Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KASUS KEGAWATDARURATAN

PADA KEHAMILAN TRIMESTER I

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kegawatdaruratan

Dosen pengampu : R D Rahayu, SST, SPsi, MSi

Disusun oleh :

1. Evita Priyastuti P27224020056


2. Prawesthi Arum Palupi P27224020076
3. Widhea Ainun Nufa P27224020087

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG SARJANA TERAPAN

DAN PROFESI KEBIDANAN

POLITEKKES KEMENKES SURAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat dan
Karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya dan tepat pada
waktunya.

Penyusunan makalah ini dengan judul “Kegawatdaruratan pada kehamilan trimester I”


disajikan untuk memenuhi pembelajaran pada kasus kegawatdaruratan.

Terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak yang menjadi sumberreferensi bagi
kami. Terimakasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing dan semua pihak yang terkait
dalam pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca sekalian. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.
Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri mulai
sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan. Kehamilan trimester
satu yaitu pada usia kehamilan 0-12 minggu, adapun kegawatdaruratan kehamilan
pada trimester satu antara lain kehamilan ektopik terganggu, molahidatidosa, dan
hiperemesis gravidarum.
Kehamilan secara normal akan berada di kavum uteri, kehamilan ektopik
terganggu ialah kehamilan di tempat yang luar kavum uteri terjadi saat penanaman
blastosit berlangsung dimanapun. Tempat yang mungkin untuk kehamilan ektopik
adalah serviks, tuba fallopi, ovarium dan abdomen.
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana
tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis megalami perubahan berupa
degenerasi hidropik. Secara mikroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu
berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan
ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm.
Hiperemesis gravidarum atau disebut dengan mual dan muntah pada masa
kehamilan. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid
terakhir. Mual dan muntah terjadi pada 60 – 80% primi gravida dan 40 – 60% multi
gravida. Perasaan mual dan muntah disebabkan karena meningkatnya
hormonestrogen dan HCG (Human Chorionic Gonadrotropin). Gejala mual dan
muntah yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan, pekerjaan sehari-hari
menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk.
1.2 Rumusan Masalah
1. Kehamilan Ektopik
a. Apa yang dimaksud dengan Kehamilan Ektopik ?
b. Apa saja faktor risiko Kehamilan Ektopik ?
c. Dimana saja lokasi Kehamilan Ektopik ?
d. Bagaimana perjalanan klinik Kehamilan Ektopik ?
e. Apa saja diagnosis Kehamilan Ektopik ?
f. Bagaimana penatalaksanaan Kehamilan Ektopik ?
2. Mola Hidatidosa
a. Apa yang dimaksud dengan Mola Hidatidosa?
b. Apa penyebab terjadinya Mola Hidatidosa?
c. Apa saja faktor risiko terjadinya Mola Hidatidosa?
d. Bagaimana gambaran klinik kehamilan Mola Hidatidosa?
e. Bagaimana penatalaksanaan kehamilan Mola Hidatidosa?
3. Hiperemesis Gravidarum
a. Apa yang dimaksud dengan Hiperemesis Gravidarum?
b. Apa etiologi terjadinya Hiperemesis Gravidarum?
c. Bagaimana manifestasi klinis Hiperemesis Gravidarum?
d. Bagaimana patofisiologi Hiperemesis Gravidarum?
e. Apa komplikasi yang terjadi ?
f. Bagaimana penanganan kasus Hiperemesis Gravidarum?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui secara menyeluruh teori-teori tentang kehamilan ektopik
serta peran bidan untuk kehamilan ektopik
2. Untuk mengetahui secara menyeluruh teori-teori tentang kehamilan Mola
Hidatidosa serta peran bidan dalam penatalaksanaan kehamilan Mola
Hidatidosa
3. Untuk mengetahui secara menyeluruh teori-teori tentang kasus Hiperemesis
Gravidarum dan penanganan masalah Hiperemesis Gravidarum
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Definisi Kehamilan Ektopik


Kehamilan ektopik yaitu kehamilan dimana tempat implantasi blastosit berada
di area manapun selain endometrium. Lokasi implantasi biasanya terletak pada
bagian paling distal tuba falopi (Geri & Carole, 2009)
Kehamilan ektopik adalah implantasi ovum yang telah dibuahi diluar kavum
uteri. Kehamilan ektopik dapat muncul dengan nyeri abdomen dengan atau tanpa
perdarahan pervaginam. Pada kelompok pasien tertentu beresiko tinggi, mereka
dengan patologi atau pembedahan tuba sebelumnya dan mereka dengan alat
kontrasepsi dalam rahim.
Kelainan tempat kehamilan adalah kehamilan yang berada diluar kavum uteri.
Kehamilan disebut ektopik bila berada ditempat yang luar biasa, seperti dalam tuba,
ovarium atau rongga perut atau juga ditempat yang luar biasa walaupun masih
dalam rahim misalnya serviks, pars interstialis tuba atau tanduk rudimenter rahim.
2.1.2 Faktor risiko Kehamilan Ektopik
Beberapa faktor terjadinya kehamilan ektopik yaitu :
1. Bedah tuba
2. Sterilisasi
3. Kehamilan ektopik sebelumnya
4. Penggunaan AKDR
5. Kelainan tuba
6. Infeksi saluran genital sebelumnya
7. Pasangan seksual lebih dari satu
8. Merokok
9. Pertama kali berhubungan seks saat usia dini
10. Usia ibu sudah lanjut
11. Endometriosis
2.1.3 Lokasi Kehamilan Ektopik
1. Kehamilan Tuba
Implantasi telur dapat bersifat kolumnar, artinya terjadi dipuncak
lipatan selaput tuba dan telur terletak didalam lipatan selaput lendir. Bila
kehamilan pecah, pecahan masuk kedalam lumen tuba (abortus tuber)
Walau kehamilan diluar rahim, rahim turut membesar karena otot-
ototnya mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon yang menghasilkan
trofoblas. Endometriumnya turut berubah menjadi desidua vera.
Kehamilan tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir
pada minggu ke-6 hingga ke-12, yang paling sering antara minggu ke 6 – 8.
Kehamilan tuba dapat berakhir dengan 2 cara yakni abortus tuba atau ruptur
tuba.
Kehamilan ektopik yang masih utuh menimbulkan gejala dan tanda
serupa dengan kehamilan muda intrauterine. Kehamilan ektopik biasanya baru
menimbulkan beragam gejala dan tanda yang jelas dan khas bila sudah
terganggu.
Kehamilan ektopik terganggu memunculkan kisah yang khas, seorang
wanita yang sudah terlambat haid biasanya menderita nyeri perut, terkadang
jelas lebih kesebelah kiri atau sebelah kanan perut. Selanjutnya, penderita
pusing, sesekali pingsan, dan sering mangalami sedikit perdarahan pervaginam.
Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa wanita tersebut pucat dan menampilkan
gejala syok, perut teraba tegang, nyeri hebat tercetuskan oleh pemeriksaan
dalam, terutama bila serviks digerakkan, atau oleh perabaan kavum douglas.
Tanda dan gejala kehamilan ektopik terganggu yang patut diketahui antara lain:
a. Nyeri tekan
Gejala ini paling sering dijumpai dan terdapat pada hampir semua
penderita. Nyeri perut dapat bersifat unilateral atau bilateral dibagian
bawah perut, dan terkadang terasa sampai kebagian atas perut. Bila kavum
abdomen terisi darah lebih dari 500 ml, perut akan menegang dan terasa
nyeri bila ditekan, usus terdistensi, dan terkadang timbul nyeri menjalar ke
bahu dan leher akibat rangsangan darah terhadap diafragma. Nyeri tekan
dapat tercetuskan oleh abdomen atau pemeriksaan dalam (nyeri goyang
ketika porsio digerakkan)
b. Amenorea
Walau amenorea sering diketemukan dalam anamnesis, kehamilan ektopik
tidak boleh dianggap mustahil terjadi bila gejala ini tidak ditemukan, lebih-
lebih pada wanita Indonesia, yang kurang memperhatikan haid. Perdarahan
patologis akibat kehamilan ektopik jarang dianggap haid biasa.
c. Perdarahan pervaginam
Kematian telur menyebabkan desidua mengalami degenerasi dan nekrosis.
Desidua kemudian dikeluarjan dalam bentuk perdarahan. Umumnya volume
perdarahan sedikit, bila perdarahan tampak banyak kecurigaan mengarah
ke abortus biasa.
d. Syok hipovolemik
Tanda – tanda syok lebih nyata bila pasien duduk. Selain itu, oliguria dapat
pula menyertai.
e. Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik uterus turut membesar akibat pengaruh hormon-
hormon kehamilan, umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan dengan
uterus pada kehamilan intrauterine yang berusia sama
f. Tumor didalam rongga panggul
Dapat teraba tumor lunak kenyal yang merupakan kumpulan darah dituba
dan sekitarnya
g. Perubahan darah
Kadar hemoglobin kemungkinan menurun pada kehamilan ektopik
terganggu akibat perdarahan yang banyak kedalam rongga perut.
Penurunan Hb disebabkan oleh pengenceran darah oleh air dari jaringan
untuk mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari
sehingga kadar Hb pada pemeriksaan pertama mungkin saja belum
seberapa menurun. Kesimpulannya adanya perdarahan harus didasarkan
atas penurunan kadar Hb pada saat pemeriksaan berturut-turut.
Perdarahan juga meningkat angka leukosit, terutama perdarahan hebat,
angka leukosit tetap normal atau hanya naik sedikit bila perdarahan terjadi
sedikit demi sedikit (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).
2. Kehamilan abdomen
Terdapat dua macam kehamilan adbominal, yakni :
a. Kehamilan abdominal primer yaitu telur dari awal berimplantasi didalam
rongga perut.
b. Kehamilan abdominal sekunder yaitu diawali oleh kehamilan tuba dan
setelah rupture baru menjadi kehamilan abdominal.

Kebanyakan kehamilan abdominal adalah kehamilan abdominal sekunder.


Plasenta biasanya terdapat didaerah tuba, permukaan belakang rahum dan
ligamentum latum.

Tanda dan gejala kehamilan abdominal biasanya baru terdiagnosis bila


kehamilan berlanjut. Gejala dan tanda kehamilan abdominal adalah sebagai
berikut:
a. Segala tanda kehamilan dapat dijumpai, tetapi pada kehamilan abdominal
pasien biasanya lebih menderita karena rangsang peritoneum misalnya
mual, muntah, gembung perut, obstipasi atau diare, dan nyeri perut.
b. Pada kehamilan abdominal sekunder pasien mungkin pernah mengalami
nyeri perut hebat disertai pusing atau pingsan waktu terjadi ruptur tuba.
c. Tumor yang mengandung anak tidak pernah mengeras (tidak ada kontraksi)
d. Pergerakan anak disertai nyeri oleh ibu
e. Bunyi jantung anak dirasa nyeri oleh ibu
f. Bunyi jantung anak lebih jelas terdengar
g. Bagian-bagian tubuh anak mudah teraba karena hanya terpisah oleh dinding
perut
3. Kehamilan ovarium
Kehamilan ovarium jarang terjadi dan biasanya berakhir dengan rupture
pada kehamilan muda.
Menegakkan diagnosis kehamilan ovarial harus memenuhi kriteria:
a. Tuba disisi kehamilan masih tampak utuh
b. Kantung kehamilan daerah ovarium
c. Ovarium dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovari proprium
d. Pemeriksaan hispatologi menemukan jaringan ovarium didalam dinding
kantung kehamilan.
4. Kehamilan serviks
Kehamilan servikal jarang sekali terjadi. Nidasi terjadi didalam selaput
lendir serviks. Pertumbuhan telur menyebabkan serviks menggembung.
Kehamilan serviks biasanya berakhir pada kehamilan muda, karena
menimbulkan perdarahan hebat yang memaksa tindakan operasi.
Plasenta sukar dilepaskan, dan pelepasan plasenta menimbulkan
perdarahan hebat hingga serviks perlu ditampon, bila tindakan ini tidak
menolong makan harus dilakukan histerektomi
2.1.4 Perjalanan klinik Kehamilan Ektopik
Bila tidak didiagnosis dan diangkat, akhirnya akan rupture. Tanda dan gejalanya
adalah sebagai berikut :
1. Sebelum ruptur
a. Amenorea, lalu dilanjutkan dengan perdarahan bercak yang intermiten.
Mungkin hampir tidak terlihat sehingga perdarahn bercak tampak seperti
menstruasi normal.
b. Nyeri panggul, abdomen, kadang nyeri leher/bahu
c. Masa lunak teraba pada adneksa. Massa mungkin berbatas tegas bila
terdistensi darah
d. Uterus membesar karena hormon plasenta, mungkin berukuran normal
sesuai gestasi
e. Mual, muntah lebih jarang terjadi biasanya. Diare menjadi lebih sering dan
biasa
f. Uji kehamjilan posistif, tetapi mungkin negatif sampai 50% dari keseluruhan
waktu karena fungsi plasenta yang masih kurang optimal.
g. Nyeri abdomen akut mungkin ditemukan dimana saja di abdomen.
2. Setelah ruptur
a. Nyeri abdomen bagian bawah yang tiba-tiba, hebat dan tajam.
b. Hipotensi dan tanda-tanda syok, bergantung pada jumlah perdarahan
internal, perdarahan dapat hilang dalam jumlah besar dengan cepat.
c. Nyeri abdomen dan nyeri tekan saat serviks bergerak.
d. Darah berkumpul tanpa dapat keluar.
e. Nyeri pada leher dan bahu, khususnya saat inspirasi karena iritasi diafragma
akibat darah yang ada dirongga peritoneum. (Geri & Carole, 2009)
2.1.5 Diagnosis
Menegakkan diagnosis kehamilan ektopik tentunya dengan melakukan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, yaitu sebagai berikut :
1. Amannesa tentang trias kehamilan ektopik terganggu
a. Terdapat amenorhea (terlambat datang bulan)
b. Terdapat rasa nyeri mendadak disertai rasa nyeri di daerah bahu dan
seluruh abdomen
c. Terdapat perdarahan melalui vagina atau spoting/bercak
1) Perdarahan pervaginam berasal dari pelepasan desidua dan dari abortus
tuba
2) Umunya perdarahan tidak benyak dan berwarna coklat tua
3) Gejala perdarahan dan/atau perdarahan
4) Bercak ini timbul pada 75% kasus yang timbul satu hingga dua minggu
setelah keterlambatan haid.
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum dan tanda-tanda vital dapat baik sampai buruk seperti:
a. Keadaan umum
1) Ibu tampak anemis, sakit, lemah, dan pucat
2) Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma- tidak sadar.
3) Terdapat tanda-tanda syok: hipotensi (tekanan darah menurun),
tekhikardia (nadi meningkat), pucat, ekstremitas dingin.
4) Pada pemeriksaan abdomen: ditemukan tanda-tanda rangsangan
peritoneal (nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas) ini disebabkan karena
darah yang masuk kedalam rongga abdomen akan merangsang
peritoneum
b. Pemeriksaan khusus melalui vagina (pemeriksaan ginekologi)
1) Nyeri goyang pada pemeriksaan serviks
2) Serviks terlalu lunak dan nyeri tekan
3) Korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang sakit
diketahui karena nyeri abdomen yang hebat.
4) Kavum douglas menonjol oleh karena terisi darah dan nyeri
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Kadar hemoglobin meningkat dan eritrosit menurun atau leukosit
meningkat.
2) Tes kehamilan (urine dan HCG)
b. Pemeriksaan ultrasonograsi (USG)
c. Pemeriksaan kuldosintesis
Untuk mengetahui adanya cairan darah dalam kavum douglass
d. Pemeriksaa yang ditegakkan secara bedah
2.1.6 Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik
1. Kehamilan ektopik terganggu merupakan masalah klinis yang memerlukan
penanganan spesialis
a. Dalam hal ini rujukan merupakan langkah yang sangat penting.
b. Dengan gambaran klinis kehamilan ektopik terganggu. Kiranya bidan dapat
menegakkan diagnosis kemungkinannya sehingga sikap yang paling baik
diambil adalah segera merujuk penderita (ibu) ke fasilitas yang lengkap
seperti puskesmas, dokter atau langsung ke rumah sakit.
2. Sebagai gambaran penanganan spesialistis yang akan dilakukan adalah
penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain
lokasi dan tampilan klinis.

Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik

Adapun prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik adalah sebagai berikut:

a. Segera merujuk ke fasilitas yang lebih lengkap/rumah sakit


b. Optimalisasi keadaan umum ibu dengan pemberian carian dan tranfusi darah,
pemberian oksigen atau bila dicurigai infeksi diberikan juga antibiotik
c. Pada keadaan syok segera berikan infus cairan seperti dextrose 5%, glukosa 5%
garam fisiologis dan oksigen sambil menunggu darah (kondisi pasien harus
diperbaiki, kontrol tekanan darah, nadi dan pernafasan)
d. Penatalaksanaan yang ideal adalah menghentikan sumber perdarahan segara
dengan penatalaksanaan bedah operasi/laparotomi setelah diagnosis
dipastikan.
2.2.1 Definisi kehamilan Mola Hidatidosa
Mola hidatidosa adalah kehamilan di mana setelah terjadi fertilisasi hasil
konsepsi tidak berkembang menjadi embrio, tetapi terjadi proliferasi trofoblast dan
ditemukan vili korialis yang mengalami perubahan degenerasi hidropik dan stroma
yang hipovaskuler atau avaskuler. Umumnya pada kasus ini janin meninggal
sedangkan vilus-vilus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh subur,
gambaran yang diberikan adalah segugus buah anggur (Nugroho, 2010).
2.2.2 Penyebab terjadinya kehamilan Mola Hidatidosa
Penyebab terjadinya mola hidatidosa belum diketahui secara pasti, faktor-faktor
yang mungkin menjadi penyebab adalah :
1. Faktor ovum
Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua
serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan
dalam pembuahan.
2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan diperlukan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan
keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang
diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam
pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
3. Paritas tinggi
Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena
trauma kelahian atau penyimpangan transmisi secara genetik yang dapat
diidentifikasikan dan penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen atau
menotropiris (pergonal)
4. Kekurangan protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh
sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah dada
ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila
kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan bayi akan lahir lebih kecil
dari normal.
5. Infeksi virus
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil.
Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan
menimbulkan penyakit. Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba
(kuman atau virus) yang masuk virulensinya serta daya tahan tubuh
2.2.3 Faktor risiko terjadinya kehamilan Mola Hidatidosa
1. Usia ibu 35-40 tahun memiliki risiko 2 kali lipat dan ibu yang berusia > 40 tahun
beresiko hingga 10 kali lipat.
2. Riwayat kehamilan mola dapat beresiko mencapai 10 kali lipat
3. Pemakaian kontrasepsi oral jangka panjang
4. Defisiensi beta karoten atau vitamin A
2.2.4 Gambaran klinik kehamilan Mola Hidatidosa
1. Amenorhea dan tanda-tanda kehamilan seperti mual, muntah, dan pusing yang
umunya lebih hebat dari keluhan hamil fisiologis
2. Peningkatan kadar β-hCG (>100.000 mIU/mL) merupakan tanda yang khas
3. Kurang dari 10% ibu dengan kehamilan mola mengalami anemia dan
hyperemesis gravidarum
4. Pada penderita 85% terjadi perdarahan pervaginam
5. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan
6. Tidak teraba ballottement atau bagian janin pada palpasi dan tidak terdengar
DJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih
7. Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu
2.2.5 Penatalaksanaan kehamilan Mola Hidatidosa
Terdapat dua hal pokok yang penting dalam penatalaksanaan semua kehamilan
mola. Pertama adalah evakuasi mola dan kedua adalah tindak lanjut (follow up)
teratur untuk mendeteksi trofoblas persisten. Berikut uraian penatalaksanaan
kehamilan mola di Bidan Praktik dan di Rumah Sakit
1. Di Bidan Praktik
a. Salah satu tanda kehamilan mola adalah terjadinya perdarahn pervaginam.
Bagi bidan yang bekerja secara mandiri antisipasi memburuknya keadaan
ibu harus dilakukan. Memberikan cairan intravena RL atau NaCl 0,9% perlu
dilakukan untuk memperbaiki keadaan ibu dan mencegah terjadinya
perdarahan.
b. Kehamilam mola perlu segera dilakukan evakuali jaringan mola. Maka bidan
harus melakukan rujukan ke tingkat pelayanan kesehatan memadai dengan
BAKSOKU (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat, Kendaraan, Uang)
2. Di Rumah Sakit
a. Jika diagnose kehamilan mola sudah ditegakkan, lakukan evakuasi uterus.
Evakuasi merupakan pengobatan awal paling umum untuk kehamilan mola.
b. Histerektomi merupakan alternative bagi pasien-pasien tertentu yang
menginginkan sterilisasi melalui pembedahan.
c. Selama proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 unit oksitosin dalam
500 ml cairan IV (NaCL atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40-60 tetes
permenit). Hal ini dilakukan sebagai tindakan preventif terhadap
perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus
secara cepat.
d. Profilaksis: immunoglobulin anti-D harus diberikan kepada pasien Rh
negative yang sesuai
e. Surveilans: setelah kadar basal β-hCG serum diperoleh dalam 48 jam setelah
evakuasi, kadar dipantau setiap 1 sampai 2 minggu selagi masih tinggi. Hal
ini penting untuk mendeteksi penyakit trofoblastik persisten. Bahkan
jaringan trofoblastik dalam jumlah kecil dapat dideteksi dengan
pemeriksaan ini.
f. Kontrasepsi hormonal: menekan pembentukan LH oleh hipofisis, yang dapat
mempengaruhi kadar hCG yang dapat mengaburkan follow up kadar hCG
tersebut. Pasien-pasien yang tidak diterapi dengan histerktomi harus
menggunakan kontrasepsi selama follow up kadar β-hCG. Hal ini bertujuan
untuk menghindari peningkatan kadar β-hCG dari kehamilan atau dari
perkembangan mola hiatidosa ke tumor trofoblas gestasional.
g. Kehamilan selanjutnya: mencegah kehamilan selama minimal 6 bulan atau
hingga kadar hCG normal (Rauf, dkk, 2014)
h. Kemoterapi tidak diindikasikan selama kadar serum terus menurun.
Peningkatan kadar atau kadar yang terus mendatar menunjukkan perlunya
evaluasi untuk penyakit trofoblastik gestasional persisten dan biasanya
pengobatan. Peningkatan menunjukkan proliferasi trofoblastik yang
kemungkinan besar ganas, kecuali jika wanita yang bersangkutan kembali
hamil (Cunningham, 2013)
2.3.1 Definisi Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah yang hebat dalam masa
kehamilan yang dapat menyebabkan kekurangan cairan, penurunan berat badan
atau gangguan elektrolit sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan
membahayakan janin didalam kandungan. Pada umumnya terjadi pada minggu ke 6
– 12 masa kehamilan yang dapat berlanjut hingga minggu ke 16 – 20 masa
kehamilan.
Hiperemesis Gravidarum adalah bertambahnya emesis yang dapat
mengakibatkan gangguan kehidupannya sehari-hari. Hiperemesis gravidarum yang
berlangsung lama hingga dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin.
Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan selama masa
hamil. Mual yang membahayakan ini disebabkan dari morning sicknes normal yang
umum dialami wanita hamil karena intensitasnya melebihi muntah normal dan
berlangsung selama trimester pertama kehamilan.
2.3.2 Etiologi terjadinya Hiperemesis Gravidarum
Kejadian Hiperemesis Gravidarum belum diketahui dengan pasti. Tetapi beberapa
faktor presdiposisi dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Faktor adaptasi dan hormonal
Pada ibu hamil yang kekurangan darah lebih sering terjadi hiperemesis
gravidarum. Yang termasuk dalam ruang lingkup faktir adaptasi adalah ibu
hamil dengan anemia, wanita primigravida, dan over distensi rahim pada
kehamilan ganda dan kehamilan mola hidatidosa
Sebagian kecil primigravida belum mampu beradaptasi terhadap
hormon estrogen dan gonadortopin korionik, sedangkan pada kehamilan ganda
dan mola hidatidosa, jumlah hormon yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
hiperemesis gravidarum.
2. Faktor psikologis
Hubungan faktor psikologis dengan kejadian hiperemesis gravidarum belum
jelas. Besar kemungkinan bahwa wanita yang menolak hamil, takut kehilangan
pekerjaan, keretakan hubungan dengan suami dapat menjadi faktor kejadian
hiperemesis gravidarum.
3. Faktor alergi
Pada kehamilan, dimana diduga terjadi invasi jaringan koriolis yang masuk ke
dalam peredaran darah ibu maka faktor alergi dianggap dapat menyebabkan
kejadian hiperemesis gravidarum.

2.3.3 Manifestasi klinis Hiperemesis Gravidarum


Sekalipun batas antara muntah yang fisiologis dan patologis tidak jelas, tetapi
muntah yang menimbulkan gangguan kehidupan sehari-hari dan dehidrasi
memberikan petunjuk bahwa wanita telah memerlukan perawatan yang intensif.
Gambaran gejala hiperemesis gravidarum secara klinis dapat dibagi menjadi 3
tingkat.
1. Hiperemesis gravidarum tingkat pertama
- Muntah berlangsung terus menerus
- Nafsu makan berkurang
- Berat badan menurun
- Kulit menunjukkan adanya dehidrasi, tonusnya lemah
- Nyeri didaerah epigastrium
- Tekanan daran menurun dan nadi meningkat
- Lidah kering
- Mata tampak cekung
2. Hiperemesis gravidarum tingkat kedua
- Penderita tampak lemah
- Gejala dehidrasi makin tampak, mata cekung, turgor kulit makin kurang,
lidah kering dan kotor
- Tekanan darah turun, nadi meningkat
- Berat badan makin menurun
- Mata ikterik
- Gejala hemokonsentrasi makin tampak : urin berkurang, aseton dalam urin
meningkat
- Terjadi gangguan buang air besar
- Mulai tampak gajala gangguan kesadaran, menjadi apatis
- Nafas berbau aseton
3. Hiperemesis gravidarum tingkt ketiga
- Muntah berkurang
- Keadaan umum wanita hamil makin menurun: tekanan darah menurun,
nadi meningkat, suhu naik, dan keadaan dehidrasi makin jelas
- Gangguan fatal hati terjadi dengan menifestasi ikterus
- Gangguan kesadaran dalam bentuk somnolen sampai koma, komplikasi
susunan saraf pusat, perubahan arah bola mata, dan perubahan mental.

2.3.4 Patofisioligi Hiperemesis Gravidarum


Patofisiologi hiperemesis gravidarum dapat disebabkan karena peningkatan
Hormon Chorionic Gonadhotropin (HCG) dapat menjadi faktor mual dan muntah.
Peningkatan kadar hormon progesteron menyebabkan otot polos pada sistem
gastrointestinal mengalami relaksasi sehingga motilitas menurun dan kadang
lambung menjadi kosong. Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi ibu
hamil muda bila terjadi terus menerus dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat
dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi.
Pada beberapa kasus berat, perubahan yang terjadi berhubungan dengan
malnutrisi dan dehidrasi yang menyebabkan terdapatnya non-protein, nitrogen,
asan urat, dan penurunan klorida dalam darah, kekurangan vitamin B1, B6, B12
dapat mengakibatkan terjadinya anemia, gangguan alat-alat vital sampai
meninmbulkan kematian (Mitayani, 2009 hal 56).
2.3.5 Komplikasi pada kasus Hiperemesis Gravidarum
1. Komplikasi yang terjadi pada ibu
a. Hiperemesis dapat menyebabkan dehidrasi sehingga cairan ekstraseluler
dam plasma berkurang.
b. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi
lewat ginjal menambah frekuensi muntah-muntah lebih banyak, dapat
merusak hati.
c. Terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung dengan akibat
perdarahan gastro intestinal.
2. Komplikasi yang terjadi pada janin
Hiperemesis tak hanya mengancam kehidupan klien, namun dapat
menyebabkan efek samping pada janin sperti abortus, berat badan lahir rendah,
kelahiran prematur dan malformasi pada bayi baru lahir.
2.3.6 Penanganan Hiperemesis Gravidarum
1. Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, terapi cerah dan peredaran
darah yang baik. Catat cairan yang keluar dan masuk. Hanya dokter dan
perawat yang boleh masuk kedalam kamar penderita, sampai muntah berhenti
dan penderita mau makan. Tidak diberikan makan/minum selama 24 jam.
Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang
tanpa pengobatan.

2. Terapi psikologi
Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan,
hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta
menghilangkan masalah dan konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang
penyakit ini.
3. Cairan
Berikan cairan parental yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan
glukose 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu
dapat ditambah kalium dan vitamin khususnya vitamin B kompleks dan vitamin
C dan bila ada kekurangan protein dapat diberikan pula asam amino secara
intravena.
4. Obat
Pemberian obat pada hiperemesis gravidarum sebaiknya berkonsultasi dengan
dokter sehingga dapat dipilih obat yang tidak bersifat teratogenik atau dapat
menyebabkan kelainan kongenital pada bayi.
5. Penghentian kehamilan
Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur.
Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikistrik bila keadaan
memburuk. Delirium, kebutaan, takhikardi, ikterus, anuria dan perdarahan
merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu
dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan
abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena itu di satu pihak tidak boleh
dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi
gejala ireversibel pada organ vital.
BAB III

PEMBAHASAN

Pada bab pembahasan ini penulis akan membahas mengenai teori dan evidence based
pada jurnal yang terlampir. Menurut Budi Santoso (2006) kehamilan diluar tuba ialah
kehamilan ovarium, kehamilan intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal.
Beberapa faktor risiko penyebab kehamilan ektopik antara lain faktor tuba, 5-10 kali lipat pada
pasien dengan riwayat salfi ngitis. Perlekatan lumen tuba, kelainan anatomi tuba. Riwayat
operasi pada tuba falopi termasuk pasca tubektomi – pasca rekontruksi tuba. Faktor ovarium:
migrasi eksterna, hormon eksogen kehamilan yang terjadi pada pasien dengan krontrasepsi
oral yang hanya mengandung progestin disebabkan oleh otot polos progestin. Faktor lain alat
kontrasepsi dalam rahin (IUD), merokok, usia tua, riwayat abortus berulang.

Pada jurnal yang meneliti mengenai kehamilan mola dihatidosa, yaitu kehamilan
abnormal yang ditandai dengan pembengkakan kistik vilus korialis disertai proferasi trofiblas
dalam bebepa tingkatan (Nisa, Himawan, & Marwoto. 2010). Gejala utama mola hidatidosa
adalah perdarahan. Keluhan perdarahan ini yang menyebabkan klien datang mencari
pertolongan ke rumah sakit. Sifat perdarahan dapat terjadi intermiten, sedikit – sedikit maupun
sekaligus banyak sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia, syok ataupun kematian
(Rachmadhi & Winkjosastro, 2016). Mola hidatidosa dapat menjadi keganansan meskipun telah
dilakukan penatalaksanaan. Menurut Nasa,dkk (2010) bahwa 50% klien mengalami mola
dihatidosa akan beresiko untuk berkembang ke arah koriokarsinoma. Koriokarsinoma
merupakan tumor ganas sel trofoblas yang berasal dari kehamilan normal maupun abnormal.
Oleh karena itu diperlukan pemantauan meskipun telah dilakukan evakuasi pada kehamilan.
Tanda dan gejala utama Mola hidatidosa yaitu terjadinya perdarahan. Perdarahan biasanya
terjadi pada rentang kehamilan dengan usia kehamilan satu sampai tujuh bulan. Sifat
perdarahan bervariasi, ada perdarahan sedikit ada juga perdarahan banyak dan hal ini
merupakan salah satu penyebab terjadinya anemia. Penatalaksanaan Mola hidatidosa adalah
evakuasi mola menggunakan kuret hisap, setelah dilakukan evakuasi mola makan tindakan
selanjutnya untuk mendeteksi dini kearah keganasan adalah dilakukan pemantauan kadar β
HCG selama satu tahun, 3 bulan pertama dilakukan setiap 2 minggu, 3 bulan kedua setiap 1
bulan, dan enak bulan terakhir setiap dua bulan (Sastrawinata, dkk, 2015).

Pada hasil penelitian didapatkan Hiperemesis Gravidarum di bawah umur 20 tahun


lebih disebabkan karena belum cukupnya kematangan fisik, mental dan sungsi sosial dari calon
ibu tentu menimbulkan keraguan jasmasi cinta kasih serta perawatan dan asuhan bagi anak
yang akan dilahirkannya. Hamil pada usia muda merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya Hiperemesis Gravidarum. Dalam kurun waktu reproduksi sehat bahwa usia aman
untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan
melahirkan pada usia dibawh 20 tahun ternyata 2-3 kali lebih tinggi daripada kematian yang
terjadi pada 20-29 tahun. Penyebab hiperemesis belum diketahui secara pasti. Telah diketahui
beberapa faktor prodisposisi terjadinya Hiperemesis Gravidarum yaitu wanita hamil dengan
anemia, primigravida, kehamilan gan dan mola hidatidosa. Hasil penelitian ini didukung dengan
penelitian yang dilakukan oleh Minerva (2010). Jarak yang dekat antara kehamilan sekarang
dan dahulu serta umur ibu yang sudah lebih dari 35 tahun juga dapat berpengaruh, karena
keadaan yang belum normal sebagaimana mestinya harus sudah bereproduksi lagi untuk
kehamilan selanjutnya dari hal itulah dapat menyebabkan Hiperemesis Gravidarum dan
komplikasi kehamilannya (Proverawati, 2009).
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan
a. Kehamilan Ektopik Terganggu
Diagnosis pada pasien ini adalah kehamilan ektopik terganggu. Perawatan
yang dilakukan sejak pasien datang adalah segera mencari tahu kepastian
diagnosis kehamilan ektopik terganggu dengan mengambil data lengkap dari
anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan ginekologis, pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan darah, tes kehamilan dan USG. Setelah
didapatkan diagnosis kerja kehamilan ektopik terganggu, segera dilakukan
intervensi pembedahan laparotomi. Dengan kondisi pasien yang stabil setelah
dioperasi, luka operasi terawat dengan baik, pada perawatan hari ke sembilan
diminta kontrol luka operasi.
Hal yang dapat dilakukan sekarang adalah memberi edukasi pada pasien ini
untuk lebih jeli dalam menghadapi tanda-tanda kemungkinan hamil lagi, seperti
langsung ke dokter untuk memastikan apakah dirinya benar-benar hamil dan
mendapat perawatan yang lebih ketat. Dijelaskan juga faktor-faktor risiko sperti
infeksi pelvik, penyakit menular seksual, usia dan larangan merokok untuk
mencegah bertambah besarnya risiko terjadinya kehamilan ektopik terganggu,
karena pada pasien yang pernah mengalami penyakit ini, jelas sebelumnya sudah
ada faktor risiko untuk memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik terganggu
lagi.
b. Mola Hidatidosa
Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita dalam masa reproduksi antara
umur 15 tahun sampai umur 45 tahun. Umumnya pada kasus ini janin meninggal
sedangkan vilus-vilus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh subur,
gambaran yang diberikan adalah segugus buah anggur.
Sebagai bidan dapat memberikan penatalaksanaan kasus mola hidatidosa
dengan mengantisipasi memburuknya keadaan ibu harus memberikan cairan
intravena RL atau NaCl 0,9% dan mencegah terjadinya perdarahan. Setelah itu
bidan harus melakukan rujukan ke tingkat pelayanan kesehatan memadi dengan
BAKSOKU.
c. Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang hebat dalam masa
kehamilan yang dapat menyebabkan kekurangan cairan, penurunan berat badan
atau gangguan elektrolit sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan
membahayakan janin didalam kandungan. Pada umumnya terjadi pada minggu ke 6-
12 masa kehamilan dan dapat berlanjut hingga minggu ke 16-20 masa kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA

Fadlun & Ahmad Feryanto. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta:

Salemba Medika

Rauf, Syahrul, dkk. 2014. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Kemenkes RI. 2013. Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar

dan Rujukan.

Nugroho, Taufan. 2010. Kasus Emergency Kebidanan Untuk Kebidanan dan

Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Norwitz, Errol & John Schorge. 2010. At A Glance Obstetri & Ginekologi Edisi

Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga

Robson, S. Elizabeth & Jason Waugh. 2012. Patologi Pada Kehamilan:

Manajemen & Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC

Anik, M. (2016). Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan. Jakarta: CV.

Trans Info Media.

Anik, M. (2016). Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan. Jakarta: CV. Trans

Info Media.

Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, & Spong. (2013). Obstetri Williams.

Jakarta: EGC.

Djamhoer, M, Firman, F. W., & Jusuf, S. E. (2013). Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan

Reproduksi. Jakarta: EGC.

Geri, M, & Carole, H. (2009). Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktik. Jakarta: EGC.
Lauren A, D., Jessica E, D., & Meredith B, T. (2012). Rujukan Cepat Kebidanan.

Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai