Anda di halaman 1dari 5

WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM

KESIMPULAN DISKUSI WAWASAN SOSIAL BUDAYA DAN MARITIM

DISUSUN OLEH :

JULIANTO PRATAMA (F041181513)

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PRODI SASTRA INGGRIS
2019
SIMPULAN HASIL DISKUSI

Dari hasil diskusi kelompok 1 dan 8 tentang pengelolaan SDAK berwawasan lingkungan,
kesimpulan yang dapat saya ambil yaitu Sumber daya alam kelautan yang berwawasan
lingkungan dibedakan menjadi dua berdasarkan sifatnya, yaitu sumber daya pulih (renewable
resources) dan sumber daya tak pulih (non-renewable resources). Laut kita mengandung banyak
sumber daya yang beragam baik yang dapat diperbaharui seperti perikanan, terumbu karang,
hutan mangrove, rumput laut, dan plasma nutfah lainnya atau pun sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui seperti minyak dan gas bumi, barang tambang, mineral, serta energy kelautan
seperti gelombang, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) yang sedang giat
dikembangkan saat ini. Ada beberapa faktor yang menyebabkan pemanfaatan laut sebagai
potensi bangsa yang dahsyat itu terabaikan di antaranya yaitu lemah pengamanan, lemah
pengawasan, dan lemah koordinasi dari negara. Sebenarnya Indonesia memiliki Maritime
Surveillance System (sistem pengamatan maritim) pada sebuah institusi militer yang domainnya
memang laut. Negara kita perlu mempunyai kebijakan kelautan yang jelas dan bervisi ke depan
karena menyangkut geopolitik dan kebijakan-kebijakan dasar tentang pengelolaan sumberdaya
kelautan. Kebijakan mengenai berbagai terobosan untuk mendayagunakan sumber daya kelautan
secara optimal dan lestari sebagai keunggulan kompetitif bangsa. Sektor kelautan menjadi
potensi yang sangat strategis untuk didorong sebagai mainstream pembangunan perekonomian
nasional.
Berbicara tentang kekuatan keamanan wilayah kemaritiman Indonesia, tentu tidak dapat
dilepaskan dari sejarah mengapa Indonesia disebut sebagai negara maritim. Dari penjelasan
kelompok 2 dan 9 tentang sejarah maritim, saya dapat menarik beberapa poin penting dari
penjelasannya yaitu, negara kita pernah berjaya pada masa dahulu pada saat kerajaan-kerajaan
maritim yang ada di Indonesia masih berkuasa. Contohnya saja Kerajaan Sriwijaya, kerajaan ini
disebut sebagai kerajaan maritime yang sangat berjaya yang membuat nusantara sebagai wilayah
maritim terbesar dan disebut sebagai raja laut. tidak bisa dibantahkan lagi bahwa sesungguhnya
Indonesia terlahir sebagai Negara maritim. Hal ini terbukti dari berbagai fakta sejarah yang ada,
serta bukti kejayaan nenek moyang kita pada masa kerajaan – kerajaan, ditambah dengan
peninggalan – peninggalan sejarah yang makin menguatkan fakta tersebut. Namun keadaan
maritim Indonesia saat ini justru mengalami kemunduran yang signifikan, dikarenakan visi
maritim tidak lagi  jelas dan tidak mampunya masyarakat Indonesia melihat potensi dari posisi
strategis nusantara.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya jita kembali kapada visi maritim yang dulu seperti
diterapkan nenek moyang kita, karena sejatinya Indonesia menyandang predikat “Negara
Maritim” atau negara kepulauan. Sehingga dengan mengoptimalkan letak strategis dari Indonesia
dan kekayaan sember daya bahari yang  melimpah, maka bukan mustahil jika Indonesia akan
menjadi bangsa yang disegani dan diperhitunkan di dunia dalam bidang maritim layaknya
dimasa jayanya dulu.
Tentunya kejayaan sebagai negara maritim akan membawa dampak besar pada
perkembangan ekonomi negara Indonesia. Dari penjelasan kelompok 3 dan 10 saya dapat
menarik kesimpulan. Jika ingin memajukan kesejahteraan bangsa dengan memanfaatkan potensi
laut, maka tentu saja kita akan dituntut untuk menganut sistem ekonomi kemaritiman. Dengan
begini, konsep dasar serta tujuan awal arah pergerakan ekonomi akan terarah pada satu tujuan
tadi, yaitu perencanaan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Konsep ekonomi kemaritiman
terkadang masih sering salah diartikan oleh sebagian orang. Ada yang menganggap bahwa
konsep ekonomi kemaritiman sama dengan konsep ekonomi kelautan. Padahal berbeda. Ada
beberapa sektor dalam Ekonomi kemaritiman, yaitu Sektor pelayaran, perikanan, pariwisata
bahari, dan sektor pertahanan. Pengelolaan keempat sektor ini masih sangat lemah dan kurang
perhatian di negara kita, dikarenakan kurangnya perbaikan dan perhatian khusus oleh
pemerintah yang diberikan pada bidang teknologi untuk mengelola sumber daya alam di laut
Indonesia, menjadikan ekonomi maritim kita kurang produktif. Dari beberapa persoalan yang
dihadapi Indonesia dalam menerapkan ekonomi maritime, kedua kelompok ini memberi
beberapa solusi diantaranya, Memaksimalkan segala potensi diberbagai sektor ekonomi
maritim, memperkuat kekuatan politik, hukum dan pendanaan yang memadai. menyiapkan
sumber daya manusia (SDM) untuk mengelola sumber daya kemaritim Indonesia.

Jika pengelolaan ekonomi maritim dapat berjalan dengan baik, tentunya akan membawa
dampak pada masyarakat maritim. Dari pemaparan kelompok 4 dan 11 tentang masyarakat
maritim saya dapat mengambil beberapa kesimpulan yaitu, masyarakat maritim, yang terdiri
dari dua buah kata yang memiliki makna tersendiri. Maritim yang merupakan segala aktivitas
pelayaran dan perniagaan/perdagangan yang berhubungan dengan kelautan atau disebut
pelayaran niaga. Sedangkan masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relatif
mandiri, cukup lama hidup bersama, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan
yang sama, dan melakukan sebagian besar kegiatannya di dalam kelompok tersebut. Banyak
orang mengatakan bahwa masyarakat maritim hidupnya berkecukupan dan bahkan ada yang
kaya, sedangkan kesejahteraan nelayan justru sangat minim dan identik dengan kemiskinan.
Sebagian besar (63,47 persen) penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pesisir dan
pedesaan. Data statistik menunjukan bahwa upah riil harian yang diterima seorang buruh tani
(termasuk buruh nelayan) hanya sebesar Rp. 30.449,- per hari. Masalah kemiskinan nelayan
merupakan masalah yang bersifat multi dimensi sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan
sebuah solusi yang menyeluruh, dan bukan solusi secara parsial. Untuk kita, terlebih dahulu
harus diketahui akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan nelayan. Oleh
karena itu dibutuhkan perhatian lebih dari pemerintah terhadap kondisi para penduduk yang
tinggal di pesisir atau biasa disebut masyarakat maritim.

Tentunya terlepas dari berbagai problema kemiskinan yang dihadapi oleh para masyarakat
pesisir, ada beberapa kelembagaan yang dibentuk untuk masyarakat pesisir dari pemerintah
maupun dari masyarakat itu sendiri. Dibentuknya lembaga masyarakat pesisir ini tentunya untuk
kesejahteraan masyarakat pesisir itu sendiri agar mereka dapat mengelola dengan baik sumber
daya alam kelautan yang ada dengan baik. Kelembagaan masyarakat ini disebut sebagai “norma
lama”. Terlepas dari itu, masalah yang dihadapi oleh kelembagaan masyarakat muncul karena
semakin modern nya teknologi yang digunakan yang tidak mampu dikuasai atau
menggunakannya sehingga memunculkan masalah. Untuk menyelesaikan masalah ini tentunya
dibutuhkan kerjasama antara masyarkat dan pemerintah agar masyarakat maritim semakin maju.

Kehidupan masyarakat maritime tentunya tidak bisa lepas dari budaya yang mereka anut.
Kebudayaan maritime dari berbagai daerah sangat beragam. Kebudayaan Maritim dipahami
sebagai “sistem-sistem ideasional/ kognitif/ mental, perilaku/ tindakan, dan karya/ sarana dan
prasarana yang digunakan oleh masyarakat pendukungnya (masyarakat maritim) dalam rangka
pengelolaan pemanfaatan sumber daya alam dan merekayasa jasa-jasa lingkungan laut bagi
kehidupannya”. Dari sistem ideasional, terdapat ide/gagasan, sistem pengetahuan, nilai, dan
norma. Bahasa yang digunakan masyarakat pesisir juga berbeda dengan yang digunakan oleh
masyarakat yang tinggal di darat. Perbedaan ini dipengaruhi karena salah satunya, yaitu
lingkungan sosial dimana mereka bergaul dan bekerjasama. Dalam masyarakat maritime juga
dikenal sebuah kasta. Di daerah bugis/Makassar dikenal istilah punggawa dan sawi. Sumber daya
manusia di daerah pesisir masih sangat rendah jika dilihat dari pemanfaatan teknologi.
Realitanya masyarakat maritime berada dalam kondisi ekonomi kebawah. Dalam hal
perkembangan, masyarakat maritime masih lebih terlambat disbanding masyarakat yang tinggal
di daerah lain. Maka dari itu salah satu solusi dari permasalahan ini yaitu, perlu penguatan
kelembagaan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya perikanan di desa pesisir.

Oleh karena itu, jika ingin memajukan kebudayaan dan kehidupan masyarakat maritime perlu
diadakannya pembangunan benua maritime Indonesia. Letak geografis kita strategis, di antara
dua benua dan dua samudra dimana paling tidak 70% angkutan barang melalui laut dari Eropa,
Timur Tengah dan Asia Selatan ke wilayah Pasifik, dan sebaliknya, harus melalui perairan kita.
Dengan letak yang strategis ini, tentunya menjadi modal besar bagi negara kita untuk
meningkatkan pembangunan BMI. Apalagi realitanya, Indonesia berhasil memperoleh
pengakuan bahwa wilayah Republik Indonesia yang meliputi Kepulauan Nusantara merupakan
satu kesatuan geografi, dan dunia internasional mengakui eksistensi satu Benua Maritim
Indonesia. Namun berbagai macam masalah dihadapi dalam melaksanakan pembangun BMI ini.
Salah satu diantaranya yaitu, belum adanya lembaga yang berwenang penuh baik di pusat
maupun daerah yang mempunyai wewenang penentu dalam pembangunan maritime secara utuh.
Masalah ini tentunya sangat menghambat pembangunan Benua Maritim kita. Oleh karena itu
berbagai solusi telah ditawarkan untuk menangani masalah ini. Salah satunya yaitu, melakukan
evaluasi dan komunikasi. Mengevaluasi setiap kebijakan yang telah diambil dan
mengkomunikasikannya secara jujur kepada seluruh elemen bangsa demi keberlanjutan dan
perbaikan bangsa Indonesia sebagai negara maritim yang kuat, sejahtera, bermartabat dan
berdaulat.

Anda mungkin juga menyukai