OLEH:
1. Meldaria Amalo
2. Rudi Faah
3. Agripa Natu Fallo
4. Fince Ratu
5. Mira Boimau
6. Sourpi Otu
7. Aprilia Woda
8. Desfrianti Dima Djo
Kelas :A
Prodi : S1 Keperawatan
KUPANG
2020
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadirat Allah yang maha ESA, karena
berkat kemurahanNYA makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan dalam
makalah ini kami membahas “MENINGITIS”.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman cover..........................................................................................................i
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................
B. Tujuan....................................................................................................
C. Manfaat..................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ........................................................................................
B. Saran...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama.
Salah satu penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi
susunan saraf pusat adalah virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Meningitis
merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian berkisar antara 18-40% dan angka
kecacatan 30-50%.
Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian
penyakit yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Haemophilus influenzae tipe B
ditemukan pada 33% diantara kasus meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan
38% penyebab meningitis pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia pada tahun 1995
meningitis yang disebabkan Neisseria meningitidis 2,1 kasus per 100.000 populasi,
dengan puncaknya pada usia 0 – 4 tahun dan 15 – 19 tahun . Sedangkan kasus meningitis
yang disebabkan Steptococcus pneumoniae angka kejadian pertahun 10 – 100 per
100.000 populasi pada anak kurang dari 2 tahun dan diperkirakan ada 3000 kasus per
tahun untuk seluruh kelompok usia, dengan angka kematian pada anak sebesar 15%,
retardasi mental 17%, kejang 14% dan gangguan pendengaran 28%.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran dan
penatalaksanaan perawat khususnya pada kasus meningitis.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan dan pemahaman pasien
tentang meningitis.
b. Untuk mengetahui dan supaya dapat melaksanakan Asuhan
Keperawatan pada pasien yang meliputi pengkajian, analisa data,
intervensi, evaluasi, dan implementasi.
C. Manfaat
1. Bagi institusi pendidikan
Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan sebagai bahan bacaan dan
menambah wawasan bagi Mahasiswa Ilmu Keperawatan dalam hal
pemahaman perkembangan dan upaya penatalaksanaan yang berhubungan
dengan meningitis.
2. Bagi penulis
Untuk memperoleh pengalaman dalam hal mengadakan Karya Tulis
Ilmiah sehingga akan terpacu untuk meningkatkan potensi diri sehubungan
dengan pengetahuan tentang meningitis.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Etiologi
1. Bakteri
Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang
secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah :
a. Haemophillus influenza
b. Streptococcus, grup A
c. Staphylococcus aureus
d. Escherichia coli
e. Klebsiella
f. Proteus
g. Pseudomonas aeruginosa
2. Virus
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan
bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri di tempat terjadinya
infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian
menyebar ke sistem saraf pusat melalui sistem vaskuler. Virus : Toxoplasma
Gondhi, Ricketsia.
3. Faktor prediposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dari wanita.
4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan.
5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobuin, anak
yang mendapat obat imunosupresi.
6. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem persarafan.
C. Patofisiologi
Meningitis terjadi akibat masuknya bakteri ke ruang subaraknoid, baik melalui
penyebaran secara hematogen, perluasan langsung dari fokus yang berdekatan, atau
sebagai akibat kerusakan sawar anatomik normal secara konginetal, traumatik, atau
pembedahan. Bahan-bahan toksik bakteri akan menimbulkan reaksi radang berupa
kemerahan berlebih (hiperemi) dari pembuluh darah selaput otak disertai infiltrasi sel-
sel radang dan pembentukan eksudat. Perubahan ini terutama terjadi pada infeksi
bakteri streptococcus pneumoniae dan H. Influenzae dapat terjadi pembengkakan
jaringan otak, hidrosefalus dan infark dari jaringan otak.
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang
dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan
TIK. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen. Edem
dan eksudasi yang kesemuanya menyebabkan peningkatan intrakranial.
Penyebaran hematogen merupakan penyebab tersering, dan biasa terjadi pada
adanya fokus penyakit lain (misalnya, pneumonia, otitis media, selulitis) atau akibat
bakteremia spontan. Oleh karena patogen-lazim menyebar melalui jalur pernapasan ,
peristiwa awalnya adalah kolonisasi traktus respiratorius bagian atas.
Meningitis yang disebabkan oleh penyebaran nonhematogen mencakup
penyebaran infeksi dari daerah infeksi yang berdekatan ( otitis media, mastoiditis,
sinusitis, osteomielitis vertebralis atau tulang kranialis) serta kerusakan anatomi
(fraktur dasar tengkorak, pasca-prosedur bedah saraf, atau sinus dermal konginetal di
sepanjang aksis kraniospinalis). Gambaran lazim setiap penyebab infeksi adalah
masuknya bakteri patogen ke dalam ruang subaraknoid dan perbanyakan bakteri.
Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau terdapat kenaikan
suhu yang ringan saja, jarang terjadi akut dengan panas yang tinggi. Sering dijumpai
anak mudah terangsang atau menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak
besar dapat mengeluh nyeri kepala. Anoreksia, obstipasi, dan muntah juga sering
dijumpai.
Stadium ini kemudian disusul dengan stadium transisi dengan kejang. Gejala
di atas menjadi lebih berat dan gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kuduk kaku,
seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih
tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata
sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid.
Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.
Stadium terminal berupa kelumpuhan-kelumpuhan, koma menjadi lebih
dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi
tidak teratur, sering terjadi pernafasan `Cheyne-Stokes`.
Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali.
Tiga stadium tersebut biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan
lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak
meninggal.
D. Patway
E. Manifestasi Klinis
1. Neonatus: menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah, diare,
bising usus lebih dari 30x/menit ketika sedang diare, tonus otot melemah,
menangis lemah (bayi yang sakit atau merasakan nyeri ditubuhnya akan
merengek lemah sepanjang hari dan merintih lemah seakan tidak memiliki
energi yang kuat untuk menangis).
2. Anak-anak dan remaja: demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan
sensori, kejang, mudah terstimulasi, foto pobia, delirium, maniak, stupor,
koma, kaku kuduk, tenda kernig dan brundzinski positif, ptechial
(menunjukkan infeksi meningococal).
3. Ciri Khas: penderita yang tanpak sakit berat, demam akut yang tinggi,
kesadaran yang menurun (lethargi atau gaduh gelisah), nyeri kepala, muntah
dan kaku kuduk.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
Ditemukan :
1. Eritrosit : rendah (<4,9/ml)
2. Leukosit : meningkat (>11000/dL)
3. Laju endap darah : meningkat (>15mm/jam)
4. Urine : terdapat albuminuria
a. Foto thorax
Tujuan foto thorax adalah untuk menilai adanya kelainan
jantung, kelainan paru, gangguan dinding toraks, gangguan rongga
pleura, dan gangguan diafragma. Umumnya pada pasien meningitis TB
ditemukan adanya gambaran tuberculosis, tetapi untuk meningitis jenis
lain tidak ditemukan keabnormalan pada pemeriksaan foto thorax.
b. Foto kepala
Pemeriksaan ini diindikasikan pada pasien yang merasa nyeri
kepala hebat agar dapat membantu menegakkan diagnosa. Foto kepala
membantu menegakkan diagnosa jika terdapat tanda-tanda klinis
misalnya kelainan neurologis, peningkatan tekanan intracranial, atau
kebutaan. Foto kepala lateral juga akan membantu menunjukkan
adanya metastase di kepala.
c. CT Scan
Pemeriksaan CT scan dapat menentukkan ada dan luasnya
kelainan di daerah basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus.
G. Penatalaksanaan Medis
Meliputi pemberian antibiotik yang mampu melewati darah-barier otak ke dalam
ruang subaraknoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan
perkembangbiakan bakteri. Biasanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat
atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotik agar pemberian antimikroba lebih
efektif digunakan. Obat anti-infeksi:
1. Meningitis tuberkulosa:
a. Isoniazid 10-20mh/kgBB/24jam, oral 2x sehari maksimal 500mg
selama 1 ½ tahun.
b. Rifampisin 10-15mg/kg/BB/24 jam, oral 1x sehari selama 1 tahun.
c. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM 1-2x sehari selama 3
bulan.
2. Meningitis bakterial:
a. Sefalosporin generasi ketiga
b. Amfisilin 150-200mg (400mg)/kgBB/24jam, IV 4-6x sehari
c. Kloramfenikol 50mg/kgBB/24jam IV 4x sehari.
Pengobatan simtomatis:
a. Antikonvulsi (mengontrol kejang), Diazepam IV; O,2-
0,5mg/kgBB/dosis, atau rektal 0,4-0,6mg/kgBB, atau Fenitoin
5mg/kgBB/24jam, 3x sehari atau Fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam,
3x sehari.
b. Antipiretik (mengurangi nyeri): parasetamol/asam salisilat
10mg/kgBB/dosis.
c. Kortikosteroid (mengurangi edema serebri, meningitis TBC mencegah
perlengketan): 1mg/kgBB/hari
H. Komplikasi
1. Ketidaksesuaian sekresi ADH
2. Pengumpulan cairan subdural
3. Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian badan
4. Hidrocepalus yang berat dan retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi
nervus II ( optikus )
5. Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka di
mulut, konjungtivitis.
6. Epilepsi
7. Pneumonia karena aspirasi
8. Efusi subdural, emfisema subdural
9. Keterlambatan bicara
10. Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (okulomotor), nervus IV (toklearis ),
nervus VI (abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur gerakan bola mata.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan proses
inflamasi
2. perubahan pola napas berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
3. nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi
4. Hipertermi berhubungan dengan proses imflamasi
5. kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler ,
penurunan kekuatan/ketahanan otot
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komponen intrakaranial terdiri dari: parenkim otak, sistem pembuluh darah,
dan CSF. Apabila salah satu komponen terganggu, akan mengakibatkan peningkatan
tekanan intrakranial, yang akhirnya akan menurunkan fungsi neurologis.
Meningitis merupakan salah satu jenis infeksi yang menyeranga susunan saraf
pusat, dimana angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia. Pada banyak penyakit
yang mempunyai mobiditas dan mortalitas yang tinggi, prognosis penyakit sangat
ditentukan pada permulaan pengobatan. Beberapa bakteri penyebab meningitis ini
tidak mudah menular seperti penyakit flu, pasien meningitis tidak menularkan
penyakit melalui saluran pernapasan. Resiko terjadinya penularan sangat tinggi pada
anggota keluarga serumah, penitipan anak, kontak langsung cairan ludah seperti
berciuman. Perlu diketahui juga bahwa bayi dengan ibu yang menderita TBC sangat
rentan terhadap penyakit ini.
Meningitis adalah infeksi pada cairan otak dan selaput otak (meningen) yang
melindungi otak dan medulla spinalis. Meningitis bacterial merupakan penyakit yang
sangat serius dan fatal.
Diagnosa keperawatan yang muncul tergantung dengan kondisi saat
pengkajian, tapi yang utama adalah Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi;
resiko terjadi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan Infeksi pada
selaput otak; resiko cedera berhubungan dengan kejang, reflek meningkat; perubahan
proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius.
B. Saran
Mengerti dan memahami gejala meningitis sangat penting untuk menegakkan
diagnosis sedini mungkin. Diagnosis dan pengobatan dini mencegah terjadinya
komplikasi yang bersifat fatal. Mengetahui penyebab meningitis sangat penting untuk
menentukan jenis pengobatan yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA