Anda di halaman 1dari 42

NAMA: NURUSSA’ADAH

NIM: 180502052

KELAS/JURUSAN: IV-B PERBANKAN SYARIAH

TUGAS RESUME KELOMPOK

KELOMPOK 3: SEPUTAR KEUANGAN ISLAM

A. SISTEM KEUANGAN ISLAM


Sistem keuangan syariah merupakan salah satu sistem yang digunakan dengan
menggunakan metode prinsip Islami dasar syariah sebagai acuannya, juga menggunakan
dasar hukum Islam sebagai pedoman. Guna sistem ini dapat dilakukan untuk aktifitas pada
lembaga keuangan syariah. Intinya, sistem keuangan memiliki tugas utama yaitu
mengalihkan dana (loanable funds) yang berasal dari nasabah ke pengguna dana.
LKS dengan prinsip syariah merupakan alternatif positif bagi sebagian masyarakat
karena prinsip agama atau kepercayaan tidak bersedia memanfaatkan jasa-jasa bankatau
lembaga konvensional yang memiliki prinsip sistem bunga yang dianggap merupakan
pelanggaran terhadap syariah agama Islam karena tidak sesuai dengan konsep Islam yaitu
perjanjian/akad yang tidak mengandung gharar (ketidak jelasan), maisir (perjudian) dan
riba (bunga uang). Namun demikian, apakah penerapan prinsip syariah pada LKS telah
sesuai dengan syariah? LKS dalam melaksanakan transaksi muamalah dibangun atas asas
maslahat.
Hukum Islam tidak melarang bentuk transaksi kecuali terdapat unsur kezaliman di
dalamnya, seperti riba, penimbunan (ihtikâr ), penipuan dan lainnya, atau diindikasikan
transaksi tersebut dapat menimbulkan perselisihan atau permusuhan di antara manusia,
seperti adanya gharar atau bersifat spekulasi. Permasalahan pokok dalam muamalah
adalah unsur kemaslahatan. Jika terdapat maslahah, maka sangat dimungkinkan transaksi
tersebut diperbolehkan. Seperti halnya diperbolehkannya akad istishna, padahal ia
merupakan jual beli/bai„ al-ma‟dûm (obyek tidak ada saat akad), karena adanya
kebutuhan dan maslahah yang akan didapatkan, tidak menimbulkan perselisihan dan sudah
menjadi kebiasaan masyarakat.
Sebagai LKS sebenarnya system yang diperlakukan harus sesuai dengan syariah.
Transaksi dan praktek keuangan di LKS/bank syariah sebenarnya tidak boleh
dimaksudkan untuk hanya sekedar hîlah atau trik untuk menghalalkan praktik riba, Maisir
dan ghurur. Tujuan sebagai LKS tidak boleh hanya memiliki maksud dan tujuan untuk
mendapatkan uang tunai belaka sebagai laba, walaupun kedatangan nasabah ke LKS/bank
syariah sebenarnya adalah untuk mendapatkan uang tunai untuk keperluannya.
Terdapat sementara itu praktik pihak LKS/bank syariah melaksanakan praktek tidak
membeli barang melainkan hanya memberikan uang tunai saja dengan akad seolah olah
bahwa uang itu akan di belikan barang sesuai yang diajukan debitur dan setelah uang
diserahkan tidak ada control apakah sudah dibelikan sesuai pengajuan ataukah tidak. Ini
bermakna bahwa LKS tidak hendak menjualnya kepada nasabah tapi hanya melakukan
Hilah atau pengelabuhan seolah olah adalah sesuai syariah padahal merupakan sesuatu
yang mengandung riba, sehingga dapat dimaknai bahwa LKS/bank syariah sebenarnya
tidak sungguh-sungguh menerapkan prinsip syariah yang seharusnya menjadi pedoman
operasionalnya.
Sejak awal, LKS dirancang sebagai intermediasi antara pemilik dana dengan yang
membutuhkan dana, agar terjadi interaksi dan sinergi ekonomis antara keduanya yang
saling menguntungkan. Oleh karena itu system bagi hasil/profit and loss sharing (PLS)
merupakan alat terbaik untuk menjembatani kepentingan kedua belah pihak, tentu saja
dengan tetap mendasarkannya pada nilai-nilai empati dan humanisme. Namun ternyata
ketika dilakukan dalam bentuk pembiayaan institusional LKS, system PLS ini memiliki
beberapa hambatan, yang karenanya LKS enggan menempatkan sebagian besar porfolio
asetnya dalam pembiayaan PLS ini.
Resiko dalam system PLS ini paling serius disebabkan karena masyarakat pada
umumnya banyak yang mengabaikan norma dan akhlak Islam dalam transaksi
ekonominya dan dihinggapi mental diverse selection (seleksi yang merugikan) dan moral
hazard. Artinya seorang nasabah yang memiliki usaha dengan ekspektasi laba yang rendah
sangat mungkin memilih dana ekuitas dari lembaga keuangan Islam dengan akad
mudharabah dan musyarakah, sementara jika ia punya ekspektasi laba yang sangat tinggi
maka ia akan memilih pinjaman berbunga tetap dari lembaga keuangan konvensional
dikarenakan angka sharing hasil yang cukup tinggi dibandingkan dari interest bank
konvensional.
Kendala lain, dalam sistem bagi hasil ini, LKS dituntut menerapkan monitoring yang
intensif kepada para nasabah sehingga dengan demikian skema bagi hasil bisa dijalankan
dengan baik. Dilain pihak, LKS sementara ini belum memungkinkan untuk sepenuhnya
mengembangkan sebuah system perjanjian yang memfasilitasi kemitraan ekuitas antara
LKS dan nasabah seraya tetap memonitor biaya pada tingkat yang cukup layak dan
menghilangkan problem moral hazard yang muncul ketika ada informasi tidak simetris
antara LKS dan nasabah tentang laba usaha. Adanya pengawasan yang intensif LKS
kepada mitranya menyebabkan timbulnya opini bahwa standar moral yang berkembang
dan diantu di komunitas muslim tidak memberi kebebasan penggunaan bagi hasil sebagai
mekanisme investasi. Pengawasan yang intensif tidak seharusnya dipahami sebagai tali
kekang tetapi sebagai bantuan dari LKS untuk debiturnya dalam mengembangkan
usahanya karena bagaimanapun dengan system PLS ini apabila debitur bangkrut atau rugi
maka LKS juga turut merasakan kerugian tersebut.
Prinsip dasar syariah yang digunakan oleh sistem keuangan ini berasal dari aturan
yang sudah ditetapkan pada Al Qur‟an dan juga sunah yang dipercaya oleh agama Islam.
Larangan yang dilakukan pada sistem keuangan syariah yaitu melarang adanya riba,
perjudian, monopoli, penipuan, gharar, penimbunan barang dll. Oleh karena itu, segala
aktifitas keuangan pada sistem ini harus sesuai dengan prinsip syariah sebagaimana sudah
diatur melalui Al Qur‟an dan sunah.
Perkembangan industri keuangan syari‟ah khususnya sektor perbankan di negara
Indonesia tentunya membutuhkan sistem tata kelola yang menjamin tercapainya tujuan-
tujuan LKS. Sistem tata kelola lembaga keuangan syari‟ah tentunya memiliki pendekatan
yang berbeda dengan sistem tata kelola perbankan umumnya. Hal ini disebabkan adanya
keharusan bagi lembaga keuangan syari‟ah untuk memastikan terlaksananya prinsip-
prinsip syari‟ah pada seluruh produk, instrumen, operasi, praktek dan manajemen
perbankan syari‟ah. Oleh karenya, perbankan syari‟ah membutuhkan sistem tata kelola
yang dapat memastikan kepatuhan terhadap syari‟ah.
Sistem tata kelola yang dimaksud adalah sistem tata kelola syari‟ah atau biasa
disebut dengan istilah Shariah Goveranance (SG) bagi lembaga keuangan syari‟ah. SG
menurut Isra memiliki kesamaan dengan konsep hisbah dalam sejarah. Dengan demikian
sistem tata kelola syari‟ah merupakan sistem tata kelola yang unik yang hanya ada pada
lembaga keuangan syari‟ah. Salah satu elemen penting dari sistem tersebut adalah
keberadaan dewan syari‟ah sebagai bagian struktur organisasi perusahaan. Lembaga
keuangan yang menawarkan produk dan layanan syari‟ah tentu harus memiliki sistem tata
kelola yang dapat memastikan prinsip syari‟ah diterapkan dalam keseluruhan perusahaan.
Istilah tata kelola syari‟ah atau shariah governance dimunculkan oleh lembaga
berstandar internasional seperti AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for
Islamic Financial Institutions) dan IFSB (Islamic Financial Services Board) sebagai
bentuk sistem tata kelola bagi lembaga keuangan syari‟ah. Tata kelola syari‟ah menurut
IFSB ialah “Seperangkat pengaturan kelembagaan dan organisasi dimana lembaga
keuangan syari‟ah dapat memastikan bahwa terdapat pandangan independen tentang
kepatuhan syari‟ah melalui proses penerbitan fatwa syari‟ah yang relevan, penyebaran
informasi fatwa dan review internal kepatuhan syari‟ah.
Definisi tersebut memiliki 3 (tiga) komponen utama, yaitu
1. struktur organisasi perusahaan terdapat Dewan Pengawas Syari‟ah dan fungsi yang
koheren seperti Divisi Syari‟ah dan Internal Audit
2. pendapat atau opini yang bersifat independen tentang pemenuhan terhadap syari‟ah
3. proses review terhadap pemenuhan syari‟ah.

Status keorganisasian DSN adalah organisasi non-pemerintah tetapi fatwa yang


dikeluarkannya bersifat mengikat bagi industri keuangan syari‟ah sebagaimana termaktub
dalam Pasal 26 UU No.21/2008 tentang Perbankan Syari‟ah. Pada level perusahaan
terdapat DPS yang melakukan pengawasanpelaksanaan fatwa DSN tentang prinsip
syari‟ah. Proses pengangkatan anggota DPS merupakan hasil kerjasama antara Bank
Indonesia (BI)/Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan DSN.

Dengan demikian, DPS berperan dalam menjembatani hubungan antara BI sebagai


organisasi pemerintah dan DSN sebagai organisasi nonpemerintah. Dengan demikian,
Indonesia menganut sistem sentralisasi dan standarisasi fatwa keuangan syari‟ah yang
level pengawasannya pada industri dilakukan oleh DPS. Hubungan antara DPS dan direksi
dalam struktur organisasi perusahaan adalah hubungan koordinasi, yaitu DPS dapat
memberikan nasehat dan saran kepada direksi terkait pelaksanaan prinsip syari‟ah. Tugas
dari Dewan Pengawas Syari‟ah menurut UU No.21/2008 tentang Perbankan Syari‟ah
adalah untuk memberikan nasehat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan agar
sesuai dengan prinsip syari‟ah.

Operasionalisasi dari tugas DPS tersebut selanjutnya yaitu:

1. memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bterhadap fatwa yang


dikeluarkan oleh DSN
2. menilai aspek syari‟ah terhadap pedoman operasional, dan produk yang
dikeluarkan bank
3. memberikan opini dari aspek syari‟ah terhadap pelaksanaan operasional bank
secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank
4. mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa
kepada DSN; dan
5. menyampaikan laporan hasil pengawasan syari‟ah sekurang kurangnya setiap
enam bulan kepada Direksi, Komisaris, Dewan Syari‟ah Nasional dan Bank
Indonesia.
Kesemua struktur, tanggung jawab dan fungsi ini ditujukan kepada pemenuhan
prinsip syariah oleh LKS dan merupakan suatu yang urgent. Sesuatu LKS yang
beroperasional dengan hilah atau trik menyimpan atau mengaburkan transaksi ribawi
dapat dihindarkan karena hilah adalah bentuk fraud atau kecurangan. Fraud ini
menyebabkan runtuhnya kepercayaan masyarakat terutama umat Islam yang berjumlah
mayoritas dan ingin bertransaksi dengan cara yang sesuai syariah dengan menghindari
riba, maysir dan ghoror.

B. PENGELOLAAN SISTEM KEUANGAN ISLAM


Konsep uang dalam Islam sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang di mana
uang bukanlah capital. Sedangkan dalam ekonomi konvensional, istilah uang sering
diartikan secara bolak balik, yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital. Dalam
ekonomi konvensional uang dianggap sebagai capital bersifat stock concept yaitu
semakin banyak uang yang bisa dipegang semakin besar pula pendapatan yang akan
didapat. Dalam pandangan ini uang benar-benar digunakan sebagai komoditas sehingga
nilai uang akan tetap bertambah walaupun tanpa digunakan untuk modal usaha.
Sedangkan dalam sistem keuangan syariah ada dua konseppenting yang berdasarkan
fungsinya, yaitu:
1. Uang adalah sesuatu yang mengalir (money as flow concept), di mana uang harus
terus berputar secara terus menerus sehingga dapat mendatangkan keuntunga
yang lebih besar.
2. Uang sebagai milik masyarakat umum (money as public goods) bukan monopoli
perorangan (private goods). Oleh karenanya seseorang tidak dibenarkan
menumpuk uang atau dibiarkan tidak produktif karena dapat menghambat jumlah
uang yang beredar, dan harus selalu diputar untuk usaha. Uang yang terus
berputar akan menjaga stabilitas ekonomi.
3. Uang dan Sistem Moneter
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara.
Biasanya otoritas moneter dipegang oleh bank sentral suatu negara. Kebijakan
moneter menurut konvensional merupakan instrumen bank sentral yang sengaja
dirancang sedemikian rupa untuk memenuhi variabel-variabel finansial, seperti
suku bunga dan tingkat penawaran uang. Sasaran yang ingin dicapai adalah
memelihara kestabilan nilai uang baik terhadap faktor internal maupun eksternal.
Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan
memengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu negara, seperti
pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi, perluasan kesempatan kerja,
pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi.
Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter Islam tidak berbeda dengan tujuan
kebijakan moneter secara umum, yaitu menjaga stabilitas dari mata uang ,
penciptaan instrumen keuangan yang terdiversifikasi, likuiditas, transparansi
sistem keungan, dan mekanisme pasar yang efektif sehingga pertumbuhan
ekonomi yang diharapkan dapat tercapai.

Sekarang ini pengelolaan keuangan syariah sudah tumbuh lumayan pesat di


Indonesia, terlihat dari banyaknya lembaga keuangan yang mengaplikasikan prinsip-
prinsip syariah pada perusahaanya. Contoh lembaga keuangan syariah seperti, Bank BNI
Syariah, BRI Syariah, Mandiri Syariah, Bank Muamalat, dan sebagainya. Bahkan seiring
perkembangannya, konsep keuangan syariah ini juga sudah mulai bertumbuh dalam
kalangan non-muslim, negara non-muslim seperti Eropa dan Amerika sudah mulai
mengembangkan Bank Syariah. Pengelolaan yang diterapkan oleh keuangan syariah harus
berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah Islam, yaitu:

 Mengharap Ridha Allah SWT


 Tujuan yang dicapai berdasarkan atas petunjuk Allah SWT dan Hadits Nabi
Muhammad SAW.
 Terbebas dari Bunga
 Bunga atau riba sangat dilarang dan haram hukumnya dalam Al Qur‟an.
 Menerapkan Prinsip Bagi Hasil (sharing)
 Sektor yang Dibiayai Halal Hukumnya
 Tidak Ada Investasi Haram
C. PRINSIP SISTEM KEUANGAN ISLAM

Sistem keuangan syariah merupakan bagian dari upaya memelihara harta agar harta
yang dimiliki seseorang diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan syariah. Dalam
Al-Qur‟an surah An-Nisa ayat 29, Allah SWT berfirman yang artinya :

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka diantara kamu dan janganlah membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu”.

Harta yang dimiliki oleh setiap orang merupakan titipan dari Allah SWT yang akan
dimintai setiap pertanggungjawabannya. Adanya aturan ketentuan syariah bertujuan agar
tercapai kemaslahatan bagi setiap orang. Akan tetapi. Allah SWT memberikan kebebasan
kepada setiap hamba-Nya untuk menentukan pilihannya dan harus menerima konsekuensi
dari setiap pilihannya tersebut.

Praktik sistem keuangan syariah telah dilakukan sejak kejayaan Islam. Akan tetapi,
dikarenakan semakin melemahnya sistem kekhalifahan maka praktik sistem keuangan
syariah tersebut digantikan oleh sistem perbankan barat. Sistem tersebut mendapat kritikan
dari para ahli fiqh bahwa sistem tersebut menyalahi aturan syariah mengenai riba dan
berujung pada keruntuhan kekhalifan Islam. Pada tahun 1970-an, konsep sistem keuangan
syariah dimulai dengan pengembangan konsep ekonomi Islam. Berdasarkan Al-Qur‟an
dan As-sunnah, prinsip sistem keuangan Islam adalah sebagai berikut:

a. Larangan Riba

Riba didefinisikan sebagai “kelebihan” atas sesuatu akibat penjualan atau pinjaman.
Riba merupakan pelanggaran atas sistem keadilan sosial, persamaan, dan hak atas barang.
Sistem riba hanya menguntungkan para pemberi pinjaman dengan membebani penetapan
keuntungan yang diperoleh pemberi pinjaman di awal perjanjian. Padahal “untung” dapat
diketahui setelah berlalunya waktu bukan hasil penetapan di muka.

b. Pembagian Risiko

Risiko merupakan konsekuensi dari adanya larangan riba dalam suatu sistem kerja
sama antara pihak yang terlibat. Risiko yang timbul dari aktivitas keuangan tidak hanya
ditanggung oleh penerima modal tetapi juga pemberi modal. Pihak yang terlibat tersebut
harus saling berbagi risiko sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati.

c. Uang sebagai Modal Potensial

Dalam Islam, uang tidak diperbolehkan apabila dianggap sebagai komoditas yaitu
uang dipandang memiliki kedudukan yang sama dengan barang yang dijadikan sebagai
objek transaksi untuk memperoleh keuntungan. Sistem keuangan Islam memandang uang
boleh dianggap sebagai modal yaitu uang bersifat produktif, dapat menghasilkan barang
atau jasa bersamaan dengan sumber daya yang lain untuk memperoleh keuntungan.

d. Larangan Spekulatif

Hal ini selaras dengan larangan transaksi yang memiliki tingkat ketidakpastian yang
sangat tinggi, misalnya seperti judi.

5. Kontrak/Perjanjian

Dengan adanya perjanjian yang disepakati di awal oleh pihka-pihak yang terlibat
dapat mengurangi risiko atas informasi yang asimetri atau timbulnya moral hazard.

6. Aktivitas Usaha harus Sesuai Syariah

Usaha yang dilakukan merupakan kegiatan yang diperbolehkan menurut syariah,


seperti tidak melakukan jual-beli minuman keras atau mendirikan usaha peternakan babi.

Oleh karena itu, prinsip sistem keuangan syariah berdasarkan prinsip sebagai berikut :

1. Rela sama rela (antaraddim minkum).

2. Tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la tuzhlamun).

3. Hasil usaha muncul bersama biaya (al-kharaj bi al dhaman).

4. Untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi).

Dari prinsip sistem keuangan tersebut, maka muncul dan berkembang instrumen-
instrumen keuangan syariah terkait dengan kegiatan investasi maupun jual-beli sesuai
dengan ketentuan syariah. Hal ini membantu pelaku ekonomi dalam memahami berbagai
produk keuangan syariah dan ketentuan-ketentuan syariah dari setiap produk keuangan
tersebut.
D. KEGIATAN MANAJEMEN KEUANGAN ISLAM
a. Perolehan Dana

Kegiatan perolehan dana pada sistem keuangan syariah perlu memperhatikan


beberapa hal berikut ini, seperti mudharabah, sala, murabahah, istishna, musyarokah,
ijarah dan lain lain.

b. Prinsip Investasi

Kegiatan yang kedua yaitu berkaitan dengan prinsip investasi. Jika anda ingin
menginvestasikan uang, kenali dulu prinsip bahwa “fungsi uang sebagai alat tukar
bukan sebagai barang dagangan atau komoditi yang diperjualbelikan”. Investasi bisa
dilakukan melalui lembaga keuangan bank syariah ataupun dilakukan secara
langsung.

c. Penggunaan Dana

Ketiga, kegiatan penggunaan dana harus jelas. Dianjurkan untuk menggunakan


dana dengan tujuan yang jelas dan tidak dilarang oleh syariat Islam, seperti memenuhi
kebutuhan hidup, melaksanakan kewajiban zakat, waqaf, infaq, shadaqah dan lain
lain.

E. LARANGAN DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN ISLAM

Adapun hal yang wajib dihindari dalam pengelolaan Sistem Keuangan Syariah:

 Riba, sesuai dengan surat Al Baqarah ayat 275-278 tentang “Meninggalkan riba
atau sistem bunga dan kembali kepada sistem ekonomi syariah”

 Maysir, sesuai dengan surat Al Maidah ayat 90 tentang “Meninggalakan segala


bentuk usaha yang spekulatif atau perjudian”

 Gharar, bersifat tidak jelas.

 Boros, sesuai dengan surat Al Isra ayat 26-27 tentang “Meninggalkan segala
bentuk pemborosan harta”.
DAFTAR PUSTAKA

Soemitra, Andri. 2009. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=11&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwjgquCN5c_oAhUPdysKHZZGBYUQFjAKegQICBAB&url=https%3A%2F
%2Fwww.tokopedia.com%2Fblog%2Fmengenal-sistem-keuangan-
syariah%2F&usg=AOvVaw1i_sVLk9lGXwEp35QNE-a3

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwiftLHK5s_oAhWKeisKHU3qD5cQFjAHegQICBAB&url=https%3A%2F%
2Fpegadaiansyariah.co.id%2Fmemahami-prinsip-sistem-keuangan-islam-detail-
16017&usg=AOvVaw2G_blVRjFZbAFKKAWftUby

https://www.google.com/search?safe=strict&ei=IAaJXuCaCY_urQGWjZWoCA&q=JURNA
L+seputar+keuangan+syariah&oq=JURNAL+seputar+keuangan+syariah&gs_lcp=CgZwc3kt
YWIQAzoECAAQRzoICAAQDRAFEB46BQgAEM0CSgoIFxIGMTItMTM1SggIGBIEMT
ItNlDs2zZYsfM2YKf2NmgAcAJ4AIAB0wGIAasIkgEFMC42LjGYAQCgAQGqAQdnd3M
td2l6&sclient=psy-
ab&ved=0ahUKEwjgquCN5c_oAhUPdysKHZZGBYUQ4dUDCAs&uact=5#

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwi9_du76M_oAhVISX0KHW02C2oQFjACegQIBxAB&url=https%3A%2F
%2Fwww.academia.edu%2F5516708%2FJurnal_keuangan_islam&usg=AOvVaw1iGZipU9t
SNp80SuW-LccL
KELOMPOK 4

KEMITRAAN BISNIS ISLAM

Kemitraan bisnis dalam Islam merupakan salah satu materi yang dikaji dalam Bab
Fikih Muamalah. Terdapat beberapa model kemitraan bisnis dalam Islam, namun umumnya
yang paling lazim digunakan yaitu akad Mudharabah atau Musyarakah. Sebelum membahas
lebih dalam mengenai dua akad tersebut, terlebih dahulu kita pelajari mengenai prinsip dasar
sistem keuangan Islam dan macam-macam akad/transaksi dalam Islam.

Iqbal dan Mirakhor (2011) menjelaskan mengenai prinsip-prinsip dasar sistem


keuangan Islam. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.

1. Larangan riba, transaksi yang dilakukan tidak boleh mengandung unsur riba
2. Risk-sharing, artinya pemilik modal dan pengusaha berbagi risiko jika terjadi
kerugian dan berbagi hasil apabila usaha yang dilakukan untung.
3. Asset-based, pendanaan yang dilakukan langsung bersentuhan dengan sektor riil
4. Uang sebagai modal “potensial”, uang menjadi modal aktual ketika dikombinasikan
dengan sumberdaya lain untuk menjalankan aktivitas produktif.
5. Larangan perilaku spekulatif, sistem keuangan Islam melarang penimbunan dan
transaksi-transaksi yang mengandung extreme uncertainty, gambling, and risk.
6. Menjunjung tinggi akad (contract) dan perlindungan terhadap hak milik

Terdapat banyak sekali akad (contract/instrument) dalam melakukan aktivitas


muamalah.

1. Mudharabah

Akad usaha dua pihak dimana salah satunya memberikan modal (sahibul mal)
sedangkan yang lainnya memberikan keahlian (mudharib), dengan nisbah keuntungan yang
disepakati dan apabila terjadi kerugian, maka pemilik modal menanggung kerugian tersebut
(mudharib tidak ikut menanggung kerugian). Mudharabah disebut juga trust financing
(Visser, 2009). Bank atau money provider (pemilik modal) bertindak menjadi financier
(pemberi dana) dan menyediakan keseluruhan modal yang dibutuhkan untuk membiayai
proyek. Sedangkan pihak lain (mudharib) yang mengelola usaha. Pembagian hasil
keuntungan ditentukan sebelumnya berdasarkan nisbah yang telah disepakati.
Mudharabah dibagi menjadi dua:

a. Mudharabah Muthlaqah (Mudharabah bebas)

Bentuk kerja sama antara pemilik modal dan pengelola modal yang cakupannya sangat
luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.

b. Mudharabah Muqayyadah (Mudharabah terikat)

Pengelola modal dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha.

1. Muzara‟ah, merupakan kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan


penggarap lahan. Dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si
penggarap untuk ditanami dan dipelihara serta benihnya berasal dari pemilik lahan.
Dengan pembagian keuntungan/imbalan berdasarkan persentase hasil panen dan
kesepakatan kedua belah pihak,
2. Musaqah, merupakan bentuk kerjasama pengolahan pertanian yang lebih sederhana
dari muzara‟ah. Dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan
pemeliharaan saja. Dengan imbalan, si penggarap mendapatkan bagian tertentu dari
hasil tanaman yang dikelolanya.
3. Mugharasah, merupakan penyerahan tanah pertanian kepada petani yang pandai di
bidang pertanian, sedangkan pohon yang ditanam menjadi milik pemilik tanah dan
petani.
4. Musyarakah

Secara bahasa musyarakah berarti pencampuran. Secara istilah adalah ikatan kerja sama
yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam hal permodalan. Disebut juga partnership
financing (Visser, 2009). Untung dan rugi dibagi bersama dengan proporsi yang sudah
ditentukan sebelumnya. Perbedaan musyarakah dengan mudharabah adalah pada mudharabah
modal berasal dari satu pihak, sedangkan pada musyarakah modalnya berasal dari dua pihak
atau lebih.
Macam-macam musyarakah:

a. Syirkah amlak (kepemilikan), yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dalam
kepemilikan satu barang dengan sebab kepemilikan, bisa melalui hibah, warisan, wasiat,
atau kondisi lainnya yang berakibat pemilikan.

b. Syirkah akad, tercipta karena adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk
bekerja sama dalam memberi modal dan mereka sepakat berbagi keuntungan dan
kerugian. Jenis-jenisnya:

 Syirkah inan, yaitu perserikatan harta dalam sebuah perdagangan


 Syirkah mufawadhoh, yaitu perserikatan dua orang atau lebih pada suatu objek
dengan kewajiban dan hak yang sama rata

c. Syirkah wujuh, yaitu syirkah yang dilakukan dua orang atau lebih yang tidak punya modal
sama sekali, misalnya menggunakan reputasi

d. Syirkah abdan, yaitu perserikatan yang dilaksanakan oleh kedua belah pihak untuk
menerima suatu pekerjaan.

Dalam praktek, bentuk kemitraan musyarakah yang paling populer adalah Syirkah Al
Inan yang mengandung implikasi saham tidak sama di antara para mitra dan diakui oleh
semua mazhab dalam agama Islam.
Musyarakah dalam teknis lembaga keuangan dikenal sebagai kerjasama modal usaha
atau Partnership, Project Financing Participation.
Aplikasi Musyarakah dalam praktek lembaga keuangan adalah berupa:
1. Pembiayaan Proyek
Lembaga keuangan dan pengusaha secara bersama-sama menyediakan dana untuk
membiayai sebuah proyek. Setelah proyek selesai, pengusaha mengembalikan dana tersebut
bersama bagi hasil yang telah disepakati kepada lembaga keuangan.
2. Modal Ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam
kepemilikan perusahaan, musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman
modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu, dan setelah itu penyedia dana melakukan
divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara langsung atau bertahap.
Menurut Dr. M. Umer Chapra, musyarakah atau syirkah dalam prakteknya terdapat
dalam berbagai model, para mitra dapat memberikan kontribusi bukan hanya modal dalam
hal keuangan, tetapi juga tenaga, manajemen, dan keahlian, dan kemauan baik, meskipun
tidak harus sama.
Kemitraan musyarakah atau syirkah dapat merupakan suatu bentuk kombinasi dari
berbagai bentuk. Persyaratan Syariah dalam membagi proporsi modal dan keuntungan dalam
bermitra usaha adalah keadilan. Keadilan yang dimaksud bukanlah pemerataan secara
mutlak, tetapi adalah keseimbangan antar individu dengan unsur materi dan spiritual yang
dimilikinya, keseimbangan antara individu dengan masyarakat, antara suatu masyarakat
dengan masyarakat lainnya.
Dengan demikian keadilan dalam kemitraan usaha mengandung implikasi bahwa saham
proporsional dalam laba harus merefleksikan kontribusi yang diberikan kepada usaha oleh
modal mereka baik berupa keahlian, waktu, kemampuan manajemen, kemauan baik, dan
kontrak, serta kerugian juga harus dirasakan bersama sesuai proporsi modal dan tuntutan-
tuntutan lain yang timbul akibat usaha tersebut.
Dalam sebuah sistem perekonomian dengan perbedaan-perbedaan kekayaan yang
begitu substansial, dan pemberian pinjaman modal yang menginginkan keuntungan tanpa
terlibat resiko bisnis, adalah irrasional untuk dapat memberikan pinjaman kepada orang
miskin sama banyaknya seperti halnya yang diberikan kepada orang-orang kaya, atau
mengulurkan pinjaman sama banyaknya karena persyaratan yang sama bagi keduanya,
seperti tingkat suku bunga yang sama atau bahkan lebih tinggi kepada pengusaha kecil
daripada yang dikenakan kepada pengusaha besar, dan keharusan memiliki kolateral
(jaminan) dengan nilai yang lebih tinggi dari pinjaman modal dengan mengabaikan
kenyataan apakah mereka akan menghasilkan keuntungan di atas rata-rata dari investasi
modal mereka.
Hal ini merupakan preseden buruk bagi masyarakat karena akan mengakibatkan
pemihakan kepada satu kelas sosial tertentu saja, dan menimbulkan kegagalan masyarakat
dalam memanfaatkan bakat wirausahanya secara maksimal.
Penggunaan sistem kemitraan bagi hasil berdasarkan Syariah diharapkan mampu
menanggulangi permasalahan modal dan peluang usaha yang terjadi selama ini karena akan
menyuburkan kemampuan wirausaha di kalangan anggota masyarakat yang lemah dari sisi
permodalan, sehingga usaha kecil dan mikro mampu menyumbang kepada output, lapangan
pekerjaan, dan distribusi pendapatan. Dengan adanya penanggungan resiko dan keuntungan
bersama oleh lembaga keuangan akan mengurangi beban pengusaha pada saat-saat sulit dan
mengganti membayar lebih tinggi pada masa-masa untung, dan lembaga keuangan bersedia
menanggung resiko usaha tanpa mengurangi kekuatan finansialnya, karena terbangunnya
sitem pencadangan pengganti kerugian (loss-offsetting reserves).

DAFTAR PUSTAKA

Iqbal, Zamir dan Abbas Mirakhor. 2011. An Introduction to Islamic Finance. Singapura: John
Wiley and Sons (Asia) Pte. Ltd.

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwiHoemz9u3oAhVKAHIKHd3RA8kQFjADegQIARAB&url=http%3A%2F
%2Frepository.uin-
suska.ac.id%2F7009%2F4%2FBAB%2520III.pdf&usg=AOvVaw0dsyMtHr6RmSGEbMh47
UdE

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwiHoemz9u3oAhVKAHIKHd3RA8kQFjAFegQIBxAB&url=https%3A%2F
%2Fwww.academia.edu%2F26104457%2FMakalah_Fiqih_Muamalah_1_Akad_Kerjasama_
Bisnis&usg=AOvVaw0p8NI06HtaViefoptXkciv
KELOMPOK 5

RIBA, GHARAR, MAYSIR

RIBA

Arti riba secara bahasa yakni „bertumbuh‟ (az-ziyadah). Secara istilahi, riba bermaksud
penambahan atas harga pokok tanpa adanya bisnis riil. Para ulama sepakat mengatakan
bahwa hukum riba adalah haram dan tidak ada perbedaan khilafiyah terhadap hukum
riba. Adapun riba tidak serta-merta diharamkan dalam satu tahap, akan tetapi melalui
beberapa tahap, yakni:

1. Surat Ar-Rum ayat 39

Konsep bunga (interest) yang diterapkan oleh orang Yahudi di Vatikan pada hakikatnya
bertujuan untuk membantu orang lain. Namun, dibantah oleh Allah SWT bahwa
sesungguhnya itu bukanlah bantuan kecuali zakat.

2. Surat An-Nisa ayat 160-161

Pendapat yang mengatakan jual-beli dan pinjam-meminjam itu sama. Yahudi


menyamakan konsep jual-beli (profit based) dan pinjam-meminjam. Dalam pinjaman yang
mereka berikan kepada orang lain, mereka meminta upah yang diakui sebagai profit. Namun,
hal ini dibantah oleh Allah SWT dalam surat ini.

3. Surat Ali Imran ayat 130

Terkait dengan pinjaman yang berlipat ganda. Para Yahudi berkilah bahwa yang
dilarang adalah nominal yang dibayarkan berlipat ganda. Padahal, perjanjian mereka juga
diharamkan.

4. Surat Al-baqarah ayat 278-279

Ayat ini menerangkan bahwasanya dalam riba terdapat kedzaliman yang nyata untuk
diri sendiri maupun untuk orang lain. Dalam tahap terakhir ini, praktek ribawi telah
diharamkan secara mutlak.

Berdasarkan hadits, barang-barang yang termasuk dalam barang ribawi ada 6 kategori,
yaitu emas, perak, gandum, sya‟ir, kurma dan garam. 6 barang ini harus ditukar secara sejenis
dan kontan. Adapun barang ribawi ini dikategorikan dalam 2 kategori secara umum. Kategori
pertama adalah alat tukar transaksi yang termasuk didalamnya emas dan perak. Kategori
kedua adalah makanan pokok yang terdiri dari gandum, sya‟ir, kurma dan garam. Alat tukar
transaksi harus ditukarkan secara tunai dan sama nilai. Begitupun dengan makanan pokok.
Namun, antara alat tukar dan makanan pokok boleh ditransaksikan tanpa mengikut ketentuan
dalam hadits, yaitu boleh tidak secara tunai dan tidak sama nilai.

Secara bentuknya, ada 2 jenis riba, yaitu riba nasi‟ah (riba ad-dayn) dan riba fadl (riba
al–bai‟). Riba nasi‟ah yakni riba yang terdapat dalam pinjaman uang. Contohnya adalah
ketika seseorang meminjamkan uang kepada orang lain dan pemberi pinjaman mewajibkan
peminjam untuk mengembalikan uangnya lebih banyak dari apa yang dipinjam jika melebihi
tempo waktu yang ditetapkan. Jenis kedua yaitu riba fadl. Riba fadl terdapat dalam transaksi,
mata uang, dan sebagainya. Contoh riba fadl adalah ketika 1kg beras ditukarkan dengan 1kg
beras dan tidak secara tunai.

GHARAR

Arti gharar secara bahasa yakni „tidak jelas‟. Salah satu contoh gharar adalah ketika
membeli tanah menggunakan lemparan batu. Gharar diharamkan karena ada unsur kebathilan
sebagaimana yang disebutkan dalam surat An-Nisa ayat 29. Dalam ekonomi, Islam lebih
mengutamakan bisnis riil yang berwujud karena unsur gharar yang minim.

Adapun gharar bisa ditinjau dalam 3 peristiwa. Yang pertama yaitu jual beli ma‟dum.
Yaitu jual beli barang yang belum berwujud. Contohnya adalah jual beli janin yang masih
dalam kandungan. Karena janin yang dikandung tidak diketahui jelas kondisinya saat
dilahirkan. Yang kedua adalah jual beli barang majhul. Yakni jual beli barang yang tidak
jelas. Contohnya adalah jual beli mobil tanpa deskripsi. Dan yang terakhir adalah jual beli
barang yang tidak dapat diserahterimakan. Contohnya, jual beli ikan yang ada di laut.

Gharar terdapat dalam berbagai bentuk; harga, barang dan akad. Dalam hadits,
Rasulullah SAW mengharamkan adanya 2 harga dalam satu akad. Gharar diharamkan dalam
Islam untuk menghindari kedhaliman di kedua belah pihak.

Berdasarkan hukumnya, gharar dikategorikan dalam beberapa jenis, yaitu gharar yang
disepakati larangannya, gharar yang diperbolehkan dan gharar yang diperselisihkan. Jenis
pertama, gharar yang disepakati larangannya adalah gharar yang jelas dan gharar yang besar.
Gharar jenis ini mutlak diharamkan tanpa adanya khilafiyah. Jenis kedua, gharar yang
diperbolehkan yaitu gharar yang sudah menjadi satu kesatuan dengan objek transaksi dan
tidak dapat dipisahkan. Ibnu Taimiyah menyatakan gharar yang kecil diperbolehkan. Contoh
gharar yang masuk dalam kategori ini adalah pondasi rumah (ketika membeli rumah, pembeli
tidak mengetahui spesifikasi pondasi yang dipakai dalam pembangunan rumah). Jenis ketiga,
gharar yang diperselisihkan. Yang termasuk dalam kategori gharar ini adalah jual beli
tanaman yang masih berada dalam tanah. Ada beberapa ulama yang membolehkan dan ada
yang tidak memperbolehkan. Salah satu solusi mencegah keghararan dalam kategori ini
adalah dengan merujuk kepada historical panennya.

MAYSIR

Maysir bisa disebut juga dengan judi. Secara istilahi, judi bermaksud ketika ada satu
pihak yang diuntungkan dan pihak lain yang dirugikan dan tidak ada usaha dalam mendapat
keuntungan tersebut. Dalam surat Al-Maidah ayat 90, judi disandingkan dengan dosa-dosa
besar.

Judi dibagi menjadi 2 macam; dalam bentuk permainan dan dalam bentuk taruhan. Judi
sebenarnya termasuk dalam kategori gharar karena ketidakjelasannya. Beberapa ulama ada
yang mengharamkan asuransi karena mengandung unsur judi.

DAFRAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwj32rTku3oAhWQeX0KHcoYBZEQFjAIegQICBAB&url=https%3A%2F%
2Fisefid.id%2Fantara-riba-gharar-dan
maysir%2F&usg=AOvVaw34w7r_ABPGnMVd_5pvdmub

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwj32rTk-
u3oAhWQeX0KHcoYBZEQFjAGegQICRAB&url=https%3A%2F%2Fwww.coursehero.co
m%2Ffile%2F18129322%2FPRAKTEK-BISNIS-YANG-
DILARANG%2F&usg=AOvVaw29WXvQGvoFxhcsiaCHArAv

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwj32rTk-
u3oAhWQeX0KHcoYBZEQFjACegQIAhAB&url=https%3A%2F%2Fwww.kompasiana.co
m%2Fasriyah%2F5913fe6023afbd490df08a89%2Flarangan-maisir-dalam-etika-bisnis-
islam&usg=AOvVaw1vp8rk3quD84ndUUwJ-Yh3
KELOMPOK 6

KODE ETIK PEDOMAN PERILAKU PERBANKAN SYARIAH

DEFINISI ETIKA DAN BANKIR


1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak).
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan/ masyarakat.

Etika dan kewajibannya sehubungan dengan tugas di lingkungan perbankan


untuk setiap petugas bank, baik bankir maupun pimpinan bank adalah sebagai berikut
1. Bank wajib memberikan laporan pada Bank Indonesia untuk mengetahui
posisi perbankan dan moneter serta kegiatan perekonomian dan pemerintah dapat
menentukan kebijakn ekonomi dan moneter.
2. Setiap bank wajib mengumumkan Neraca dan Laporan rugi-laba yang
sebenarnya tiap tahun dengan diterbitkan pada surat kabar, agar masyarakat dapat
mengetahuinya.
3. Bank wajib menjaga kerahasian keuangan para nasabah dari siapapun,
kecuali jika ada surat resmi dari Mentri Keuangan secara tertulis untuk keperluan
perpajakan dan peradilan.
4. Petugas bank mempunyai kewajiban untuk tidak membicarakan tentang
keuangan nasabahnya di luar kepentingan dinas dan berkewajiban untuk menjaga dan
memelihara arsi atau surat-surat antara bank dengan nasabahnya.
5. Dalam hal pembayaran pajak, para bankir harus melaksanakan pemotongan
pajak pendapatan atas gaji, upah atau honorarium para karyawannya dan
berkewajiban membayar pajak perusahaan.
6. Bank harus mengupayakan untuk selalu dapat memenuhi janji atau
persetujuan yang telah disepakati dengan para nasabahnya.
7. Bank juga harus memberikan nasihat yang obyektif, tidak memihak dan
tidak mengikat bagi para nasabahnya. Sebab, nasabah yang datang ke bank
adakalanya penuh suasana serba tidak pasti, jenis jasa apa yang sebaiknya akan
dipilihnya. Oleh karenanya, bank harus dapat menampilkan beberapa pilihan produk /
jasa bank bagi para nasabahnya.
ETIKA PELAYANAN BANKIR

Adapun ketentuan yang diatur dalam etiket secara umum sebagai berikut:
1. Sikap dan Perilaku
Sikap dan perilaku merupakan bagian penting dalam etiket pelayanan. Dalam
praktiknya sikap dan perilaku menunjukkan kepribadian seseorang dan citra
perusahaan.
2. Penampilan
Pengertian penampilan adalah cara berpakaian dan perilaku karyawan dalam melayani
nasabah.
3. Cara berpakaian
Cara berpakaian artinya cara kita mengenakan pakaian baik dari segi warna, model maupun
aksesoris yang dikenakan dipakaian tersebut.

4. Cara berbicara
Cara berbicara juga adalah cara kita membuat suasana pembicaraan dengan nasabah,
sehingga nasabah akan merasa senang untuk mengemukakan permasalahannya.
5. Gerak gerik
Gerak gerik adalah pergerakan seluruh anggota badan dalam melayani nasabah.
6. Cara bertanya
Cara bertanya adalah cara kita mengajukan pertanyaan kepada pelanggan dengan
bahasa, nada, dan kalimat yang menyenangkan.

PENGERTIAN PELAYANAN YANG BAIK

Pengertian pelayanan yang baik adalah kemampuan perusahaan dan memberikan


pelayanan yang dapat memberikan pelayan yang dapat memberikan kepuasan kepada
kepada pelangan yang dapat tlah ditetapkan. Kemampuan tersebut ditunjukkan oleh
sumber daya manusia dan sarana serta prasarana yang dimiliki.
pelayanan yang baik adalah kemampuan perusahaan untuk menyiapkan sumber
daya manusia yang handal dengan segala kelebihannya. Kesiapan sumber daya manusia
ini harus didukung oleh sarana dan prasarana yang dimiliki dan sebaiknya tidak
ketinggalan zaman. Untuk mencapai kecepatan dan ketepatan pelayanan yang akan
diberikan, pelayanan yang baik juga perlu didukung oleh ketersediaan dan kelengkapan
produk yang dibutuhkan pelanggan.
CIRI-CIRI PELAYANAN YANG BAIK

Berikut ini beberapa ciri pelayanan yang baik yang harus diikuti oleh karyawan
yang bertugas melayani pelanggan/nasabah:
- Tersedianya Karyawan yang Baik
- Tersedianya Sarana dan Prasarana yang Baik
- Bertanggung Jawab Kepada Setiap Nasabah Sejak Awal Hingga Selesai
- Mampu Melayani Secara Cepat dan Tepat
- Mampu Berkomunikasi
- Memberikan Jaminan Kerahasiaan Setiap Transaksi
- Untuk menjadi karyawan yang khusus melayani pelanggan harus memiliki
pengetahuan
- Berusaha Memahami Kebutuhan Nasabah
- Mampu Memberika Kepercayaan Kepada Nasabah

SIKAP MELAYANI PELANGGAN/NASABAH

1. Pengertian Sikap Melayani Nasabah


Sikap yang kurang baik akan berpengaruh terhadap hasil pelayanan yang diberikan.
Demikian pula sikap yang semestinya atau yang wajar diberikan kepada setiap
pelanggan akan membuat pelanggan senang.
Pada umumnya sikap kita dalam berhubungan dengan pelanggan dapat dibedakan
dalam dua cara berikut ini.
1. Berhubungan langsung, artinya karyawan berhadapan langsung dengan
pelanggan/nasabah.
Berhubungan tidak langsung, artinya karyawan berhadapan langsung dengan nasabah
dan hanya melalui alat sebagai perantara seperti telepon, faksmile, surat atau e-mail.

2. Sikap Melayani Nasabah


Berikut ini beberapa sikap yang harus diperhatikan dalan nelayani seluruh jenis
nasabah.
1. Beri Kesempatan Nasabah Berbicara
2. Dengarkan Baik-baik
3. Jangan Menyela Pembicaraan
4. Ajukan Pertanyaan Setelah Nasabah Selesai Bicara
5. Jangan Marah dan Jangan Mudah Tersinggung
6. Jangan Mendebat Nasabah
7. Jaga Sikap Sopan, Ramah, dan Selalu Berlaku Tenang
8. Jangan Menangani Hal-hal yang Bukan Merupakan Pekerjaannya
9. Tunjukan Sikap Perhatian dan Sikap Ingin Membantu

LARANGAN DALAM ETIKET PELAYANAN

1. Dilarang Berpakaian Sembarangan


Karyawan dilarang berpakaian sembarangan terutama pada saat jam kerja dan pada
saat melayani nasabah. Jika ditetapkan memakai pakaian seragam, maka harus
menggunakan pakaian seragam pada hari-hari yang telah ditentukan.

2. Dilarang Melayani Nasabah atau Tamu Sambil Makan


Karyawan dilarang melayani nasabah atau tamu sambil makan, minum atau merokok
atau mengunyah sesuatu seperti permen karet. Karena apabila hal tersebut dilakukan,
akan menyebabkan konsentrasi dalam melayani nasabah menjadi berkurang.
3. Dilarang Melayani Nasabah atau Tamu Sambil Mengobrol atau Bercanda
Karyawan dilarang melayani nasabah atau tamu sambil mengobrol atau bercanda
dengan yang lain dalam kondisi apa pun. Fokuskan
4. Dilarang Menampakkan Wajah yang Tidak Menyenangkan
Karyawan dilarang menampakkan wajah yang tidak menyenangkan artinya tidak
menampakkan wajah cemberut, memelas atau sedih pada saat melayani nasabah.
5. Dilarang Berdebat atau Menyanggah
Agar tidak terjadi salah paham antara karyawan dengan nasabah, karyawan dilarang
berdebat atau memperdebatkan tentang pendapat nasabah.
6. Dilarang Meninggalkan Nasabah
Usahakan nasabah harus selalu ditemani, sehingga jika terjadi ada yang kurang jelas
dapat ditanyakan langsung.

7. Dilarang Berbicara Terlalu Keras atau Lemah


Dalam berbicara, karyawan dilarang berbicara terlalu keras, baik volume suara
maupun kalimat yang digunakan. Terlalu keras dapat mengakibatkan persepsi yang
salah atau salah paham, misalnya karyawan dapat dianggap sedang marah atau
menganggap nasabah tuli.
8. Dilarang Keras Meminta Imbalan atau Janji-janji
Dilarang keras meminta imbalan atau janji-janji tertentu kepada nasabah. Larangan ini
merupakan larangan yang cukup keras mengingat karyawan sudah digaji perusahaan.
Karyawan yang terbiasa menerima imbalan atau membuat janji-janji akan diremehkan
oleh nasabahnya.

TUJUAN ETIKA BANKIR

1. Untuk Persahabatan dan Pergaulan


Dengan etiket yang dijalankan melalui cara berbicara, tingkah laku, dan gerak-
gerik akan membuat nasabah merasa bertemu teman lama, sehingga cepat
akrab.karena sudah akrab,

2. Menyenangkan Orang lain


Dengan adanya etiket, nasabah akan merasa senang dan merasa puas dengan
pelayanan yang diberikan, sehingga tentu akan mengulangnya suatu saat.

3. Membujuk Nasabah
Salah satu cara membujuk nasabah adalah melalui etiket karena mereka akan
merasa tersanjungakibat etika yang berikan oleh karyawan.
4. Memepertahankan Nasabah
Tujuan khusus untuk nasabah yang lama agar tidak pindah keperusahaan
lainkarena sudah mrasa puas dengan layanan yang diberikan perusahaan.
5. Membina dan Menjaga Hubungan
Hubungan dengan nasabah yang sudah terjalin baik selama ini harus tetap dijaga.
Semakin lama berhubungan dengan nasabah, kita akan tahu tentang perilaku
nasabah, sehngga memudahkan kita membina hubungan yang ada.
6. Berusaha menarik nasabah
Etiket berfungsi untuk menarik minat nasabah, sehingga bukan tidak mungkin
dengan etiket akan menambah jumlah nasabah.

MANFAAT ETIKA BANKIR

1. Percaya diri
Dalam hal inikarena karyawaan perusahaan merasa mempunyai nilai lebih
dibandingkan dengan nasabah. Kelebihan ini seperti dalam hal penampilan, cara
bicara, kemampuan maupun perilaku.

2. Dihormati dan di hargai


Dengan berlaku sopan, ramah, murah senyum dan berperilaku yang menyenangkan
pada nasabah, nasabahpun akan berlaku sebaliknya.
3. Disegani dan disenangi.
Karyawan akan sangat merasa disegani dan disenangi oleh nasabah karena etiket yang
dimilikinya.

PRILAKU ETIKA DALAM PROFESI BANKIR


Berikut 9 kode etik seorang bankir yang harus ditaati.
1. Seorang bankir harus patuh dan taat pada ketentuan perundang-undangan dan
peraturan yang berlaku.
2. Seorang bankir harus melakukan pencatatan yang benar mengenai segala transaksi
yang berkaitan dengan kegiatan banknya.
3. Seorang bankir harus bisa menjauhkan dirinya dari persaingan yang tidak sehat.
4. Seorang bankir dilarang menyalahgunakan wewenang atau jabatannya demi
kepentingan pribadinya.
5. Seorang bankir harus bisa menjauhkan dirinya dalam keterlibatan pengambilan
keputusan, apabila terdapat pertentangan kepentingan.
6. Seorang bankir harus bisa menjaga rahasia nasabah dan banknya.
7. Seorang bankir harus mampu memperhitungkan kerugian yang dapat ditimbulkan
dari setiap kebijakan yang telah ditetapkan oleh banknya baik dari segi ekonomi,
sosial, dan lingkungan.
8. Seorang bankir tidak diperbolehkan menerima hadiah atau imbalan dalam bentuk
apapun yang sifatnya untuk memperkaya diri sendiri atau keluarganya.
9. Seorang bankir dilarang melakukan perbuatan tercela yang dapat merusak citra
profesi dan perusahaannya.

PRINSIP- PRINSIP ETIKA PERBANKAN


Pertama Etika Dasar para bankir dalam prinsip pengelolaan bank harus mengupayakan
terselenggaranya iklim usaha perbankan yang sehat yaitu dengan menjaga :
1. Likuiditas Bank atau kelancaran operasional bank
2. Solvabilitas Bank atau terpeliharanya kekayaan bank agar kokoh dan mampu
memenuhi seluruh kewajiban finansialnya.
3. Rentabilitas atau tingkat keuntungan yang dapat dicapai bank dan
4. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank (bonafiditas).
Kedua Prinsip etika perbankan secara umum terdiri dari 8 bagian yaitu :
1. Prinsip kepatuhan
Pada prinsipnya semua orang dimanapun mempunyai peraturan yang harus mereka
patuhi, begitu juga para bankir yang diharuskan mematuhi peraturan perbankan,
undang-undang, kebijakan pemerintah, peraturan ketenaga kerjaan yang menyangkut
masyarakat, nasabah, pemerintah, pemilik dan karyawan.
2. Prinsip Kerahasiaan
Para bankir dituntut agar dapat menjaga kerahasiaan terutama dengan nasabah serta
kerahasiaan kejabatannya.
3. Prinsip Kebenaran Pencatatan
Setiap petugas bank wajib memelihara arsip atau dokumen dan mencatat semua
transaksi dengan benar serta menjaga kerahasiaannya.
4. Prinsip Kesehatan bersaing
Persaingan ini dapat bersifat intern yaitu, antar bagian dalam bank itu sendiri dan
bersifat ekstern yaitu persaingan antar sesama bank. Dalam hal lebih kepada untuk
memberikan pelayanan serta promosi atas jasa-jasa apa saja yang diberikan oleh
bank tersebut, tapi setiap bank harus tetap menjaga agar tercipta iklim persaingan
yang sehat.
5. Prinsip Kejujuran Wewenang
Kepercayaan dan wewenang yang telah diberikan oleh para pihak terkait dalam hal
ini pemerintah, nasabah, pemilik, masyarakat dam karyawan hendaknya tetap
dinomor satukan dan tidak disalahgunakan untuk kepentingan di luar etika yang
telah disepakati bersama.
6. Prinsip Keterbatasan Keterangan
Meskipun petugas bank dan bankir diminta untuk bersikap informative terhadap
pihak luar, namun sifatnya terbatas.
7. Prinsip Kehormatan Profesi
Setiap petugas bank ataupun bankir diharuskan taat manjaga kehormatan profesi
dengan cara menghindarkan diri dari hal-hal semacam kolusi, pemberian hadiah,
upeti, dan fasilitas dari pihak lain yang menginginkan kemudahan dalam hal
prosedur bank.
8. Prinsip Pertanggungjawaban Sosial
Pertanggungjawaban ini lebih di arahkan pada pemerintah, nasabah, pemilik ataupun
masyarakat dalam hal melaksanakan operasional perbankan.
PENERAPAN KODE ETIK
Sebagai individu seorang bankir harus memiliki dan memelihara :
1. Sikap sopan santun
2. Kejujuran dalam tugas
3. Sikap lebih menguntungkan tugas dari pada kepentingan pribadi / menghindari
pertentangan kepentingan (conflict of interest)
4. Sikap menjaga kerahasiaan
5. Sifat profesional dalam pencatatan dalam pelaporan
6. Sikap taat pada peraturan
7. Sikap loyal terhadap profesi dan banknya
8. Sikap menciptakan dan menjaga lingkungan fisik kerja
9. Sikap ingin maju dan mengembangkan diri

FUNGSI KODE ETIK


1. Pedoman yang berisikan tata cara berperilaku kerja dan kerjasama dengan berbagai
pihak di dalam dan di luar bank.
2. Merupakan rambu-rambu menuju ke arah tindakan dan perilaku yang tepat, mana
yang pantas dan mana yang tidak pantas.

KODE ETIK SYARIAH


1. Kejujuran ( honesty, ash-shidiq)
2. Kesetaraan, faithful (Al- musawah).
3. Keadilan dan kebenaran (justice and Equity, Al-Adialah)
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8&ved=2ah
UKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAGegQIAhAB&url=http%3A%2F%2Frepository.uma.ac.id%2
Fbitstream%2F123456789%2F9908%2F1%2FNur%2520Fadhilah%2520Ramadhana%2520-
%2520Fulltext.pdf&usg=AOvVaw2W1nOBlXngfiKbDAS6zQnd

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ved=2ah
UKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAHegQICBAB&url=https%3A%2F%2Fe-
journal.unair.ac.id%2Findex.php%2FJEBIS%2Farticle%2Fdownload%2F1435%2F1122&usg=AOvVaw1
72vRIKMJ0OJpm-vWjOAdE

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ved=2ah
UKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAHegQICBAB&url=https%3A%2F%2Fe-
journal.unair.ac.id%2Findex.php%2FJEBIS%2Farticle%2Fdownload%2F1435%2F1122&usg=AOvVaw1
72vRIKMJ0OJpm-vWjOAdE

Sumarni, Murti. 1996. Marketing Perbankan. Yogyakarta : Liberty Yogyakarta


Yosephus, Sinuor. 2010. Etika Bisnis. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
KELOMPOK 7

MACAM-MACAM KODE ETIK PERBANKAN SYARIAH

A. Kode Etik Dalam Bisnis

Suatu hal yang seringkali sulit dilakukan oleh seorang professional dalam bisnis adalah
menyeimbangkan antara idealism profesi dan tuntutan para pengusaha yang sering
mengesampingkan norma-norma etika demi tercapainya tujuan bisnis pada umumnya, yaitu
keuntungan. Kode etik dalam bisnis mengupayakan untuk mencegah terjadinya benturan-
benturan kepentingan yang akan merugikan beberapa pihak, walaupun masih dalam bentuk
himbauan. Sebab berbeda sekali dengan kaidah hokum yang dengan tegas akan memeberi
sanksi nyata bagi para pelanggannya secara hokum, sedangkan pelanggaran kode etik belum
mempunyai sanksi yang dapat dilaksanakan. Hanya dengan kesadaran para pelaku bisnis,
kode etik akan ditaati bersama sehingga hal tersebut justru akan dapat melindungi bisnis yang
dikelolanya.

Sikap jujur dan patuh terhadap standar etika bisnis akan dapat menumbuhkan rasa
saling percaya, saling menghormati di antara para pelaku bisnis, yang pada gilirannya nanti
akan berdampak pada adanya efisiensi dalam berusaha serta menciptaka iklim persaingan
yang sehat di dunia bisnis sehingga kepentingan semua pihak yang terkait, termasuk para
pelanggan akan dapat dilayani dengan memuaskan tabpa ada benturan-benturan.

Dunia bisnis harus berupaya untuk bersaing secara sehat, yang kuat membantu yang
lemah, sehingga akan terbentuk strutur dunia usaha yang kokoh, sehingga dalam jangka
panjang disamping bisnis kita menjadi global, tetapi ikatan kebangsaan kitaserta jati diri kita
sebagai manusia Indonesia tetap ada.

B. Etika Bankir
 Dasar-dasar Etika Perbankan

Bank merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-
jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran. Lembaga keuangan adalah semua badan
yang kegiatannya menarik uang masayarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, tugas utama bank adalah operasi perkreditan
aktif dan pasifserta sebagai perantara dibidang perkreditan.
Dengan adanya beberapa tugas utama bank seperti tersebut diatas, maka factor
kepercayaan dari pihak lain dan nasabah merupakan penunjang utama bagi lancarnya
operasional bank. Factor kepercayaan inilah yang merupakan etika perbankan dalam
hubungannya dengan pihak lain. Dalam mengelola kepercayaan tersebut, banker harus
memiliki akhlak, moral dan keahlian di bidang perbankan atau keuangan.

Banker juga harus menjaga agar mekanisme arus surat-surat berharga (flow of
documents) dapat berjalan lancer dan menindak jika, terjadi permainan yang curang dalam
pengelolaan arus dokumen berharga tersebut di dalam bank. Dalam hal demikian, pimpinan
berkewajiban dan bertanggungjawab:

1. Mengembalikan seluruh atau sebagian simpanan pada waktu diminta oleh nasabah
secara pribadi mauoun dengan surat kuasa.

2. Menjaga kerahasiaan keuangan bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan.

3. Member informasi yang akurat dan objek jika diminta oleh nasabah. Turut menjaga
dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

4. Menjaga dan memelihara organisasi, tata kerja dan administrasi dengan baik.

5. Menyalurkan kredit secara lebih selektif kepada calon debitur.

Dalam etika perbankan terjalin suatu kesepakatan antara para bankir untuk melakukan
norma sopan santun dalam menjalankan usahanya dan didalamnya terkandung prinsip-prinsip
moral mengenai hal-hal yang dianggap baik dan hal-hal yang dianggap tidak baik srta
bertanggung jawab atas terwujudnya hal yang baik dan pencegahan terhadap terjadinya hal
tidak baik.

Perlunya kesepakatan dan beberapa pihak untuk meletakkan dasar-dasar kode etik
perbankan dan kemudian menerapkan dan mengamalkannya adalah untuk mendorong
terciptanya suatu iklim persaingan yang wajar dan sehat sehingga akan dapat lebih
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan.

Etika tersebut mengandung norma dan prinsip-prinsip moral bankir dalam menjalankan
usahanya. Fungsi kode etik perbanka tersebut adalah:

1. Menjaga keselarasan dan kosistensi antara gaya manajemen, strategi dan kebijakan
dalam mengembangkan usaha perbankan.
2. Menciptakan iklim usaha yang sehat.

3. Mewujudkan integritas bank terhadap lingkungan dan masyarakat luas serta


pemerintah.

4. Menciptakan ketenangan, keamanan dan kenyamanan para pemilik dana, pemegang


saham dan karyawan dalam mendapatkan hak-haknya.

5. Mengangkat harkat perbankan nasional dimata internasional.

Secara umum dapat dikatakan di sini bahwa, setiap petugas bank, bankir maupun
pimpinan agar memperhatikan etika dan kewajibannya sehubungan dengan tugasnya
dilingkungan perbanka sebagai berikut:

1. Bank wajib memberikan laporan kepada Bank Indonesia seperti, laporan bulanan,
tahuanan maupun yang berkaitan dengan posisi likuiditas bank.

2. Setiap bank wajib mengumumkan Neraca dan Laporan laba-rugi yang sebenarnya
pada tiap-tiap tahun. Sebaiknya diumumkan dimedia cetak agar masyarakat luas dapat
mengetahuinya.

3. Bank-bank juga wajib menjaga kerahasiaan keuangan para nasabahnya.

4. Para petugas bank mempunyai kewajiban untuk tidak membicarakan kondisi


keuangan nasabah, meskipun antar teman sejawatnya diluar kepentingan dinas.
Petugas bank juga harus menjaga dan memelihara arsip-arsip/surat-surat rahasia
antara bank dengan nasabahnya.

5. Dalam hal pembayaran pajak, para bankir harus melaksanakan pemotongan pajak
pendapatan atas gaji, upah atau honorarium para karyawannya serta berkewajiban
membayar pajak perusahaannya.

6. Banka harus menyadari bahwa bagi nasabah, bank merupakan reka kerja yang
diharapkan akan dapat saling membantu di didalam mengembangkan bisnis nasabah.

7. Disamping itu, bank juga mempunyai kewajiban untuk memeberikan nasihat yan
objektif, tidak memihak dan tidak mengikat bagi para nasabahnya.

Bankir yang profesional adalah bankir yang memiliki integritas pribadi, keahlian dan
tanggung jawab social yang tinggi serta wawasan yang luas agar mampu melaksanakan pola
manajemen bank yang professional pula. Bankir yang professional juga dituntut
melaksanakan dua hal penting yaitu dapat menciptakan laba dan menciptakan iklim bisnis
perbankan yang sehat. Namun dalam menciptakan laba tersebut, bankir harus tetap terkendali
(prudent). Menjadi bankir yang professional memerlukan beberapa persyaratan, diantaranya
adalah:

1. Memiliki rasa percaya diri dan selalu optimis dala setiap tindakan yang dilakukannya
karena setiap keputusan yang diambil telah didasari oleh perhitungan dan analisis
yang akurat. Bankir harus berpandangan kedepan serta bersedia melakukan anaisis
SWOT.

2. Memiliki skill (keterampilan) dan knowledge (pengetahuan) yang dipadukan dan terus
dikembangkan dan ditingkatkan dan peka terhadap situasi polotik, ekonomi dan social
budaya.

3. Mampu menerima tekanan dari pihak manapun tanpa mengurangi kinerjanya dan
berani mengambil resiko.

4. Memiliki insiatif dan aktif dalam pencapaian tujuan serta tidak bersikap “menunggu”.

5. Memiliki job motivation yang tinggi, sehingga dalam bekerja ia selalu memperoleh
kepuasan.

6. Memiliki jiwa kepemimpinan (leadership ability) yang berorientasi kepada pelayanan


dan kepuasan nasabah.

7. Mempunyai sales ability, kemampuan teknis, kemampuan konsepsional yang tinggi.

8. Memiliki kemampuan untuk: menyusun rencana, mengorganisasikan, menetapkan


prosedur kerja dan mengendalikan tugas pekerjaan serta mengembangkan jaringan
kerja secara luas dengan cabang atau bank lain agar menuju kearah pencapaian tujuan
bank.

9. Mampu mendelegasikan tugas dan tanggung jawab serta mampu mengembangkan


dan memotivasi bawahan.

10. Memiliki sifat penuh kehati-hatian dan menerapkan asa prudential, serta memiliki
integritas yang tinggi dalam pengelolaan bank, mengingant bahwa ia menjalankan
bisnis atas dasar kepercayaan masyarakat.
11. Mampu mengendalikan diri, penuh toleransi serta memiliki rasa tanggung jawab
social yang tinggi dalam mengelola bisnis perbankan.

Setiap bankir di Indonesia wajib mengelola bank secara sehat dan menghormati norma-
norma perbankan yang berlaku, mentaati semua tata nilai sebagai pedoman dasar dalam
menentukan sikap dan tindakannya. Norma-norma perbankan yang diakui, diterima dan
ditaati tersebut tertuang dalam Kode Etik Bankir Indonesia yang isinya sebagai berikut:

1. Seorang bankir petuh dan taat pada ketentuan perundang-undangan dan peraturan
yang berlaku.

2. Seorang bankir melakukan pencatatan yang benar mengenai segala transaksi yang
bertalian dengan kegiatan banknya.

3. Seorang bankir menghindarkan diri dari persaingan yang tidak sehat.

4. Seorang bankir tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi.

5. Seorang bankir menghindarkan diri dari katerlibatan pengambilan keputusan dalam


hal terdapat pertentangan kepentingan.

6. Seorang bankir menjaga kerahasiaan nasabah dari banknya.

7. Seorang bankir memperhitungkan dampak yang merugikan dan setiap kebijakan yang
ditetapkan banknya terhadap keadaan ekonomi, social dan lingkungan.

8. Seorang bankir tidak menerima hadiah atau imbalan yang memperkaya diri pribadi
maupn keluarganya.

9. Seorang bankir tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra
profesinya.

 Prinsip Dasar Etika Perbankan

Dalam kaitannya dengan prinsip pengelolaan bank, pihak bankir harus mengupayakan
terselenggaranya iklim usaha perbankan yang sehat yaitu dengan menjaga: (1) Likuiditas
Bank atau kelancaran operasional bank. (2) Solvabilitas Bank atau terpeliharanya kekayaan
bank agar kokoh dan mampu memenuhi seluruh kewajiban financial. (3) Rentabilitas atau
tingkat keuntungan yang dapat dicapai bank dan (4) Tingakt kepercayaan masyarakat
terhadap bank (bonafiditas).
Sedangkan kewajiban bank terhadap beberapa pihak (Stakeholder adalah pertanggung
jawaban bank terhadap pihak-pihak:

a. Masyarakat, yang pada umunya menghendaki adanya pelayanan yang baik, aman,
harga tariff terjangkau serta pelakuan yang sama atau non-diskriminatif.

b. Nasabah yaitu berkepentingan atas keamanan uang yang mereka simpan di bank,
layanan yang baik serta tariff dan suku bunga yang wajar.

c. Pemerintah, yag menghendaki agar perbankan dapat mewujudkan peningkatan taraf


hidup masyarakat dan lapangan kerja, pemerataan penghasilan, pendayagunaan dana
masyarakat, menjaga stabilitas moneter, menjaga stabilitas ekonomi dan politik.

d. Pemilik atau Investor, yang tentunya menghendaki adanya kepastian hokum dalam
perbankan dan otonomi dalam melaksanakan operasional bank serta memperoleh
keuntungan yang wajar.

e. Karyawan, yaitu sebagai pelaku dan penggerak organisasi Bank yang berpengharapan
di samping memperoleh jaminan materi juga yang bersifat non materi seperti jaminan
atas kesinambungan bekerja, adanya keadilan, jaminan pension dan sebagainya.

Kemudian mengenai prinsip etika perbankan itu sendiri adalah merupakan norma,
kaidah dan kebiasaan yang berlaku dan harus dipatuhi, dihormati dan dijunjung tinggi oleh
para petugas bank/bankir. Prinsip etika perbankan tersebut adalah:

a. Prinsip Kepatuhan, pada prinsip ini bankir diharuskan mematuhi semua peraturan
perbankan, undang-undang, kebijakan pemerintah, peraturan ketenagakerjaan yang
terkait dengan masyarakat, nasabah, pemerintah, pemilik dan karyawan
(Stakeholders).

b. Prinsip Kerahasiaan, para bankir dituntut untuk tetap menjaga kerahasiaan pekerjaan
terutama yang berhubungan dengan keadaan keuangan nasbah serta kerahasiaan
jabatannya.

c. Prinsip Kebenaran Pencatatan, peugas bank wajib memelihara arsip atau dokumen
dan mencatat semua transaksi dengan benar serta menjaga kerahasiaannya.

d. Prinsip Kesehatan Bersaing, persaingan disini bias bersifat intern, antar bagian dalam
bank itu sendiri dan bersifat eksten, yaitu bpesaingan antar bank.
e. Prinsip Kejujuran Wewenang, kepercayaan dan wewenang yang telah diberikan oleh
pihak-pihak pemerintah, nasabah, pemilik ataupun karyawan kepada bank hendaknya
tetap diamankan dan tidak dislahgunakan untuk kepentingan diluar etika yang telah
disepakati bersama atau mengorbankan kepentingan salah satu pihak demi
kepentingan pihak lain.

f. Prinsip Keselarasan Kepentingan, dalam hal ini bankir harus mampu menyeleraskan
antara kepentingan berbagai pihak, yaitu kepentingan: nasabah dan masyarakat,
pemerintah, pemilik dana serta karyawan bank.

g. Prsinsip Keterbatasan Keterangan, meskipun petugas bank dan bankir diminta untuk
bersikap informatif terhadap pihak luar, namun sifatnya terbatas.

h. Prinsip Kehormatan Profesi, petugas bank dan bankir harus taat menjaga kehormatan
profesi dengan menghindarkan dan segala bentuk kolusi, pemberian upeti, hadiah dan
fasilitas dari pihak-pihak yang menginginkan kemudahan-kemudahan peraturan dan
prosedur perbankan.

i. Prinsip Pertanggung Jawaban Sosial, dalam pelaksanaan operasional perbankan,


bankir diharuskan tetap memiliki rasa pertanggung jawaban social baik terhadap
nasabah, pemilik, masyarakat ataupun pemerintah.

j. Prinsip Persamaan Perlakuan, pada prinsip ini bankir dituntut untuk tidak melakukan
perlakuan yang dislkriminatif baik kepada para nasabah, masyarakat maupun kepada
karyawan.

k. Prinsip Kebersihan Pribadi, disini sikap bankir adalah harus dapat menjaga
kehormatan dirinya.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=2ah
UKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAFegQIBxAB&url=https%3A%2F%2Fmedia.neliti.com%2Fme
dia%2Fpublications%2F281030-jurnal-kode-etik-perbankan-
bc9eeeef.pdf&usg=AOvVaw3Q08X6ycR_PDRfkVJ7OyxA

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8&ved=2ah
UKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAGegQIAhAB&url=http%3A%2F%2Frepository.uma.ac.id%2
Fbitstream%2F123456789%2F9908%2F1%2FNur%2520Fadhilah%2520Ramadhana%2520-
%2520Fulltext.pdf&usg=AOvVaw2W1nOBlXngfiKbDAS6zQnd

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ved=2ah
UKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAHegQICBAB&url=https%3A%2F%2Fe-
journal.unair.ac.id%2Findex.php%2FJEBIS%2Farticle%2Fdownload%2F1435%2F1122&usg=AOvVaw1
72vRIKMJ0OJpm-vWjOAdE
KELOMPOK 8

ETIKA PROFESI DALAM BISNIS ISLAM

A. Landasan Etika Profesi dalam Islam.

Dalam islam, tuntunan bekerja adalah merupakan sebuah keniscayaan bagi setiap
muslim agar kebutuhan hidupnya sehari-hari bisa terpenuhi. Salah satu jalan untuk memenuhi
kebutuhan itu antara lain melalui aktivitas bisnis seperti yang telah dicontohkan oleh baginda
Rasulullah Saw sejak beliau masih muda. Hanya saja beliau dalam berbisnis benar-benar
menerapkan standar moral yang digariskan dalam Al-Qur‟an. Bekerja merupakan kewajiban
setiap muslim. Dengan bekerja seorang muslim akan dapat mengekspresikan dirinya sebagai
manusia, makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna didunia. Kerja atau amal adalah
bentuk keberadaan manusia. Artinya manusia ada karena kerja, dan kerja itulah yang
membuat atau mengisi eksistensi kemanusiaan. Karena itu Rene Descratres, seorang filosof
Perancis, mengatakan “Aku berfikir, maka aku ada” (Cogito ergo sum) – karena berfikir
baginya adalah bentuk wujud manusia. Dalam ajaran islam ungkapan itu seharusnya “Aku
berbuat, maka aku ada.”

Dalam islam, harga (nilai) manusia tidak lain ialah amal perbuatannya atau kerjanya.
Inilah yang dimaksud manusia ada karena amalnya, dan bahkan dengan amalnya yang baik
itu manusia mampu mencapai derajat yang setinggi-tingginya, yaitu bertemu dengan
Tuhannya dengan penuh keridlaan. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Kahfi, 18:10
yang artinya “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan jangan ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Tuhannya”.

Setiap pekerjaan yang baik yang dilakukan karena Allah sama halnya dengan
melakukan jihad fi sabilillah. Jihad memerlukan motivasi, sedangkan motivasi memerlukan
pandangan hidup yang jelas dalam memandang sesuatu. Itulah yang dimaksud dengan etos
dan etos kerja seorang muslim harus selalu dilandasi dengan Al-Qur‟an dan Hadits.

B. Etika berprofesi dalam pandang Islam.

Dalam berprofesi islam menyerukan untuk mengikuti jalan rasulullah dalam berkerja
yaitu dengan landasan pandangan islam, yaitu :
 Shiddiq
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar.” (Q.S. At-Taubah :119)
 Amanah
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat”. (Q.S. An-Nisa :58).
 Tabligh
“Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan
risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada
mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.” [Al Jin 28]
 Fatanah
Yusuf Berkata : “Jadikanlah aku bendaharawan Negara (Mesir) ; sesungguhnya aku
adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”. (Q.S. Yusuf :55).
 Istiqamah
Q.S Fussilat : “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Tuhan kami ialah
Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka Malaikat akan turun
kepada mereka (dengan mengatakan) :”Janganlah kamu merasa takut dan janganlah
kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) Syurga yang telah
dijanjikan Allah kepadamu”.(30). “Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan
dunia dan diakherat; didalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan
memperoleh (pula) didalamnya apa yang kamu minta”.

Berdasarkan firman Allah tersebut keutamaan dalam Bekerja terbagi menjadi lima
yaitu:

1) Orang yang Ikhlas bekerja akan mendapatkan ampunan dosa dari allah swt
2) Akan diampuninya dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, zakat, haji
dan umroh
3) mendapatkan 'cinta allah swt'
4) terhindar dari azab neraka
5) bekerja adalah sebagian dari jihad
C. Ciri-ciri etos kerja Islami

Ciri-ciri orang yang menghayati etos kerja akan tampak dalam sikap dan tingkah
lakunya. Diantaranya :

1. Kecanduan terhadap Waktu

Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah cara seseorang
menghayati,memahami,dan merasakan betapa berharganya waktu. Bagi seorang muslim yang
menghargai waktu, baginya waktu adalah aset illahiyyah yang sangat berharga, ladang subur
yang membutuhkan ilmu dan amal untuk diolah serta dipetik hasilnya pada waktu yang lain.
Waktu adalah kekuatan, mereka yang mengabaikan waktu berarti menjadi budak kelemahan.
Bila John F Kennedy berkata “The full use of yours powers along lines of excellence”
(memanfaatkan seluruh kekuatan, anda sedang menuju puncak kehidupan). Maka seorang
muslim berkata “Waktu adalah kekuatan, bila kita memanfaatkan seluruh waktu, kita sedang
berada diatas jalan keberuntungan.” Hal ini sebagaimana firman Allah pada Q.S Al-Ashr:1-3:

ِ‫صب ِْر‬
َّ ‫ص ْواِبِال‬
َ ‫ِوت ََوا‬
َ ‫ق‬ِ ّ ‫ص ْواِبِ ْال َح‬
َ ‫ِِوت ََوا‬
َ ‫صا ِل َحات‬ َ ُ‫)ِإِ ََّّلِالَّذِيهَ ِآ َ َمى‬2(ِ‫سانَ ِلَ ِفيِ ُخس ٍْر‬
َّ ‫واِو َع ِملُواِال‬ ْ َ‫( َو ْالع‬3(
ِ ْ ‫)ِإِ َّن‬1(ِ‫ص ِِر‬
َ ‫ِاْل ْو‬

Artinya : “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran.”

Seorang muslim akan menjadikan waktu sebagai wadah produktifitas. Sadar untuk
tidak memboroskan waktu, setiap pribadi muslim yang memiliki etos kerja yang tinggi akan
segera menyusun tujuan, membuat perencanaan kerja, kemudian melakukan evaluasi atas
hasil kerjanya.

2. Memiliki Moralitas yang bersih (Ikhlas)

Salah satu kompetensi morla yang dimiliki seseorang yang berbudaya kerja islami itu
adalah keikhlasan. Karena ikhlas bentuk dari cinta, bentuk kasih sayang dan bentuk
pelayanan tanpa ikatan. Dengan demikian, ikhlas merupakan energi batin yang akan
membentengi diri dari segala bentuk yang kotor.

3. Kecanduan Kejujuran

Pribadi muslim merupakan tipe manusia yang terkena kecanduan kejujuran, dalam
keadaan apapun, dia merasa bergantung pada kejujuran. Dia pun bergantung pada amal saleh.
Sekali dia berbuat jujur atau amal saleh yang prestatif, dirinya bagaikan ketagihan untuk
mengulanginya lagi. Dia terpenjara pada cintanya kepada Allah. Tidak ada kebebasan yang
dia nikmati kecuali dalam pelayanannya kepada Allah.

4. Memiliki Komitmen

Yang dimaksud dengan komitmen adalah keyakinan yang mengikat (aqad) sedimikian
kukuhnya sehingga membelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian menggerakkan
perilaku menuju arah tertentu yang diyakininya (i‟tiqad). Mereka yang memiliki komitmen
tidak mengenal kata menyerah. Mereka akan berhenti menapaki cita-citanya bila langit sudah
runtuh. Komitmen adalah soal tindakan, keberanian. Komitmen bukannya komat-kamit,
melainkan soal kesungguhan dan kesinambungan.

5. Istiqamah

Pribadi muslim yang profesional dan berakhlak memiliki sikap konsisten, yaitu
kemampuan untuk bersikap taat asas, pantang menyerah, dan mampu mempertahankan
prinsip serta komitmennya walau harus berhadapan dengan resiko yang membahayakan
dirinya. Mereka mampu mengendalikan diri dan mengelola emosinya secara efektif.

Karakteristik etos kerja dalam beristiqamah dapat digolongkan menjadi 3, yaitu :

1. Kerja merupakan penjabaran akidah

2. Kerja dilandasi Ilmu

3. Kerja dengan meneladani sifat-sifat Illahi serta mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya.

D. Tujuan Ideal dalam Bekerja

Bekerja bagi seorang muslim sudah jelas merupakan sebuah keniscayaan. Namun
demikian aktivitas yang dilakukan oleh seorang Muslim bukanlah sekedar untuk memenuhi
naluri yaitu hanya untuk kepentingan perut. Jika memang demikian, maka eksistensi manusia
tidak akan beda dengan hewan yang dalam prakteknya “hidup untuk makan dan makan untuk
hidup”. Manusia merupakan makhluk monodualis atau two in one yang meliputi dua elemen
yang menyatu dalam dirinya. Disamping itu manusia dilengkapi dengan hati nurani (qalb)
dan akal pikiran („aql) dan nafsu (nafs).

1. Kepentingan Ibadah untuk Meraih Mardlatillah


Islam sebagai agama yang haq jelas akan memberi petunjuk ke jalan yang benar yang
akan menuntun manusia untuk meraih kebahagiaan yang hakiki baik di dunia maupun di
akhirat. Ini berarti, dalam melakukan apapun, manusia hendaknya tidak hanya mengejar
kepentingan duniawi yang profan dan sementara, namun sekaligus secara simultan perlu
mengejar kepentingan ukhrawi yang kekal dan abadi. Sebab itu, dalam kaitan dengan
aktivitas bisnis, hendaknya manusia tidak hanya mencari harta kekayaan, namun sekaligus
untuk litta‟abbudiyah (penghambaan diri) kepada Allah Swt, Dzat penguasa alam semesta
dan pemberi rezeki. Karena pada hakikatnya inilah tujuan pokok penciptaan makhluk
manusia oleh sang Khalik.

2. Memenuhi Kebutuhan hidup

Sebelum ini telah dikemukakan bahwa manusia monodualis yang menyatu dua unsur
dalam diri seorang, yaitu fisik dan psikis. Keduanya membutuhkan energi yang seimbang dan
proporsional agar manusia bisa hidup secara sempurna baik lahir maupun batin. Unsur psikis
misalnya, butuh pengakuan, kesempatan berekspresi, rasa aman, rasa tenang dan lain
sebagainya. Sedangkan unsur fisik membutuhkan makan yang cukup, sandang yang memadai
untuk melindungi raga dari sengatan cuaca panas dan deraan cuaca dingin, membutuhkan
papan untuk berlindung dan beristirahat dan lainnya.

3. Memenuhi kebutuhan keluarga

Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain sebagai media
untuk saling mencinta dan dicinta, saling membantu dan mencurahkan isi hati dan lain
sebagainya. Kebutuhan kehadiran orang lain itu, antara lain berupa intuisi keluarga sebagai
wadah yang diajarkan oleh syariat islam. Dalam sebuah hadis yang sangat populer yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (Muttafaq‟allah) ditegaskan oleh Rasulullah Saw
yang artinya :

“Kamu sekalian adalah pengurus (pemimpin) dan akan dimintai pertanggungjawaban


dalam hal kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin terhadap keluarganya dan dia akan
dimintai pertanggungjawaban dari kepemimpinannya.”

Kewajiban dan tanggung jawab tersebut menimbulkan konsekuensi bagi seseorang


suami. Antara lain fungsi dan tanggung jawab yang mengharuskan ia semangat beraktivitas
dan rajin bekerja. Karena jika tidak, maka akan mkelahirkan berbagai problem dalam sebuah
keluarga. Sebagaimana firman Allah pada surah Al-Baqarah, 2 : 233 yang artinya :
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara
ma‟ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.”

Sebagaimana juga sabda Rasulullah :

“Apabila seseorang membelanjai istrinya dengan mengharap pahala dari Allah, maka
tercatat baginya sebagai sedekah” (HR. Bukhari dan Muslim).

Beberapa sumber tersebut menunjukan bahwa membelanjai keluarga sebagai wujud


ekspresi rasa tanggung jawab tidak hanya akan membahagiakan mereka, melainkan juga
merupakan kebajikan yang akan memperoleh pahala.

4. Memenuhi Kepentingan Amal Sosial

Sebagai rahmatan lil „alamin, agama islam sarat dengan ajaran kedermawanan yang
menganjurkan agar manusia tidak saja mementingkan dirinya sendiri, namun juga perlu
memperhatiakan kepentingan orang lain. Tangan diatas (yang memberi) lebih mulia daripada
tangan tangan yang di bawah (meminta-minta), ini menunjukkan, bahwa Islam mengajarkan
semangat hidup yang memberi manfaat bagi orang lain, tidak justru membebani bagi yang
lain. Kebutuhan manusia adalah kompleks yang berupa berbagai macam kebutuhan fisik.
Untuk bisa memberi kebutuhan fisik itu tentu saja seseorang harus memiliki harta yang bisa
diperoleh dengan bekerja. Disinilah arti penting bekerja keras, untuk mengumpulkan harta,
karena dengan harta seorang Muslim bisa banyak melakukan ibadah sosial yang sangat
dianjurkan dalam Islam. Hal ini bisa dilakukan dengan syarat ada kemauan yang kuat dan
kepemilikan harta yang cukup (ghina).

5. Membangun Kemandirian

Islam menyatakan perang melawan kemiskinan. Hal ini perlu dilakukan untuk
melindungi keselamatan akidah dan moral, baik di kalangan keluarga maupun masyarakat.
Oleh karena itu, islam menghendaki agar setiap individu yang ada di tengah masyarakat
hidup secara layak dan mandiri. Paling tidak, ia dapat memenuhi kebutuhan pokok yang
berupa pangan, sandang dan papan yang diperoleh dengan jalan bekerja sesuai keahliannya
agar bisa membina rumah tangga dengan bekal yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ved=2ah
UKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAHegQICBAB&url=https%3A%2F%2Fe-
journal.unair.ac.id%2Findex.php%2FJEBIS%2Farticle%2Fdownload%2F1435%2F1122&usg=AOvVaw1
72vRIKMJ0OJpm-vWjOAdE

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=10&cad=rja&uact=8&ved=2a
hUKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAJegQICRAB&url=http%3A%2F%2Frepositori.uin-
alauddin.ac.id%2F2010%2F1%2Fskripsi%2520harnia.pdf&usg=AOvVaw3xmDLHhlrHKaLjv4h68Klz

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=2ah
UKEwjL1daqyP_oAhUC8XMBHdSsBZEQFjAAegQIARAB&url=http%3A%2F%2Fjournal.uinjkt.ac.id%2Fi
ndex.php%2Fahkam%2Farticle%2Fview%2F967&usg=AOvVaw2mlu51J1FlY10gb6H6s5FK

Anda mungkin juga menyukai