Subjective
Jk: pria
Usia: 64 th
Outcome: membaik
Diagnosis: DM, gastritis, urtikaria
Riwayat: mual, muntah, gatal-gatal di seluruh tubuh
Bangsal Cendana kelas 1, iaya Askes Sosial kelas 1
Objective
14/06/08 Asam urat: 5,96 Leukosit: TD: 100/60
GDP: 159mg/dL Kolesterol total: 5,1rb/mmk Nadi: 110-
GD2JPP: 270mg/dL Limfosit: 37,8% 70x/menit
190mg/dL Trigliserid: Monosit: 21,0% Suhu: 370C
GOT: 32,4µ/L 286mg/dL HCT: 39,8%
GPT: 29,1µ/L Hb: 13,5g/dL Eritrosit:
Ureum: 4,48jt/mmk
35,5mg/dL Trombosit:
Cr: 1,07mg/dL 219rb/mmk

Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (Juni 2008)
13 14 15 16 17 18
- Dexanta syrup (Al-hidroksida, Mg- √ √ √ √ √ √
hidroksida, dimetilpolisiloksan) (3x1c)
- Interhistin (mebhidrolin napadisilat) √ √ √ √ √ √
50mg (3x1)
- Unalium (flunarizin) 5mg (3x1) √ √ √ √ √ √
- Radin (ranitidin) 150mg (2x1) √ √ √ √ √
- Telfast (feksofenadin HCl) (1x1) √ √ √ √ √
- metil prednison (pagi 2tab, siang 2 √ √ √ √ √
tab)
- metformin 500mg (1x1) √ √ √ √ √
- diazepam 5mg (1x1) √
- Radin injeksi (2x1) √ √
- klorperamid √
- Della inj √ √
- infus RL √ √ √
91

Kasus nomor 19 No. RM 026629 (22-27/11/08)


Subjective
Jk: pria
Usia: 74 th
Outcome: membaik
Diagnosis: DM
Riwayat: pasien merasa sesak nafas, riwayat DM
Bangasl Cendana Kelas 1
Objective
23/11/08 As.urat: 6,13 26/11/08 TD: 120/90
GDP: 205mg/dL Trigliserid: GDP: 143mg/dL Nadi: 80x/menit
GD2JPP: 178mg/dL GD2JPP: Pernafasan:
256mg/dL Hb: 15,4g/dL 191mg/dL 16x/menit
GOT: 22,3µ/L Leukosit: Suhu: 36,50C
GPT: 27,5µ/L 5,2rb/mmk
Ureum: 76,1mg/dL Limfosit: 42,7%
Cr: 1,33mg/dL Monosit: 15,4%
Kolesterol total: HCT: 42,4%
189mg/dL Eritrosit:
5,01jt/mmk
Trombosit:
183rb/mmk
Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (November 2008)
22 23 24 25 26 27
- Aspilet (asetosal) 80mg (2x1) √ √ √ √ √ √
- ISDN 5mg (2x1) √ √ √ √ √ √
- furosemide (1x1) √ √ √ √ √ √
- metformin 500mg (3x1) √ √ √ √ √
- kodein HCl 10mg (3x1) √ √ √
- Glucodex (glikazid) 80mg (1x1) √ √
- ketorolak √
- infus NaCl (20tpm) √
- infus RL (20tpm) √ √ √ √
Assesment
Interaksi yang terjadi antara furosemide dan metformin. Interaksi akan meningkatkan
efek metformin (adverse drug reactions).
Plan
Untuk furosemid(diuretik) dapat diganti dengan menggunakan obat golongan ARB.
92

Kasus nomor 20 No.RM 112199 (25/10/08-08/11/08)


Subjective
Jk: Pria
Usia: 62 th
Outcome: membaik
Diagnosa utama: DM
Riwayat: mual, muntah sejak 1 bln yang lalu
Bangsal Flamboyan kelas 3, Gakin tak punya kartu
Objective
26/10/08 27/10/08 30/10/08 03/11/08 TD: 110/70
GDS: 243mg/dL As. Urat: 2,48 GDP: 116mg/dL GDS: 281mg/dL Nadi: 88x/menit
GOT: 56,3U/L GDP: 150mg/dL GD2JPP: 07/11/08 Pernafasan:
GPT: 34,9U/L GD2JPP: 190mg/dL GDP: 183mg/dL 20x/menit
Ureum: 252mg/dL GD2JPP: Suhu: 300C
42,6mg/dL 121mg/dL
Cr: 0,79mg/dL
Hb: 11,3g/dL
Leukosit:13,7rb/
mmk
Limfosit: 6,6%
Monosit:7,5%
HCT: 34,4%
Eritrosit:
4,09jt/mmk
Trombosit:
546rb/mmk
Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (Oktober-november 2008)
25 26 27 28 29 30 1 2 3 4 5 6 7 8
- kaptopril 12,5mg (1x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- metformin 500mg (1x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- metformin 500mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- Glucodex (glikazid) 80mg √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
(1x1)
- primperan 10mg (2x1) √ √ √ √ √ √ √
- ketorolak 1mL (1A/hari) √ √ √ √ √ √ √
- Metolon (metoklopramid) √ √ √
- siprofloksasin (2x1fL) √ √ √
Assesment
Penggunaan metformin tidak dianjurkan bagi pasien yang memiliki gangguan hati (adverse drug
reactions).
Plan
Metformin dapat diganti dengan golongan sulfonilurea yaitu glikazid 40-80 mg/hari bersama
sarapan.
93

Kasus nomor 21 No. RM 099844 (29/04/08-06/05/08)


Subjective
Jk: Pria
Usia: 62 th
Outcome: membaik
Diagnosis: DM
Riwayat: lutut kanan bengkak, untuk berjalan sulit, ada riwayat DM, 6 tahun yang
lalu asam urat.
Bangsal Edelweis kelas 2
Objective
29/04/08 30/04/08 Cr: Limfosit: 26,9% TD:
GDS: 133mg/dL GDP: 1,18mg/dL Monosit: 7,9% 130/80
Hb: 14,1g/dL 86mg/dL As.urat: HCT: 43,6% Nadi:
Eritrosit:4,95jt/mmk GD2JPP: 8,90 Eritrosit: 5,13jt/mmk 80x/menit
Ureum:41,9mg/dL 138mg/dL Kolesterol Trombosit:211rb/mmk
Cr: 1,33mg/dL GOT: total: Protein total:8,81g/dL
As. Urat: 8,93 13,3U/L 170mg/dL Albumin: 4,11
Kolesterol total: GPT: Trigliserida: Globulin: 4,70
172mg/dL 16,4U/L 168mg/dL
Trigliserida: Ureum: Hb:
159mg/dL 40,8mg/dL 14,5g/dL
Leukosit:
6,9rb/mmk
Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (April-Mei 2008)
29 30 1 2 3 4 5 6
- Glucodex (glikazid) (1x1) √ √ √ √ √ √ √ √
- metformin 500mg (1x1) √ √ √ √ √ √ √ √
- allopurinol 100mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √
- Nislev (levofloksasin) (1x1) √ √ √ √ √ √
94

Kasus nomor 22 No.RM 001173 (29/04/08-08/05/08)


Subjective
Jk: Pria
Usia: 62 th
Outcome: membaik
Diagnosis: DM
Riwayat: badan lemes, kaki keju, mual-mual
Bangsal Flamboyan, Askes Sosial di kelas Utama
Objective
30/04/08 Limfosit:25,3% 04/05/08 06/05/08 TD: 140/70
GDP: 479mg/dL Monosit: 11,2% GDP: 348mg/dL GDS: 247mg/dL Nadi: 84x/menit
GD2JPP: HCT: 40,0% GD2JPP: Pernafasan:
626mg/dL Eritrosit: 550mg/dL 08/05/08 20x/menit
GOT: 21,8U/L 4,75jt/mmk GDS: 365mg/dL Suhu: 370C
GPT: 14,5U/L Trombosit:337r
Ureum: b/mmk 14/05/08
48,7mg/dL GDP: 199mg/dL
Cr: 1,29mg/dL
Hb: 14,5g/dL
Leukosit:7,3rb/
mmk
Pengobatan
Nama Obat Tanggal pemberian (April –Mei 2008)
29 30 1 2 3 4 5 6 7 8
- Farbion (vit B1, vit B6, √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
vit B12) (3x1)
- Farmaciol (3xc1) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- kaptopril 25mg (1x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √
- antasida (3xc1) √ √ √ √ √ √ √ √ √
- kodein 10mg (3x1) √ √ √ √ √ √ √ √ √
- kataflam (kalium √ √ √ √ √ √ √ √
diklofenak) (2x1)
- Radin (ranitidin) 150mg √ √ √ √ √ √ √ √
(2x1)
- metformin 500mg (3x1) √ √ √ √ √
- klobazam (1x1) √ √ √ √
- Actrapid (3xui) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
- infus RL √ √ √ √ √ √ √
- infus NaCl √
95

Lampiran 2.Golongan Obat Beserta Nama Dagang yang Digunakan Pasien Geriatri
Penderita Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Periode 2008

a. Obat Hormonal

Golongan Sub Komposisi Nama Jumlah


golongan Dagang kasus
(n=22)
Biguanid metformin Glumin® 4
Gludepatic® 1
Diabex® 1
metformin 18
Sulfonilurea glikazid Glucodex ® 7
Insulin Kerja Actrapid® 11
Singkat

Golongan Komposisi Nama dagang Jumlah


lainnya kasus
(n=22)
Kortikosteroid metil predinisolon Medixon® 1
Methyl 1
prednisone

a. Obat yang digunakan pada sistem Saluran Cerna

Golongan Sub Komposisi Nama Jumlah


Golongan Dagang kasus
(n=22)
Antitukak Antagonis ranitidin Radin® 5
Reseptor H2 Ranitidin 1
Ranin® 2
Penghambat pantoprazol Pantozol® 1
pompa
proton
Antasida Dexanta® 7
dengan Antasida® 1
kandungan
alumunium
maupun
magnesium
dan
dimetilpolisil
oksan
Antispas timepidium Sesden® 1
modik bromida
Laksatif parafin cair Laxadin® 1
bisakodil Dulcolax® 1
Antidiare loperamid HCl Opox® 2
96

b. Obat yang digunakan untuk penyakit pada sistem Kardiovaskuler

Golongan Sub golongan Komposisi Nama Jumlah


Dagang kasus
(n=22)
Antihipertensi ACE inhibitor kaptopril Captopril 12
moeksipril Univasc® 2
HCl
Antihipertensi klonidin Klonidin 3
yang bekerja hidroklorid
sentral
Antagonis valsartan Valsartan 1
Angiotensin II
Diuretik furosemid furosemid 1
Antiangina Antagonis nifedipine nifedipine 1
kalsium amlodipin Tensivask® 1
besilat
amlodipin Amdixal® 4
maleat
Antiangina isosorbit Isosorbit 2
Nitrat dinitrat Dinitrat

Penurun lipid simvastatin simvastatin 1


Obat yang Antiplatelet asetosal Aspilet® 4
mempengaruhi
sistem
koagulasi
darah

c. Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi

Golongan Sub Golongan Komposisi Nama Dagang Jumlah


kasus
(n=22)
Antibakteri Sefalosporin seftizoksim Tizos® 2
sefadroksil Cefat® 1
seftriakson Seftriaxon 3
Terfacef 2
seftazidim seftazidim 1
Kuinolon pefloksasin Dexaflok® 2
siprofloksasin siprofloksasin 1
siprofloksasin 3
injeksi
levofloksasin Nislev® 1

Sulfonamid kotrimoksazol kotrimoksazol 1


dan
trimetoprim
97

Golongan Sub Golongan Komposisi Nama Dagang Jumlah


kasus
(n=22)
Antiprotozoa Metronidazol metronidazol Farnat 2
Metronidazol 3
Metronidazol 1
injeksi
Antelmintik pirantel Pirantel pamoat 1
pamoat
Antimalaria klorokuin Klorokuin 1
primakuin Primakuin 1

d. Obat yang Bekerja pada Sistem saraf Pusat

Golongan Komposisi Nama Dagang Jumlah


kasus
(n=22)
Obat untuk mual dan ondasetron Ondavell® 3
vertigo

Antiemetik domperidon Vometa® 1

metoklopramid Metolon® 2
Metoklopramid 1
Vomitrol® 1
Primperan® 1

e. Obat Analgesik

Golongan Komposisi Nama Dagang Jumlah


kasus
(n=22)
Non narkotik Ketorolak Remopain® 1
Ketorolak 4
parasetamol Pamol 1
Ekstra pamol® 1
metampiron + diazepam Analsik® 2
Antimigrain flunarizin Unalium® 1
98

f. Obat yang mempengaruhi darah dan gizi

Golongan Sub Komposisi Nama Dagang Jumlah


golongan kasus
(n=22)
Cairan dan glukosa Dextrose 1
elektrolit maltosa Martos 1
ringer RL 20
laktat/asetat
natrium NaCl 11
klorida
Vitamin Vitamin B vitamin B Neurodex® 4
komplek (vit1, Grahabion® 1
B6 dan B12) Farbion® 1
ATP, vit B6 Myoviton® 1
mekobalamin Meconeuron® 2
Lain-lain alpha lipoic Mecola® 3
acid

g. Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Pernafasan

Golongan Komposisi Nama Dagang Jumlah


kasus
(n=22)
Antitusif kodein fosfat Kodein 2
dekstrometorfan Dekstrometorfan 1
Antialergi mebhidrolin Interhistin 1
napadisilat
feksofenadin HCl Telfast 1
Total 5

h. Obat otot skelet dan sendi


Golongan Sub Komposisi Nama Jumlah
golongan Dagang kasus
(n=22)
Obat Antigout allopurinol Allopurinol 3
reumatik Antiinflamasi natrium Renadinac® 1
dan gout non steroid diklofenak
kalium Cataflam® 1
diklofenak
99

Lampiran 3. Nilai Normal Pemeriksaan Laboratorium


a. Pemeriksaan Hematologi
Parameter Satuan Nilai normal
Hemoglobin g/dL L: 13,50-17,50
P: 12,00-16,00
Leu\kosit ribu/mmk L: 4,10-1-,90
P: 4,10-13,00
Hitung jenis
• Eosinofil % 0,0-5,0
• Basofil % 0,0-2,0
• Segmen % 47,00-80,00
• Limfosit % 13,00-40,00
• Monosit % 2,0-11,0
KED/LED mm/jam L:<10 P:<15
Hematokrit % L: 41,00-53,00
P: 36,00-46,00
Eritrosit juta/mmk L: 4,50-5,90
P: 4,10-5,30
Trombosit ribu/mmk 140-440

b. Pemeriksaan Kimia klinik

Parameter Satuan Nilai normal


Protein g/dL 6,70-8,70
Albumin g/dL L: 3,8-4,2
P: 3,8-5,0
Bilirubin total mg/dL 0,20-1,10
Bilirubin direk mg/dL 0,00-0,30
Bilirubin indirek mg/dL
GOT/ASAT µ/L L: 0,0-37,0
P: 0,0-31,0
GPT/ALAT µ/L L: 0,0-43,0
P: 0,0-36,0
Ureum mg/dL 10,0-50,0
Kreatinin mg/dL L: 0,7-1,1
P: 0,6-0,9
Asam urat mg/dL L: 3,4-7,0
P: 2,4-5,7
Kolesterol total mg/dL <200
Trigliserida mg/dL <150
Kolesterol HDL mg/dL L:>55,0
P: >65,0
Kolesterol LDL mg/dL <150
Glukosa sewaktu mg/dL 45,0-130,0
Glukosa Puasa mg/dL 50,0-110,0
Glukosa 2 jam PP mg/dL <140,0
100

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian BAPPEDA


101

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian RSUD Sleman


102
103

Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian


104

BIOGRAFI PENULIS

Citra Puspita Sari yang akrab disapa Citra adalah anak


pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Agus
Prabowo dan Endang Kusmawati. Lahir di Sleman, 8
Juni 1988. Penulis menempuh pendidikan pertamanya di
TK Sari Asih, kemudian penulis melanjutkan
pendidikannya di SD Bopkri Gondolayu pada tahun
1995. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan di
SLTP Negeri 6 Yogyakarta pada tahun 2000 dan pada
tahun 2003 peneliti melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Yogyakarta.
Penulis melanjutkan pendidikan strata-1 nya pada pertengahan 2006 di Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjadi mahasiswa
penulis aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan seperti JMKI (Jaringan
Mahasiswa Kesehatan Indonesia) pada tahun 2006-2007 dan PMK (Persekutuan
Mahasiswa Kristen) selain itu penulis juga mengikuti kepanitiaan POKJANAS
tahun 2009 dan Seminar Nasional Ilmiah di Universitas Sanata Dharma tahun
2009 serta PKM (Pekan Kreativitas Mahasiswa) pada tahun 2008-2009. Penulis
pernah menjadi asisten pendamping praktikum Biokimia dan Patologi Klinik pada
tahun 2009.

Anda mungkin juga menyukai