Anda di halaman 1dari 10

PROTAP

MANAJEMEN FISIOTERAPI GERIATRI


PEMERIKSAAN MOTORIK PADA LANSIA

DISUSUN OLEH:

NAMA : Yulianti Ruhama


NIM : C041171317

HALAMAN SAMPUL

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
A. Pemeriksaan Motorik pada Lansia
Pemeriksaan motorik pada lansia meliputi pemeriksaan kekuatan otot,
tonus otot, luas gerak sendi, postur, pola jalan, dan koordinasi.
1. Pemeriksaan Kekuatan Otot
Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan
pengujian otot secara manual (manual muscle testing, MMT).
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan
mengontraksikan kelompok otot secara volunter. Lansia yang mampu
mengontraksikan ototnya secara aktif dan volunter, tidak tepat apabila
diberikan MMT standar.
Prosedur Pelaksanaan MMT:
a) Lansia diposisikan sedemikian rupa sehingga otot mudah
berkontraksi sesuai dengan kekuatannya. Posisi yang dipilih harus
memungkinkan kontraksi otot dan gerakan mudah diobservasi.
b) Bagian tubuh yang dites harus terbebas dari pakaian yang
menghambat.
c) Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan.
d) Lansia mengontraksikan ototnya dan stabilisasi diberikan pada
segmen proksimal.
e) Selama terjadi kontraksi, gerakan yang terjadi diobservasi, baik
palpasi pada tendon atau perut otot.
f) Memberikan tahanan pada otot yang dapat bergerak dengan luas
gerak sendi penuh dan dengan melawan gravitasi.
g) Melakukan pencatatan hasil MMT.
Kriteria Hasil Pemeriksaan MMT (Lovet, Daniel, dan Worthingham)
a) Normal (5); mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh,
melawan gravitasi, dan melawan tahanan maksimal.
b) Good (4); mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawab
gravitasi, dan melawan tahanan sedang (moderat).
c) Fair (3); mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh dan
melawan gravitasi tanpa tahanan.
d) Poor (2); mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh tanpa
melawan gravitasi.
e) Trace (1); tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat
dipalpasi.
f) Zero (0); kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi.
2. Pemeriksaan Tonus Otot
Tonus otot adalah ketegangan minimal suatu dalam keadaan
istirahat. Tonus otot dapat diperiksa dengan beberapa cara, yaitu dengan
palpasi, gerakan pasif, dan vibrasi. Palpasi dilakukan pada perut otot
(muscle belly) yang diperiksa. Dengan palpasi kita akan mendapatkan
informasi tentang tonus otot dalam keadaan normal, hipotonus, atau
hipertonus.
Gerakan pasif dapat dilakukan pada anggota gerak (sendi) secara
berulang-ulang dan cepat sehingga otot yang diperiksa diregangkan dan
dikendorkan berulang-ulang. Pada saat yang sama, kita akan merasakan
adanya sedikit tahanan (normal). Bila tidak dirasakan adanya tahanan
berarti hipotonus dan apabila tahanan yang dirasakan cukup kuat
berarti hipertonus.
Vibrasi diberikan pada otot yang diperiksa dengan menggunakan
vibrator. Otot tersebut diposisikan memendek, diberi vibrasi, dan pada
waktu yang sama diminta mengontraksikan otot antagonisnya untuk
menggerakan sendi kea rah fungsi otot antagonis. Apabila tidak mampu
menggerakkan sendi kea rah antagonisnya berarti otot yang diperiksa
dalam keadaan hipertonus. Cara tersebut harus didahului dengan
pemeriksaan gerak aktif pada antagonis dan hasil pemeriksaan
tersebut menunjukkan bahwa gerakan tersebut dapat dilakukan dengan
baik.
Tonus otot pada lansia cenderung mengalami penurunan. Bila lansi
mengalami gangguan sistem saraf, dapat terjadi peningkatan tonus otot
(hipertonus) seperti pada keadaan spastik. Sebaliknya, dapat terjadi
penurunan tonus otot (hipotonus) seperti dalam keadaan flaksid.
3. Pemeriksaan LGS Menggunakan Goniometer
Luas gerak sendi (LGS) merupakan luas gerak sendi yang dapat
dilakuan oleh suatu sendi. Tujuan pemeriksaan LGS adalah untuk
mengetahui besarya LGS suatu sendi dan membandingkannya
dengan LGS sendi yang normal, membantu diagnosis, dan
menentukan fungsi sendi. Hasil pengukuran LGS dapat digunakan
untuk menentukan tujuan dan rencana terapi dalam mengatasi gangguan
LGS. Selain itu, dalam pemeriksaan LGS, terapis harus
mempertimbangkan penyebab dari keterbatasan gerak seperti nyeri,
spasme, perlengketan jaringan, dan kualitas gerak.
Prosedur Pengukuran LGS menggunakan Goniometer:
1) Posisi awal adalah posisi netral/anatomis, yaitu tubuh tegak, lengan
lurus di samping tubuh, lengan bawah dan tangan menghadapt ke
depan.
2) Sendi yang diukur harus terbuka, bebas pakaian.
3) Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan.
4) Berikan gerakan pasif dua atau tiga kali untuk menghilangkan
gerakan substitusi dan ketegangan karena kurang bergerak.
5) Berikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal.
6) Tentukan aksis gerakan baik secara aktif atau pasif, dengan jalan
melakukan palpasi bagian tulang di sebelah lateral sendi.
7) Letakkan tangkai goniometer yang statik paralel dengan aksis
longitudinal pada garis tengah segmen/tubuh yang statik.
8) Letakkan tangkai goniometer yang bergerak paralel terhadap aksis
longitudinal segmen/tubuh yang bergerak.
9) Pastikan aksis goniometer tepat pada aksis gerakan sendi.
10) Baca dan catat hasil pemeriksaan LGS.
Metode perekaman pengukuran LGS dengan menggunakan
sistem notasi 0-180o disebut metode perekaman SFTR (sagittal,
frontal, transversal, dan rotasi). Pencatatan dimulai dengan menuliskan
bidang gerak di tempat gerakan tersbut terjadi. Semua gerakan ditulis
dalam 3 kelompok angka. Gerakan yang menjauhi tubuh atau rotasi ke
kiri ditulis pertama, gerakan yang mendekati tubuh atau rotasi ke kanan
ditulis terakhir, posisi awal dituliskan di tengal. Posisi awal normal
dituliskan dengan angka 0o, tetapi bila dalam keadaan patologis akan
berubah. Semua posisi mengunci atau tidak ada gerakan sama sekali
(ankilosis) hanya ditulis dengan 2 kelompok angka.
4. Pemeriksaan Postur
Pemeriksaan postur dilakukan dengan cara inspeksi pada posisi
berdiri. Pada posisi tersebut, postur yang baik/normal dapat terlihat
dengan jelas. Dari arah samping, tampak telinga, acromion, trunk,
trokantor mayor, patella bagian posterior, dan malleolus lateralis ada
dalam satu garis lurus.
5. Pemeriksaan Pola Jalan
Dalam pola jalan lansia ada beberapa perubahan yang mungkin
terjadi, diantaranya sebagai berikut:
a) Sedikit ada rigiditas (tahanan yang sama kuatnya) pada anggota
gerak, terutama anggota gerak atas lebih dari anggota gerak bawah.
Rigiditas akan hilang apabila tubuh bergerak.
b) Gerakan otomatis menurun, amplitudo dan kecepatan berkurang,
seperti hilangnya ayunan tangan saat berjalan.

Gambar 2.1 Pola jalan pada lansia Gambar 2.2 Pola jalan pada lansia
(double support) (single support)
Sumber: Pudjiastuti dan Utomo (2002)
Tujuan pemeriksaan pola jalan:
a) Mengetahui ada tidaknya gangguan keseimbangan saat berjalan
b) Mengetahi ada tidaknya gangguan koordinasi gerakan saat berjalan.
Syarat pemeriksaan pola jalan:
a) Lansia sebaiknya menggunakan celana pendek serta tidak memakai
alas kaki sehingga tungkai dapat diobservasi dengan jelas
b) Observasi dilakukan dari berbagai sudut pandang yaitu depan,
belakang, samping kanan, dan samping kiri.
c) Saat berjalan, lansia diusahakan bersikap wajar,berjalan sesuai
kemampuannya
d) Pemeriksa memperhatikan dengan saksama masing –masing
peristiwa dari fase jalan lansia
Pemeriksaan pola jalan
a) Pelaksanaan pemeriksaan
(i) Lansia diminta untuk berjalan biasa, Pemeriksa mengamati
dengan saksama bergantian dari arah samping, depan, dan
belakang. Selanjutnya dicatat, adakah ayunan lengan; adakah
rotasi badan; apakah irama dan kecepatan gerakan berlangsung
dengan baik dan sinkron; apakah saat menumpu/mengayun,
tungkai kanan dan kiri seimbang; apakah terjadi perubahan
ekspresi wajah lansia.
(ii) Lansia diminta untuk berjalan biasa, pengamatan lebih
ditunjukkan untuk fase menumpu (hill strike, mid stance, push
off) dan fase mengayun (ascleration, mid swing, decelaration).
Selanjutnya dicatat, adakah rasa nyeri; apakah peristiwa pada
fase menumpu dan fase mengayun berlangsung lengkap dan
sempurna; luas gerak sendi panggul,serta sendi lutut dan
pergelangan kaki tungkai kanan dan kiri, untuk masing – masing
fase menumpu dan fase mengayun apakah sama.
b) Interpretasi umum pemeriksaan pola jalan
(i) Apabila ekspresi wajah berubah seperti orang kesakitan saat
menumpu, hal itu menunjukkan adanya nyeri pada persendian.
Bila terjadi saat fase mengayun, kemungkinan nyerinya terletak
pada otot, sendi, atau jaringan sekitar persendian
(ii) Berjalan dengan perlahan kemungkinan diakibatkan oleh adanya
pemendekan otot atau penurunan luas gerak sendi, instabilitas
persendian atau kekuatan otot menurun.
(iii) Gerakan yang terjadi berlangsung kasar/patah-patah
kemungkinan diakibatkan oleh adanya gerakan koordinasi.
(iv)Bidang tumpu melebar kemungkinan karena gangguan
keseimbangan
(v) Fase menumpu berlangsung singkat, hal itu menunjukkan
adanya nyeri pada persendian/letak kerusakan pada persendian.
Juga diakibatkan oleh adanya kekuatan otot yang menurun
(vi)Fase mengayun memendek, kemungkinan disebabkan adanya
penurunan kekuatan otot, keterbatasan luas gerak sendi serta
nyeri pada otot
c) Interpetasi khusus pemeriksaan pola jalan pada setiap fase jalan
(i) Heel strike
 Apabila heel strike tidak terjadi dengan baik,kemungkinan
terdapat kelemahan otot dorsal fleksor pergelangan kaki
atau pemendekan otot plantar fleksor pergelangan kaki
 Apabila lutut tidak dapat lurus, kemungkinan ada
kelemahan otot ekstensor lutut atau pemendekan otot
fleksor lutut
 Apabila sendi panggul tidak dapat fleksi, kemungkinan
terdapat penurunan kekuatan otot fleksor sendi panggul
atau pemendekan otot ekstensor panggul
(ii) Mid Stance
 Apabila tidak terjadi dengan baik,kemungkinan terdapat
nyeri pada sendi panggul,lutut dan pergelangan
kaki,kelemahan otot tungkai,terutama ekstensor
panggul,ekstensor lutut dan plantar fleksor pergelangan
kaki,atau pemendekan otot fleksor panggul,serta fleksor
lutut dan dorsal fleksor pergelangan kaki
 Apabila posisi goyang,kemungkinan terdapat gangguan
stabilitas sendi panggul,lutut dan pergelangan kaki atau
nyeri pada sendi panggul, lutut, dan pergelangan kaki
 Apabila panggul jatuh ke arah homolateral, kemungkinan
terdapat kelemahan otot abduktor panggul
(iii) Push off
Apabila push off tidak berlangsung dengan baik,
kemungkinan terdapat kelemahan plantar fleksor pergelangan
kaki,pemendekan plantar fleksor pergelangan kaki, atau
pemendekan fleksor panggul
(iv)Ascelerasi
Apabila ascelerasi tidak berlangsung dengan
baik,kemungkinan terdapat kelemahan fleksor lutut,kelemahan
fleksor panggul,pemendekan ekstensor lutut,atau pemendekan
ekstensor panggul
(v) Mid Swing
Apabila mid swing tidak berlangsung dengan
baik,kemungkinan terdapat kelemahan fleksor
panggul,kelemahan fleksor lutut,kelemahan dorsal fleksor
pergelangan kaki,pemendekan ekstensor panggul,pemendekan
ekstensor lutut,atau pemendekan plantar fleksor pergelangan
kaki
(vi)Desclerasi
Apabila desclerasi tidak berlangsung dengan baik,
kemungkinan terdapat kelemahan fleksor panggul,kelemahan
ekstensor lutut,pemendekan ekstensor panggul,pemendekan
fleksor lutut,dan penumpuan berat badan. Penumpuan berat
badan dapat berbeda antara tungkai kanan dan kiri apabila ada
kelainan pada sistem locomotor

6. Pemeriksaan Koordinasi
Pemeriksaan koordinasi dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan
ekuilibrium dan pemeriksaan non-ekuilibrium. Pemeriksaan ekuilibrium
mengacu pada pemeliharaan keseimbangan dan koordinasi tubuh secara
keseluruhan termasuk didalamnya adalah ters Romberg, sedangkan
pemeriksaan non ekuilibrium menilai kemampuan pasien dalam
melakukan gerakan yang berlainan, seringkali relative baik, gerakan
disengaja dengan ekstremitas yaotu finger to nose test, disdiaddokinesia,
heel to knee test.

B. Manajemen Fisioterapi Pemeriksaan Gait Analysis


1. Data diri pasien
Nama : Mr. X
Umur : 67 tahun
Jenis kelamin : Pria
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan guru
2. Keluhan
Gangguan saat berjalan, kurang mampu menapak dengan lama dan
langsung berjinjit.
3. Pemeriksaan gait analysis
a. Pelaksanaan pemeriksaan
1) Lansia diminta untuk berjalan biasa, Pemeriksa mengamati dengan
saksama bergantian dari arah samping, depan, dan belakang.
Selanjutnya dicatat, adakah ayunan lengan; adakah rotasi badan;
apakah irama dan kecepatan gerakan berlangsung dengan baik dan
sinkron; apakah saat menumpu/mengayun, tungkai kanan dan kiri
seimbang; apakah terjadi perubahan ekspresi wajah lansia.
2) Lansia diminta untuk berjalan biasa, pengamatan lebih ditunjukkan
untuk fase menumpu (hill strike, mid stance, push off) dan fase
mengayun (ascleration, mid swing, decelaration). Selanjutnya
dicatat, adakah rasa nyeri; apakah peristiwa pada fase menumpu
dan fase mengayun berlangsung lengkap dan sempurna; luas gerak
sendi panggul,serta sendi lutut dan pergelangan kaki tungkai kanan
dan kiri, untuk masing – masing fase menumpu dan fase mengayun
apakah sama.
b. Interpretasi umum
Fase menumpu berlangsung singkat, hal itu menunjukkan
adanya nyeri pada persendian/letak kerusakan pada persendian. Juga
diakibatkan oleh adanya kekuatan otot yang menurun.
c. Interpretasi khusus
 Mid Stance : Apabila tidak terjadi dengan baik,kemungkinan
terdapat nyeri pada sendi panggul,lutut dan pergelangan kaki,
kelemahan otot tungkai,terutama ekstensor panggul,ekstensor
lutut dan plantar fleksor pergelangan kaki,atau pemendekan otot
fleksor panggul,serta fleksor lutut dan dorsal fleksor
pergelangan kaki.
 Mid Swing : Apabila mid swing tidak berlangsung dengan
baik,kemungkinan terdapat kelemahan fleksor panggul,kelemahan
fleksor lutut, kelemahan dorsal fleksor pergelangan kaki,
pemendekan ekstensor panggul,pemendekan ekstensor lutut,atau
pemendekan plantar fleksor pergelangan kaki

Anda mungkin juga menyukai