Laporan Final Skenario 5
Laporan Final Skenario 5
SKENARIO 5
Nyeri Di Seluruh Lapang Abdomen
Seorang laki-laki berusia 40tahun di bawa ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan
nyeri abdomen sejak 2 jam yang lalu. Awalnya nyeri di rasakan seperti di tusuk-
tusuk, semakin nyeri, dan memberat dengan perubahan posisi, skala nyeri 9/10.
Keluhan disertai demam tinggi sejak 3 flatus sejak 2 hari yang lalu. Riwayat
trauma di sangkal. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan pasien tampak sakit berat,
kesadaran komposmentis,tekanan darah 100/70 mmHg, pernafasan 20x/menit,
nadi distensi, bising usus menurun, defense muskular positif. Pemeriksaan
laboratorium menunjukan leukositosis. Dokter segera melakukan penatalaksanaan
awal pada pasien tersebut.
STEP 1
1. Defense muskular: Nyeri tekan di seluruh lapang abdomen yang
menunjukan rangsangan peritoneum parietal.
2. Flatus: pengeluaran gas dan saluran pencernaan.
3. Distensi: gas atau cairan yang menumpuk di dalam perut.
STEP 2
1. Faktor resiko yang menyebabkan nyeri abdomen?
2. Bagaimana patomekanisme terjadinya manifestasi klinis?
3. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus?
4. Nyeri abdomen apa yang di alami pasien?
5. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus?
STEP 3
1. Faktor resiko kolelitiasis: status imun, kebiasaan hidup,jenis
kelamin,obesitas,trauma,narkoba. Penyebabnya bisa karena peradangan
atau infeksi pada GIT, Virus bakteri fungi, trauma ,luka,parasit.
2. Patomekanisme: bakteri menyebabkan inflamasi lalu terjadinya agregasi
dan menjadi akut terjadinya rangsangan ke hipotalamus merangsang set
poin dan terjadi demam.Inflamasi eksudat fibrinosa terjadilah respon lokal
2
STEP 4
1. Faktor resiko kolelitiasis: status imun, kebiasaan hidup,jenis
kelamin,obesitas,trauma,narkoba. Penyebabnya bisa karena peradangan
atau infeksi pada GIT, Virus bakteri fungi, trauma ,luka,parasit.
2. Patomekanisme: bakteri menyebabkan inflamasi lalu terjadinya agregasi
dan menjadi akut terjadinya rangsangan ke hipotalamus merangsang set
poin dan terjadi demam.Inflamasi eksudat fibrinosa terjadilah respon lokal
dan menyebabkan distensi abdomen lalu terjadi nyeri viceral. Ganggunag
motilitas menyebabkan penurunan bising usus, lalu peristaltik menurun
menyebabkan tidak BAB dan flatus. Nervus vagus merangsang pusat
muntah di medula oblongata. Inflamasi nyeri spasme otot abdomen
menyebabkan nyeri tekan abdomen meningkat. Inflamasi akut penyebaran
perforasi masuk ke peritoneum, dan flora normal berubah menjadi
patogen. Vasodilatasi pembuluh darah terjadi hipotensi.
3. Penegakan diagnosis:
Anamnesis:
Sejak kapan, letak nyeri, skala nyeri, Rpd Rpk Rpsos, sifat nyeri
anifestasi klinis tambahan, memperberat memperingan
PF:
Kesadaran,ttv, inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, rectal toucher,
CRT.
PP:
Darah rutin,leukositosis atau peradangan, elektrolit,USG, CT-Scan,
biokimia darah, photo abdomen 3 posisi.
Dx: Peritonitis dengan perforasi
DD: Perforasi gaster, apendisitis ileus paralitik
4. Nyeri akut abdomen:
Sifat nyeri: nyeri kontiue
Jenis nyeri: nyeri viceral
5. Tatalaksana pada kasus:
IV line dengan RL, ICU rawat inap, pembedahan, oksigen, NGT,
kateter urin.
4
ETIOLOGI
TATALAKSAN FAKTOR
A RESIKO
AKUT
ABDOMEN
PENEGAKAN
PATOMEKANISME DIAGNOSIS
MANIFESTA
SI KLINIS
STEP 5
1. Jelaskan kondisi yang termasuk kegawatdaruratan abdomen!
2. Jelaskan penyebab, mekanisme di hubungkan manifestasi klinis sehingga
terjadi komplikasi, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan pada
penyakit kegawatdaruratan abdomen.
STEP 6
Belajar mandiri
5
STEP 7.
1. Gawat Abdomen
Istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan
klinis akibat kegawatdaruratan di rongga perut yang biasanya timbul
mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Gawat abdomen
memerlukan penanganan segera yang sering berupa tindakan bedah,
misalnya pada obstruksi, perforasi atau pendarahan masif di rongga perut
maupun disaluran cerna. Infeksi, obstruksi, strangulasi saluran cerna dapat
menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut
oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Keputusan untuk
melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyulit yang berakibat meningkatknya
mordibidas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggunalangannya
bergantung pada kemampuan melakukan analisis melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pengetahuan anatomi dan
faal perut beserta isinya sangat penting untuk menyingkirkan satu demi
satu dari kemungkinan penyebab nyeri perut akut.1
2. Penyebab
6
3) Pendarahan
Sebagai akibat trauma abdomen dapat terjadi kerusakan
pada organ padat, seperti hati dan limpa. Adanya darah dalam
rongga perut menyebabkan rangsangan peritoneum dan nyeri,
yang dapat berlanjut menjadi anemia hemoragik dan syok
hemoragik.1
Perdarahan dalam rongga usus, seperti perdarahan pada
varises esofagus, tukak lambung atau duodenum, kolitis
ulseratif dan divertikulitis kolon, dapat menyebabkan keadaan
gawat yang memerlukan operasi segera.1
4) Inflamasi
Pankretitis akut, appendisitis, berawal dari sebuah
peradangan atau inflamasi yang jika berlanjut menjadi perforasi
dapat menyebabkan peritonitis. Dan jika sudah masuk ke
peritonitis harus segera mendapatkan tindakan..1
5) Trauma
Trauma dapat mengakibatkan pecahnya organ perut dengan
perdarahan dan perforasi usus. Oleh karena itu, pemeriksaan
pada korban trauma perut harus dilakukan dengan cermat
disertai anamnesis tentang arah trauma.1
marker. Beberapa kriteria dapat ditemukan saat mulai dirawat atau saat
triage sementara, lainnya hanya dapat ditemukan 48-72 jam setelahnya.2
Patofisiologi
Patofisiologi pankreatitis akut masih belum jelas; dapat terjadi
apabila faktor pemeliharaan hemostasis seluler tidak seimbang. Faktor
ekstraseluler (misalnya: respons saraf dan vaskuler) dan intraseluler
(misalnya: aktivasi enzim pencernaan intrasel, peningkatan sinyal
kalsium, dll) dapat berpengaruh. Diduga, kejadian yang dapat memicu
pankreatitis akut adalah kejadian yang mengganggu sel acinar dan
mengganggu sekresi granul zymogen, contohnya pada penggunaan
alkohol berlebih, batu empedu, dan beberapa jenis obat. Gangguan sel
acinar dimulai dari kekacauan di membran sel, dapat mengakibatkan:
Bagian granul lisosom dan zymogen bergabung, dan dapat
mengaktivasi tripsinogen menjadi tripsin.„ Tripsin intraseluler dapat
memicu aktivasi seluruh jalur zymogen Vesikel sekretorik dikeluarkan
dari membran basolateral ke interstitial,fragmen molekulnya bekerja
sebagai chemoattractants untuk sel inflamasi. Aktivasi neutrofil dapat
mengeksaserbasi masalah dengan dilepaskannya superoxide atau enzim
proteolitik (misalnya: cathepsinsn B, D, dan G; kolagenase, dan
elastase). Akhirnya makrofag melepaskan sitokin yang memediasi
respons inflamasi lokal (pada kasus berat dapat sistemik). Mediator
awal yang diketahui adalah TNF-α, interleukin (IL)-6, dan IL-8.2
Mediator inflamasi tersebut meningkatkan permeabilitas vaskuler
pankreas, dapat berlanjut menjadi perdarahan, edema, dan terkadang
nekrosis pankreas. Karenan disekresi ke sistem sirkulasi, dapat muncul
komplikasi sistemik seper i bakteremia, acute respiratory distress
syndrome (ARDS), efusi pleura, perdarahan saluran cerna, dan gagal
ginjal. Systemic inflammatory response syndrome (SIRS) juga dapat
terjadi, dapat berlanjut menjadi syok sistemik. Pada beberapa kasus
pankreatitis akut, awalnya terjadi edema parenkim dan nekrosis lemak
peripankreas, dikenal sebagai pankreatitis edema akut. Saat nekrosis
parenkim terjadi, disertai perdarahan dan disfungsi kelenjar, inflamasi
9
Gejala Klinik
Pasien biasanya mengalami nyeri epigastrium atau di kuadran
kiri atas. Nyeri konstan dengan penyebaran ke punggung, dada, atau
pinggang, namun tidak spesifik. Intensitas nyeri kebanyakan berat,
namun dapat bervariasi. Intensitas dan lokasi nyeri tidak berhubungan
dengan berat ringannya penyakit. Pemeriksaan imaging dapat
membantu diagnosis pankreatitis akut dengan gejala tidak spesifik.2
Diagnosis
10
ekstra pankreas yang memburuk atau gagal membaik setelah 7-10 hari
perawatan di RS. Pada pasien ini sebaiknya dilakukan:
(i) CT-guided fine needle aspiration (FNA) awal untuk
pewarnaan Gram dan kultur untuk panduan penggunaan
antibiotik, atau
(ii) Penggunaan empirik antibiotik tanpa CT FNA Pada
pasien dengan nekrosis terinfeksi, antibiotik yang
diketahui dapat melewati nekrosis pankreas, misalnya
carbapenems, quinolones, dan metronidazole, dapat
bermanfaat menunda atau kadang menghindari secara
total tindakan intervensi, yang berhubungan dengan
menurunnya morbiditas dan mortalitas. Pemberian rutin
agen anti-fungal bersama dengan antibiotik profilaksis
atau terapi antibiotik tidak direkomendasikan.2
Nutrisi pasien pada pankreatitis akut ringan, pemberian makan
secara enteral dapat dimulai secepatnya apabila tidak terjadi mual
muntah, dan nyeri perut telah hilang. Pada pankreatitis akut, pemberian
makan dengan diet padat serta rendah lemak tampaknya aman sama
seperti pemberian diet cair. Pada pankreatitis akut berat, pemberian
nutrisi enteral direkomendasikan untuk mencegah komplikasi infeksi.
Nutrisi parenteral sebaiknya dihindari, kecuali rute enteral tidak
tersedia, tidak ditoleransi, atau tidak mencukupi kebutuhan kalori.
Pemberian makanan enteral secara nasogastrik dan nasoyeyunal
tampaknya setara dalam efikasi dan keamanan.2
Peran Tindakan Bedah pada Pankreatitis Akut, pada pankreatitis
akut ringan dengan batu empedu di kandung empedu, kolesistektomi
sebaiknya dilakukan sebelum pasien keluar RS untuk mencegah
kekambuhan pankreatitis akut Pada necrotizing biliary pankreatitis
akut, untuk mencegah infeksi, kolesistektomi ditunda hingga inflamasi
aktif hilang dan penumpukan cairan membaik atau stabil. Adanya
pseudokista tanpa gejala dan nekrosis pankreas dan/atau ektra pankreas
tidak memerlukan intervensi, terlepas dari ukuran, lokasi, dan/ekstensi).
14
b. Perforasi Gaster
Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan
mikroorganisme lainnya karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi.
Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi
gaster yang normal dan tidak berada pada resiko kontaminasi bakteri yang
mengikuti perforasi gaster. Kebocoran asam lambung kedalam rongga
peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia. Bila kebocoran tidak
ditutup dan partikel makanan mengenai rongga peritoneum, peritonitis
kimia akan diperparah oleh perkembangan yang bertahap dari peritonitis
bakterial.4
Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa jam antara peritonitis
kimia awal dan peritonitis bakterial lanjut. Mikrobiologi dari usus kecil
berubah dari proksimal samapi ke distalnya. Beberapa bakteri menempati
bagian proksimal dari usus kecil dimana, pada bagian distal dari usus kecil
(jejunum dan ileum) ditempati oleh bakteri aerob (E.Coli) dan anaerob
( Bacteriodes fragilis (lebih banyak)). Kecenderungan infeksi intra
abdominal atau luka meningkat pada perforasi usus bagian distal. Adanya
bakteri di rongga peritoneal merangsang masuknya sel-sel inflamasi akut.
Omentum dan organ-organ visceral cenderung melokalisir proses
peradangan, mengahasilkan phlegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi
kolon). Hypoksia yang diakibatkannya didaerah itu memfasilisasi
tumbuhnya bakteri anaerob dan menggangu aktifitas bakterisidal dari
granulosit, yang mana mengarah pada peningkatan aktifitas fagosit
daripada granulosit, degradasi sel-sel, dan pengentalan cairan sehingga
membentuk abscess, efek osmotik, dan pergeseran cairan yang lebih
banyak ke lokasi abscess, dan diikuti pembesaran absces pada perut. Jika
15
Pemeriksaan Fisik:
1. Palpasi dengan halus, perhatikan ada tidaknya massa atau nyeri tekan.
Bila ditemukan tachycardi, febris, dan nyeri tekan seluruh abdomen
mengindikasikan suatu peritonitis. Rasa kembung dan konsistensi
sperti adonan roti mengindikasikan perdarahan intra abdominal.
2. Nyeri perkusi mengindikasikan adanya peradangan peritoneum
3. Pada auskultasi : bila tidak ditemukan bising usus mengindikasikan
suatu peritonitis difusa. Pemeriksaan rektal dan bimanual vagina dan
pelvis : pemeriksaan ini dapat membantu menilai kondisi seperti
appendicitis acuta, abscess tuba ovarian yang ruptur dan divertikulitis
acuta yang perforasi.4
Pemeriksaan penunjang:
Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat
dilakukan adalah : foto polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi
dengan vesika urinaria penuh, CT-scan murni dan CT-scan dengan kontras.
Jika temuan foto Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan
ragu untuk menggunakan CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat
17
mendeteksi cairan dan jumlah udara yang sangat sedikit sekali pun yang tidak
terdeteksi oleh metode yang disebutkan sebelumnya.5
1. Radiologi. Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut
abdomen. Isi yang keluar dari perforasi dapat mengandung udara, cairan
lambung dan duodenum, empedu, makanan, dan bakteri. Udara bebas atau
pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem gastrointestinal.
Hal ini terjadi setelah perforasi lambung, bagian oral duodenum, dan usus
besar. Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak
mengandung udara, jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan. Udara
bebas terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah perforasi. Manfaat
penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting, karena
keadaan ini biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis memiliki
peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur
diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi
pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen
karena perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam
status kegawatdaruratan abdomen. Seorang dokter yang berpengalaman,
dengan menggunakan teknik radiologi, dapat mendeteksi jumlah udara
sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, ia menggunakan teknik foto
abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.
Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat
dipercaya, kualitas film pajanan dan posisi yang benar sangat penting.
Setiap pasien harus mengambil posisi adekuat 10 menit sebelum
pengambilan foto, maka, pada saat pengambilan udara bebas dapat
mencapai titik tertinggi di abdomen. Banyak peneliti menunjukkan
kehadiran udara bebas dapat terlihat pada 75-80% kasus. Udara bebas
tampak pada posisi berdiri atau posisi decubitus lateral kiri. Pada kasus
perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh
kondisi bedah patologis lain. Posisi supine menunjukkan
pneumoperitoneum pada hanya 56% kasus. Sekitar 50% pasien
menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya adalah
subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat gambaran oval
18
kecil atau linear. Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat tampak
di antara lekukan usus. Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk
seperti kubah atau bentuk bulan setengah di bawah diafragma pada posisi
berdiri. Football sign menggambarkan adanya udara bebas di atas
kumpulan cairan di bagian tengah abdomen.5
2. Ultrasonografi. Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan
kondisi akut abdomen. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan
bebas dengan berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak
homogen karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini khususnya
berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan
teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat
mendeteksi udara bebas.5
3. CT Scan. CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk
mendeteksi udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti
gelembung dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh
karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster.
Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat
membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai
area hipodens dengan densitas negatif. Jendela untuk parenkim paru adalah
yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT scan dilakukan dalam
posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di depan
bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika pasien
setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik
dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal.
Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan
dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya. Jika kita menduga seseorang
mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada scan murni
klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk
membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan
menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum scanning.
Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut secara
oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk
19
Penatalaksanaan :
Keadaan umum penderita yang lambungnya mengalami perforasi
harus diperbaiki pra-bedah. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit,
pemasangan pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotic mutlak diperlukan.
Laparotomi segera dilakukan setelah upaya upaya tersebu dikerjakan. Jahitan
saja setelah eksisi tukak yang mengalami perforasi belum cukup mengatasi
penyakit primernya, tetapi tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang
baik seperti pada penderita usia lanjut serta terdapat peritonitis purulenta. Saat
ini, pada laparoskopi dilakukan penutupan perforasi menggunakan omentum
(omental plug), dan penjahitan primer pada luka perforasi dilaporkan
memeberikan hasil yang baik dengan intervensi yng minimal. Bila keadaan
memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan penyaliran atau vagotomi
dan antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan. Dan komplikasinya
adalah peritonitis.7
Intervensi bedah hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomy
explorasi dan penutupan perforasi dengan pencucian pada rongga peritoneum
(evacuasi medis). Terapi konservatif di indikasikan pada kasus pasien yang
non toxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan
cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.8
c. Apendisitis Perforasi
Radang usus buntu didefinisikan sebagai peradangan lapisan
dalam dari apendiks vermiform yang menyebar ke bagian lain.
Meskipun kemajuan diagnostik dan terapeutik dalam pengobatan,
radang usus buntu tetap merupakan keadaan darurat klinis dan
merupakan salah satu penyebab umum nyeri perut akut.9
20
Etiologi
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks.
Penyebab paling umum obstruksi luminal termasuk hiperplasia limfoid
sekunder akibat penyakit radang usus atau infeksi (lebih umum selama
masa kanak-kanak dan pada dewasa muda), stasis tinja dan fecalith
(lebih umum pada pasien usia lanjut), parasit (terutama di negara-
negara Timur) , atau, lebih jarang, benda asing dan neoplasma. Fecalit
terbentuk ketika garam kalsium dan kotoran feses menjadi berlapis di
sekitar nidus yang terletak di dalam apendiks. Hiperplasia limfoid
dikaitkan dengan berbagai gangguan inflamasi dan infeksi termasuk
penyakit Crohn, gastroenteritis, amebiasis, infeksi pernapasan, campak,
dan mononukleosis. Obstruksi lumen appendiceal lebih jarang dikaitkan
dengan bakteri (spesies Yersinia, adenovirus, cytomegalovirus,
actinomycosis, spesies Mycobacteria, spesies Histoplasma), parasit
(misalnya spesies Schistosomes, cacing kremi, Strongyloides
stercoralis), material asing (misalnya, senapan pelet, alat intrauterin,
lidah pejantan, arang aktif), tuberkulosis, dan tumor.9
Patofisiologi
Dilaporkan, radang usus buntu disebabkan oleh obstruksi lumen
apendiks dari berbagai penyebab. Obstruksi diyakini menyebabkan
peningkatan tekanan dalam lumen. Peningkatan seperti ini berhubungan
dengan sekresi cairan dan mukus yang terus menerus dari mukosa dan
stagnasi bahan ini. Pada saat yang sama, bakteri usus dalam usus
melipatgandakan, mengarah pada perekrutan sel darah putih dan
pembentukan nanah dan tekanan intraluminal berikutnya. Jika obstruksi
appendiceal berlanjut, tekanan intraluminal naik pada akhirnya di atas
vena appendiceal, yang menyebabkan obstruksi aliran keluar vena.
Sebagai akibatnya, iskemia dinding appendiceal dimulai,
mengakibatkan hilangnya integritas epitel dan memungkinkan invasi
bakteri pada dinding appendix.Dalam beberapa jam, kondisi lokal ini
dapat memburuk karena trombosis arteri dan vena apendikular, yang
21
menyebabkan perforasi dan gangren pada usus buntu. Ketika proses ini
berlanjut, abses periappendicular atau peritonitis dapat terjadi.9
Pemeriksaan Laboraturium :
1) Neutrofilia
2) WBC 500 sel / μL: 80-85% orang dewasa dengan radang usus
buntu CT scan
3) CT scan dengan kontras oral menengah atau rektal Gastrografin
enema telah menjadi studi pencitraan yang paling penting dalam
23
Tatalaksana
Apendektomi tetap merupakan satu-satunya pengobatan kuratif
dari radang usus buntu, tetapi penatalaksanaan pasien dengan massa
appendix biasanya dapat dibagi menjadi 3 kategori perawatan berikut:
1. Pasien dengan phlegmon atau abses kecil: Setelah terapi
antibiotik intravena (IV), apendiktomi interval dapat
dilakukan 4-6 minggu kemudian.
2. Pasien dengan abses yang terdefinisi lebih besar: Setelah
drainase perkutan dengan antibiotik IV dilakukan, pasien
dapat dilepas dengan kateter di tempatnya. Interval
appendektomi dapat dilakukan setelah fistula ditutup.
3. Pasien dengan abses multicompartmental: Pasien-pasien ini
memerlukan drainase bedah dini.9
d. Trauma Abdomen
Defenisi Trauma Abdomen
a) Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang
mengakibatkan cedera.
b) Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah abdomen
yang meliputi daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal.
24
Etiologi
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya
banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan
bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan
kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir
mobil atau benda tumpul lainnya. Trauma akibat benda tajam umumnya
disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar
didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga
diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit
menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen. Trauma pada
abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
a) Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor,
cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi
atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan
lalu lintas.9
b) Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan
benda tajam atau luka tembak.10
25
Manifestasi Klinis
Berdasarkan jenis trauma:
a) Trauma tembus abdomen
1) Potensi mematikan dan segera membahayakan jika disertai
cedera pembuluh darah besar
2) Luas cedera intraabdominal tergantung tenaga kinetik objek
penetratif. Luka akibat peluru dibedakan menjadi low-
velocity dan high-velocity
3) Peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang
berongga intra peritoneal.
4) Usus merupakan organ yang paling sering terkena pada
luka tembus abdomen karena usus mengisi sebagian besar
rongga abdomen.
5) Perforasi dibagian atas (lambung) terjadi perangsangan
segera setelah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis
hebat. Sedangkan bagian bawah, gejala baru timbul setelah
24 jam karena mikroorganisme membutuhkan waktu
berkembang biak setelah 24 jam.10
b) Trauma tumpul abdomen
1) Gejala pada trauma tumpul abdomen merupakan akibat
kehilangan darah, memar, atau kerusakan pada organ –
organ atau iritasi cairan usus yaitu nyeri tekan, nyeri ketok,
nyeri lepas dan kekakuan perut (akibat hematoma).
2) Bising usus biasanya melemah atau menghilang.
3) Rangsangan peritoneum dapat pula berupa nyeri alih di
daerah bahu terutama di sebelah kiri yang dikenal sebagai
referred pain atau tanda dari KEHR.10
Berdasarkan tipe cedera:
a) Pada organ padat
Yang paling sering mengalami kerusakan adalah hati dan limpa
yang akan menyebabkan perdarahan bervariasi dari ringan sampai
sangat berat bahkan kematian.10
26
Patofisiologi
Trauma pada abdomen dibagi menjadi trauma tumpul dan
tembus.Trauma tumpul abdomen disebabkan kompresi dan deselerasi.
Kompresi rongga abdome oleh benda - benda terfiksasi, seperti sabuk
pengaman atau setir kemudi akan meningkatkan tekanan intraluminal
dengan cepat, sehingga mungkin menyebabkan ruptur usus, atau
pendarahan organ padat. Gaya deselerasi (perlambatan) akan
28
Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
Untuk inspeksi lihat mulai dari keadaan umum klien, ekspresi
wajah, tanda- tanda vital, sikap berbaring, gejala dan tanda
dehidrasi, perdarahan, syok, daerah lipat paha (inguinal, skrotum
bila terdapat hernia biasanya ditemukan benjolan). Pada trauma
abdomen biasanya ditemukan kontusio, abrasio, lacerasi dan
echimosis. Echimosis merupakan indikasi adanya perdarahan di
intra abdomen. Terdapat Echimosis pada daerah umbilikal biasa kita
sebut ‘Cullen’s Sign’ sedangkan echimosis yang ditemukan pada
salah satu panggul disebut sebagai ‘Turner’s Sign’. Terkadang
ditemukan adanya eviserasi yaitu menonjolnya organ abdomen
keluar seperti usus, kolon yang terjadi pada trauma tembus/tajam.10
b) Auskultasi
Untuk auskultasi selain suara bising usus yang diperiksa di ke
empat kuadran dimana adanya ekstravasasi darah menyebabkan
hilangnya bunyi bising usus. Juga perlu didengarkan adanya bunyi
bruits dari arteri renalis, bunyi bruits pada umbilical merupakan
indikasi adanya trauma pada arteri renalis.10
c) Perkusi
Untuk melihat apakah ada nyeri ketok. Salah satu pemeriksaan
perkusi adalah uji perkusi tinju dengan meletakkan tangan kiri pada
sisi dinding thoraks pertengahan antara spina iliaka anterior superior
kemudian tinju dengan tangan yang lain sehingga terjadi getaran di
dalam karena benturan ringan bila ada nyeri merupakan tanda
adanya radang/abses di ruang subfrenik antara hati dan diafraghma.
Selain itu bisa ditemukan adanya bunyi timpani bila dilatasi
30
Komplikasi
Komplikasi segera yang dapat terjadi pada pasien dengan
trauma abdomen adalah hemoragi, syok, dan cedera. Sedangkan
komplikasi jangka panjangnya adalah infeksi. Komplikasi yang dapat
muncul dari trauma abdomen terutama trauma tumpul adalah cedera
yang terlewatkan, terlambat dalam diagnosis, cedera iatrogenik, intra
abdomen sepsis dan abses, resusitasi yang tidak adekuat, rupture
spleenyang muncul kemudian. Peritonitis merupakan komplikasi
tersering dari trauma tumpul abdomen karena adanya rupture pada
31
Penatalaksanaan
a) Penanganan di Rumah Sakit
Trauma Penetrasi
1) Skrining pemeriksaan rongten. Foto thoraks tegak berguna
untuk kemungkinan hemo atau pneumothoraks. Rontgen
abdomen untuk menentukan jalan luka atau adanya udara
retroperitoneum
2) IVP atau Urogram Excretory dan CT scan Ini dilakukan
untuk mengetahui jenis cedera ginjal yang ada.
3) Uretrografi Dilakukan untuk mengetahui adanya rupture
uretra.
4) Sistografi. Ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
cedera pada kandung kencing, contohnya pada fraktur
pelvis dan trauma non penetrasi.10
Trauma non-penetrasi
Pengambilan contoh darah dan urine. Darah digunakan
untuk pemeriksaan lab rutin dan pemeriksaan darah khusus seperti
darah lengkap, potassium, glukosa, amylase.10
Pemeriksaan Rongent
Pemeriksaan rontgen servikal lateral, thoraks
anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus
dilakukan pada penderita dengan multitrauma, mungkin berguna
32
e. Ileus Paralitik
Definisi Ileus Paralitik
Keadaan dimana usus gagal atau tidak mampu melakukan kontraksi
peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus merupakan kondisi dimana
terjadi kegagalan neutropenia atau hilangnya peristaltik usus tanpa adanya
obstruksi mekanik.11
Patofisiologi
Patofisiologi dari Ileus paralitik merupakan dari terangsangnya
sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus
Gastro interstitial, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan
yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatik. Sistem simpatis menghasilkan
pengaruhnya melalui dua cara yaitu pada tahap yang kecil melalui
pengaruh langsung norepinefrin pada otot polos (kecil muskularis mukosa,
dimana iamerangsangnya, dan pada tahap yang besar melalui pengaruh
Inhibitir dari noreeprineprin pada neuron-neuron sistem saraf Enterik. Jadi,
perangsang yang kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan
makanan melalui traktus Gastro interstitial.11
Hambatan pada sistem saraf parasimpatik di dalam sistem saraf
Enterik akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada
traktus Gastro interstitial, namun tidak semua pleksus mienterikus yang
dipersyaratkan serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa
neuron bersifat Inhibitir, ujung seratnya mendeskreditkan suatu transmiter
Inhibitir, kemungkinan peptidae instestinal baso aktif dan beberapa
peptidae lainnya. Menurut beberapa hipotesis, Ileus pasca operasi
dimediasi melalui aktivasi hambat bussurrefleks tulang belakang. Secara
anatomis, tiga refleks berbeda yang terlibat : ultrashort refleks terbatas
pada dinding usus, refleks pendek yang melibatkan ganglia prevertebral,
dan refleks panjang melibatkan sumsum tulang belakang. Reflek panjang
yang paling signifikan.. respon stress bedah mengarah ke generasi sistemik
endokrin dan mediator inflamasi yang juga mempromosikan
perkembangan Ileus.11
Penyakit atau keadaan yang menimbulkan Ileus paralitik dapat
diklasifikasikan seperti yang tercantum dibawah ini : kasus Ileus paralitik.
36
Manifestasi klinik
Ileus adinamik (Ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan
usus yang disebabkan oleh penghambatan neurimuskular dengan aktifitas
simpatik yang berlebihan sangat umum, terjadi setelah semua prosedur
abdomen, gerakan usus akan kembali normal pada usus kecil 24 jam,
lambung 48 jam, kolon 3-5 hari. Pasien Ileus paralitik akan mengeluh
38
Diagnosis
Pada Ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa
silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos
abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar.11
Anamnesis
Pada pasien Ileus paralitik sering ditemukan keluhan disentri dari
usus, rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga
39
mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut
tanpa disertai nyeri.11
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Dapat di temukan tanda-tanda generelisata dehidrasi, yang
mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada
abdomen harus dilihat adanya distensi, perut abdomen, hernia dan massa
abdomen. Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.11
Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneal
apapun atau ngeringkas, yang mencakup defense muscular involunter atau
rebound dan pembengkakan. Atau massa yang abnormal untuk
mengetahui penyebab Ileus.11
Perkusi
Biasanya hipertimpani.11
Auskultasi
Bisisng usus lemah atau tidak ada sama sekali.11
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari
kausal penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah
leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase. Foto
polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada ileus
paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air
fluid level ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini
berbeda dengan air fluid level pada Ileus obstruktif yang memberikan
stepladder (seperti anak tangga). Apabila dengan pemeriksaan foto polos
abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto abdomen dengan
mempergunakan kontras.11
Penatalaksanaan
Pengobatan Ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif.
Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, mengobati kausa dan penyakit primer dan pemberian nutrisi
40
f. Ileus Obstruktif
Pengertian
Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus
sepanjang saluran usus. Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran
cerna tinggi artinya disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan
elektrolit baik didalam lumen usus bagian oral dari obstruksi maupun oleh
muntah. Obstruksi usus atau illeus adalah sumbatan yang terjadi pada
aliran isi usus baik secara mekanis maupun fungsional.12
Aliran ini dapat terjadi karena dua tipe proses :
a) Mekanis : terjadi obstruksi mural dari tekanan pada dinding usus.
Contoh : intususepsi, perlengketan, tumor, hernia dan abses.
b) Fungsional : muskulatur usus tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus. Contoh : gangguan endokrin.12
41
Etiologi
Etiologi dari obstruksi usus atau illeus yaitu:
1) Perlengketan
2) Intususepsi yaitu salah satu bagian usus menyusup kedalam bagian
lain yang ada dibawahnya.
3) Volvulus yaitu usus memutar akibatnya lumen usus tersumbat.
4) Hernia yaitu protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus.
5) Tumor.12
42
Patofisiologi
Patofisiologi dari obstruksi usus atau illeus adalah: Secara normal
7-8 cairan kaya elektrolit disekresi oleh usus dan kebanyakan direabsorbsi,
bila usus tersumbat, cairan ini sebagian tertahan dalam usus dan sebagian
dieliminasi melalui muntah, yang menyebabkan pengurangan besar
volume darah sirkulasi. Mengakibatkan hipotensi, syok hipovolemik dan
penurunan aliran darah ginjal dan serebral.12
Pada awitan obstruksi, cairan dan udara terkumpul pada bagian
proksimal sisi yang bermasalah, menyebabkan distensi. Manifestasi
terjadinya lebih cepat dan lebih tegas pada blok usus halus karena usus
halus lebih sempit dan secara normal lebih aktif, volume besar sekresi dari
usus halus menambah distensi, sekresi satu-satunya yang yang bermakna
dari usus besar adalah mukus.12
Distensi menyebabkan peningkatan sementara pada peristaltik saat
usus berusaha untuk mendorong material melalui area yang tersumbat.
Dalam beberapa jam peningkatan peristaltik dan usus memperlambat
proses yang disebabkan oleh obstruksi. Peningkatan tekanan dalam usus
mengurangi absorbsinya, peningkatan retensi cairan masih tetap berlanjut
segera, tekanan intralumen aliran balik vena, yang meninkatkan
permeabilitas kapiler dan memungkinkan plasma ekstra arteri yang
menyebabkan nekrosis dan peritonitis.12
43
Manifestasi Klinik
manifestasi klinik obstruksi usus atau illeus adalah
1) Gejala awal biasanya berupa nyeri kram yang terasa seperti
gelombang dan bersifat kolik.
2) Terjadi muntah fekal apabila ada obtruksi di Illeum.
3) Konstipasi absolute.12
44
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari obstruksi usus atau ileus yaitu :
1) Pemeriksaan rontgen dengan enteroklisis.
Menggunakan cairan kontras encer berguna untuk menentukan
diagnosis sebab memberikan gambaran ke sepanjang usus halus.
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang
mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi
biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah
tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan.
Penderita penyumbatan usus harus di rawat di rumah sakit.12
Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah,
mencegah aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien
dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk
perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah
dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen
dengan pemantauan dan konservatif.12
Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-
organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering
dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah
dilakukan bila:
1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan
pemasangan NGT, infus, oksigen dan kateter).12
Farmako:
a) Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
b) Analgesik apabila nyeri.12
Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan
dan elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus
48
memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus
pasien masih dalam keadaan paralitik.12
Prognosis
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti
umur, etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat
muda ataupun tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan
operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas.
Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi
usus halus.12
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajar.R. Buku ajar Ilmu Bedah-deJong. Edisi 3.
Jakarta:EGC.2016.
2. Pratama, Hamzah. Tatalaksana Pankreatitis Akut Cermin Dunia
Kedokteran 238/ vol.43.no.3. 2016.
3. Brendon, Coventry, J. Gastric Surgery.Upper Abdominal
Surgery.Springer. London Heidelberg New York Dordrecht.Chapter
4.2014
4. Sylvia A.Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis proses-
proses penyakit volume 1, Edisi 6, EGC : Jakarta, 2006.
5. Sofić, Amela., Bešlić, Šerif., Linceder, Lidija., Vrcić, Dunja., Early
radiological diagnostics of gastrointestinal perforation.2015
6. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, editor : Mansjoer, Arif.,
Suprohalta., Wardhani, Wahyu Ika., Setiowulan, Wiwiek., Fakultas
Kedokteran UI, Media Aesculapius, Jakarta.2014.
7. Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 :
Lambung dan Duodenum, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta,
2004.
8. Glenda, N. 2009.Gangguan Lambung dan Duodenum.Patofisiologi,
konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit.Ed. 6 Vol. 1 Penerbit Buku
kedokteran EGC. Jakarta.2009.
9. Craigh, Sandy. 2017. Appendicitis. (online). (https://emedicine.medscape.
com/article/773895-overview). Diakses pada tanggal 23 Juni 2018.
10. Sjamsuhidajat. R. Buku Ajar Ilmu Bedah de Jong. Edisi 3. EGC : Jakarta.
2014.
11. Sudoyo Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Edisi V. Jilid I. Jakarta
Interna Publishing.2009.
12. Margaretha Novi Indrayani. Diagnosis dan Tatalaksana Ileus Obstruktif.
Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas kedokteran Universitas Udayana.2015