Trauma Dada
Trauma Dada
PENDAHULUAN
1
diperlukan torakotomi darurat. Luka tembus di dada harus segera ditutup dengan
jahitan yang kedap udara.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
tengah dengan bercabang menjadi bronchus principalis dextra dan sinistra.
Bronkus prinsipalis kanan lebih lebar, lebih pendek dan lebih vertical
dibandingkan kiri. Sebelum masuk ke hilus paru-paru kanan, bronkus principalis
mempercabangkan bronkus lobaris superior. Waktu masuk ke hillus, ia membelah
menjadi bronkus lobaris medius dan bronkus lobaris inferior. Sedangkan bronkus
prinsipalis kiri, waktu masuk ke hillus paru kiri, ia akan bercabang menjadi
bronkus lobaris superior dan inferior.3
Paru-paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru
terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri, hanya dilekatkan ke mediastinum
oleh radiks pulmonis. Masing-masing paru mempunyai apeks yang tumpul, yang
menjorok ke atas, masuk ke leher sekitar 2,5 cm diatas klavikula, facies costalis
yang konveks, yang berhubungan dengan dinding dada dan facies mediastinalis
yang konkaf, yang membentuk cetakan pada perikardium dan struktur
mediastinum lain. Sekitar pertengahan permukaan kiri, terdapat hillus pulmonis,
suatu lekukan dimana bronkus, pembuluh darah, dan saraf masuk ke paru-paru
untuk membentuk radiks pulmonis.3
Di inferior, toraks berhubungan dengan abdomen melalui lubang besar
yang dinamakan aperture thoracis inferior. Lubang ini dibatasi oleh articulatio
xiphosternalis, arcus costae, dan corpus vertebrae thoracica XII. Diafragma
merupakan otot utama respirasi. Diafragma berbentuk kubah yang terdiri atas
bagian otot di perifer, yang berasal dari pinggir aperture thoracis inferior dan di
tengah diganti oleh tendo.3
Pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Jaringan paru
dibentuk oleh jutaan alveolus yang mengembang dan mengempis tergantung
mengembang atau mengecilnya rongga dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi
otot pernafasan, yaitu m.intercostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga
dada membesar dan paru-paru mengembang sehingga udara terhisap ke alveolus
melalui trakea dan bronkus.2
4
Gambar 2.2 : Anatomi Paru
5
yang diberi tekanan negatif, udara ini akan terisap dan paru dapat dikembangkan
lagi.2
Jantung merupakan organ muscular berongga yang bentuknya mirip
piramid dan terletak di dalam perikardium di mediastinum. Basis kordis
dihubungkan dengan pembuluh pembuluh darah besar, meskipun demikian
terletak bebas di dalam perikardium. Jantung juga mempunyai apeks yang arahnya
ke bawah, depan dan ke kiri. Apeks ini dibentuk oleh ventriculus sinister
mengarah ke bawah depan dan kiri. Apeks terletak setinggi spatium intercostalis
V sinistra, Sembilan cm dari garis tengah. Basis cordis berbentuk piramid dan
terletak berlawanan dengan apeks. Batas kanan jantung dibentuk oleh atrium
dextra, batas kiri oleh aurikula sinistra dan dibawah oleh ventrikulus sinistra.
Batas bawah terutama dibentuk oleh ventrikulus dekstra tetapi juga oleh atrium
dekstra dan apeks oleh ventrikulus sinister. Batas-batas ini penting pada
pemeriksaan radiografi jantung.2
6
Indonesia, trauma merupakan penyebab kematian nomor empat, tetapi pada
kelompok umur 15-25 tahun, trauma merupakan penyebab kematian utama.1
Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebabkan oleh
tikaman dan tembakan. Cedera toraks sering disertai dengan cedera perut, kepala
dan ekstrimitas sehingga merupakan cedera majemuk.1
Setiap tahun di Amerika Serikat, lebih dari 300.000 pasien dirawat dan
25.000 di antaranya meninggal segagai akibat langsung dari trauma toraks.
Trauma toraks terhitung 25% dari seluruh kematian karena trauma, dan terutama
trauma toraks merupakan sebuah faktor dari 50% kecelakaan lalu lintas yang
berakibat fatal. Trauma toraks yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari dalam masyarakat adalah trauma tumpul toraks (90%), biasanya
sebagai akibat dari kecelakaan sepeda motor. Insiden trauma tembus seimbang
atau lebih sedikit, dan banyak luka tembus pada dada dapat ditanggulangi dengan
tube thoracostomy saja.4
7
Tujuan pemeriksaan radiologis :6
1. Mencari adanya fraktur tulang-tulang dinding dada
2. Mencari adanya benda asing (luka tembak)
3. Mencari adanya kelainan pada mediastinum
4. Mencari adanya hematotoraks, pneumotoraks
Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan antara lain :
1. Radiografi konvensional
Radiografi dipakai sebagai dasar untuk mencari fraktur,
pneumotoraks, hematotoraks, benda asing, dan melihat kelainan
diafragma sinus.6
Radiografi toraks merupakan hal penting dalam trauma
toraks, hanya dalam kasus yang bisa mengancam nyawa, radiografi
toraks bisa ditunda. Penilaian sistematis dari radiografi dapat
menemukan kelainan yang terlihat dan yang tidak terlihat secara
klinis. Tulang-tulang toraks, yaitu tulang iga, klavikula, skapula dan
vertebra dapat dinilai apakah terjadi fraktur atau tidak, terutama
untuk tulang iga harus lebih diperhatikan.6
Dengan kata lain, radiografi konvensional tetap menjadi
modalitas diagnostik utama untuk semua pasien trauma dada. Ini
memberikan diagnosis yang tepat untuk sebagian besar trauma yang
mengancam jiwa yang melibatkan dinding dada, pleura, paru-paru,
mediastinum dan diafragma. Radiografi polos harus digunakan
sebagai pemeriksaan skrining awal pada pasien yang telah
berkelanjutan trauma dada.7
2. USG
USG digunakan untuk melihat adanya efusi pleura.
Ultrasonografi sangat berguna, yang merupakan teknik yang
sederhana dalam diagnosis cedera diafragma. Ultrasonografi juga
digunakan untuk mengevaluasi pasien yang mengalami luka tusuk
daerah torakoabdominal, yang digunakan untuk melukiskan subkutan
dan lapisan fasia, untuk mengidentifikasi saluran luka, dan untuk
mendeteksi luka yang mengenai peritoneum atau pleura parietalis.8
8
3. CT Scan
Computed tomography adalah modalitas pilihan untuk
penilaian cepat gawat darurat dada, meskipun dada x-ray (CXR) tetap
merupakan modalitas skrining awal. Sebuah CT scan secara
signifikan lebih mungkin untuk menghasilkan informasi tambahan
daripada CXR saja. Pada pasien trauma akut, CT dada biasanya
dilakukan bersamaan dengan CT abdomen dan kombinasi ini
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas.8
CT Scan digunakan untuk melihat adanya pneumotoraks yang
tersembunyi, adanya benda asing, atau adanya dugaan cedera pada
pembuluh darah (aorta). Pada keadaan ini digunakan media kontras.6
CT scan dapat menunjukkan cedera pada paru-paru, pleura,
mediastinum, dan cedera dinding dada lebih baik daripada radiografi.
Sekitar 90% pasien tidak mengalami cedera aorta, tetapi banyak hal
serius lainnya, cedera yang tak terduga dapat diidentifikasi pada scan
dada CT, dan dengan frekuensi yang lebih besar. Banyak luka dada
serius mungkin diabaikan pada radiografi dada awal; ini termasuk
tracheobronchial tears, ruptur diafragma, esophageal tears, cedera
tulang belakang dada, cedera dinding dada dan sabuk pengaman,
kontusio paru, cedera jantung, pneumotoraks, hemothoraks, dan
komplikasi yang terkait dengan rongga dada.8
4. MRI
MRI biasanya disediakan untuk mengevaluasi pasien stabil dengan
CT scan yang hasilnya samar-samar atau nondiagnostic. MRI juga
merupakan alat yang sangat baik dalam diagnosis cedera vaskular
pada pasien stabil.8
5. Aortografi
Aortografi merupakan salah satu kriteria standar untuk mendiagnosis
suatu cedera terhadap aorta pada kasus trauma dada. Namun, dengan
generasi baru CT scan yang memiliki sensitivitas 100% dan
spesifisitaslebih dari 99% maka pemakaian aortografi pada pasien
trauma dapat dikurangi.5
9
2.4 Trauma Aorta dan Pembuluh Darah Besar
Sampai dengan 15% dari semua kematian akibat kecelakaan kendaraan
bermotor adalah karena cedera aorta torakalis. Banyak dari pasien ini meninggal
di TKP akibat transeksi aorta lengkap. Pasien yang bertahan hidup yang diantar
ke instalasi gawat darurat biasanya memiliki cedera dinding aorta yang kecil atau
parsial dengan formasi pseudoaneurysm.9
Ruptur traumatik dari aorta sendiri terhitung sebanyak 16% dari
kecelakaan kendaraan bermotor yang berakibat fatal, dan 85-90% dari pasien
dengan ruptur aorta traumatik meninggal sebelum mendapatkan pertolongan
medis. Dalam seri klinisnya, 90% ruptur aorta traumatik terjadi pada ismus aorta,
tepat di sebelah distal pangkal arteri subklavia kiri. Sebagian kecil trauma aorta
(1-3%) melibatkan aorta desenden, khususnya setingkat diafragma.4
Dipostulasikan mekanisme lain untuk cedera aorta adalah kompresi antara
sternum dan tulang belakang, dan peningkatan mendadak tekanan intra-lumen
aorta pada saat dampak.9
Trauma pembuluh darah besar (dengan atau tanpa robekan aorta yang
serentak) terjadi pada 1-2% pasien dengan trauma tumpul toraks. Hematom
mediastinum superior perivaskuler atau hematom servikal inferior, khususnya
pada keadaan fraktur kosta superior atau dislokasi sternoklavikular posterior,
harus segera mendapat perhatian untuk trauma pembuluh darah besar atau trauma
pada struktur lain di dalam toraks.4
10
Gambar 2.5 : Laserasi aorta A.Pelebaran mediastinum non spesifik B. Aortogram
menunjukkan laserasi pada ismus aorta.4
Gambar 2.6: Laserasi aorta desenden. CT scan menunjukkan pseudoaneurisma pada aorta
desenden (panah)17
11
pasien umumnya memerlukan angiografi konvensional. Apabila terdapat tanda-
tanda langsung dari trauma aorta yang terlihat pada CT, termasuk (a) perubahan
kaliber aorta pada lokasi trauma (pseudoaneurisma atau pseudokoarktasio), (b)
dinding atau kontur aorta yang abnormal atau ireguer, (c) keireguleran intralumen
atau daerah-daerah yang beratenuasi rendah (bekuan darah, flap intima linier), (d)
hematom atau diseksi intramural, dan (e) ekstravasasi kontras yang aktif, pasien
memungkinkan atau tidak dilakukan angiografi konvensional konfirmasi pada
operasi yang terpisah. Tidak hanya CT yang berguna untuk mendeteksi tanda-
tanda langsung dari trauma aorta, tetapi CT juga bisa memperlihatkan penyebab
lain pelebaran mediastinum, termasuk peningkatan lemak mediastinum,
atelektasis paramediastinal atau efusi pleura, sisa jaringan timus, trauma paru-paru
yang terpecah-belah, artefak karena posisi supinasi, tortuositas pembuluh darah,
anomali pembuluh darah, limfadenopati, dan penyisikirian vena cava superior
persisten.4
2.4.3 Tatalaksana
Atasi perdarahan tetap menjadi prioritas utama. Operasi perbaikan aorta dilakukan
atas indikasi sebagai berikut :9
12
Ketidakstabilan hemodinamik
Besar volume perdarahan dari tabung dada
Adanya ekstravasasi kontras pada CT atau hematoma mediastinum yang
berkembang pesat
Luka tembus aorta
13
Gambar 2.7: Laserasi Paru. A. Radiografi dada posisi AP supinasi seorang laki-laki usia
16 tahun yang mengalami trauma dada, terlihat bayangan opak pada paru kanan dan
beberapa iga yang patah. B. radiografi dada yang dibuat 4 hari kemudian, terlihat
beberapa bayangan lusen berbentuk bulat dengan bayangan opak pada paru kanan yang
menunjukkan laserasi paru dan perkembangan pneumatocele4
Gambar 2.8 : Kontusio paru, CT scan menunjukkan kontusio paru (panah merah) dan
fraktur iga (panah biru)4
14
Gambar 2.9 : Radiografi dada pada seorang laki-laki dengan trauma dada tumpul terlihat
perdarahan pada lobus atas paru kiri, dan emfisema. Pasien dengan hemoptisis setelah
cedera.8
15
lainnya dari trauma toraks pada radiografi permulaan atau CT scan, dan ini secara
umum memakan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk hilang
sendiri, kadang-kadang dengan jaringan parut sisa. Laserasi paru-paru akibat dari
robeknya parenkim paru dan pembentukan kavitas yang terisi dengan darah
(hematom), udara (pneumatocele), atau keduanya. Radiografi atau CT scan
mendiagnosis laserasi paru-paru didasarkan pada temuan penumpukan udara yang
terlokalisasi dalam sebuah daerah ruang udara opak pada daerah trauma toraks.
Keduanya, kontusio dan laserasi, mengarahkan kepada terjadinya gangguan
terhadap struktur-struktur padat , seperti kosta dan korpus vertebra.4
2.5.3 Tatalaksana
Kebanyakan memar tidak memerlukan terapi spesifik. Namun kontusio
yang luas dapat mempengaruhi pertukaran gas dan mengakibatkan hipoksemia.
Sebagai dampak fisiologis, kontusio cenderung berkembang selama 24-48 jam,
diperlukan pemantauan secara ketat dan oksigen tambahan harus diberikan.
Pengelolaan cedera tumpul dada karena termasuk analgesia yang memadai dan
tepat. Intubasi trakea dan ventilasi mekanis mungkin diperlukan jika ada kesulitan
dalam oksigenasi atau ventilasi.9
16
kawat, atau kabel oleh individu yang sedang mengendarai berbagai jenis
kendaraan rekreasi atau sedang berlari. Laserasi trakea bisa juga terjadi pada
kecelakaan kendaraan bermotor ketika leher pengendara menghantam puncak dari
roda stir, kompresi jalan napas yang melawan vertebra. Kerusakan trakea dan
bronkus akan menyebabkan pneumomediastinum dan emfisema subkutis yang
luas.2,4
Secara patologi, trauma trakea sangat sering dijumpai sebagai robekan
transversal di antara cincin trakea atau robekan longitudinal pada segmen
membranosa posterior. Pemisahan kompleks dari trakea dapat terjadi, tapi
kontinuitas jalan napas masih dapat dipelihara oleh jaringan peritrakeobronkial.
Trauma pada trakea mediastinum atau bronkus utama dapat menghasilkan
pneumomediastinum yang dengan cepat menyebar ke dalam leher dan wajah,
bahu, dan dinding dada.4
Pneumomediastinum merupakan suatu tanda yang lebih spesifik ITT dari
pada pneumotoraks, karena pneumotoraks biasanya terlihat bersama fraktur iga.
Pneumotoraks terlihat dalam 60% sampai 100% kasus ITT, akan tetapi hal ini
mungkin tidak dijumpai jika outer adventitial sleeve dari sisa bronkus intak dan
tidak ada kebocoran udara. Pada banyak kasus, pneumotoraks akan respon
terhadap penempatan thorax tube, sehingga reekspansi paru-paru tidak
meniadakan trauma trakheobronkhial. Akan tetapi, sebuah pneumotoraks yang
tidak hilang dengan memfungsikan drainase tube merupakan sinus qua non
trauma jalan napas mediastinum.4
17
Tanda fallen lung sign jarang terlihat namun sangat menyokong tanda
robekan bronkial yang bisa terlihat pada radiografi dada dan CT. Tanda ini
mengarah kepada paru-paru yang jatuh secara lateral dan posterior pada posisi
supinasi dan jatuh secaara inferior menjauh dari hilus pada posisi atas kanan.
Normalnya dengan sebuah pneumotoraks, pergerakan paru ke dalam ke arah hilus.
Temuan CT scan patah tulang bronkus adalah sebagai berikut:8
Sebuah pneumotoraks yang besar
Pneumomediastinum besar dan emfisema subkutan
Pengumpulan udara peribronkial fokal
Diskontinuitas atau penyimpangan dari dinding bronkus
Kolaps paru-paru atau lobus paru-paru
fallen-lung sign mengacu pada penampilan yang tidak biasa dari
lobus paru-paru yang kolaps. Sebuah fallen-lung sign diperkirakan
sebagai akibat dari gangguan pada hilus normal paru-paru,
menyebabkan paru-paru kolaps di perifer daripada di sentral.
Gambar 2.10 : Trakeal tear. Radiografi dada posisi supinasi AP pada wanita muda yang
menglami kecelakaan lalu lintas yang menunjukkan overdistensi balon endotrakeal tube
pada sisi dimana terjadi herniasi balon melalui trakeal tear.4
18
Gambar 2.11: CT seorang pasien dengan fraktur bronkus utama kanan menunjukkan
pneumotoraks luas (P), a right chest tube (panah), dan kolaps (fallen right lung) (FL) pada
hemitoraks kanan4
2.6.2 Tatalaksana
Tatalaksananya berupa torakotomi dan penutupan kerusakan trakea atau
bronkus. Harus diperhatikan pemberian anesthesia yang baik karena dapat
menyebabkan pneumotoraks yang bertambah berat akibat udara dari alat
ventilator yang tidak masuk ke alveolus, atau dari pipa endotrakea yang keluar
dari jalan nafas melalui tempat yang rusak.2
19
Angka kejadian ruptur hemidiafragma kanan mungkin sama dengan angka
kejadian ruptur hemidiafragma kiri, walaupun tampilan klinis cedera lebih sering
disadari pada sebelah kiri. Pada penegakkan diagnosis tidak selalu mudah, pasien
mungkin tidak merasakan gejala apapun, ataupun inkarserasi dari hernia
abdominal visera dapat terjadi lama setelah kejadian trauma.4
20
Multidetector CT dapat berguna membuat diagnosis pada ruptur akut
diafragma, lebih jelas dibandingkan CT konvensional karena data volumetriknya
memberikan potongan sagital dan koronal kualitas tinggi. Sensitivitas diagnosis
pada ruptur diafragma menggunakan CT adalah 54%-73%, dan spesifitasnya
86%-90%. Terutama untuk daerah cedera diafragma posterolateral. Gambaran CT
Gambar 2.12 : Ruptur Diafragma. Radiografi toraks AP posisi supine pada wanita berusia
24 tahun yang mengalami kecelakaan kendaraan. Terlihat herniasi dari isi perut yang
mengembung melampaui diafragma kiri ke dalam hemitoraks kiri (pada panah putih dan
hitam). Terlihat pergeseran mediastinum ke kanan, fraktur iga kiri, dan opaksikasi dari
paru kiri akibat cedera parenkim.4
21
Gambar 2.13 : Ruptur Diafragma. Foto toraks AP posisi supine pada kasus kecelakaan
kendaraan. Terlihat massa di hemitoraks bagian bawah kiri yang tak terlihat herniasi.
Perpindahan tempat dari NGT (panah), dan pergeseran mediastinum ke kanan. 4
Gambar 2.14 : Ruptur diafragma. A. Radiografi toraks AP posisi supine pada pasien
kecelakaan motor yang terlihat opaksikasi hemitoraks kiri dan pneumo torakskiri (panah).
Hemidiafragma kiri tidak terlihat. B. CT Scan menunjukkan diskontinuitas dari
hemidiafragma kiri.4
22
Gambar 2.16 : Ruptur Diafragma. Potongan koronal. Garis diafragma hilangdan lambung
mengalami herniasi ke hemitoraks kiri17
Gambar 2.17 : CT scan yang diambil beberapa minggu setelah trauma, menunjukkan
herniasi usus ke dalam hemitoraks kiri dan menggeser mediastinum ke kanan. 4
2.7.3 Tatalaksana
23
Pada penderita dengan keluhan dan gangguan, diperlukan pembedahan
untuk reposisi visera dan menutup kembali diafragma. Pada keadaan darurat,
mungkin kelainan lain perlu dikerjakan segera, tetapi setelah itu sedapat mungkin
rupture diafragma harus ditutup juga.11
24
(satu iga fraktur di dua tempat atau lebih) bisa menyebabkan gangguan gerakan
paradoksal yang akan menyebabkan gangguan mekanis lalu menyebabkan
atelektasis dan infeksi paru.4
Fraktur sternum, terjadi pada 8% trauma toraks, dapat menyebabkan
kontusio jantung dan sering tidak memberikan gejala klinis yang jelas pada
awalnya. Fraktur jenis ini tidak tidak dapat dilihat pada foto toraks PA, foto lateral
lebih jelas biasanya, namun biasanya lebih tampak lagi dengan CT Scan. Fraktur
sternum yang sering terjadi dengan hematoma retrosternal, sekitar 58%-80%
angka kejadian.4
Dislokasi ke posterior dari klavikula bisa menyebabkan cedera pembuluh
darah yang berat, nervus mediastinum atas, trakea, dan esofagus. Walaupun
dislokasi sternoklavikula dapat dilihat dengan radiografi dada, namun ini lebih
mudah dilihat dengan CT. Fraktur skapula didiagnosis berdasarkan foto toraks
inisial pada setengah pasien. Ketika fraktur skapula tidak terlihat pada foto toraks
inisial, mungkin fraktur terjadi pada bagin retrospektif pada 725 kasus, tidak
termasuk dalam pengobatan (19%), kasus foto yang kabur akibat superimposed
structure atau artefak (9%). CT paru, khususnya digunakan secara kombinasi
dengan radiografi konvensional, pada banyak kasus fraktur skapula. Fraktur
skapula biasanya menyebabkan sedikit komplikasi pada pasien.4
Gambar 2.18 : radiografi dada posisi PA, yang diambil 10 hari setelah
trauma,menunjukkan fraktur communited skapula kanan(panah) 4
25
Gambar 2.19 : Radiografi dada menunjukkan fraktur iga dan hemototaks kiri. 8
2.8.3 Tatalaksana
Fraktur iga tunggal atau multipel dengan gerak dada yang masih memadai
dan teratur ditangani dengan pemberian analgetik atau anestetik. Nyeri harus
dihilangkan untuk menjamin pernafasan yang baik atau mencegah pneumonia
akibat gerak nafas tidak memadai dan terganggunya batuk karena nyeri. Jika
26
pemberian analgetik tidak menghilangkan nyeri, harus dilakukan anestesi blok
interkostal yang meliputi segmen kaudal dan kranial iga yang patah. Pemasangan
bidai rekat tidak ada manfaatnya walaupun memberi rasa aman kepada penderita.
Bidai rekat ini mengganggu pengembangan rongga dada, mengganggu gerakan
nafas dan dapat menyebabkan dermatitis, sedangkan dalam mengurangi nyeri
tidak lebih baik daripada analgetik. Jarang ditemukan dislokasi karena iga
terbungkus perios yang kuat dan otot. Karena tulang iga pendarahannya baik,
penyembuhan dan penyatuan tulang biasanya berlangsung cepat dan tanpa
halangan atau penyulit.2
2.8.4 Penyulit
Penyulit patah tulang iga adalah pneumonia, pneumotoraks dan
hemotoraks. Pneumonia disebabkan oleh gangguan gerak nafas dan gangguan
batuk. Bila penderita tidak dapat batuk untuk membersihkan parunya, mudah
terjadi bronkopneumonia. Penanganannya terdiri dari pemberian anestesi
sempurna, antibiotik yang memadai, ekspektoran dan fisioterapi. Pneumotoraks
dan hemotoraks terjadi karena tusukan patahan tulang iga pada pleura parietalis
dan atau pleura viseralis. Luka pleura parietalis dapat mengakibatkan hemotoraks
dan atau pneumotoraks. Iga I atau II jarang patah karena iga ini letaknya agak
terlindung. Apalagi tulang tersebut metupakan tulang pendek, lebar dan kuat.
Patahnya kedua iga ini harus dipandang berbahaya karena pasti penderita
mengalami cedera yang hebat. Oleh karena itu, harus dicari cedera lain yang lebih
penting yang mungkin tidak nyata, seperti cedera jantung atau aorta.2
27
1. Pneumotoraks spontan timbul sobekan subpleura dan bulla sehingga udara
saluran pernafasan masuk ke dalam rongga pleura melalui suatu lobang
robekan atau katup. Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan
menyebabkan suatu keadaan yang kronis. Penyebab lain adalah suatu
trauma tertutup pada dinding dan fistula bronkopleural akibat neoplasma
dan inflamasi.
2. Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk
atau pneumotoraks artifisial dengan tujuan terapi dalam hal pengecilan
kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan
pneumotoraks sengaja lainnya adalah untuk diagnostik membedakan
massa apakah berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab lain adalah
akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan pleura.
3. Masuknya udara yang melalui mediastinum yang biasanya disebabkan
oleh trauma pada trakea dan esofagus akibat tindakan pemeriksaan dengan
alat-alat (endoskopi) atau benda asing tajam yang tertelan. Keganasan
dalam mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga pleura
melalui fistula antara saluran nafas proksimal dan rongga pleura.
4. Udara berasal dari subdiafragma dengan adanya robekan lambung akibat
suatu trauma atau abses subdiafragma dengan kuman pembentuk gas.
28
Pasien akan merasa nyeri dan sesak nafas, pada pemeriksaan fisik
mungkin dada tampak asimetris, fremitus menurun sampai hilang, perkusi
timpani, dan suara nafas menurun atau hilang. Dapat timbul sianosis, takipnea dan
tanda hipoksia yang lainnya.2,13
Gambar 2.22 : Pneumotoraks desak dan emfisema. 1. Wajah dan leher bengkak karena
udara. 2. Udara di rongga pleura. 3. Gelembung udara di jaringan 4. Luka dinding toraks.
5. Pergeseran mediastinum.2
29
dilihat pada radiografi konvensional telentang dalam 10%-50% dari pasien yang
telah menderita trauma tumpul pada dada.4
30
Efusi pleura yang berkembang paska trauma akut biasanya
merepresentasikan hemothoraks, dan efusi pleura berkembang pesat kemungkinan
besar disebabkan oleh pendarahan arteri. CT dapat membantu dalam membedakan
hematoma dari kelainan pleura lainnya dengan menunjukkan high CT attenuation
pada darah. Ruptur duktus torasikus, yang jarang, mengakibatkan chylothorax,
dengan milky fluid dapat dipulihkan melalui thorasentesis. Ruptur duktus torasikus
pada toraks bawah mengakibatkan right-sided chylothorax, sedangkan ruptur di
daerah tingkat atas dimana duktus toraks melintasi garis tengah di midthoraks
mengakibatkan left-sided chylothorax. Keunggulan CT dibandingkan radiografi
dada dalam membedakan cairan pleura dari penyebab lain dari kepadatan
radiografi, seperti atelektasis, cedera parenkim, atau pneumonia, dan dapat
menunjukkan lokulasi cairan pleura dan menggambarkan opasitas kompleks
pleuroparenkim.4
pleura kanan.4
2.9.3 Tatalaksana
Terapinya adalah pemasangan penyalir sekat air. Jika terjadi mekanisme
katup pada luka di dinding toraks atau luka di pleura viseralis, timbul
pneumotoraks desak. Tekanan di dalam rongga pleura akan semakin tinggi karena
penderita memaksaan diri inspirasi kuat untuk memperoleh zat asam, tetapi ketika
ekspirasi udara tidak dapat keluar (mekanisme katup). Inspirasi paksaan ini akan
menambah tekanan sehingga makin mendesak mediastinum ke sisi yang sehat dan
31
memperburuk keadaan umum karena paru yang sehat tertekan. Karena pembuluh
vena besar, terutama vena kava inferior dan vena kava superior, terdorong dan
terlipat, darah tidak dapat kembali ke jantung, inilah yang menyebabkan kematian.
Dengan pungsi darurat rongga toraks berupa tusukan sederhana dengan jarum di
ruang antar iga II, penderita dapat diselamatkan. Pada pneumotoraks desak
traumatik dapat terjadi emfisema. Karena tekanan tinggi di rongga pleura, udara
ditekan masuk ke jaringan lunak melalui luka dan naik ke wajah. Leher dan wajah
membengkak seperti pada edema hebat. Pada perabaan terdapat krepitasi yang
mungkin meluas ke jaringan subkutis toraks.2
32
perikardial. CT juga sangat sensitif untuk mendeteksi cairan perikardial dan
mungkin mengindikasikan perdarahan perikardial, sebagaimana didapatkan dari
high CT attenuation dari cairan. Kepadatan CT melebihi 35 unit Hounsfield
membedakan hemoperikardium dari efusi perikardial transudatif. Tamponade
jantung didapatkan oleh temuan CT dimana tampak distensi dari vena kava, vena
hepatik, dan vena ginjal dan dengan perkembangan edema periportal di hati.4
Ruptur septum interventrikuler dan kerusakan aparat katup mitral dapat
menyebabkan gagal jantung kongestif. Regurgitasi mitral dari yang terakhir
mungkin menyebabkan edema paru asimetris, klasik dari lobus kanan atas sebagai
akibat dari arah regurgitasi. Pneumoperikardium dapat terjadi ketika udara masuk
melalui gangguan perikardial yang terjadi pada pneumotoraks.4
Kontusio jantung dapat diakibatkan oleh trauma tumpul dada 8%-76% dari
pasien. Diagnosis biasanya dibuat dari elektrokardiografi, pencitraan jantung
nuklir, atau ekokardiografi. Ventrikel kanan adalah yang paling sering mengalami
cedera, karena terdiri hampir tiga kali lebih banyak terkena permukaan anterior
dari jantung daripada ventrikel kiri. Radiografi dada dan CT dapat menunjukkan
gejala sisa dari kontusio jantung, seperti gagal jantung kongestif, aneurisma
ventrikel, atau pembesaran jantung besar.4
33
Gambar 2.27 : Pneumoperikardium. A: Radiografi dada posisi AP pada pasien yang
mengalami kecelakaan lalu lintas yang menunjukkan udara di sekitar jantung (P).
Pneumotoraks, opasifikasi parenkim bilateral dan emfisema subkutan bilateral. B: CT
scan menunjukkan pneumopericardium (P), bilateral pneumothoraks,
pneumomediastinum, efusi pleura, and emfisema subkutan. 4
Cedera jantung dicurigai saat yang dicatat EKG abnormal dan ketika
hemoperikardium terlihat pada CT scan. Hemoperikardium ditandai oleh adanya
udara atau atenuasi tinggi akibat darah dalam kantung perikardial, keduanya dapat
menyebabkan tamponade jantung dan mungkin memerlukan drainase perikardial.
Perikarditis konstriktif dapat terjadi sebagai komplikasi jangka panjang
hemoperikardium.8
2.10.3 Tatalaksana
Torakotomi eksploratif yang segera dilakukan sering dapat menolong jiwa
penderita. Trauma tumpul yang merusak sebagian dinding jantung dapat
mengakibatkan gagal jantung permanen. Pertolongan pertama yang diperlukan
adalah pungsi perikard dan penyaliran isi rongga perikard dan membuat jendela
perikard.14
34
gastroesofageal. Esofagus torakal terletak di kiri dari trakea di cekungan dada
tetapi bergerak ke kanan saat melewati posterior lengkung aorta pada tingkat
karina. Esofagus menyilang kembali ke kiri karena memasuki perut. Dengan
demikian, ruptur esofagus bagian tengah sampai ke distal biasanya disertai dengan
efusi pleura sisi kanan, dan efusi yang disebabkan oleh ruptur di persimpangan
gastroesofageal terjadi lebih sering di sebelah kiri.4
35
Gambar 2.28: CT scan menunjukkan ekstravasasi kontras ke dalam rongga pleura kiri,
perforasi esophagus dan pneumothoraks.15
36
Trauma pada payudara, yang sering mengakibatkan perdarahan dan
pembentukan hematoma, dapat dikarenakan kombinasi stres kompresi dan geser
yang dihasilkan oleh sabuk pengaman.4
Gambar 2.30 : Breast Hematoma. CT scan dari seorang wanita yang mengalami
kecelakaan lalu lintas yang menunjukkan penumpukkan darah pada payudara kanan
akibat penggunaan seat belt.4
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebabkan oleh
tikaman dan tembakan. Cedera toraks sering disertai dengan cedera perut, kepala
dan ekstrimitas sehingga merupakan cedera majemuk.
Adapun tujuan pemeriksaan radiologis antara lain adalah mencari adanya
fraktur tulang-tulang dinding dada, adanya benda asing (luka tembak), kelainan
pada mediastinum, hematotoraks, pneumotoraks. Pemeriksaan radiologis yang
dapat dilakukan pada kasus trauma toraks diantaranya adalah radiografi
konvensional, CT scan, USG dan MRI.
Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada seseorang yang
mengalami trauma toraks diantaranya adalah trauma aorta dan pembuluh darah
37
besar, trauma parenkim paru, trauma trakeobronkial, trauma tulang dada, ruptur
diafragma, trauma jantung, trauma esophagus dan trauma jaringan lunak dinding
dada.
3.2 Saran
Sebaiknya sebagai tenaga kesehatan, terutama dokter layanan primer yang
akan menjadi lini pertama pelayanan kesehatan, memiliki pengetahuan,
kemampuan dalam pemanfaatan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
radiologis guna membantu menegakkan diagnosis dan memberikan penanganan
yang optimal bagi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
38
6. Ghazali, Rusdi. Kasus Cito. Dalam Radiologi Diagnostik. Yogyakarta;
Pustaka Cendekia Press.2008. h130-31
7. Khan, Nawas Ali.Thoracic Trauma Imaging. www.imagingpathways.
health.wa.gov.au/includes/dipmenu/chest_trau/refs.html. Diakses tanggal
12 Oktober 2011
8. Thoracic Trauma Imaging. Available at http://emedicine.medscape.com/
article/357007-overview. Diakses tanggal 09 Oktober 2011
9. Chest Trauma.Available at http://www.trauma.org/archive/thoracic/
CHESTtension. html. Diakses tanggal 12 Oktober 2011
10. Mettler, Fred.A. Trauma. In Essential of Radiology. 2nd Edition.
Philladelphia;Saunders.2005
11. Sjamsuhidajat,R dan Wim De Jong. Esofagus dan Diafragma. Dalam Buku
Ajar Ilmu Bedah. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC.2003. h513-8
12. Rasad,Sjahriar.Pneumothoraks. Dalam Radiologi Diagnotik.Edisi
Kedua.Jakarta;Penerbit Buku Kedokteran EGC.1995.h 119-20
13. Price, Sylvia Anderson dkk. Gangguan Sistem Pernafasan. Dalam
Patofisiologi.Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta.2005. hal
800-1
14. Sjamsuhidajat,R dan Wim De Jong. Jantung, Pembuluh Darah dan Limf.
Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran
EGC.2003.h447-8
15. Sciuchetti,Jennifer Francesca et all. Spontaneous Esophageal Perforation
Presenting as Pneumothorax. In The Internet Journal of Thoracic and
Cardiovascular Surgery. Available at http://www.ispub.com/journal/the
internet_Journal_of_Thoracic_and_Cardiovascular_Surgery/volume_13_n
umber_1_2/article/spontaneous_Esophageal_Perforation_Presenting_as_
Pneumothorax /a_case_report.html. Diakses tanggal 12 Oktober 2011
16. Brooks, Adam et all. Ultrasound for Bony Trauma. In Ultrasound in
Emergency Care. UK; Blackwell Publishing. 2004. p96-100
17. Hopkins, Richard et all. Chest Trauma. In Greenwich Medical Media.
London;Greenwich Medical Media.2003.p 126-36
39