PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Prevalensi
Menurut Sajuthi (2013), sekitar 45-55 % penyakit saluran pernapasan pada kucing
disebabkan oleh FHV-1 karena cara penularannya yang mudah. Kucing yang sering
kontak dengan kucing di luar rumah, kucing dengan penyakit akut, dan kucing
dengan gejala bersin-bersin, diketahui positif FHV-1 dibandingkan dengan kucing
yang tidak kontak dengan kucing lain di luar rumah, kucing yang tidak menunjukkan
gejala bersin, dan kucing dengan suatu penyakit akut. Kucing keturunan asli
(purebred) ditemukan lebih sedikit positif FHV-1 dibandingkan kucing ras campuran
(mix breed).
Infeksi pada saluran respirasi termasuk penyakit pada kucing yang
menyebabkan morbiditas dan mortalitas tinggi. Di Indonesia, banyak ditemukan
kasus infeksi pada saluran pernafasan bagian atas pada pasien kucing di klinik hewan,
serta pada kucing liar di sekitar lingkungan tinggal manusia.
Pengobatan
Peluang kesembuhan dari penyakit ini sekitar 50%, apabila penyakit dapat
diketahui lebih dini dan ditangani dengan segera peluang kesembuhan bisa mencapai
4
80% (Sajuthi 2013). Pengobatan yang dilakukan tergantung pada gejala dan infeksi
sekunder yang dialami (Legendre et al. 2017).
Obat tetes mata atau salep antiviral paling sering digunakan ketika ada ulserasi
kornea atau konjungtivitis akut. Perawatan paling efektif yang tersedia di Inggris
adalah obat mata yang disebut trifluorothymidine (TFT). Meskipun ini adalah
perawatan terbaik yang tersedia, pengobatan ini relatif mahal dan membutuhkan
aplikasi yang sering dengan dosis 5-6 kali sehari untuk terapi selama 2-3 minggu
(Davies the Veterinary Specialists). Trifluorothymidine (TFT) mengandung
trifluridine yang meruakan turunan dari thymidine (Drug Bank). Kasus ini dapat
digunakan juga antiviral tetes mata yang mengandung acyclovir (Zovirax®) dan
antiviral tablet Famcyclovir (Famvir®) (Pet Health 2014).
Pengobatan lain yang dapat digunakan adalah dengan obat tetes mata
Interferon. Interferon adalah sitokin yang dilepaskan oleh sel darah putih dan
mengganggu penyebaran sel virus ke sel. Interferon-alfa (IFN-α) administrasi telah
terbukti menurunkan klinis tanda-tanda yang berhubungan dengan infeksi akut.
Namun, menurut Sajuthi 2013, pemberian interferon untuk kasus cat flu tidaklah
efektif. Hal ini disebabkan karena virus tersebut sangat mudah bermutasi. Sehingga
oemberian obat-obatan simptomatis dan suportif untuk peningkatan antibodi masih
merupakan pilihan terbaik untuk menangani kasus ini. Selain itu, dekongestan (tetes
hidung) dapat digunakan untuk mengurangi cairan hidung dan L-Lysine juga dapat
digunakan untuk mengurangi tingkat keparahan konjungtivitis akibat dari FHV-1,
serta mengurangi tingkat stres pada kucing (Maes 2012).
Menurut Juliani (2015), Pengobatan untuk penyakit ini adalah pemberian
antibiotik seperti ampicilin, amoxixilin untuk infeksi sekunder. Obat tetes mata dan
salep mata untuk mengurangi gejala pada mata. Pemberian Lysin untuk mengganggu
replikasi virus dan menambah nafsu makan.
Terapi yang terbaik untuk kasus ini menurut Sajuthi (2013), adalah dengan
memberikan antibiotik, mucolitik agent, vitamin peningkat daya tahan tubuh dan
dapat juga dibantu dengan memberikan vitamin C melalui jalur intravena. Penguapan
(nebulizer) dengan normo saline yng dicampur dengan bronchodilatator (salbutamol)
juga memberikan efek positif pada kasus ini.
PEMBAHASAN
Gambar 1 Perkembangan kesehatan mata sebagai pengaruh pemberian obat, (a) sebelum
diberikan famcyclovir, (b) selama pemberian, (c) hasil akhir setelah 8 hari
pemberian famcyclovir. Foto (c) menunjukkan bahwa fokal sequestrum telah
tidak terlihat.
6
Penulisan resep dan pemilihan obat yang dilakukan dokter hewan dari awal
hingga akhir terapi diberikan berdasarkan ilustrasi kasus oleh Malik et al. (2009).
Pemberian obat dibagi ke dalam 2 fase. Fase 1 yaitu ketika kucing belum diberikan
famcyclovir dan fase 2 yaitu ketika dokter sudah memberikan famcyclovir. Tata
laksana dan penulisan resep dapat dilihat pada Tabel 1 hingga 6 di bawah ini.
Suplemen : Asam lemak omega 3 tab per ekor, s24j, PO, selama 7 hari
Pilihan obat pada Tabel 1 digunakan untuk total pemakaian selama 7 hari.
Penulisan resep obat tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
R/ Cyclosoprin tab 20 mg
m.f.pulv.dtd. da in caps.No. VII
s.1.d.d.1 cap.p.c
R/ Asam lemak omega 3 1 tab No VII Paraf
s.1.d.d. 1 tab. p.c
Pilihan obat pada Tabel 3 digunakan untuk pemakaian 1 kali sehari selama 7
hari. Famcyclovir kemudian dilanjutkan sebanyak 2 kali sehari selama 21 hari (Tabel
4) dengan total lama terapi yang diberikan yaitu 35 hari. Penulisan resep fase 2 dapat
dilihat pada Tabel 5 dan 6 di bawah ini.
Cyclosporin (Sanndimune®)
Obat ini biasanya digunakan untuk terapi imunosupresi dan semakin tinggi
pemanfaatannya di dunia kedokteran hewan terutama untuk mengobati infeksi pada
anjing dan kucing (Palmeiro 2013). Cyclosoprin merupakan polipeptida siklik yang
berfungsi sebagai antiinflamasi dan antipruritus dengan menghambat kerja limfosit T
(Robson 2003). Farmakodinamik cyclosporin yaitu sebagai penghambat spesifik dan
reversible limfosit imunokompeten pada fase G0 dan G1 siklus tersebut, sehingga
kerja limfosit T dihambat. Target utama kerja cyclosporine adalah sel T1 helper.
Selain itu juga dapat menghambat sel T1 supressor, serta produksi dan pelepasan
limfokin termasuk interleukin-2 (Drug Bank 2005). Cyclosporin terbukti berkhasiat
mengatasi infeksi kulit pada kucing (Robert et al. 2013).
untuk membentuk sel-sel membran pada semua organ, seperti retina dan sistem syaraf
pusat (Almatsier 2006).
Famcyclovir (Famvir®)
Antiviral ini mengalami biotransformasi yang cepat menjadi senyawa aktif
pencyclovir. Pencyclovir adalah obat antiviral yang mampu menghambat sintesis dan
replikasi DNA virus herpes. Sel yang terinfeksi virus herpes mefosforilisasi
pencyclovir ke bentuk monofosfat yang kemudian menjadi pencyclovir trifosfat oleh
enzim kinase seluler. Studi in vitro menunjukkan bahwa pencyclovir trifosfat
menghambat polymerase virus herpes sehingga elongasi rantai DNA tidak terjadi.
Famcyclovir memiliki bioavaibilitas yang lebih baik serta efek samping yang sangat
kecil dibandingkan pencyclovir (Drug Bank 2005; Malik et al. 2009).
Lisin
Lisin merupakan asam amino esensial yang berkhasiat dalam penanggulangan
infeksi FHV-1 pada kucing. Beberapa shelter kucing menggunakan lisin sebagai
suplemen untuk mencegah penyakit saluran pernapasan atas yang disebabkan oleh
FHV-1 (Ress dan Lubinski 2008). Magg et al. (2000) menduga lisin mampu
menghambat replikasi virus FHV-1 karena adanya kompetisi antara kerja lisin dengan
arginin. Arginin merupakan asam amino yang dibutuhkan untuk replikasi virus.
Meskipun demikian, terdapat pula hasil penelitian lain yang menjelaskan bahwa lisin
tidak mampu mencegah infeksi saluran pernapasan atas tersebut (Ress dan Lubinski
2008). Dugaan Magg et al (2000) terhadap kemampuan lisin dalam menghabat
replikasi virus FHV-1 dilakukan dengan melakukan uji klinis terhadap suatu
kelompok kucing. Uji klinis yang dilakukan ini dapat dilihat pada kasus 2 dibawah
ini.
Pilihan obat pada Tabel 7 digunakan untuk total pemakaian selama 30 hari.
Penulisan resep obat tersebut dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini.
Signa pada penulisan resep kasus 2 menggunakan tanda durante coenam (d.c)
yang berarti lisin diberikan hanya saat kucing sedang makan atau sebagai tambahan
pakan. Melalui studi kasus 2 dapat diketahui tidak adanya pengaruh yang signifikan
11
antara kelompok kucing kontrol dan perlakuan (Maag et al. 2007). Hal tersebut
disebabkan karena lisin tidak bekerja sebagai antagonis arginin (Fascetti et al. 2004).
Simpulan
Kucing yang terinfeksi FHV-1 dapat menunjukkan gejala klinis antara lain
seperti bersin, rhinitis, dan keratitis kronis ulseratif, ulser kornea, pneumonia, serta
dapat menyebabkan kematian. Virus ini ditularkan melalui kontak langsung dengan
kucing yang sakit atau alat, tempat pakan dan pakan yang sudah terkontaminasi, serta
lewat udara. Cyclosporin, asam lemak omega 3, lisin dapat digunakan untuk
mengontrol gejala simptomatik, sedangkan famcyclovir dapat digunakan sebagai
sediaan terapi kausatik terhadap infeksi FHV-1. Penyakit ini dapat dicegah dengan
melakukan vaksinasi.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Darling T. 2012. Infectious Viral Disease: Canine and Feline Herpesvirus. Di dalam:
Garcia J, Hall M, Merrill L, editor. Small Animal Internal Medicine for
Veterinary Technicians and Nurses. Iowa (US): John Wiley & Sons.
Davies the Veterinary Specialists. Feline Herpes Virus (FHV-1). [Internet]. (Diakses
pada 4 April 2018). Tersedia pada:
http://vetspecialists.co.uk/factsheets/Ophthalmology_Facts/Feline_Herpes_Viru
s.
Drug Bank. 2005. Cyclosporine [Internet]. (Diakses pada 30 Maret 2018). Tersedia
pada: https://www.drugbank.ca.
Drug Bank. 2005. Famcyclovir [Internet]. (Diakses pada 30 Maret 2018). Tersedia
pada: https://www.drugbank.ca.
Drug Bank. 2005. Trifluridine [Internet]. (Diakses pada 04 April 2018). Tersedia
pada: https://www.drugbank.ca.
Fascetti AJ, Maggs DJ, Kanchuk ML, Clarke HE, Rogers QR. 2004. Excess dietary
lysine does not cause lysine-arginine antagonism in adult cats. Journal of
Nutrition. 1342042Se2045S.
Fenner FJ, Gibbs EPJ, Murphy FA, Rott R, Studdert MJ, White DO. 1993. Virologi
Veteriner. Edisi 2. Harya P, penerjemah. Semarang (ID): IKIP Semarang Pr.
Gaskell R, Sawson S, Radford A, Thiry E. 2007. Feline herpes virus. Veterinary
Research. 38:337-354.
Helps C, Reeves N, Egan k, Howard P, Harbour D. 2003. Detection of Chlamdophila
felis and filine herpes virus by Multiplex Real-Time PCR analysis. Journal
Clinical Microbiol and Infection. 4(6) : 2734-2736.
Juliani. 2015. Feline Viral Rhinotracheitis. Vitapet Animal Clinic Artikel (005).
Legendre AM, Kuritz T, Heidi RE, Baylor VM. 2017. Polyprenyl immunostimulant
in feline rhinotracheitis: randomized placebo-controlled experimental and
field safety studies. Frontiers in Veterinary Science. 4: 2-9.
Malik M, Lessels NS, Webb S, Meek M, Graham PG, Vitale C, Norris JM, Power H.
2009. Treatment of feline herpesvirus-1 associated disease in cats with
famcyclovir and related drugs. Journal of Feline Medicine and Surgery. 11:
40-48.
Magg DJ, Collins BK, Thorne JG, Nassise MP. 2000. Effects of L-lisin and L-
arginine on in vitro replication of feline herpesvirus type-1. American
Journal of Veterinary Research. 61: 1474-1478.
Maes R. 2012. Feline herpesvirus type 1 infection in cats: a natural host model for
alphaherpesvirus pathogenesis. Veterinary Science. 12.
Palmeiro BS. 2013. Cyclosporine in Veterinary Dermatology. America (USA). The
Veterinary Clinics of North America. Small Animal Practice. 43:153–171.
Pellet PE, Roizman B. 2007. The family Herpesviridae: a brief introduction. Fields
Virology. Philladeplhia (US): Lippincott Williams & Wilkins. 2479-2499.
Pet Health. 2014. Feline herpesvirus. [Internet]. (Diakses pada 30 Maret 2018).
Tersedia pada: http://www.healthcommunities.com.
Povey. 1979. A review of feline viral rhinotracheitis (feline herpesvirus-1 infection).
Comp Immun, M biol and Inf Dis. 2-3(2): 373-387.
13