NIM: 180502052
Sistem keuangan syariah merupakan bagian dari upaya memelihara harta agar harta
yang dimiliki seseorang diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan syariah. Dalam
Al-Qur‟an surah An-Nisa ayat 29, Allah SWT berfirman yang artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka diantara kamu dan janganlah membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu”.
Harta yang dimiliki oleh setiap orang merupakan titipan dari Allah SWT yang akan
dimintai setiap pertanggungjawabannya. Adanya aturan ketentuan syariah bertujuan agar
tercapai kemaslahatan bagi setiap orang. Akan tetapi. Allah SWT memberikan kebebasan
kepada setiap hamba-Nya untuk menentukan pilihannya dan harus menerima konsekuensi
dari setiap pilihannya tersebut.
Praktik sistem keuangan syariah telah dilakukan sejak kejayaan Islam. Akan tetapi,
dikarenakan semakin melemahnya sistem kekhalifahan maka praktik sistem keuangan
syariah tersebut digantikan oleh sistem perbankan barat. Sistem tersebut mendapat kritikan
dari para ahli fiqh bahwa sistem tersebut menyalahi aturan syariah mengenai riba dan
berujung pada keruntuhan kekhalifan Islam. Pada tahun 1970-an, konsep sistem keuangan
syariah dimulai dengan pengembangan konsep ekonomi Islam. Berdasarkan Al-Qur‟an
dan As-sunnah, prinsip sistem keuangan Islam adalah sebagai berikut:
a. Larangan Riba
Riba didefinisikan sebagai “kelebihan” atas sesuatu akibat penjualan atau pinjaman.
Riba merupakan pelanggaran atas sistem keadilan sosial, persamaan, dan hak atas barang.
Sistem riba hanya menguntungkan para pemberi pinjaman dengan membebani penetapan
keuntungan yang diperoleh pemberi pinjaman di awal perjanjian. Padahal “untung” dapat
diketahui setelah berlalunya waktu bukan hasil penetapan di muka.
b. Pembagian Risiko
Risiko merupakan konsekuensi dari adanya larangan riba dalam suatu sistem kerja
sama antara pihak yang terlibat. Risiko yang timbul dari aktivitas keuangan tidak hanya
ditanggung oleh penerima modal tetapi juga pemberi modal. Pihak yang terlibat tersebut
harus saling berbagi risiko sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati.
Dalam Islam, uang tidak diperbolehkan apabila dianggap sebagai komoditas yaitu
uang dipandang memiliki kedudukan yang sama dengan barang yang dijadikan sebagai
objek transaksi untuk memperoleh keuntungan. Sistem keuangan Islam memandang uang
boleh dianggap sebagai modal yaitu uang bersifat produktif, dapat menghasilkan barang
atau jasa bersamaan dengan sumber daya yang lain untuk memperoleh keuntungan.
d. Larangan Spekulatif
Hal ini selaras dengan larangan transaksi yang memiliki tingkat ketidakpastian yang
sangat tinggi, misalnya seperti judi.
5. Kontrak/Perjanjian
Dengan adanya perjanjian yang disepakati di awal oleh pihka-pihak yang terlibat
dapat mengurangi risiko atas informasi yang asimetri atau timbulnya moral hazard.
Oleh karena itu, prinsip sistem keuangan syariah berdasarkan prinsip sebagai berikut :
2. Tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la tuzhlamun).
Dari prinsip sistem keuangan tersebut, maka muncul dan berkembang instrumen-
instrumen keuangan syariah terkait dengan kegiatan investasi maupun jual-beli sesuai
dengan ketentuan syariah. Hal ini membantu pelaku ekonomi dalam memahami berbagai
produk keuangan syariah dan ketentuan-ketentuan syariah dari setiap produk keuangan
tersebut.
D. KEGIATAN MANAJEMEN KEUANGAN ISLAM
a. Perolehan Dana
b. Prinsip Investasi
Kegiatan yang kedua yaitu berkaitan dengan prinsip investasi. Jika anda ingin
menginvestasikan uang, kenali dulu prinsip bahwa “fungsi uang sebagai alat tukar
bukan sebagai barang dagangan atau komoditi yang diperjualbelikan”. Investasi bisa
dilakukan melalui lembaga keuangan bank syariah ataupun dilakukan secara
langsung.
c. Penggunaan Dana
Adapun hal yang wajib dihindari dalam pengelolaan Sistem Keuangan Syariah:
Riba, sesuai dengan surat Al Baqarah ayat 275-278 tentang “Meninggalkan riba
atau sistem bunga dan kembali kepada sistem ekonomi syariah”
Boros, sesuai dengan surat Al Isra ayat 26-27 tentang “Meninggalkan segala
bentuk pemborosan harta”.
DAFTAR PUSTAKA
Soemitra, Andri. 2009. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=11&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwjgquCN5c_oAhUPdysKHZZGBYUQFjAKegQICBAB&url=https%3A%2F
%2Fwww.tokopedia.com%2Fblog%2Fmengenal-sistem-keuangan-
syariah%2F&usg=AOvVaw1i_sVLk9lGXwEp35QNE-a3
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwiftLHK5s_oAhWKeisKHU3qD5cQFjAHegQICBAB&url=https%3A%2F%
2Fpegadaiansyariah.co.id%2Fmemahami-prinsip-sistem-keuangan-islam-detail-
16017&usg=AOvVaw2G_blVRjFZbAFKKAWftUby
https://www.google.com/search?safe=strict&ei=IAaJXuCaCY_urQGWjZWoCA&q=JURNA
L+seputar+keuangan+syariah&oq=JURNAL+seputar+keuangan+syariah&gs_lcp=CgZwc3kt
YWIQAzoECAAQRzoICAAQDRAFEB46BQgAEM0CSgoIFxIGMTItMTM1SggIGBIEMT
ItNlDs2zZYsfM2YKf2NmgAcAJ4AIAB0wGIAasIkgEFMC42LjGYAQCgAQGqAQdnd3M
td2l6&sclient=psy-
ab&ved=0ahUKEwjgquCN5c_oAhUPdysKHZZGBYUQ4dUDCAs&uact=5#
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwi9_du76M_oAhVISX0KHW02C2oQFjACegQIBxAB&url=https%3A%2F
%2Fwww.academia.edu%2F5516708%2FJurnal_keuangan_islam&usg=AOvVaw1iGZipU9t
SNp80SuW-LccL
KELOMPOK 4
Kemitraan bisnis dalam Islam merupakan salah satu materi yang dikaji dalam Bab
Fikih Muamalah. Terdapat beberapa model kemitraan bisnis dalam Islam, namun umumnya
yang paling lazim digunakan yaitu akad Mudharabah atau Musyarakah. Sebelum membahas
lebih dalam mengenai dua akad tersebut, terlebih dahulu kita pelajari mengenai prinsip dasar
sistem keuangan Islam dan macam-macam akad/transaksi dalam Islam.
1. Larangan riba, transaksi yang dilakukan tidak boleh mengandung unsur riba
2. Risk-sharing, artinya pemilik modal dan pengusaha berbagi risiko jika terjadi
kerugian dan berbagi hasil apabila usaha yang dilakukan untung.
3. Asset-based, pendanaan yang dilakukan langsung bersentuhan dengan sektor riil
4. Uang sebagai modal “potensial”, uang menjadi modal aktual ketika dikombinasikan
dengan sumberdaya lain untuk menjalankan aktivitas produktif.
5. Larangan perilaku spekulatif, sistem keuangan Islam melarang penimbunan dan
transaksi-transaksi yang mengandung extreme uncertainty, gambling, and risk.
6. Menjunjung tinggi akad (contract) dan perlindungan terhadap hak milik
1. Mudharabah
Akad usaha dua pihak dimana salah satunya memberikan modal (sahibul mal)
sedangkan yang lainnya memberikan keahlian (mudharib), dengan nisbah keuntungan yang
disepakati dan apabila terjadi kerugian, maka pemilik modal menanggung kerugian tersebut
(mudharib tidak ikut menanggung kerugian). Mudharabah disebut juga trust financing
(Visser, 2009). Bank atau money provider (pemilik modal) bertindak menjadi financier
(pemberi dana) dan menyediakan keseluruhan modal yang dibutuhkan untuk membiayai
proyek. Sedangkan pihak lain (mudharib) yang mengelola usaha. Pembagian hasil
keuntungan ditentukan sebelumnya berdasarkan nisbah yang telah disepakati.
Mudharabah dibagi menjadi dua:
Bentuk kerja sama antara pemilik modal dan pengelola modal yang cakupannya sangat
luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
Pengelola modal dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha.
Secara bahasa musyarakah berarti pencampuran. Secara istilah adalah ikatan kerja sama
yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam hal permodalan. Disebut juga partnership
financing (Visser, 2009). Untung dan rugi dibagi bersama dengan proporsi yang sudah
ditentukan sebelumnya. Perbedaan musyarakah dengan mudharabah adalah pada mudharabah
modal berasal dari satu pihak, sedangkan pada musyarakah modalnya berasal dari dua pihak
atau lebih.
Macam-macam musyarakah:
a. Syirkah amlak (kepemilikan), yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dalam
kepemilikan satu barang dengan sebab kepemilikan, bisa melalui hibah, warisan, wasiat,
atau kondisi lainnya yang berakibat pemilikan.
b. Syirkah akad, tercipta karena adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk
bekerja sama dalam memberi modal dan mereka sepakat berbagi keuntungan dan
kerugian. Jenis-jenisnya:
c. Syirkah wujuh, yaitu syirkah yang dilakukan dua orang atau lebih yang tidak punya modal
sama sekali, misalnya menggunakan reputasi
d. Syirkah abdan, yaitu perserikatan yang dilaksanakan oleh kedua belah pihak untuk
menerima suatu pekerjaan.
Dalam praktek, bentuk kemitraan musyarakah yang paling populer adalah Syirkah Al
Inan yang mengandung implikasi saham tidak sama di antara para mitra dan diakui oleh
semua mazhab dalam agama Islam.
Musyarakah dalam teknis lembaga keuangan dikenal sebagai kerjasama modal usaha
atau Partnership, Project Financing Participation.
Aplikasi Musyarakah dalam praktek lembaga keuangan adalah berupa:
1. Pembiayaan Proyek
Lembaga keuangan dan pengusaha secara bersama-sama menyediakan dana untuk
membiayai sebuah proyek. Setelah proyek selesai, pengusaha mengembalikan dana tersebut
bersama bagi hasil yang telah disepakati kepada lembaga keuangan.
2. Modal Ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam
kepemilikan perusahaan, musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman
modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu, dan setelah itu penyedia dana melakukan
divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara langsung atau bertahap.
Menurut Dr. M. Umer Chapra, musyarakah atau syirkah dalam prakteknya terdapat
dalam berbagai model, para mitra dapat memberikan kontribusi bukan hanya modal dalam
hal keuangan, tetapi juga tenaga, manajemen, dan keahlian, dan kemauan baik, meskipun
tidak harus sama.
Kemitraan musyarakah atau syirkah dapat merupakan suatu bentuk kombinasi dari
berbagai bentuk. Persyaratan Syariah dalam membagi proporsi modal dan keuntungan dalam
bermitra usaha adalah keadilan. Keadilan yang dimaksud bukanlah pemerataan secara
mutlak, tetapi adalah keseimbangan antar individu dengan unsur materi dan spiritual yang
dimilikinya, keseimbangan antara individu dengan masyarakat, antara suatu masyarakat
dengan masyarakat lainnya.
Dengan demikian keadilan dalam kemitraan usaha mengandung implikasi bahwa saham
proporsional dalam laba harus merefleksikan kontribusi yang diberikan kepada usaha oleh
modal mereka baik berupa keahlian, waktu, kemampuan manajemen, kemauan baik, dan
kontrak, serta kerugian juga harus dirasakan bersama sesuai proporsi modal dan tuntutan-
tuntutan lain yang timbul akibat usaha tersebut.
Dalam sebuah sistem perekonomian dengan perbedaan-perbedaan kekayaan yang
begitu substansial, dan pemberian pinjaman modal yang menginginkan keuntungan tanpa
terlibat resiko bisnis, adalah irrasional untuk dapat memberikan pinjaman kepada orang
miskin sama banyaknya seperti halnya yang diberikan kepada orang-orang kaya, atau
mengulurkan pinjaman sama banyaknya karena persyaratan yang sama bagi keduanya,
seperti tingkat suku bunga yang sama atau bahkan lebih tinggi kepada pengusaha kecil
daripada yang dikenakan kepada pengusaha besar, dan keharusan memiliki kolateral
(jaminan) dengan nilai yang lebih tinggi dari pinjaman modal dengan mengabaikan
kenyataan apakah mereka akan menghasilkan keuntungan di atas rata-rata dari investasi
modal mereka.
Hal ini merupakan preseden buruk bagi masyarakat karena akan mengakibatkan
pemihakan kepada satu kelas sosial tertentu saja, dan menimbulkan kegagalan masyarakat
dalam memanfaatkan bakat wirausahanya secara maksimal.
Penggunaan sistem kemitraan bagi hasil berdasarkan Syariah diharapkan mampu
menanggulangi permasalahan modal dan peluang usaha yang terjadi selama ini karena akan
menyuburkan kemampuan wirausaha di kalangan anggota masyarakat yang lemah dari sisi
permodalan, sehingga usaha kecil dan mikro mampu menyumbang kepada output, lapangan
pekerjaan, dan distribusi pendapatan. Dengan adanya penanggungan resiko dan keuntungan
bersama oleh lembaga keuangan akan mengurangi beban pengusaha pada saat-saat sulit dan
mengganti membayar lebih tinggi pada masa-masa untung, dan lembaga keuangan bersedia
menanggung resiko usaha tanpa mengurangi kekuatan finansialnya, karena terbangunnya
sitem pencadangan pengganti kerugian (loss-offsetting reserves).
DAFTAR PUSTAKA
Iqbal, Zamir dan Abbas Mirakhor. 2011. An Introduction to Islamic Finance. Singapura: John
Wiley and Sons (Asia) Pte. Ltd.
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwiHoemz9u3oAhVKAHIKHd3RA8kQFjADegQIARAB&url=http%3A%2F
%2Frepository.uin-
suska.ac.id%2F7009%2F4%2FBAB%2520III.pdf&usg=AOvVaw0dsyMtHr6RmSGEbMh47
UdE
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwiHoemz9u3oAhVKAHIKHd3RA8kQFjAFegQIBxAB&url=https%3A%2F
%2Fwww.academia.edu%2F26104457%2FMakalah_Fiqih_Muamalah_1_Akad_Kerjasama_
Bisnis&usg=AOvVaw0p8NI06HtaViefoptXkciv
KELOMPOK 5
RIBA
Arti riba secara bahasa yakni „bertumbuh‟ (az-ziyadah). Secara istilahi, riba bermaksud
penambahan atas harga pokok tanpa adanya bisnis riil. Para ulama sepakat mengatakan
bahwa hukum riba adalah haram dan tidak ada perbedaan khilafiyah terhadap hukum
riba. Adapun riba tidak serta-merta diharamkan dalam satu tahap, akan tetapi melalui
beberapa tahap, yakni:
Konsep bunga (interest) yang diterapkan oleh orang Yahudi di Vatikan pada hakikatnya
bertujuan untuk membantu orang lain. Namun, dibantah oleh Allah SWT bahwa
sesungguhnya itu bukanlah bantuan kecuali zakat.
Terkait dengan pinjaman yang berlipat ganda. Para Yahudi berkilah bahwa yang
dilarang adalah nominal yang dibayarkan berlipat ganda. Padahal, perjanjian mereka juga
diharamkan.
Ayat ini menerangkan bahwasanya dalam riba terdapat kedzaliman yang nyata untuk
diri sendiri maupun untuk orang lain. Dalam tahap terakhir ini, praktek ribawi telah
diharamkan secara mutlak.
Berdasarkan hadits, barang-barang yang termasuk dalam barang ribawi ada 6 kategori,
yaitu emas, perak, gandum, sya‟ir, kurma dan garam. 6 barang ini harus ditukar secara sejenis
dan kontan. Adapun barang ribawi ini dikategorikan dalam 2 kategori secara umum. Kategori
pertama adalah alat tukar transaksi yang termasuk didalamnya emas dan perak. Kategori
kedua adalah makanan pokok yang terdiri dari gandum, sya‟ir, kurma dan garam. Alat tukar
transaksi harus ditukarkan secara tunai dan sama nilai. Begitupun dengan makanan pokok.
Namun, antara alat tukar dan makanan pokok boleh ditransaksikan tanpa mengikut ketentuan
dalam hadits, yaitu boleh tidak secara tunai dan tidak sama nilai.
Secara bentuknya, ada 2 jenis riba, yaitu riba nasi‟ah (riba ad-dayn) dan riba fadl (riba
al–bai‟). Riba nasi‟ah yakni riba yang terdapat dalam pinjaman uang. Contohnya adalah
ketika seseorang meminjamkan uang kepada orang lain dan pemberi pinjaman mewajibkan
peminjam untuk mengembalikan uangnya lebih banyak dari apa yang dipinjam jika melebihi
tempo waktu yang ditetapkan. Jenis kedua yaitu riba fadl. Riba fadl terdapat dalam transaksi,
mata uang, dan sebagainya. Contoh riba fadl adalah ketika 1kg beras ditukarkan dengan 1kg
beras dan tidak secara tunai.
GHARAR
Arti gharar secara bahasa yakni „tidak jelas‟. Salah satu contoh gharar adalah ketika
membeli tanah menggunakan lemparan batu. Gharar diharamkan karena ada unsur kebathilan
sebagaimana yang disebutkan dalam surat An-Nisa ayat 29. Dalam ekonomi, Islam lebih
mengutamakan bisnis riil yang berwujud karena unsur gharar yang minim.
Adapun gharar bisa ditinjau dalam 3 peristiwa. Yang pertama yaitu jual beli ma‟dum.
Yaitu jual beli barang yang belum berwujud. Contohnya adalah jual beli janin yang masih
dalam kandungan. Karena janin yang dikandung tidak diketahui jelas kondisinya saat
dilahirkan. Yang kedua adalah jual beli barang majhul. Yakni jual beli barang yang tidak
jelas. Contohnya adalah jual beli mobil tanpa deskripsi. Dan yang terakhir adalah jual beli
barang yang tidak dapat diserahterimakan. Contohnya, jual beli ikan yang ada di laut.
Gharar terdapat dalam berbagai bentuk; harga, barang dan akad. Dalam hadits,
Rasulullah SAW mengharamkan adanya 2 harga dalam satu akad. Gharar diharamkan dalam
Islam untuk menghindari kedhaliman di kedua belah pihak.
Berdasarkan hukumnya, gharar dikategorikan dalam beberapa jenis, yaitu gharar yang
disepakati larangannya, gharar yang diperbolehkan dan gharar yang diperselisihkan. Jenis
pertama, gharar yang disepakati larangannya adalah gharar yang jelas dan gharar yang besar.
Gharar jenis ini mutlak diharamkan tanpa adanya khilafiyah. Jenis kedua, gharar yang
diperbolehkan yaitu gharar yang sudah menjadi satu kesatuan dengan objek transaksi dan
tidak dapat dipisahkan. Ibnu Taimiyah menyatakan gharar yang kecil diperbolehkan. Contoh
gharar yang masuk dalam kategori ini adalah pondasi rumah (ketika membeli rumah, pembeli
tidak mengetahui spesifikasi pondasi yang dipakai dalam pembangunan rumah). Jenis ketiga,
gharar yang diperselisihkan. Yang termasuk dalam kategori gharar ini adalah jual beli
tanaman yang masih berada dalam tanah. Ada beberapa ulama yang membolehkan dan ada
yang tidak memperbolehkan. Salah satu solusi mencegah keghararan dalam kategori ini
adalah dengan merujuk kepada historical panennya.
MAYSIR
Maysir bisa disebut juga dengan judi. Secara istilahi, judi bermaksud ketika ada satu
pihak yang diuntungkan dan pihak lain yang dirugikan dan tidak ada usaha dalam mendapat
keuntungan tersebut. Dalam surat Al-Maidah ayat 90, judi disandingkan dengan dosa-dosa
besar.
Judi dibagi menjadi 2 macam; dalam bentuk permainan dan dalam bentuk taruhan. Judi
sebenarnya termasuk dalam kategori gharar karena ketidakjelasannya. Beberapa ulama ada
yang mengharamkan asuransi karena mengandung unsur judi.
DAFRAR PUSTAKA
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwj32rTku3oAhWQeX0KHcoYBZEQFjAIegQICBAB&url=https%3A%2F%
2Fisefid.id%2Fantara-riba-gharar-dan
maysir%2F&usg=AOvVaw34w7r_ABPGnMVd_5pvdmub
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwj32rTk-
u3oAhWQeX0KHcoYBZEQFjAGegQICRAB&url=https%3A%2F%2Fwww.coursehero.co
m%2Ffile%2F18129322%2FPRAKTEK-BISNIS-YANG-
DILARANG%2F&usg=AOvVaw29WXvQGvoFxhcsiaCHArAv
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwj32rTk-
u3oAhWQeX0KHcoYBZEQFjACegQIAhAB&url=https%3A%2F%2Fwww.kompasiana.co
m%2Fasriyah%2F5913fe6023afbd490df08a89%2Flarangan-maisir-dalam-etika-bisnis-
islam&usg=AOvVaw1vp8rk3quD84ndUUwJ-Yh3
KELOMPOK 6
Adapun ketentuan yang diatur dalam etiket secara umum sebagai berikut:
1. Sikap dan Perilaku
Sikap dan perilaku merupakan bagian penting dalam etiket pelayanan. Dalam
praktiknya sikap dan perilaku menunjukkan kepribadian seseorang dan citra
perusahaan.
2. Penampilan
Pengertian penampilan adalah cara berpakaian dan perilaku karyawan dalam melayani
nasabah.
3. Cara berpakaian
Cara berpakaian artinya cara kita mengenakan pakaian baik dari segi warna, model maupun
aksesoris yang dikenakan dipakaian tersebut.
4. Cara berbicara
Cara berbicara juga adalah cara kita membuat suasana pembicaraan dengan nasabah,
sehingga nasabah akan merasa senang untuk mengemukakan permasalahannya.
5. Gerak gerik
Gerak gerik adalah pergerakan seluruh anggota badan dalam melayani nasabah.
6. Cara bertanya
Cara bertanya adalah cara kita mengajukan pertanyaan kepada pelanggan dengan
bahasa, nada, dan kalimat yang menyenangkan.
Berikut ini beberapa ciri pelayanan yang baik yang harus diikuti oleh karyawan
yang bertugas melayani pelanggan/nasabah:
- Tersedianya Karyawan yang Baik
- Tersedianya Sarana dan Prasarana yang Baik
- Bertanggung Jawab Kepada Setiap Nasabah Sejak Awal Hingga Selesai
- Mampu Melayani Secara Cepat dan Tepat
- Mampu Berkomunikasi
- Memberikan Jaminan Kerahasiaan Setiap Transaksi
- Untuk menjadi karyawan yang khusus melayani pelanggan harus memiliki
pengetahuan
- Berusaha Memahami Kebutuhan Nasabah
- Mampu Memberika Kepercayaan Kepada Nasabah
3. Membujuk Nasabah
Salah satu cara membujuk nasabah adalah melalui etiket karena mereka akan
merasa tersanjungakibat etika yang berikan oleh karyawan.
4. Memepertahankan Nasabah
Tujuan khusus untuk nasabah yang lama agar tidak pindah keperusahaan
lainkarena sudah mrasa puas dengan layanan yang diberikan perusahaan.
5. Membina dan Menjaga Hubungan
Hubungan dengan nasabah yang sudah terjalin baik selama ini harus tetap dijaga.
Semakin lama berhubungan dengan nasabah, kita akan tahu tentang perilaku
nasabah, sehngga memudahkan kita membina hubungan yang ada.
6. Berusaha menarik nasabah
Etiket berfungsi untuk menarik minat nasabah, sehingga bukan tidak mungkin
dengan etiket akan menambah jumlah nasabah.
1. Percaya diri
Dalam hal inikarena karyawaan perusahaan merasa mempunyai nilai lebih
dibandingkan dengan nasabah. Kelebihan ini seperti dalam hal penampilan, cara
bicara, kemampuan maupun perilaku.
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8&ved=2ah
UKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAGegQIAhAB&url=http%3A%2F%2Frepository.uma.ac.id%2
Fbitstream%2F123456789%2F9908%2F1%2FNur%2520Fadhilah%2520Ramadhana%2520-
%2520Fulltext.pdf&usg=AOvVaw2W1nOBlXngfiKbDAS6zQnd
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ved=2ah
UKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAHegQICBAB&url=https%3A%2F%2Fe-
journal.unair.ac.id%2Findex.php%2FJEBIS%2Farticle%2Fdownload%2F1435%2F1122&usg=AOvVaw1
72vRIKMJ0OJpm-vWjOAdE
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ved=2ah
UKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAHegQICBAB&url=https%3A%2F%2Fe-
journal.unair.ac.id%2Findex.php%2FJEBIS%2Farticle%2Fdownload%2F1435%2F1122&usg=AOvVaw1
72vRIKMJ0OJpm-vWjOAdE
Suatu hal yang seringkali sulit dilakukan oleh seorang professional dalam bisnis adalah
menyeimbangkan antara idealism profesi dan tuntutan para pengusaha yang sering
mengesampingkan norma-norma etika demi tercapainya tujuan bisnis pada umumnya, yaitu
keuntungan. Kode etik dalam bisnis mengupayakan untuk mencegah terjadinya benturan-
benturan kepentingan yang akan merugikan beberapa pihak, walaupun masih dalam bentuk
himbauan. Sebab berbeda sekali dengan kaidah hokum yang dengan tegas akan memeberi
sanksi nyata bagi para pelanggannya secara hokum, sedangkan pelanggaran kode etik belum
mempunyai sanksi yang dapat dilaksanakan. Hanya dengan kesadaran para pelaku bisnis,
kode etik akan ditaati bersama sehingga hal tersebut justru akan dapat melindungi bisnis yang
dikelolanya.
Sikap jujur dan patuh terhadap standar etika bisnis akan dapat menumbuhkan rasa
saling percaya, saling menghormati di antara para pelaku bisnis, yang pada gilirannya nanti
akan berdampak pada adanya efisiensi dalam berusaha serta menciptaka iklim persaingan
yang sehat di dunia bisnis sehingga kepentingan semua pihak yang terkait, termasuk para
pelanggan akan dapat dilayani dengan memuaskan tabpa ada benturan-benturan.
Dunia bisnis harus berupaya untuk bersaing secara sehat, yang kuat membantu yang
lemah, sehingga akan terbentuk strutur dunia usaha yang kokoh, sehingga dalam jangka
panjang disamping bisnis kita menjadi global, tetapi ikatan kebangsaan kitaserta jati diri kita
sebagai manusia Indonesia tetap ada.
B. Etika Bankir
Dasar-dasar Etika Perbankan
Bank merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-
jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran. Lembaga keuangan adalah semua badan
yang kegiatannya menarik uang masayarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, tugas utama bank adalah operasi perkreditan
aktif dan pasifserta sebagai perantara dibidang perkreditan.
Dengan adanya beberapa tugas utama bank seperti tersebut diatas, maka factor
kepercayaan dari pihak lain dan nasabah merupakan penunjang utama bagi lancarnya
operasional bank. Factor kepercayaan inilah yang merupakan etika perbankan dalam
hubungannya dengan pihak lain. Dalam mengelola kepercayaan tersebut, banker harus
memiliki akhlak, moral dan keahlian di bidang perbankan atau keuangan.
Banker juga harus menjaga agar mekanisme arus surat-surat berharga (flow of
documents) dapat berjalan lancer dan menindak jika, terjadi permainan yang curang dalam
pengelolaan arus dokumen berharga tersebut di dalam bank. Dalam hal demikian, pimpinan
berkewajiban dan bertanggungjawab:
1. Mengembalikan seluruh atau sebagian simpanan pada waktu diminta oleh nasabah
secara pribadi mauoun dengan surat kuasa.
3. Member informasi yang akurat dan objek jika diminta oleh nasabah. Turut menjaga
dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
4. Menjaga dan memelihara organisasi, tata kerja dan administrasi dengan baik.
Dalam etika perbankan terjalin suatu kesepakatan antara para bankir untuk melakukan
norma sopan santun dalam menjalankan usahanya dan didalamnya terkandung prinsip-prinsip
moral mengenai hal-hal yang dianggap baik dan hal-hal yang dianggap tidak baik srta
bertanggung jawab atas terwujudnya hal yang baik dan pencegahan terhadap terjadinya hal
tidak baik.
Perlunya kesepakatan dan beberapa pihak untuk meletakkan dasar-dasar kode etik
perbankan dan kemudian menerapkan dan mengamalkannya adalah untuk mendorong
terciptanya suatu iklim persaingan yang wajar dan sehat sehingga akan dapat lebih
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan.
Etika tersebut mengandung norma dan prinsip-prinsip moral bankir dalam menjalankan
usahanya. Fungsi kode etik perbanka tersebut adalah:
1. Menjaga keselarasan dan kosistensi antara gaya manajemen, strategi dan kebijakan
dalam mengembangkan usaha perbankan.
2. Menciptakan iklim usaha yang sehat.
Secara umum dapat dikatakan di sini bahwa, setiap petugas bank, bankir maupun
pimpinan agar memperhatikan etika dan kewajibannya sehubungan dengan tugasnya
dilingkungan perbanka sebagai berikut:
1. Bank wajib memberikan laporan kepada Bank Indonesia seperti, laporan bulanan,
tahuanan maupun yang berkaitan dengan posisi likuiditas bank.
2. Setiap bank wajib mengumumkan Neraca dan Laporan laba-rugi yang sebenarnya
pada tiap-tiap tahun. Sebaiknya diumumkan dimedia cetak agar masyarakat luas dapat
mengetahuinya.
5. Dalam hal pembayaran pajak, para bankir harus melaksanakan pemotongan pajak
pendapatan atas gaji, upah atau honorarium para karyawannya serta berkewajiban
membayar pajak perusahaannya.
6. Banka harus menyadari bahwa bagi nasabah, bank merupakan reka kerja yang
diharapkan akan dapat saling membantu di didalam mengembangkan bisnis nasabah.
7. Disamping itu, bank juga mempunyai kewajiban untuk memeberikan nasihat yan
objektif, tidak memihak dan tidak mengikat bagi para nasabahnya.
Bankir yang profesional adalah bankir yang memiliki integritas pribadi, keahlian dan
tanggung jawab social yang tinggi serta wawasan yang luas agar mampu melaksanakan pola
manajemen bank yang professional pula. Bankir yang professional juga dituntut
melaksanakan dua hal penting yaitu dapat menciptakan laba dan menciptakan iklim bisnis
perbankan yang sehat. Namun dalam menciptakan laba tersebut, bankir harus tetap terkendali
(prudent). Menjadi bankir yang professional memerlukan beberapa persyaratan, diantaranya
adalah:
1. Memiliki rasa percaya diri dan selalu optimis dala setiap tindakan yang dilakukannya
karena setiap keputusan yang diambil telah didasari oleh perhitungan dan analisis
yang akurat. Bankir harus berpandangan kedepan serta bersedia melakukan anaisis
SWOT.
2. Memiliki skill (keterampilan) dan knowledge (pengetahuan) yang dipadukan dan terus
dikembangkan dan ditingkatkan dan peka terhadap situasi polotik, ekonomi dan social
budaya.
3. Mampu menerima tekanan dari pihak manapun tanpa mengurangi kinerjanya dan
berani mengambil resiko.
4. Memiliki insiatif dan aktif dalam pencapaian tujuan serta tidak bersikap “menunggu”.
5. Memiliki job motivation yang tinggi, sehingga dalam bekerja ia selalu memperoleh
kepuasan.
10. Memiliki sifat penuh kehati-hatian dan menerapkan asa prudential, serta memiliki
integritas yang tinggi dalam pengelolaan bank, mengingant bahwa ia menjalankan
bisnis atas dasar kepercayaan masyarakat.
11. Mampu mengendalikan diri, penuh toleransi serta memiliki rasa tanggung jawab
social yang tinggi dalam mengelola bisnis perbankan.
Setiap bankir di Indonesia wajib mengelola bank secara sehat dan menghormati norma-
norma perbankan yang berlaku, mentaati semua tata nilai sebagai pedoman dasar dalam
menentukan sikap dan tindakannya. Norma-norma perbankan yang diakui, diterima dan
ditaati tersebut tertuang dalam Kode Etik Bankir Indonesia yang isinya sebagai berikut:
1. Seorang bankir petuh dan taat pada ketentuan perundang-undangan dan peraturan
yang berlaku.
2. Seorang bankir melakukan pencatatan yang benar mengenai segala transaksi yang
bertalian dengan kegiatan banknya.
7. Seorang bankir memperhitungkan dampak yang merugikan dan setiap kebijakan yang
ditetapkan banknya terhadap keadaan ekonomi, social dan lingkungan.
8. Seorang bankir tidak menerima hadiah atau imbalan yang memperkaya diri pribadi
maupn keluarganya.
9. Seorang bankir tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra
profesinya.
Dalam kaitannya dengan prinsip pengelolaan bank, pihak bankir harus mengupayakan
terselenggaranya iklim usaha perbankan yang sehat yaitu dengan menjaga: (1) Likuiditas
Bank atau kelancaran operasional bank. (2) Solvabilitas Bank atau terpeliharanya kekayaan
bank agar kokoh dan mampu memenuhi seluruh kewajiban financial. (3) Rentabilitas atau
tingkat keuntungan yang dapat dicapai bank dan (4) Tingakt kepercayaan masyarakat
terhadap bank (bonafiditas).
Sedangkan kewajiban bank terhadap beberapa pihak (Stakeholder adalah pertanggung
jawaban bank terhadap pihak-pihak:
a. Masyarakat, yang pada umunya menghendaki adanya pelayanan yang baik, aman,
harga tariff terjangkau serta pelakuan yang sama atau non-diskriminatif.
b. Nasabah yaitu berkepentingan atas keamanan uang yang mereka simpan di bank,
layanan yang baik serta tariff dan suku bunga yang wajar.
d. Pemilik atau Investor, yang tentunya menghendaki adanya kepastian hokum dalam
perbankan dan otonomi dalam melaksanakan operasional bank serta memperoleh
keuntungan yang wajar.
e. Karyawan, yaitu sebagai pelaku dan penggerak organisasi Bank yang berpengharapan
di samping memperoleh jaminan materi juga yang bersifat non materi seperti jaminan
atas kesinambungan bekerja, adanya keadilan, jaminan pension dan sebagainya.
Kemudian mengenai prinsip etika perbankan itu sendiri adalah merupakan norma,
kaidah dan kebiasaan yang berlaku dan harus dipatuhi, dihormati dan dijunjung tinggi oleh
para petugas bank/bankir. Prinsip etika perbankan tersebut adalah:
a. Prinsip Kepatuhan, pada prinsip ini bankir diharuskan mematuhi semua peraturan
perbankan, undang-undang, kebijakan pemerintah, peraturan ketenagakerjaan yang
terkait dengan masyarakat, nasabah, pemerintah, pemilik dan karyawan
(Stakeholders).
b. Prinsip Kerahasiaan, para bankir dituntut untuk tetap menjaga kerahasiaan pekerjaan
terutama yang berhubungan dengan keadaan keuangan nasbah serta kerahasiaan
jabatannya.
c. Prinsip Kebenaran Pencatatan, peugas bank wajib memelihara arsip atau dokumen
dan mencatat semua transaksi dengan benar serta menjaga kerahasiaannya.
d. Prinsip Kesehatan Bersaing, persaingan disini bias bersifat intern, antar bagian dalam
bank itu sendiri dan bersifat eksten, yaitu bpesaingan antar bank.
e. Prinsip Kejujuran Wewenang, kepercayaan dan wewenang yang telah diberikan oleh
pihak-pihak pemerintah, nasabah, pemilik ataupun karyawan kepada bank hendaknya
tetap diamankan dan tidak dislahgunakan untuk kepentingan diluar etika yang telah
disepakati bersama atau mengorbankan kepentingan salah satu pihak demi
kepentingan pihak lain.
f. Prinsip Keselarasan Kepentingan, dalam hal ini bankir harus mampu menyeleraskan
antara kepentingan berbagai pihak, yaitu kepentingan: nasabah dan masyarakat,
pemerintah, pemilik dana serta karyawan bank.
g. Prsinsip Keterbatasan Keterangan, meskipun petugas bank dan bankir diminta untuk
bersikap informatif terhadap pihak luar, namun sifatnya terbatas.
h. Prinsip Kehormatan Profesi, petugas bank dan bankir harus taat menjaga kehormatan
profesi dengan menghindarkan dan segala bentuk kolusi, pemberian upeti, hadiah dan
fasilitas dari pihak-pihak yang menginginkan kemudahan-kemudahan peraturan dan
prosedur perbankan.
j. Prinsip Persamaan Perlakuan, pada prinsip ini bankir dituntut untuk tidak melakukan
perlakuan yang dislkriminatif baik kepada para nasabah, masyarakat maupun kepada
karyawan.
k. Prinsip Kebersihan Pribadi, disini sikap bankir adalah harus dapat menjaga
kehormatan dirinya.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=2ah
UKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAFegQIBxAB&url=https%3A%2F%2Fmedia.neliti.com%2Fme
dia%2Fpublications%2F281030-jurnal-kode-etik-perbankan-
bc9eeeef.pdf&usg=AOvVaw3Q08X6ycR_PDRfkVJ7OyxA
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8&ved=2ah
UKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAGegQIAhAB&url=http%3A%2F%2Frepository.uma.ac.id%2
Fbitstream%2F123456789%2F9908%2F1%2FNur%2520Fadhilah%2520Ramadhana%2520-
%2520Fulltext.pdf&usg=AOvVaw2W1nOBlXngfiKbDAS6zQnd
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ved=2ah
UKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAHegQICBAB&url=https%3A%2F%2Fe-
journal.unair.ac.id%2Findex.php%2FJEBIS%2Farticle%2Fdownload%2F1435%2F1122&usg=AOvVaw1
72vRIKMJ0OJpm-vWjOAdE
KELOMPOK 8
Dalam islam, tuntunan bekerja adalah merupakan sebuah keniscayaan bagi setiap
muslim agar kebutuhan hidupnya sehari-hari bisa terpenuhi. Salah satu jalan untuk memenuhi
kebutuhan itu antara lain melalui aktivitas bisnis seperti yang telah dicontohkan oleh baginda
Rasulullah Saw sejak beliau masih muda. Hanya saja beliau dalam berbisnis benar-benar
menerapkan standar moral yang digariskan dalam Al-Qur‟an. Bekerja merupakan kewajiban
setiap muslim. Dengan bekerja seorang muslim akan dapat mengekspresikan dirinya sebagai
manusia, makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna didunia. Kerja atau amal adalah
bentuk keberadaan manusia. Artinya manusia ada karena kerja, dan kerja itulah yang
membuat atau mengisi eksistensi kemanusiaan. Karena itu Rene Descratres, seorang filosof
Perancis, mengatakan “Aku berfikir, maka aku ada” (Cogito ergo sum) – karena berfikir
baginya adalah bentuk wujud manusia. Dalam ajaran islam ungkapan itu seharusnya “Aku
berbuat, maka aku ada.”
Dalam islam, harga (nilai) manusia tidak lain ialah amal perbuatannya atau kerjanya.
Inilah yang dimaksud manusia ada karena amalnya, dan bahkan dengan amalnya yang baik
itu manusia mampu mencapai derajat yang setinggi-tingginya, yaitu bertemu dengan
Tuhannya dengan penuh keridlaan. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Kahfi, 18:10
yang artinya “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan jangan ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Tuhannya”.
Setiap pekerjaan yang baik yang dilakukan karena Allah sama halnya dengan
melakukan jihad fi sabilillah. Jihad memerlukan motivasi, sedangkan motivasi memerlukan
pandangan hidup yang jelas dalam memandang sesuatu. Itulah yang dimaksud dengan etos
dan etos kerja seorang muslim harus selalu dilandasi dengan Al-Qur‟an dan Hadits.
Dalam berprofesi islam menyerukan untuk mengikuti jalan rasulullah dalam berkerja
yaitu dengan landasan pandangan islam, yaitu :
Shiddiq
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar.” (Q.S. At-Taubah :119)
Amanah
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat”. (Q.S. An-Nisa :58).
Tabligh
“Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan
risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada
mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.” [Al Jin 28]
Fatanah
Yusuf Berkata : “Jadikanlah aku bendaharawan Negara (Mesir) ; sesungguhnya aku
adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”. (Q.S. Yusuf :55).
Istiqamah
Q.S Fussilat : “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Tuhan kami ialah
Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka Malaikat akan turun
kepada mereka (dengan mengatakan) :”Janganlah kamu merasa takut dan janganlah
kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) Syurga yang telah
dijanjikan Allah kepadamu”.(30). “Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan
dunia dan diakherat; didalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan
memperoleh (pula) didalamnya apa yang kamu minta”.
Berdasarkan firman Allah tersebut keutamaan dalam Bekerja terbagi menjadi lima
yaitu:
1) Orang yang Ikhlas bekerja akan mendapatkan ampunan dosa dari allah swt
2) Akan diampuninya dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, zakat, haji
dan umroh
3) mendapatkan 'cinta allah swt'
4) terhindar dari azab neraka
5) bekerja adalah sebagian dari jihad
C. Ciri-ciri etos kerja Islami
Ciri-ciri orang yang menghayati etos kerja akan tampak dalam sikap dan tingkah
lakunya. Diantaranya :
Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah cara seseorang
menghayati,memahami,dan merasakan betapa berharganya waktu. Bagi seorang muslim yang
menghargai waktu, baginya waktu adalah aset illahiyyah yang sangat berharga, ladang subur
yang membutuhkan ilmu dan amal untuk diolah serta dipetik hasilnya pada waktu yang lain.
Waktu adalah kekuatan, mereka yang mengabaikan waktu berarti menjadi budak kelemahan.
Bila John F Kennedy berkata “The full use of yours powers along lines of excellence”
(memanfaatkan seluruh kekuatan, anda sedang menuju puncak kehidupan). Maka seorang
muslim berkata “Waktu adalah kekuatan, bila kita memanfaatkan seluruh waktu, kita sedang
berada diatas jalan keberuntungan.” Hal ini sebagaimana firman Allah pada Q.S Al-Ashr:1-3:
ِصب ِْر
َّ ص ْواِبِال
َ ِوت ََوا
َ قِ ّ ص ْواِبِ ْال َح
َ ِِوت ََوا
َ صا ِل َحات َ ُ)ِإِ ََّّلِالَّذِيهَ ِآ َ َمى2(ِسانَ ِلَ ِفيِ ُخس ٍْر
َّ واِو َع ِملُواِال ْ َ( َو ْالع3(
ِ ْ )ِإِ َّن1(ِص ِِر
َ ِاْل ْو
Artinya : “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran.”
Seorang muslim akan menjadikan waktu sebagai wadah produktifitas. Sadar untuk
tidak memboroskan waktu, setiap pribadi muslim yang memiliki etos kerja yang tinggi akan
segera menyusun tujuan, membuat perencanaan kerja, kemudian melakukan evaluasi atas
hasil kerjanya.
Salah satu kompetensi morla yang dimiliki seseorang yang berbudaya kerja islami itu
adalah keikhlasan. Karena ikhlas bentuk dari cinta, bentuk kasih sayang dan bentuk
pelayanan tanpa ikatan. Dengan demikian, ikhlas merupakan energi batin yang akan
membentengi diri dari segala bentuk yang kotor.
3. Kecanduan Kejujuran
Pribadi muslim merupakan tipe manusia yang terkena kecanduan kejujuran, dalam
keadaan apapun, dia merasa bergantung pada kejujuran. Dia pun bergantung pada amal saleh.
Sekali dia berbuat jujur atau amal saleh yang prestatif, dirinya bagaikan ketagihan untuk
mengulanginya lagi. Dia terpenjara pada cintanya kepada Allah. Tidak ada kebebasan yang
dia nikmati kecuali dalam pelayanannya kepada Allah.
4. Memiliki Komitmen
Yang dimaksud dengan komitmen adalah keyakinan yang mengikat (aqad) sedimikian
kukuhnya sehingga membelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian menggerakkan
perilaku menuju arah tertentu yang diyakininya (i‟tiqad). Mereka yang memiliki komitmen
tidak mengenal kata menyerah. Mereka akan berhenti menapaki cita-citanya bila langit sudah
runtuh. Komitmen adalah soal tindakan, keberanian. Komitmen bukannya komat-kamit,
melainkan soal kesungguhan dan kesinambungan.
5. Istiqamah
Pribadi muslim yang profesional dan berakhlak memiliki sikap konsisten, yaitu
kemampuan untuk bersikap taat asas, pantang menyerah, dan mampu mempertahankan
prinsip serta komitmennya walau harus berhadapan dengan resiko yang membahayakan
dirinya. Mereka mampu mengendalikan diri dan mengelola emosinya secara efektif.
Bekerja bagi seorang muslim sudah jelas merupakan sebuah keniscayaan. Namun
demikian aktivitas yang dilakukan oleh seorang Muslim bukanlah sekedar untuk memenuhi
naluri yaitu hanya untuk kepentingan perut. Jika memang demikian, maka eksistensi manusia
tidak akan beda dengan hewan yang dalam prakteknya “hidup untuk makan dan makan untuk
hidup”. Manusia merupakan makhluk monodualis atau two in one yang meliputi dua elemen
yang menyatu dalam dirinya. Disamping itu manusia dilengkapi dengan hati nurani (qalb)
dan akal pikiran („aql) dan nafsu (nafs).
Sebelum ini telah dikemukakan bahwa manusia monodualis yang menyatu dua unsur
dalam diri seorang, yaitu fisik dan psikis. Keduanya membutuhkan energi yang seimbang dan
proporsional agar manusia bisa hidup secara sempurna baik lahir maupun batin. Unsur psikis
misalnya, butuh pengakuan, kesempatan berekspresi, rasa aman, rasa tenang dan lain
sebagainya. Sedangkan unsur fisik membutuhkan makan yang cukup, sandang yang memadai
untuk melindungi raga dari sengatan cuaca panas dan deraan cuaca dingin, membutuhkan
papan untuk berlindung dan beristirahat dan lainnya.
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain sebagai media
untuk saling mencinta dan dicinta, saling membantu dan mencurahkan isi hati dan lain
sebagainya. Kebutuhan kehadiran orang lain itu, antara lain berupa intuisi keluarga sebagai
wadah yang diajarkan oleh syariat islam. Dalam sebuah hadis yang sangat populer yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (Muttafaq‟allah) ditegaskan oleh Rasulullah Saw
yang artinya :
“Apabila seseorang membelanjai istrinya dengan mengharap pahala dari Allah, maka
tercatat baginya sebagai sedekah” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebagai rahmatan lil „alamin, agama islam sarat dengan ajaran kedermawanan yang
menganjurkan agar manusia tidak saja mementingkan dirinya sendiri, namun juga perlu
memperhatiakan kepentingan orang lain. Tangan diatas (yang memberi) lebih mulia daripada
tangan tangan yang di bawah (meminta-minta), ini menunjukkan, bahwa Islam mengajarkan
semangat hidup yang memberi manfaat bagi orang lain, tidak justru membebani bagi yang
lain. Kebutuhan manusia adalah kompleks yang berupa berbagai macam kebutuhan fisik.
Untuk bisa memberi kebutuhan fisik itu tentu saja seseorang harus memiliki harta yang bisa
diperoleh dengan bekerja. Disinilah arti penting bekerja keras, untuk mengumpulkan harta,
karena dengan harta seorang Muslim bisa banyak melakukan ibadah sosial yang sangat
dianjurkan dalam Islam. Hal ini bisa dilakukan dengan syarat ada kemauan yang kuat dan
kepemilikan harta yang cukup (ghina).
5. Membangun Kemandirian
Islam menyatakan perang melawan kemiskinan. Hal ini perlu dilakukan untuk
melindungi keselamatan akidah dan moral, baik di kalangan keluarga maupun masyarakat.
Oleh karena itu, islam menghendaki agar setiap individu yang ada di tengah masyarakat
hidup secara layak dan mandiri. Paling tidak, ia dapat memenuhi kebutuhan pokok yang
berupa pangan, sandang dan papan yang diperoleh dengan jalan bekerja sesuai keahliannya
agar bisa membina rumah tangga dengan bekal yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ved=2ah
UKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAHegQICBAB&url=https%3A%2F%2Fe-
journal.unair.ac.id%2Findex.php%2FJEBIS%2Farticle%2Fdownload%2F1435%2F1122&usg=AOvVaw1
72vRIKMJ0OJpm-vWjOAdE
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=10&cad=rja&uact=8&ved=2a
hUKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAJegQICRAB&url=http%3A%2F%2Frepositori.uin-
alauddin.ac.id%2F2010%2F1%2Fskripsi%2520harnia.pdf&usg=AOvVaw3xmDLHhlrHKaLjv4h68Klz
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=2ah
UKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAAegQIARAB&url=http%3A%2F%2Fjournal.uinjkt.ac.id%2Fi
ndex.php%2Fahkam%2Farticle%2Fview%2F967&usg=AOvVaw2mlu51J1FlY10gb6H6s5FK