Anda di halaman 1dari 5

Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis


ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)

A.    Konsep Dasar Penyakit

1.      Definisi
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak dengan gejala batuk,
pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara bersamaan. (Meadow, Sir Roy. 2002)
ISPA (lnfeksi Saluran Pernafasan Akut) yang diadaptasi dari bahasa Inggris Acute Respiratory
hfection (ARl) mempunyai pengertian sebagai berikut:
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikoorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak
sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran  pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alfeoli beserta organ secara anatomis
mencakup saluran pemafasan bagian atas.
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan
proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang digolongkan ISPA. Proses ini dapat berlangsung
dari 14 hari. (Suriadi, 2001)
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai
dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam
infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza,
bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti
paru itu salah satunya adalah Pneumonia. (WHO)

2.      Epidemiologi
Berdasarkan DEPKES (2006) juga menemukan bahwa 20-30% kematian disebabkan oleh ISPA.
Faktor penting yang mempengaruhi ISPA adalah pencemaran udara. Adanya pencemaran udara di
lingkungan rumah akan merusak mekanisme  pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya
gangguan  pernapasan. Tingginya tingkat pencemaran udara menyebabkan ISPA memiliki angka yang
paling banyak diderita oleh masyarakat dibandingkan  penyakit lainnya. Selain faktor tersebut,
peningkatan penyebaran penyakit ISPA juga dikarenakan oleh perubahan iklim serta rendahnya
kesadaran  perilaku hidup bersih dan sehat dalam masyarakat. maka di dalam makalah ini akan
dijabarkan secara lengkap semua hal yang berkaitan dengan ISPA.

3.      Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain
adalah dari
genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
(Suriadi, 2001)

4.      Klasifikasi
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
a. Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).
b. Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c. Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding
dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.
(Rasmaliah, 2004)

5.      Tanda dan gejala


a.       Tanda dan gejala dari penyakit ISPA adalah sebagai berikut :
1)      Batuk
2)      Nafas cepat
3)      Bersin
4)      Pengeluaran sekret atau lendir dari hidung
5)      Nyeri kepala
6)      Demam ringan
7)      Tidak enak badan
8)      Hidung tersumbat
9)      Kadang-kadang sakit saat menelan
b.      Tanda-tanda bahaya klinis ISPA :
1) Pada sistem respiratorik adalah : tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas
cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
2) Pada sistem cardial adalah : tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
3) Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang
dan coma.
4) Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak
(Naning R, 2002)

6.      Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya
virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran
pernafasan  bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks
spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa
saluran pernafasan. (Colman, 1992). Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya
batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran  pernafasan, sehingga terjadi pengeluaran
cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan
gejala  batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah  batuk. (Colman,
1992). Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi
virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan
pada saluran  pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri  patogen yang
terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus  pneumonia, haemophylus influenza dan
staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan
sekresi mukus  bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-
faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya
suatu serangan infeksi virus pada saluran pernafasan dapat menimbulkan gangguan gizi akut  pada bayi
dan anak. Virus yang menyerang saluran pernafasan atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain
dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga menyebar ke saluran pernafasan 
bawah. Dampak infeksi sekunder bakteri pun menyerang saluran pernafasan  bawah, sehingga bakteri-
bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus,
dapat menginfeksi  paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Colman, 1992). Penanganan
penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran pernafasan
terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran pernafasan yang sebagian besar terdiri dari mukosa,
tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran pernafasan yang terdiri
dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas sistem imun mukosa.Ciri khas
berikutnya adalah bahwa imunoglobulin A (IgA) memegang peranan pada saluran pernafasan atas
sedangkan imunoglobulin G (IgG) pada saluran pernafasan bawah. Diketahui pula  bahwa sekretori
IgA sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran pernafasan. (Colman, 1992)

7.      Web of Caution (WOC) 

WOC ISPA Versi SAHABAT KEPERAWATAN

8.      Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan
a.       Inspeksi
1)      Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
2)      Tonsil tampak kemerahan dan edema
3)      Tampak batuk tidak produktif
4)      Tidak ada jaringan parut pada leher
5)      Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung
b.      Palpasi
1)      Adanya demam
2)      Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
3)      Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c.       Perkusi
1)      Suara paru normal (resonance)
d.      Auskultasi
1)      Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

9.      Pemeriksaan Penunjang
a.       EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin
terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih
setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular. EKG dapat mengungkapkan adanya
takikardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik( jika disebabkan oleh AMI)
b.      Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau
are penurunan kontraktilitas ventricular.
c.       Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
d.      Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung
sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat
kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontrktilitas.
e.       Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi fleura yang
menegaskan diagnisa CHF.
f.       Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodilusi darah dari
adanya kelebihan retensi air.
(Nursalam M, 2002)

10.  Penatalaksanaan
Obat –obat yang digunakan antara lain :
a.       Antagonis kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan menimbulkan vasodilatasi koroner.
b.      Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian ventrikel.
c.       Diuretika, untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi diastolik.  Bila tanda udem paru
sudah hilang, maka pemberian diuretika harus hati-hati agar jangan sampai terjadi hipovolemia dimana
pengisian ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun.
d.      Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan karena keduanya dapat menurunkan
kontraktilitas miokard sehingga memperberat kegagalan jantung.
e.       Dukungan diet : Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.
(Arif, Muttaqin, 2012)

11.  Komplikasi
a.       Penemonia.
b.      Bronchitis.
c.       Sinusitis.
d.      Laryngitis.
e.       Kejang deman.
(Soegijanto, S, 2009)
                                                  
B.     Daftar Pustaka
Meadow, Sir Roy dan Simen. 2006. Lectus Notes:Pediatrika. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama
Suriadi,Yuliani R. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak, Jakarta : CV Sagung Seto
Rasmaliah. 2004. “Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan penanggulangannya” dalam
http://library.usu.ac.id. 29 Januari 2010. 19:05:10 WIB
Naning R. 2002. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu Kesehatan Anak) PSIK FK
UGM
DepKes RI. 2007. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta
Nursalam M. 2002. Manajemen Keperawatan, Aplikasi dalam keperawatan
Perofesional. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Soegijanto, S. 2002. Ilmu Penyakit Anak; Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba medika

Anda mungkin juga menyukai