Latar Belakang Masalah Penelitian - Muhardin Muin (K012191024)
Latar Belakang Masalah Penelitian - Muhardin Muin (K012191024)
DISUSUN OLEH:
MUHARDIN MUIN
K012191024
KONSENTRASI EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
menyerang/menginfeksi sel darah putih yan menyebabkan turunnya kekebalan tubuh. AIDS atau
Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala penyakit karena turunnya
kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV (Kemenkes RI, 2015). Di seluruh dunia pada akhir
tahun 2018 ada 37,9 juta orang hidup dengan HIV (WHO, 2018)
Di Indonesia, setiap 25 menit terdapat satu orang baru yang terinveksi HIV (UNICEF
Indonesia, 2012). Satu dari setiap lima orang yang terinveksi di bawah usia 25 tahun. Sejak
pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai Maret 2017, HIV/ AIDS tersebar di 407 (80%) dari
507 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah kumulatif infeksi HIV di Indonesia
sampai Maret 2017 sebanyak 242.699 orang. Secara nasional, Provinsi dengan jumlah infeksi
HIV terbesar berturut – turut DKI 2 Jakarta (46.758), Jawa Timur (33.043) dan Papua (25.586)
dan maluku masuk urutan ke 10 dengan jumlah kasus 1592 Jiwa Sedangkan jumlah kumulatif
AIDS dari tahun 1987 sampai Maret 2017 sebanyak 87.453 orang. Berdasarkan pekerjaan,
pekerjaan dengan penderita AIDS tertinggi adalah Ibu rumah tangga, sedangkan berdasarkan jenis
kelamin jumlah penderita AIDS tertinggi pada laki – laki sebanyak 56%. Provinsi dengan infeksi
AIDS tertinggi adalah Jawa Timur, Papua pada posisi kedua dan maluku dengan posisi ke 10
dengan case rate dengan case rate 35,25 per 100.000 penduduk. (Kemenkes RI, 2017).
Berdasarkan data kumulatif Dinas Kesehatan Provinsi Maluku sejak 1994 hingga Agustus
2019, tercatat sebanyak 5.891 kasus HIV Aids terjadi di Maluku. kasus sebanyak itu terdiri dari
kasus HIV sebanyak 4.665 kasus dan Aids sebanyak 1.226 kasus dengan persentasi jenis kelamin
yang mengidap, laki-laki 58 persen dan wanita 42 persen. Sementara golongan umur terbanyak
yang mengidap HIV Aids ini adalah umur 15-39 tahun yang penularannya melalui seks (85
terbanyak adalah kota Ambon sebanyak 3.816 kasus dengan persentase 63,2 persen sejak tahun
1994 sampai Agustus 2019, Posisi kedua sesuai data kumulatif Dinkes Maluku ini ditempati
Maluku Tenggara sebanyak 701 kasus (12 persen), disusul Aru 509 kasus (9 persen), Maluku
Tengah 258 kasus (4 persen), Tual 164 kasus (3 persen), MTB 153 kasus (2 persen), MBD 95
kasus (2 persen), Buru 74 kasus (1 persen), SBB 62 kasus (1 persen), SBT 41 kasus (1 persen),
Sesuai data kumulatif Dinkes, di tahun ini yakni sejak Januari hingga Agustus 2019, kasus
HIV Aids di Maluku tercatat sebanyak 270 kasus, alami penurunan jika dibandingkan tahun 2018
sebanyak 548 kasus dan tahun 2017 sebanyak 776 kasus. Rinciannya Untuk Kota Ambon, hingga
Agustus 2019 tercatat sebanyak 46 kasus dengan rincian HIV 37 kasus dan Aids 9 kasus. Jumlah
ini alami peningkatan jika dibandingkan tahun 2018 yang tercatat sebanyak 35 kasus tapi alami
penurunan jika dibandingkan tahun 2017 yang tercatat sebanyak 72 kasus. Sementara di Malteng,
untuk tahun ini hingga Agustus 2019 tercatat sebanyak 31 kasus yang semuanya kasus HIV.
Alami penurunan jika dibandingkan tahun 2018 sebanyak 82 kasus dan tahun 2017 sebanyak 53
kasus. Kabupaten Kepulauan Aru, tahun ini hingga Agustus tercatat sebanyak 9 kasus yang
semuanya kasus HIV. Alami penurunan dari tahun 2018 yakni sebanyak 40 kasus yang terdiri
dari 37 kasus HIV dan 3 kasus Aids, dan tahun 2017 sebanyak 73 kasus dengan rincian 59 kasus
HIV dan 14 kasus Aids. Kabupaten MTB tahun ini hingga Agustus 2019 tercatat sebanyak 25
kasus yang kesemuanya kasus HIV juga alami penurunan jika dibandingkan tahun 2018 sebanyak
27 kasus dengan rincian 26 kasus HIV dan satu kasus aids, dan tahun 2017 sebanyak 33 kasus
yang semuanya kasus HIV. SBB empat kasus (HIV) alami penurunan jika dibandingkan tahun
2018 sebanyak 11 kasus (HIV) dan tahun 2017 15 kasus (14 kasus HIV dan 1 kasus Aids). Kota
Tual 11 kasus HIV yang tercatat tahun ini hingga Agustus, alami penurunan jika dibandingkan
tahun 2018 sebanyak 11 kasus (HIV) dan tahun 2017 sebanyak 19 kasus (HIV). SBT tercatat
sebanyak 3 kasus (HIV) hingga Agustus tahun 2019 sejak januari, alami penurunan jika
dibandingkan tahun 2018 sebanyak 15 kasus (HIV) dan Tahun 2017 sebanyak 4 kasus (HIV).
Kabupaten Buru tercatat sebanyak 7 kasus (HIV), menurun dibandingkan tahun 2018 sebanyak
20 kasus (18 kasus HIV dan 2 kasus Aids). MBD tahun ini hingga Agustus terctat sebanyak 13
kasus (HIV) menurun dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 31 kasus (HIV) dan tahun 2017.
Sedangkan Buru Selatan tahun ini hingga Agustus 2019 tercatat sebanyak 2 kasus (HIV), alami
HIV / AIDS terkonsentrasi di kalangan orang dewasa usia kerja dan jangka panjang tidak
seperti penyakit lain sehingga HIV / AIDS menuntut tingkat yang lebih tinggi dari biaya
pengobatan untuk rumah tangga terkena dampak HIV. Oleh karena itu, HIV / AIDS
menyebabkan deplesi tabungan dan aset produktif, dan meningkatkan utang rumah tangga yang
terkena dampak HIV . Bahkan, pengeluaran perawatan kesehatan yang lebih tinggi dari rumah
tangga mengurangi investasi untuk makanan gizi bagi anggota keluarga, investasi untuk pertanian
atau bisnis, dan pendidikan anak-anak. Setelah inisiasi pengobatan ART, angka kematian telah
berkurang, tetapi sebagian besar setiap tahun yakni 1,2 juta orang terinfeksi karena HIV / AIDS.
Kematian selama usia kerja korban merupakan faktor utama dalam dampak ekonomi dari HIV /
AIDS . Dampak tingkat rumah tangga dari HIV / AIDS meliputi biaya langsung, termasuk biaya
medis dan non-medis, dan biaya produktivitas seperti hilangnya waktu kerja, sebagai akibat dari
morbiditas anggota rumah tangga yang positif HIV, serta waktu yang dihabiskan oleh orang lain
yang peduli bagi mereka. Bukti ini menunjukkan bahwa HIV / AIDS menempatkan tekanan
ekonomi yang signifikan pada rumah tangga mencoba untuk membayar biaya perawatan
kesehatan, dan mencoba untuk menebus pendapatan yang hilang. Jika seorang anggota rumah
tangga dibidang pertanian dipengaruhi oleh HIV / AIDS pada usia muda dan produktif, maka
mengurangi hasil pertanian mereka atau menyewa tenaga kerja eksternal untuk kerja di pertanian
mereka untuk menggantikan anggota keluarga yang sakit. Dengan demikian, ada pengurangan
jumlah pekerja keluarga dan kenaikan dalam biaya tenaga kerja dari pertanian karena HIV /
AIDS. HIV / AIDS tidak hanya dapat membunuh penduduk yang aktif secara ekonomi tetapi juga
akan menghancurkan pengalaman, keterampilan dan pengetahuan yang dibangun selama ini.
Studi terdahulu tentang dampak ekonomi dari HIV / AIDS telah melaporkan bahwa rumah
tangga yang terkena penyakit menghasilkan pendapatan relatif lebih rendah dibandingkan rumah
tangga tidak terpengaruh. orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) sering dipaksa untuk
meninggalkan pekerjaan atau bisnis mereka karena untuk penyakit mereka. Penurunan kesehatan
orang yang sakit menyebabkan dampak lebih lanjut pada rumah tangga. Kebutuhan untuk
perawatan seumur hidup karena sifat kronis penyakit ini dapat memiliki implikasi keuangan
penelitian terkait dalam Beban ekomomi dan pendanaan HIV / AIDS di Kabupaten kepulauan
aru yang difokuskan pada karekteristik sosial ekonomi dalam hal biaya langsung dan biaya
Ananda, R. (2012). Evaluasi Program Pemerintah Tentang HIV/AIDS Di Kota Pekanbaru Tahun
2012. (Magister), Universitas Riau, Riau.
Bell C, Devarajan S, Gersbach H. jangka panjang biaya ekonomi AIDS: teori dan aplikasi ke Afrika
selatan. Jerman: University of Heidelberg; 2003.
UNAIDS. Hari LI 2015. Dunia AIDS 2015. http://www.unaids.org/ situs / default / file / media_asset
/ 20150901_FactSheet_2015_en.pdf..