Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan
1. Untuk memahami cara penentuan kadar tanin dalam simplisia
2. Untuk memperkenalkan cara penetapan kadar tannin dengan metode
gravimetri, permanganometri dan spektrofotometri.

1.2. Dasar Teori


Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman, seperti pada
daun, buah yang belum matang, batang dan kulit kayu. Zat organik pada tanin
memiliki komponennya sangat kompleks seperti senyawa fenolik. Senyawa
fenolik sukar dipisahkan dan sukar mengkristal tapi dapat mengendapkan protein
dari larutannya (Desmiaty dkk., 2008).
Tanin pada buah yang belum matang dapat digunakan sebagai energi
dalam proses metabolisme dalam bentuk oksida tanin dan merupakan sumber
asam pada buah. Tanin termasuk salah satu senyawa sekunder dalam tumbuhan
yang tidak terlibat langsung dalam proses metabolisme tetapi mempengaruhi
kegiatan hormonal pada tubuhan. Pada umumnya tanin banyak terdapat dalam
tumbuhan jenis dikotil. Di samping itu tanin juga merupakan zat anti oksidan
(Hagerman, 2002).
Tanin dinamakan juga asam tanat dan asam galotanat, ada yang tidak
berwarna tetapi ada juga yang berwarna kuning atau coklat. Asam
tanat mempunyai berat molekul 1.701. Tanin terdiri dari sembilan molekul asam
galat dan molekul glukosa (Harborne, 1987).
Efektifitas pembentukan ikatan protein dan tanin sangat dipengaruhi oleh
ukuran molekul tanin (Josyln dan Goldstein, 1964). Swain (1965), menyatakan
bahwa tanin dapat mengikat atau mengendapkan protein melalui ikatan 
hidrogen, ikatan ionik dan ikatan kovalen. Ikatan hidrogen terjadi antara gugus
hidroksi fenol pada tanin dengan gugus amida dan asam amino bebas atau antara
gugus hidroksi dengan karboksi polimer lain. Ikatan hidrogen bersifat reversibel,
ikatan ini terjadi antara gugus karboksil dari ikatan peptida dengan gugus
hidroksi dari tanin. Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang dominan dalam
komplek protein-tanin (Hangerman, 1989).
Ikatan ionik terjadi melalui pertukaran gugus anion tanin kation protein.
Ikatan kovalen terbentuk dari interaksi gugus kuinon atau semi kuinon yang
terdapat pada tanin dengan beberapa gugus reaktif pada protein atau polimer lain
(Swain, 1965). Penurunan afinitas tanin terhadap protein untuk membentuk
komplek dikarenakan adanya efek elektrostatik dari protein (Fishman, 1980).
Hagerman, (1989) menyatakan bahwa kemampuan tanin untuk
membentuk kompleks dengan protein lebih besar dibandingkan karbohidrat
maupun polimer lainnya. Menurut (Cheeke dan shull, 1985) menyatakan bahwa
tanin secara biologik memilki sifat mengendapkan protein, artinya dapat
mengendapkan protein karena tanin memilki jumlah grup-grup fungsional yang
dapat membentuk kompleks kuat dengan molekul-molekul protein, hal ini dapat
menyebabkan pengaruh yang negatif bagi ternak. Interaksi tanin itu sendiri
dipengaruhi oleh karakteristik protein seperti komposisi asam amino dan titik
isoleotik serta karakteristik tanin seperti bobot molekul, temperatur, komposisi-
komposisi pelarut dan waktu.
Digunakan dua metode tersebut karena mudah, cepat, murah, serta
mempunyai tingkat ketelitian yang tinggi. Keuntungan utama metode
spektrofotometri adalah memberikan cara yang sederhana untuk menetapkan
kuantitas zat yang sangat kecil (Fajriati, 2005). Metode penetapan kadar
tanin secara permanganometri yang digunakan berdasarkan Materia Medika
Indonesia, karena lebih cepat dibandingkan dengan metode permanganometri
pada Official Methods Of Analysis Of Association Of Official Analytical
Chemist, yang memerlukan waktu 20 jam untuk penyarian dengan eter
anhidris yang mudah menguap.
Metode titrasi Permanganometri yang merupakan pengukuran volume
suatu larutan yang diketahui konsentrasinya dengan pasti, yang diperlukan
untuk bereaksi sempurna dengan salah satu volume tepat zat yang akan
ditentukan. Larutan yang kadarnya diketahui dengan pasti dinamakan larutan
baku atau larutan standar (DepKes RI, 1989). Titrasi permanganometri
berdasarkan proses oksidasi-reduksi atau redoks. Pada penelitian ini
digunakan sebagai standar zat pengoksidasi adalah KMnO4 karena termasuk
oksidator kuat, umum digunakan, mudah diperoleh, dan tidak mahal. Dan
sebagai larutan baku primer adalah asam oksalat. Pada penetapan kadar
tanin, setelah ekstrak kulit pisang disari dengan air, kemudian dipipet
volume tertentu ditambahkan asam indigo sulfonat sebagai indikator,
kemudian dititrasi dengan kalium permanganat yang telah dibakukan dengan
asam oksalat. Titik akhir titrasi pada penetaan kadar tanin ditunjukkan dari
warna biru menjadi berwarna kuning emas.
Metode kedua yang digunakan untuk penetapan kadar tanin adalah
Kolorimetri memakai instrument spektrofotometer. Teknik ini menggunakan
sumber radiasi sinar tampak dengan memakai instrument spektrofotometer.
Spektrofotometri merupakan pengukuran energi cahaya oleh suatu sistem
kimia pada panjang gelombang tertentu.
Penetapan kadar tanin total dilakukan dengan menggunakan reagen
Folin- Ciocalteau. Reagen Folin Ciocalteau digunakan karena senyawa
fenolik dapat bereaksi dengan Folin membentuk larutan berwarna yang dapat
diukur absorbansinya. Prinsip dari metode folin ciocalteau adalah
terbentuknya senyawa kompleks berwarna biru yang dapat diukur pada
panjang gelombang 765 nm. Pereaksi ini mengoksidasi fenolat (garam
alkali) atau gugus fenolik-hidroksi mereduksi asam heteropoli
( fosfomolibdat-fosfotungstat) yang terdapat dalam pereaksi Folin
Ciocalteau menjadi suatu kompleks molibdenum-tungsten. Senyawa fenolik
bereaksi dengan reagen Folin Ciocalteau hanya dalam suasana basa agar
terjadi disosiasi proton pada senyawa fenolik menjadi ion fenolat. Untuk
membuat kondisi basa digunakan Na2CO3 15%. Gugus hidroksil pada
senyawa fenolik bereaksi dengan reagen Folin Ciocalteau membentuk
kompleks molibdenumtungsten berwarna biru yang dapat dideteksi
dengan spektrofotometer. Semakin besar konsentrasi senyawa fenolik maka
semakin banyak ion fenolat yang akan mereduksi asam heteropoli
( fosfomolibdat-fosfotungstat ) menjadi kompleks molibdenum-tungsten
sehingga warna biru yang dihasilkan semakin pekat dan sebagai standart
pembanding adalah asam galat. (Sulastri, 2009).
DAFTAR PUSTAKA

Cheeke P.R dan L.R. Shull. 1985 Natural Toxicants in Feed and Poisonous Plant. AVI
Publishing Company.

Departemen Kesehatan Republik Indinesia . (1989). Materia Medika Indonesia.


Jakarta: Departemen Kesehatan dan Republik Indinesia .

Desmiaty Y., Ratih H., Dewi M.A., Agustin R., 2008, Penentuan Jumlah Tanin Total
pada Daun Jati Belanda (Guazuma Ulmifolia Lamk) dan Daun Sambing
Darah (Excoecaria bicolor Hassk) Secara Kolorimetri dengan Pereaksi Biru
Prusia, Ortocarpus, 8:106 -109.

Fajriati, I. (2005). Optimasi Metode Penentuan Tanin. 51-57.

Fishman M.L. dan N.J. Nevcere. 1980. Partial Characterization of  Tanin Protein
Complexes in Five Varieties of Gain Sorghum. J. Agriculture Food
Chemistry. 28: 477-480.

Hagerman, A.E., 2002, Tannin Handbook, Department of Chemistry and Biochemistry

Hangerman A.E. 1989. Chemistry of Tanin-Protein Complexation. Chemistry and


Signifacance of Condensed Tanin. Plenum Press: New York.

Harbourne J.B. 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan K. Pandawinata dan Iwang S.


Institut Teknik Bandung: Bandung.

Josyln M.A. dan J.L. Goldstein. 1964. Change In Phenolics Contents Persimmon
During Risening and Processing. Agriculture Food Chemistry. 12: 511-520.

Sulastri, T. (2009). Analysis of Concentration of Tannins from Ethanol and Water


Extract at the Pinang Sirih Seed (Areca Catechu L). 10, 59-63.

Swain T. 1965. Teh Tanin. Di dalam Bonner J. dan Varner J.E. (Eds.) Plant


Biochemistry. Academic Press: New York.

Anda mungkin juga menyukai