Anda di halaman 1dari 8

Feline Lower Urinary Tract Disease (FLUTD)

Anamnesa

Pasien dengan nama Chepi yang merupakan pasien rujukan dari klinik Graha Satwa.
Hewan ini datang ke Graha Satwa pada tanggal 25 Juni 2015 pukul 10 dengan keluhan
pemilik berupa kucing tidak mau makan 2 hari, sering merejan saat pipis dan pipis berdarah.
Sudah 4 kali kambuh, dan 3 kali di kateterisasi, tetapi masih sering merejan saat pipis.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 25 Juni diperoleh hasil bahwa terdapat
gejala klinis berupa sering merejan, urin hematuria, palpasi VU tidak penuh, namun ada
penebalan pada dinding vesika. Treatmen yang telah diberikan berupa infus NS (IV) dan juga
treatmen makanan C/D.

Gambar 1. Kucing bernama Chepi


Signalemen hewan

Tanggal masuk : 30 Juni 2015


Nama : Chepi
Jenis hewan : Kucing
Ras/breed : Persian medium
Warna bulu dan kulit : Hitam-kuning
Jenis kelamin : Betina
Umur : 2.5 tahun
Berat badan : 3,7 kg

Temuan Klinis
Aktifitas : Lethargi
Nafsu makan : Tidak nafsu makan
Minum : Sedikit minum
Defekasi : Normal
Urinasi : VU kecil, hematuria (+++)
Vomit : Tidak ada
Batuk : Tidak ada
Bersin : Tidak ada
Status Present
Suhu : 38,1 oC
Pulsus : 80 kali/menit
Frekuensi nafas : 16 kali/menit
Auskultasi paru-paru : Dalam
Jantung : Lemah
Palpasi abdomen : Tension +
Pain +
Limfonodus : Tidak bengkak
Mukosa : Pucat
Eyes discharge : Tidak ada
Nasal Discharge : Tidak ada
Palpasi trakhea : Tidak ada batuk
Telinga : Kotor
Oral : Tidak ada kelainan
Kulit : Dehidrasi (turgor > 3 detik)

Diagnosa penunjang : Urinalisis, Uji Hematologi, Kimia Darah, Ear Serumen


Diagnosa : Feline Lower Urinary Tract Disease (FLUTD)
Diagnosa banding : Urolithiasis
Prognosa : Dubius

Pembahasan
Kucing yang bernama Chepi dibawa ke Rumah Sakit Hewan Jakarta (RSHJ) pada
tanggal 30 Juni 2015. Kucing merupakan rujukan dari Klinik Graha Satwa (Drh Dinda).
Pasien kucing datang ke Graha Satwa pada tanggal 25 Juni 2015 pukul 10 dengan keluhan
pemilik berupa kucing tidak mau makan 2 hari, sering merejan saat pipis dan pipis berdarah.
Sudah 4 kali kambuh, dan 3 kali di kateterisasi, tetapi masih sering merejan saat pipis.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 25 Juni diperoleh hasil bahwa terdapat
gejala klinis berupa sering merejan, urin hematuria, palpasi VU tidak penuh, namun ada
penebalan pada dinding vesika. Treatmen yang telah diberikan berupa infus NS (IV) dan juga
treatmen makanan C/D. Kondisi kucing saat dibawa ke RSHJ terlihat lemas dan kesulitan
berjalan. Pada saat palpasi dibagian ventral abdomen, vesika urinaria (VU) teraba kecil akan
tetapi saat pipis kucing merejan dan urinasi berdarah. Hal ini terjadi karena kucing kesulitan
urinasi dan faktor penyebabnya bisa berbagai macam yaitu urolithiasis dan FLUTD.
Urolithiasis dapat terlihat dengan diagnosa penunjang seperti hematologi, kimia darah, urin
dan juga x-ray tetapi pada kasus ini tidak dilakukan.

Pengambilan sample urin pada kucing ini dilakukan dengan cara melakukan
penekanan pada bagian vesika urinaria secara perlahan,diambil menggunakan syiring
kemudian urin tersebut di proses di laboratorium. Urin yang ditampung terlihat berwarna
merah karena bercampur dengan darah atau bisa disebut dengan hematuria. Hematuria dapat
berasal dari ginjal, VU, maupun uretra. Bila darah berasal dari ginjal atau VU maka
keseluruhan urin akan berwarna seperti darah (merah terlarut), akan tetapi jika darah tersebut
berasal dari uretra maka akan terlihat garis merah pada urin yang masih segar dan akan tetap
ada darah yang menetes dari uretra meskipun hewan tersebut sudah tidak lagi sedang urinasi
(Widodo et al. 2011). Kejadian hematuria dapat terjadi karena beberapa hal misalnya nefritis
akut, neoplasma pada ginjal, leptospirosis, trauma pada traktus urinaria, urolithiasis, dan
Feline lower urinary tract disease (FLUTD).

FLUTD merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi pada kucing. Masalah
kesehatan ini akan mengganggu VU dan uretra kucing. Kasus FLUTD lebih sering terjadi
pada kucing jantan karena diameter uretranya yang sempit dan juga panjang sehingga sering
menimbulkan penyumbatan urin dari VU ke luar tubuh . FLUTD meliputi beberapa kondisi
yang terjadi pada saluran urinaria kucing. Sindrom yang terjadi pada kucing ditandai dengan
pembentukan klristal (paling sering struvite) di dalam VU. Kristal tersebut kemudian akan
menyebabkan inflamasi, perdarahan pada urin, dan kesulitan buang air kecil. Hewan yang
menderita FLUTD dapat menunjukan gejala poliuria, stranguria, dan hematuria (Gerber
2008).

Tindakan yang dilakukan di hari pertama ketika hewan masuk ke Rumah Sakit Hewan
Jakarta (30 Juni 2015) adalah melakukan cek darah hematologi, kimia darah, dan urin. Hasil
pemeriksaan tersebut terlihat dalam tabel 1,2 dan 3.

Tabel 1 Hasil pemeriksaan hematologi tanggal 30 Juni 2015

Pemeriksaan Normal Satuan Hasil Interpretasi


WBC 5.5-19.5 103/L 11.6 Normal
RBC 5.00-10.0 106/μL 8.27 Normal
Hemoglobin 8.0-15.0 g/dL 10.7 Normal
Hematokrit 24.0-45.0 %fL 39.0 Normal
MCV 39.0-55.0 Pg 47.2 Normal
MCH 12.5-17.5 g/dL 12.9 Normal
MCHC 30.0-36.0 103/μL 27.4 Hipokromia
Platelet 300-800 % 253 Trombositopenia
Limfosit 20.0-55.0 % 11.7 Limfositopenia
Monosit 1.0-4.0 % 1.0 Normal
Eosinofil 2.0-12.0 % 1.1 Rendah
Granulosit 35.0-78.0 % 86.2 Tinggi

Tabel 2 Hasil pemeriksaan urinalisis tanggal 30 Juni 2015

Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Normal


Blood Positif (++) Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Protein Positif (++++) Negatif
Nitrit Negatif 0.05-0.1 mg/dl
Keton Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
pH 9.0 5.0-7.0
Density 1.005 1.001-1.08
Leukosit Positif (+) Negatif
Albumin Positif (+++) Negatif
Mikroskopis Blood (+++) Negatif
Struvite (+++++)
Oksalat (+)

Tabel 3 Hasil pemeriksaan kimia darah

Pemeriksaan Normal Hasil


Ureum 30-65 71.71
Kreatinin 0.5-1.5 2.4

Pada hari pertama perawatan (30 Juni 2015) kucing chepi dilakukan observasi urinasi.
Kemudaian VU yang teraba pada kucing Chevi masih tetap kecil dan urinasi pun masih
sangat sedikit. kucing ini tidak mau makan dan minum sedikit. Terapi obat yang diberikan
adalah dengan pemberian obat seperti catosal® dengan dosis 0,5 ml/kg BB (IM) dan
pemasangan infus Ringer Laktat (RL) sebanyak 200 ml secara intra vena (IV). Catosal
merupakan obat dengan komposisi butafosfan dan vitamin B12 yang berfungsi untuk
meningkatkan tenaga, membantu persembuhan, mengembalikan kesehatan setelah sakit dan
memperbaiki pertumbuhan bulu. Infus RL adalah larutan steril Natrium klorida, Kalium
klorida, dan kalsium klorida dalam air sebagai obat suntik. Kadar ketiga zat tersebut sama
dengan kadar zat dalam larutan fisiologi. Larutan ini digunakan sebagai penambah cairan
elektrolit yang diperlukan tubuh .

Hari selanjutnya (1 Juli 2015) VU kucing masih teraba kecil , tidak ada tension dan
urinasi pun terlihat membaik tetapi masih sedikit. Makan dan minum juga terlihat membaik.
Terapi obat yang diberikan masih sama seperti hari pertama yaitu dengan pemberian infus
ringer laktat sebanyak 200 ml (IV) dan catosal 0,5 ml (IM)

Observasi VU pda hari ketiga (2 Juni 2015) VU teraba kecil, Makan dan minum
mulai membaik. terapi yang diberikan adalah infus RL sebanyak 200 ml (IV), Catosal 0,5 ml
(IM), Tramadol 0,07 ml (IV), dan ampicillin 0,75 ml (IV) sebanyak 2 kali sehari. Cara kerja
ampicillin yaitu menghambat bakteri yang bersprektum luas.

Dari hasil rujukan klinik Graha Satwa kucing telah diberikan diet pakan kucing Royal
Canin® C/D yang juga dapat menjaga fungsi dari traktus urinaria. Diet tersebut mengandung
minyak ikan, omega 3, natrium, magnesium, fosfor untuk kesehatan VU, serta mengandung
antioksidan untuk meningkatkan sistem imun, dan dapat melarutkan struvite dalam jangka
waktu 7 hari. Kondisi harian perawatan kucing Chepi dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4 Kondisi harian perawatan kucing chepi

Tanggal Kondisi harian Terapi


30 Juni 2015 T = 38.1 Diet C/D
Letargi Infus RL 200 ml (IV)
Tidak nafsu makan Catosal 0,5 ml (IM)
Sedikit minum
VU kecil
Hematuria
1 Juli 2015 T= 38,1 Diet C/D
Mulai mau makan Infus RL 200 ml (IV)
Minum ok Catosal 0,5 ml (IM)
2 Juli 2015 T=38,4 Diet C/D
Mulai nafsu makan Infus RL 200 mL (IV)
Minum ok Catosal 0,5 ml (IM)
Tramadol 0,07 ml (IV)
ampicillin 0,75 ml (IV)/2X

Selain dilakukan pemeriksaan darah dan juga urin, kucing Chepi pun dilakukan
pemeriksaan Ear mide, dikarenakan kuping kucing ini terlihat kotor dan adanya aktifitas
menggaruk oleh kucing Chepi. Hasil menunjukan positif terdapat tungau pada kuping kucing
Chevi (tabel 4)

Tabel 4 Hasil serumen telinga


Otodectes sp. : + (positif)

Dari hasil hematologi, terlihat bahwa kucing tersebut mengalami anemia hipokromia
dimana hasil MCHC rendah dari batas normal tetapi tidak menunjukkan penurunan secara
signifikan. Selain itu berdasarkan hasil dapat dilihat kucing mengalami trombositopenia dan
limfopenia yang merupakan hasil dari stres pada kucing. Leukositosis dapat menunjukkan
suatu kondisi terjadinya inflamasi atau infeksi.
Dari hasil urinalisis terlihat adanya kandungan sel darah merah (eritrosit) dalam urin
dan kelebihan jumlah sel darah merah ini biasanya disebabkan peradangan, penyakit atau
luka pada ureter, VU atau uretra. Kandungan protein pada urin mengindikasikan adanya
peradangan, hemoragi traktus urinaria atau penyakit ginjal. Meyer dan Harvey (1998)
menyatakan bahwa asupan protein tinggi dapat menyebabkan pH urin lebih bersifat asam,
sedangkan apabila asupan makanan mengandung serat menyebabkan urin bersifat alkalis atau
netral. Kadar pH urin kucing secara normal sedikit asam. Kadar asam pada urin dapat
berfungsi sebagai anti bakteri. Urin yang bersifat alkalis pada kasus ini dapat disebabkan oleh
pakan dan adanya bakteri di saluran urinaria. Menurut Moser dan Branon (1990), pakan yang
baik untuk kucing adalah makanan yang dapat mempertahakan kan pH urin 6-6.6, tanpa
menimbulkan metabolic acidosis. Kandungan pH urin sangat penting karena pembentukan
kalkuli, struvite dan kabonat lebih mudah mengendap pada pH alkali (Carlson dan Giffin
2008). Seperti halnya eritrosit, secara normal pada urin tidak ditemukan leukosit, namun bila
ditemukan leukosit dapat diindikasikan adanya infeksi pada traktus urinaria.
Sumbatan kristal struvite (magnesium amonium sulfat) dapat menyebabkan
terbentuknya mukus, darah dan sel darah putih. Magnesium ammonium fosfat terbentuk
karena adanya infeksi bakteri penghasil urease atau pemecah urea (proteus dan beberapa
staphilococci) yang mengkonversi urea menjadi amoniak. Infeksi dalam traktus urinarius
merupakan faktor terbesar penyebab tebentuknya struvite. Kristal dapat terbentuk akibat
kurangnya aktivitas fisik, kurang minum, dan terlalu banyak diberikan pakan kering. Pakan
kering menyebabkan urin lebih terkonsentrasi dan jumlah sedimen yang lebih besar (Carlson
dan Giffin 2008).
Kristal oksalat lebih mudah terjadi pada urin yang berifat basa dan pada kucing yang
memiliki kadar kalsium, protesodium, serta vitamin D. Predisposisi lain yang memudahkan
terbentuknya kristal oksalat adalah penyakit metabolik sepert hiperparatiroidism dan kanker
(Nash 2008)
Berdasarkan hasil kimia darah dapat diperolehi jumlah ureum dan kreatinin
menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan kedua parameter tersebut mengindikasikan
adanya azotemia dan gangguan fungsi ginjal. Ureum merupakan produk utama metabolisme
protein di hati yang disekresikan ke ginjal kemudian dieksresikan melalui urin. Sedangkan
kreatinin adalah produk endogenous akhir dari metabolisme kreatin fosfat yang terjadi di
dalam otot dengan kecepatan yang hampir konstan serta diekskresi dalam urin dengan
keceptan yang sama. Gangguan ginjal akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus,
sehingga mengakibatkan peningkatan kadar kreatinin dan ureum di dalam darah.
Dari hasil serumen telinga kucing Chepi positif terdapat tungau Otodectes cynotis.
Otodectes cyanosis merupakan tungau telinga yang sangat umum ditemukan pada kucing
(Soulsby 1982). Menurut Nahm dan Corwin (1997) dan William et al. (1985), klasifikasi dari
tungau telinga kucing ini adalah:
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Ordo : Acariformes
Subordo : Astigmata
Famili : Psoroptidae
Genus : Otodectes
Spesies : Otodectes cyanotis

Otodectes cynotis memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil, panjangnya dibawah 1
mm, dengan rata-rata 450 µm (Colville 1991; Benbrook and Sloss 1969). Tungau betina
relatif lebih besar, bulat, jernih putih kecoklatan. Lubang genital berbentuk celah seperti
huruf U terbalik antara apodemes pada kedua pasang kakinya. Anusnya berupa celah
sederhana yang berada di terminal. Kaki-kaki tungau betina ini memiliki panjang yang
melebihi panjang tubuhnya, kecuali pasangan kaki ke 4 yang mengecil atau rudimenter.
Pasangan kaki ke-1 dan ke-2 mempunyai sucker sedangkan pasangan kaki ke-3 dan ke-4
tidak. Tungau jantan memiliki ukuran yang lebih kecil. Masing-masing lobe mempunyai dua
setae yang panjang dan tiga yang pendek. Anus berupa celah yang terdapat pada bagian
ventral terminal yang memiliki fungsi lain yaitu sebagai alat kopulasi. Keempat kaki-kaki
tungau jantan panjang dan mempunyai sucker (Flynn 1973).
Gambar 2. Otodectes cynotis betina dilihat dari ventral (A), O. Cyanotis jantan dilihat
dari dorsal

Siklus hidup tungau O.Cynotis dimulai dari telur, larva, protonimfa, dan deutonimfa.
Bentuk dewasa dan bentuk fase perkembangan tersebut dapat ditemukan selama satu siklus di
dalam tubuh inang yang berlangsung kurang lebih 3 minggu (Barr 1990).

Gambar 3. Siklus hidup O.Cyanotis

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang hewan Chepi didiagnosa suspek FLUTD
karena kucing terlihat lemah pada saat awal perawatan dan dari uji urinasi terdapat endapan
kristal yang menyebabkan hewan mengalami hematuria. Setelah dilakukan perawatan selama
3 hari kondisi kucing semakin membaik dimana frekuensi urinasi normal dan warna urinasi
beransur normal dari merah ke kuning bening. Hal ini dapat disimpulkan hewan semakin
membaik akibat ketepatan pemilihan obat dalam penanganan kasus tersebut.

Daftar Pustaka
Barr F. 1990 Diagnostic Ultrasound in the Dog and Cat. Blackwell Sceintific Publications.
London. 234 hlm.
Benbrook EA & MW Sloss. 1969. Clinical Parasitology 3th Ed. Iowa State University Pers.
Iowa. 240 hlm.
Carlson D, Giffin JM. 2008. Cat Owner’s Home Veterinary Handbook. Wiley Publishing.
Colville J. 1991. Diagnostic Parasitology for Veterinary Tehnicans. Americans Veterinary.
Inc. United States of America. 451 hlm.
Gerber B. 2008. Feline Lower Urinary Tract Disease. Proceedings of The International
SCIVAC Congress; Rimini, Italy, 29-31Mei 2009.
Flynn RJ. 1973. Parasites of Laboratory Animal. The IOWA State University Press/ Ames.
1th Ed. America. 884 hlm.
Meyer DJ dan Harvey JW 1998. Veterinary Laboratory Medicine : Interpretation and
Diagnosis. WB Saunders Co. Philadelphia.
Moser E dan Branon JF 1990. Topical Issues in Feline Nutrition. Continuing Education.
12(9): 1227-1232.
Nahm J dan Corwin. 1997. Otodectes cynotis. http://www.Parasitology.org/
Arthopods/arachnida/otodectes.
Nash H. 2008. Urine Cristal Bladder Stones in Cat: Formation, Diet, and Other Treatment.
[Internet] [diunduh 2015 Juni 1] Tersedia pada
http://www.peteducation.com/article.cfm?c=1+2243+2244&aid=2660.
Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animal 7th Ed.
Balliere Tindall. London 809 hlm.
William RE et al.1985. Livestook Entomology. Ed John Wileyn & Son. New York 312 hlm.
Widodo S, Sajuthi D, Choliq C, Wijaya A, Wulansari R, Lelana RPA. 2011. Diagnostik
Klinik Hewan Kecil Edisi 1. Bogor (ID): IPB Press.
Gerber B. 2008. Feline Lower Urinary Tract Disease. Proceedings of The International
SCIVAC Congress; Rimini, Italy, 29-31 Mei 2009.

Anda mungkin juga menyukai