Anda di halaman 1dari 7

Nama : Wahidin Alamnuari Rachman

Nim : B012182008

HUKUM INTERNASIONAL SETELAH ABAD 19

Hukum internasional mengalami perkembangan yang cukup penting Pada abad ini mulai

dibentuk Permanent of Court Arbitration pada Konferensi Hague 1899 dan 1907. Pembentukan

Permanent Court of International Justice sebagai pengadilan yudicial internasional pada tahun

1921, pengadilan ini kemudian digantikan oleh International Court of Justice tahun 1948 hingga

sekarang. Terbentuk juga organisasi internasional yang fungsinya menyerupai pemerintahan

dunia untuk tujuan perdamaian dan kesejahteraan umat manusia, seperti Liga Bangsa Bangsa,

yang kemudian digantikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Adanya perluasan ruang lingkup

traktat multiulateral tidak saja dibidang sosial ekonomi tetapi juga mencakup perlindungan hak-

hak dan kebebasan-kebesasan fundamental individu. Para ahli hukum internasional lebih

memusatkan perhatian pada praktek-praktek dan putusan-putusan pengadilan.

Beberapa persoalan hukum internasional yang kerap kali timbul dalam hubungan

internasional antara lain adalah klaim ganti kerugian yang menimpa warga negara suatu negara

di negara lain, penerimaan dan pengusiran warga asing oleh suatu negara, persoalan nasionalitas,

pemberlakuan extrateritorial beberapa perundangan nasional, penafsiran perjanjian

internasional, serta pemberlakuan suatu perjanjian yang rumit diberlakukan sebagian besar

negara di bidang perdagangan, keuangan, pengangkutan, penerbangan, energi nuklir. Pelanggran

hukum internasional yang berakibat perang, perlucutan senjata dan perdagangan senjata ilegal.

Berbagai persoalan di atas menunjukkan bahwa hukum internasional tetap diperlukan untuk

mengatasi berbagai persoalan yang terjadi dalam hubungan internasional Hukum iunternasional

diharapkan dapat mengatur dan memberikan penyelesaian hukum yang tepat dan adil sehingga
dapat diakui dan diterima oleh negara-negara atau pihak-pihak yang bertikai, tidak bertentangan

dengan perundangan nasional suatu negara, dalam suatu tatanan sistim hukum internasional

yang bersifat global.

Abad modern lazimnya dianggap sejak tahun 1492, tahun dimana Columbus menemukan

Benua Amerika yang merupakan penemuan yang membuka tonggak sejarah ke abad modern.

Akan tetapi pertumbuhan hukum nasional di zaman baru itu pertama-tama harus di korelasikan

dengan tumbuhnya negara-negara nasional seperti Spanyol, Inggris dan Perancis. Pertumbuhan

negara-negara baru ini merupakan proses yang berulur, lama, dan menjadi sempurna pada tahap,

permulaan dari abad modern. Tidak saja hukum feodal hilang di lingkungan internasional, tetapi

juga kedudukan sebagian besar negara kota dan persekutuan kecil lainnya yang secara politis

tidak dapat dipertahankan lagi.

Babak baru era modern yang ditandai dengan perkembangan yang demikian pesat pada

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi pada paruh ke-2 abad XX, meningkatnya hubungan

kerjasama dan ketergantungan antar negara, menjamurnya negara-negara baru dalam jumlah

yang banyak sebagai akibat dekolonisasi, munculnya organisasi-organisasi internasional dalam

jumlah yang banyak telah menyebabkan ruang lingkup hukum internasional menjadi lebih luas.

Selanjutnya, hukum internasional bukan saja mengatur hubungan antar negara, tetapi juga

subyek-subyek hukum internasional lainnya, kelompok-kelompok supra-nasional dan gerakan-

gerakan pembebasan nasional. Bahkan dalam hal-hal tertentu, hukum intenasional juga

diberlakukan terhadap individu dalam hubungannya dengan negara-negara.

Dalam perkembangannya, pada lain pihak, masyarakat internasional, khususnya negara-

negara, mulai mengembangkan penyelesaian-penyelesaian sengketa dengan cara-cara damai,

misalnya melalui perundingan, baik langsung maupun dengan perantaraan pihak ketiga, dengan
menyelenggarakan konperensi-konperensi ataupun kongres-kongres internasional. Dalam

perkembangan selanjutnya, konperensi atau kongres internasional itu tidak lagi hanya sebagai

sarana penyelesaian sengketa, melainkan berkembang menjadi sarana membentuk atau

merumuskan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional dalam bentuk perjanjian-

perjanjian atau konvensi-konversi internasional mengenai suatu bidang tertentu. Sebagai contoh

adalah, Konperensi Perdamaian Den Haag I tahun 1899 dan II tahun 1907 yang menghasilkan

prinsip-prinsip dan kaidahkaidah hukum perang internasional yang dalam perkembangannya

sekarang ini, menjadi hukum humaniter.

Demikian juga pada masa sekitar abad XIX telah lahir lembaga atau organisasi

internasional, seperti, Palang Merah Internasional (International Committee for the Red Cross)

berkat jasa-jasa dan Henry Dunant, serta berdirinya Organisasi Telekomunikasi Internasional

(International Telecomunication Organisation) yang kemudian berubah menjadi Uni

Telekomunikasi Internasional (International Telecomunication Union). Kedua organisasi

internasional ini dapat dipandang sebagai organisasi internasional yang tertua di dunia yang

masih ada hingga kini. Meskipun jumlahnya pada masa itu masih bisa dihitung dengan jari,

namun berdirinya organisasi internasional ini dapat dipandang sebagai awal yang positif bagi

perkembangan masyarakat dan hukum internasional. Pada sisi lain, hal ini dapat pula dipandang

sebagai gerak dan langkah maju menuju ke arah semakin mapannya eksistensi masyarakat

internasional pada umumnya, negara-negara pada khususnya, maupun hukum Internasional itu

sendiri.

Masa Antara 1907-1945 (Tahap Konsolidasi Bagi Negara-Negara Kolonial,Tahap

Memperjuangkan Hak Hidup Bagi Bangsa-Bangsa Terjajah)

Keberhasilan membangun struktur masyarakat Internasional baru selama masa 1648-


1907 yang ditandai dengan keberhasilan mempertahankan hak hidup dan eksistensi negara-

negara nasional sebagai kesatuan-kesatuan politik yang merdeka, berdaulat, dan sama derajat,

serta keberhasilan memperkenalkan konperensi-konperensi internasional sebagai media untuk

membentuk hukum Internasional maupun organisasi-organisasi internasional, semakin

memantapkan usaha untuk mewujudkan konsolidasi ini. Selanjutnya, berbagai pembenahan

sesudah tahun 1907 menunjukkan, bahwa masyarakat internasional yang terdiri dari negara-

negara dan organisasi-organisasi internasional semakin menampakkan kedewasaannya.

Namun demikian, terdapat pula ekses negatif dan konsolidasi ini yakni timbulnya usaha

saling memperebutkan pengaruh antara negara-negara kolonial tersebut, yang seringkah

dilakukan dengan cara-cara melanggar hukum internasional. Meletusnya Perang Dunia I (1914-

1918), merupakan lembaran hitam dalam perjalanan sejarah masyarakat internasional. Perang

Dunia I hampir saja memporak-porandakan tata kehidupan masyarakat internasional pada masa

itu, padahal dasar-dasamya dengan susah payah telah diletakkan selama berabad-abad

sebelumnya. Setelah berakhirnya Perang Dunia I, satu modal utama yang masih melekat pada

masyarakat Internasional (negara-negara) adalah adanya kesadaran, bahwa perang atau

kekerasan bukanlah merupakan cara terbaik untuk menyelesaikan sengketa. Bahkan dengan

belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, muncullah keinginan-keinginan untuk

mencegah dan menghapuskan peperangan yang pada hakekatnya hanyalah sebagai sarana untuk

menghancurkan eksistensi umat manusia, meskipun sebenarnya sudah ada prinsip-prinsip dan

kaidah-kaidah hukum yang mengaturnya.

Berdirinya Liga Bangsa-Bangsa (the League of Nations) pada tahun 1919 tak lama

setelah berakhirnya Perang Dunia I, sebagai organisasi internasional yang bergerak dalam ruang

lingkup dan tujuan global, yakni mewujudkan ketertiban, keamanan, dan perdamaian dunia,
secara tersimpul dapat pula dipandang sebagai usaha-usaha untuk kembali mengatur masyarakat

internasional berdasarkan pada prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional. Di

samping itu, dalam batas-batas tertentu, Liga Bangsa-Bangsa pun, baik langsung maupun tak

langsung, dapat benfungsi sebagai badan pembentuk hukum internasional. Keputusan-keputusan

atau resolusi-resolusi yang dikeluarkannya, berlaku dan mengikat sebagai hukum terhadap

negara-negara anggotanya. Bahkan tidak jarang Liga Bangsa-Bangsa sebagai onganisasi global,

mengeluarkan keputusan atau resolusi yang mengandung kaidah-kaidah hukum internasional

yang berlaku umum. Hal ini menunjukkan bahwa hukum internasional semakin bertambah luas,

tidak lagi hanya terbatas pada hukum yang mengatur dan/atau hukum yang dihasilkan oleh

hubungan antara negana, melainkan sudah mencakup hukum yang mengatur dan juga hukum

yang dihasilkan oleh onganisasi internasional.

Meskipun demikian, pada masa itu hukum internasional bagian terbesar masih terdiri dan

hukum yang mengatur hubungan-hubungan antar negara. Demikian pula dengan dibentuknya

badan peradilan internasional, seperti Mahkamah Internasional Permanen (Permanent Court of

International Justice) pada tahun 1921, sebagai salah satu organ dari Liga Bangsa-Bangsa serta

badan penyelesaian sengketa lain yang sudah ada sebelumnya, dapat diartikan bahwa masyarakat

internasional masih percaya dan hormat pada hukum internasional dalam mengatitr hubungan-

hubungan internasional.

Pada hakekatnya, bendirinya organisasi-onganisasi internasional adalah sebagai

perwujudan dari kerjasama internasional antara negara-negana untuk mencapai suatu tujuan

tertentu, dengan kata lain, organisasi internasional berfungsi sebagai sarana kerjasama

internasional yang dilembagakan. Hal ini tidaklah berarti, bahwa di luar jalur kelembagaan

tersebut tidak ada jalur lain untuk mencapai tujuan. Perundingan-perundingan bilateral maupun
konperensi-konperensi internasional multilateral tetap merupakan jalur yang diandalkan sebagai

sarana untuk mencapai tujuan. Sebuah perjanjian bilateral yang patut dicatat disini, yakni Pakta

Briand-Kellog (Briand-Kellog Pact) pada tahun 1928, merupakan hasil dari perundingan bilateral

antara Amerika Serikat yang diwakili Menteri Luar Negerinya yang bernama Kellog, dan

Perancis yang diwakili oleh Menteri Luar negerinya, yaitu Briand, yang isinya berkenaan dengan

penghapusan cara-cara kekerasan seperti perang, yang sebelumnya dijadikan sebagai sarana

dalam menyelesaikan sengketa-sengketa antar negara.

Peristiwa lainnya yang juga patut dicatat dalam sejarah perkembangan hukum

internasional adalah Konperensi Kodifikasi Hukum Internasional di Den Haag (Belanda) pada

tahun 1930 yang diprakarsai oleh Liga Bangsa-Bangsa. Sesuai dengan namanya, Konperensi

Den Haag 1930 ini berusaha untuk mengkodifikasikan berbagai bidang hukum internasional.

Konperensi ini telah menghasilkan beberapa konvensi internasional yang sangat berarti bagi

pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional pada kurun waktu tersebut, seperti

Konvensi tentang Wesel, Cek, dan Aksep, konvensi tentang orang-orang yang

berkewarganegaraan dan tanpa kewarganegaraan. Sedangkan mengenai lebar laut teritorial,

negara-negara peserta Konperensi Den Haag ternyata gagal mencapai kata sepakat.6

Liga Bangsa-Bangsa ini ternyata tidak berumur panjang. Perang Dunia II yang meletus

pada tahun 1939 dan diperluas dengan. Perang Asia Timur Raya yang meletus ketika Jepang

membom pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat, Pearl Harbour di Hawaii pada tanggal 7

Desember 1941, merupakan peristiwa yang kedua kalinya memporak-porandakan struktur

masyarakat internasional yang sebenarnya sudah mulai mapan. Meletusnya Perang Dunia II pada

sisi lain dapat dipandang sebagai kegagalan dari Liga Bangsa-Bangsa dalam usahanya

mewujudkan ketertiban, keamanan, dan perdamaian dunia. Belajar dan pengalaman sebelumnya,
maka segera setelah berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945, dibentuklah Perserikatan

Bangsa-Bangsa (the United Nations) yang secara resmi berdiri pada tanggal 24 Oktober 1945

yang maksud dan tujuannya tidak jauh berbeda dengan Liga Bangsa-Bangsa7.

Dua kali Perang Dunia yang terjadi dalam kurun waktu yang relatif pendek, kalau

disimak dengan seksama, sebenamya hanyalah merupakan lintasan sejarah atau sebagai gempa

besar yang menggoncang struktur dan kehidupan normal masyarakat internasional yang tunduk

pada hukum internasional. Ternyata kedua perang dunia tersebut tidak sampai merombak atau

merusak secara total sendi-sendi dan struktur masyarakat internasional. Sesudah Perang Dunia II

masyarakat internasional ternyata justru semakin pasti menuju ke arah kemajuan. Hal ini

ditunjukkan oleh munculnya fakta-fakta baru yang secara umum mendorong pertumbuhan dan

perkembangan masyarakat dan hukum internasional.

Setelah berakhimya Perang Dunia II, mulailah timbul masa kecerahan yang merupakan

tahap baru bagi perkembangan masyarakat dan hukum internasional. Dikatakan demikian, oleh

karena terjadi beberapa perubahan dan perkembangan baru yang sangat berbeda dengan masa

sebelumnya. Namun, sebelum dibahas lebih lanjut perubahan dan perkembangan baru tersebut,

ada baiknya kita berpaling sejenak ke belakang untuk meninjau peta bumi politik dunia secara

menyeluruh. Hal ini sangat penting, sebab apa yang telah dikemukakan di atas, baik pada tahap

atau masa memperjuangkan hak hidup (1648-1907), maupun pada tahap atau masa konsolidasi

(1907-1945), semua itu hanyalah berlaku bagi negara-negara di kawasan Eropa dan belakangan

juga di kawasan Amerika.

Anda mungkin juga menyukai