Anda di halaman 1dari 282

KEPUASAN KERJA TENAGA MEDIS PADA ERA JAMINAN

KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM


DAERAH SINJAI TAHUN 2017

WORK SATISFACTION OF MEDICAL PERSONNEL IN THE ERA OF


NATIONAL HEALTH INSURANCE IN REGIONAL PUBLIC
HOSPITAL OF SINJAI IN 2017

NUR FADHILAH ARIFIN

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
KEPUASAN KERJA TENAGA MEDIS PADA ERA JAMINAN KESEHATAN
NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SINJAI
TAHUN 2017

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi
Kesehatan Masyarakat

Disusun dan diajukan oleh

NUR FADHILAH ARIFIN

kepada

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nur Fadhilah Arifin

Nomor mahasiswa : P1806213002

Program Studi : Kesehatan Masyarakat

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian

hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis

ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar, 14 Agustus 2017

Yang menyatakan

Nur Fadhilah Arifin

iv
PRAKATA

‫ﻟﺴﻋﻡﻼﻠﺭﻭﻢﮑﻴﺣﺍﺔﻤﮐﺮﺑﻭﷲﺎﺗﻪ‬

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis yang berjudul Kepuasan Kerja Tenaga Medis Pada

Era Jaminan Kesehatan Nasional Di Rumah Sakit Umum Daerah Sinjai

Tahun 2017. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Magister Kesehatan pada Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Penyusunan tesis ini dapat penulis selesaikan berkat kesediaan

pembimbing untuk meluangkan waktunya memberikan petunjuk, arahan

dan motivasinya. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak

terhingga kepada Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS selaku ketua Komisi

Penasehat dan Dr.dr.H.M. Basir Palu, Sp.A., MHA selaku anggota komisi

penasehat yang penuh kesabaran memberikan bimbingan, masukan

dalam proses penyusunan tesis ini. Penulis mengucapkan pula terima

kasih yang sedalam-dalamnya kepada Dr. Hj. Fridawaty Rivai, SKM.,

MARS dan Dr. dr. Hj. A. Indahwaty Sidin, MHSM dan Sukri

Palutturi,SKM,M.Kes,M.Sc.PH,Ph.D selaku dewan penguji atas

bimbingan, saran dan masukannya.

Ucapan terima kasih yang tiada tara buat mama Murniati Ilyas dan

Nurhayati Ali bapak H.Muh. Arifin Muhaiyang dan Muh.Thamrin Lafaleng

v
yang telah menjadi orang tua terhebat sejagad raya, yang selalu

memberikan motivasi, nasehat, kasih sayang serta doa yang tak henti-

hentinya buat ananda. Makasih pula buat ayahanda Prof.Dr. Syamsul

Bachri,SH,M.S dan abba Dr.Nirwan Ilyas,M.Si, kak yaya, kak husrif, kak

via, kak nurdin, kak upi, tika, nain, yayat, ikar serta seluruh keluarga yang

turut menjadi bagian motivator yang luar biasa hingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian ini. Terkhusus buat yang tersayang suamiku dan

anak-anakku tercinta genta dan gello, terima kasih atas pengertian,

perhatian, spirit dan doanya hingga akhirnya ibu mampu memasuki masa

penyelesaian perkuliahan ini.

Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati penulis juga

menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya

kepada pihak yang secara ikhlas membantu penulis dalam menyelesaikan

tesis ini, terkhusus kepada :

1. Rektor Universitas Hasanuddin Makassar Prof.Dr.Dwia Aries Tina

Pulubuhu,MA; Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin

Makassar Prof.Dr.Muhammad Ali SE MS; Prof.Dr.drg.A.Dzulkifli

Abdullah, M.Kes selaku Dekan FKM Unhas serta Dr.Ridwan M.Thaha

M.Sc ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM

Unhas.

2. Segenap dosen pengajar Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Program Pascasarjana khususnya Bagian Manajemen Rumah Sakit

atas segala ilmu yang dicurahkan.

vi
3. Direktur beserta seluruh staf RSUD Sinjai, khususnya para tenaga

medis, kasubag keuangan, bagian Farmasi dan Gudang Obat, dan

Kepala bagian rekam medis RSUD Sinjai, Ibu A.Nini atas kesempatan

yang diberikan penulis untuk melakukan penelitian. Terutama buat

Kabid Pelayanan dan Keperawatan kanda drg.A.Fatmawaty Yusuf,

makasih banyak sudah difasilitasi selama penelitian.

4. Buat rekan-rekan di UMI, onty cica, k cia, k inna, k yus, drg chu, k dillo,

k cici, k ilmi, drg.fai om iqbal terima kasih atas support, doa dan

pengertiannya.

5. Buat adinda Nurhidayah Husnah, Anugrahyanti, Nunu, Mustainah,

Irma, yulanda, Oji dan Triana yang telah membantu dan meluangkan

waktunya berdiskusi demi peneyelesaian tesis ini.

6. Kepada seluruh staf pengelola konsentrasi Manajemen Rumah Sakit

FKM UNHAS (Ima, Fuad dan Ibu Ija, Pak Rahman) yang sangat

membantu dalam proses administrasi selama penulis mengikuti

pendidikan di Pascasarjana Unhas

7. Makasih buat kakak nanni yang telah membantu mengurus dan

menemani jagoannya ibu.

8. Teman-teman seperjuangan Bagian Magister Administrasi Rumah

Sakit. Terima kasih kerjasama dan kebersamaan yang terjalin slama

mengikuti pendidikan. Terkhusus buat aspol dan teman yang masih

bergelut dengan Tesis, keep fighting till the end Sistah.

vii
9. Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu

Dengan keterbatasan pengalaman, ilmu maupun pustaka yang

ditinjau, penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan

pengembangan lanjut agar benar benar bermanfaat. Oleh sebab itu,

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar tesis ini lebih

sempurna serta sebagai masukan bagi penulis untuk penelitian dan

penulisan karya ilmiah di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis

berharap tesis ini memberikan manfaat bagi kita semua terutama untuk

pengembangan ilmu pengetahuan.

‫ﺍﻮﷲ ﻮﻟـﺍﻲﻟـﺗـﻮﻓـﻴـﻖ ﻮﺍﻟــﮭــﺪﻴﺍ ـﺔـ‬

Makassar, Agustus 2017

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................ ii

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iii

PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................................... iv

PRAKATA .................................................................................................... v

ABSTRAK .................................................................................................... ix

ABSTRACT ................................................................................................. x

DAFTAR ISI ................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi

DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………….. xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1

B. Kajian Masalah.................................................................................. 8

C. Rumusan Masalah ............................................................................ 11

D. Tujuan Penelitian .............................................................................. 11

E. Manfaat Penelitian ............................................................................ 12

F. Ruang Lingkup Penelitian …………………………………………….. .. 13

xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepuasan Kerja .................................................................................. 14

B. Tenaga Medis..................................................................................... 26

C. Jaminan Kesehatan Nasional............................................................ 30

D. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 44

BAB III Kerangka Teori Dan Kerangka Konsep

A. Kerangka Teori .................................................................................. 52

B. Kerangka Konsep .............................................................................. 53

C. Defenisi Konseptual………………………………………………… 54

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ................................................................................. 57

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 59

C. Subjek Penelitian............................................................................... 59

D. Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 60

E. Metode Pengumpulan data .............................................................. 62

F. Instrumen Penelitian.......................................................................... 63

G. Pengujian Keabsahan Data ............................................................... 63

H. Teknik analisa Data .......................................................................... 64

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 67

A. Gambaran umum Rumah Sakit ....................................................... 67

B. Karakteristik Informan ..................................................................... 69

C. Hasil Penelitian ................................................................................ 71

xii
D. Pembahasan……………………………………………………………..110

E. Keterbatasan Penelitian ………………………………………………..149

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………….....151

A. Kesimpulan ………………………………………………..……………151

B. Saran …………………………………………………………………….152

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………..xviii

LAMPIRAN................................................................................................... xix

xiii
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

1 Penelitian Terdahulu Terkait Judul Penelitian Penulis 44


2 Defenisi Konseptual 54
3 Karakteristik informan wawancara 70

xiv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Kajian Masalah Penelitian 10


2 Model Pelayanan BPJS Kesehatan 35
3 Kerangka Teori Penelitian 52
4 Kerangka Konsep Penelitian 53
5 Surat rujukan dari FKTP dengan diagnose yang masih 73
bias ditangani di FKTP di rujuk ke RS karena kendala alat
dan bahan medis
6 Surat rujukan pasien karena permasalahan obat di FKTP 74
7 Surat rujukan pasien yang memiliki penyakit termasuk 75
dalam 155 penyakit yang dapat ditangani Puskesmas
8 Daftar kasus non spesifik 76
9 Lembar rujukan dari FKTP karena keterbatasan alat di 77
FKTP
10 Tampilan Sisrute, datar umah sakit tidak update 79
11 Tampilan Sisrute, menunjukkan kamar RS dituju Full 81
12 Skema Hasil wawancara mengenai sistem rujukan 82
13 Skema hasil wawancara mengenai rujukan balik 87
14 Skema hasil wawancara mengenai clinical pathway 91
15 SK Fornas dan SK Pengangkatan PFT RSUD Sinjai 93
16 Daftar usulan obat diluar fornas 95
17 Formularium obat RSUD Sinjai 96
18 Evaluasi Ketersediaan obat dan bahan medis 97
19 Skema hasil wawancara mengenai Fornas 98
20 Skema hasil wawancara Kerjasama RSUD Sinjai dan 103
BPJS
21 SK Pengelolaan Pendapatan Pelayanan JKN 106

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1 Lembar Informed Consent

2 Pedoman Pengambilan Data

3 Lembar Observasi

4 Dokumentasi telaah dokumen

5 Dokumentasi wawancara mendalam

6 Matriks Analisis isi

7 Surat Persetujuan seminar proposal

8 Surat persetujuan penelitian dari fakultas

9 Surat penelitian dari BPKMD

10 Surat izin penelitian di RSUD Sinjai

11 Surat izin telah melaksanakan penelitian di RSUD SInjai

12 Surat Persetujuan Seminar Hasil

13 Riwayat Hidup

xvi
DAFTAR SINGKATAN

BLUD : Badan Layanan Umum Daerah


BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
CP : Clinical pathway
DRG : Diagnostic Related Group
FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Fornas : Formularium Obat Nasional
ICD : International Classification of Diseases
INA-CBG's : Indonesian Case Base Groups
Kemenkes : Kementerian Kesehatan
JKN : Jaminan Kesehatan Nasional
KNS : Kasus Non Spesifik
PFT : Panitia Farmasi dan Terapi
PPK I : Pemberi Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
RI : Republik Indonesia
RJTP : Rawat jalan tingkat pertama
RS : Rumah Sakit
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
Sisrute : Sistem Rujukan Terpadu
SJSN : Sistem Jaminan kesehatan Nasional
SK : Surat Keputusan
UGD : Unit Gawat Darurat
USG : Ultrasonografi
WHO : World Health Organization

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemerintah secara bertahap menuju ke Jaminan Kesehatan

Semesta (Universal Health Coverage) dengan mengeluarkan suatu

program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Manfaat yang dijamin

oleh Program JKN berupa pelayanan kesehatan perseorangan yang

komprehensif, mencakup pelayanan peningkatan kesehatan (promotif),

pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan

(rehabilitatif) termasuk obat dan bahan medis. (Naskah Akademik UU

SJSN Nomor 40 tahun 2004).

Sistem pelayanan kesehatan di era JKN mengalami perubahan dan

hal ini mempengaruhi kepuasan kerja tenaga kesehatan di rumah sakit.

Tenaga kesehatan yang paling terkena dampak dari pelaksanaan JKN di

rumah sakit adalah tenaga medis karena merupakan kunci penggerak

pelayanan kesehatan di rumah sakit karena dokter sebagai pintu gerbang

pasien yang berobat di rumah sakit selain itu merupakan profesi yang

berhubungan langsung dan lebih lama dengan pasien . Berdasarkan

Permenkes RI Nomor 29 tahun 2008, Tenaga medis adalah adalah

dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan

pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar

1
2

negeri yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Sistem pembayaran dalam jaminan kesehatan nasional mengalami

perubahan dari sistem tarif per pelayanan (fee for service) menjadi sistem

paket INACBGs. Dengan Sistem paket INA-CBG's, baik rumah sakit

maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian

pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan menyampaikan

diagnosis keluar pasien dan kode DRG (Diagnostic Related Group).

Besarnya penggantian biaya untuk diagnosis tersebut telah disepakati

bersama antara provider/asuransi atau ditetapkan oleh pemerintah

sebelumnya. Perkiraan waktu lama perawatan (length of stay) yang akan

dijalani oleh pasien juga sudah diperkirakan sebelumnya disesuaikan

dengan jenis diagnosis maupun kasus penyakitnya (Kepmenkes No. 440,

2012).

Hampir sebagian besar tarif BPJS lebih rendah dibandingkan

dengan tarif rumah sakit, menyebabkan rumah sakit harus melakukan

penyesuaian terhadap pendapatan rumah sakit dan secara tidak langsung

tentu akan mempengaruhi pendapatan tenaga kesehatan yang bekerja di

rumah sakit tersebut. Berdasarkan hasil wawancara kepada salah satu

tenaga medis di RSUD Sinjai pelaksanaan JKN berdampak pada

penghasilannya, selain itu pembagian jasa medis tenaga kesehatan

sering terlambat dikarenakan kelengkapan dan ketidaksesuaian

persyaratan administrasi klaim BPJS.


3

BPJS Kesehatan menerapkan sistem managed care, yaitu suatu

sistem dimana pelayanan kesehatan dan pembiayaannya

diselenggarakan dalam kerangka kendali mutu dan biaya. Perubahan

mendasar pada sistem pembiayaan kesehatan akan mengubah pola

pelayanan kesehatan. Dalam kendali mutu dan kendali biaya di rumah

sakit setelah implementasi JKN, dilakukan pembatasan dalam pemilihan

tindakan medis, dan peresepan sesuai dengan formularium nasional.

Adanya pembatasan-pembatasan ini menyebabkan otonomi tenaga medis

berkurang.

Sistem Jaminan kesehatan Nasional (SJSN) menggunakan sistem

rujukan upaya kesehatan, yaitu sistem pelayanan kesehatan dilaksanakan

secara berjenjang (berdasarkan Permenkes No 001 Tahun 2012) dari

fasilitas kesehatan tingkat pertama hingga fasilitas kesehatan rujukan

tingkat lanjutan kecuali dalam keadaan gawat darurat. Beberapa hal yang

juga berkontribusi menambah beban kerja adalah belum berjalannya

sistim rujukan dengan baik, dan belum siapnya fasilitas kesehatan

terutama fasilitas kesetatan primer untuk melayani peserta JKN.

Rumah Sakit Umum Daerah Sinjai (RSUD) Sinjai merupakan satu-

satunya rumah sakit di Kabupaten Sinjai yang menjadi rujukan utama

seluruh fasilitas tingkat pertama di Kabupaten Sinjai untuk pelayanan

tingkat lanjut program JKN. RSUD Sinjai telah bekerjasama dengan BPJS

sejak Januari 2014.


4

Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Sinjai, terjadi

peningkatan kunjungan pasien di RSUD Sinjai baik rawat jalan maupun

rawat inap setelah bekerjasama dengan BPJS. Terjadi peningkatan

jumlah pasien hampir 2 kali lipat dari tahun 2014 (23478 pasien) ke

tahun 2015 (36654 pasien). Tercatat pasien BPJS pada tahun 2014

sebanyak 6014 pasien rawat jalan dan 2312 pasien rawat inap,

sedangkan pada tahun 2015 pasien rawat jalan meningkat menjadi 15160

pasien dan pasien rawat inap meningkat 2912 pasien.

Data yang diperoleh dari rumah sakit sinjai didapatkan rata-rata

rujukan pasien BPJS dari PPK 1 mencapai 900 rujukan perbulannya.

Sebagian besar kasus yang dirujuk sebenarnya masih dalam kategori

penyakit yang dapat diselesaikan di Fasilitas Kesehatan Tingkat pertama,

namun karena keterbatasan SDM, Keterbatasan fasilitas dan peralatan

penunjang pada layanan primer seperti labotarorium dan masalah

kompetensi sehingga pasien harus dirujuk, sehingga terjadi peningkatan

meningkatkan jumlah kunjungan di rumah sakit.

Pardede dan Wibisana (2014) melaporkan bahwa sesungguhnya

85% kasus rawat jalan sebenarnya adalah kasus rawat jalan tingkat

pertama (RJTP), hanya 15% sisanyalah yang merupakan kasus rawat

jalan tingkat lanjutan dan rawat inap. Keterbatasan fasilitas dari layanan

primer seperti labotarorium juga cenderung meningkatkan jumlah pasien

dirujuk. Akhirnya rumah sakit berubah fungsi menjadi puskesmas raksasa


5

(Giant Hospital), sehingga tak jarang ditemukan pasien harus mengantri

panjang untuk mendapatkan pelayanan.

RS Sinjai memiliki 10 orang dokter spesialis yang terdiri dari

spesialis Penyakit Dalam, Bedah, OBGIN, THT, Saraf, Anestesi, Anak,

dan Radiologi. 18 orang dokter umum yang terdiri dari 4 orang dokter

sementara mengikuti program pendidikan dokter spesialis, 4 orang dokter

bertugas di manajemen, 10 orang dokter umum fungsional.dan 4 orang

dokter gigi yaitu 1 dokter gigi mengikuti pendidikan S2,1 orang dokter gigi

bertugas di manajemen 2 orang dokter gigi fungsional. Jadi jumlah tenaga

medis dibagian pelayanan rawat jalan dan rawat inap hanya 22 orang.

Dari hasil perhitungan perbandingan jumlah kunjungan pasien baik

rawat jalan maupun rawat inap dengan jumlah dokter yang melayani

pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Sinjai sejak januari 2014 hingga

bulan juli 2015 diperoleh dokter melayani pasien rata-rata 70 pasien

perhari. WHO (2002) sehubungan dengan mutu dan keamanan pasien,

menegaskan pelayanan dokter harus optimal dimana durasi konsultasi

bisa 10 - 20 menit per kunjungan, dengan rata-rata 15 menit per

kunjungan, dan jam kerja dokter 8 jam per hari atau 40 jam per minggu,

280 hari kerja atau 40 minggu per tahun, sehingga kapasitas dokter hanya

4 -5 pasien per jam atau 28 - 32 kunjungan per hari. Hal ini menunjukkan

jumlah kunjungan dibanding dengan kapasitas dokter di rumah sakit Sinjai

tidak sesuai, sehingga dokter bekerja berlebihan yang dapat merugikan

pasien atau menurunkan mutu pelayanan.


6

Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang,

yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima

pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima.

Kepuasan karyawan dipengaruhi oleh persepsi karyawan dari pekerjaan

mereka dan organisasi tempat mereka bekerja (Eskildsen & Nussler,

2000).

Berdasarkan survey kepuasan kerja yang dilakukan oleh tim survey

kepuasan petugas kepada pegawai RSUD Sinjai tingkat kepuasan

petugas periode agustus 2015 sama dengan tingkat kepuasan petugas

periode 2014 dimana tingkat kepuasan petugas mencapai 66% dan

ketidakpuasan sebanyak 34%. Dari 6 indikator kepuasan petugas periode

agustus 2015 yang terdiri dari faktor internal petugas, eksternal petugas,

hubungan sosial, lingkungan kerja, suasana kerja dan kompensasi,

terdapat 3 indikator yang masih berada di bawah standar kepuasan

provider yang ditentukan oleh BPJS sebesar 75% sama halnya pada

kepuasan petugas periode Desember 2014 yaitu pada faktor eksternal

54%, faktor lingkungan kerja (67%) dan faktor kompensasi (63%). (Data

primer RS Sinjai)

Penelitian yang dilakukan oleh Kye Hyun sehubungan dengan

pelaksanaan asuransi kesehatan nasional di Korea didapatkan hanya

6,4% dokter yang puas dan 28,3 % masyarakat yang puas terhadap

program ini, sisanya tidak puas. Dokter merasa tidak puas dengan sistem

asuransi kesehatan nasional yang baru ini karena melemahkan otonomi


7

dokter, meningkatkan beban kerja serta tanggung jawab dokter dalam

pengembangan pembiayaan kesehatan, sehingga menurunkan kepuasan

kerja mereka. (Tyssen R,dkk 2013) (Kim KH,dkk 2012).

Dari hasil penelitian Sutanti mengenai Analisis Kepuasan Kerja

Dokter dalam Sistem INA-CBGs pada Pelayanan BPJS Kesehatan di

Rumah Sakit Permata Medika Semarang menunjukkan adanya

ketidakpuasan pada hubungan dokter dan pasien dalam keleluasaan

pemilihan tindakan medis dan pemilihan obat, adanya ketidakpuasan

pada rasa aman dalam melakukan pekerjaan dalam pemilihan tindakan

medis dan pemilihan obat, ketidakpuasan pada keberadaan dan

pengakan profesi dalam pemilihan tindakan medis dan pemilihan obat.

Adanya kepuasan pada pembagian jasa medis, kecuali pada jasa medis

untuk tindakan medis besar.

Penelitian ini penting dan strategis karena kepuasan kerja tenaga

medis merupakan atribut sistem pelayanan dimana mereka bekerja.

Dalam menjalankan regulasi BPJS Pihak BPJS memerlukan dokter

sebagai mitra kerja untuk mendukung kelancaran program Jaminan

Kesehatan Nasional ini Kepuasan tenaga medis sangat penting dalam

industri jasa. yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

sumber daya di rumah sakit dan hal tersebut berdampak pada kepuasan

pasien, mutu pelayanan klinik dan pendapatan rumah sakit.


8

B. Kajian Masalah

Pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan Undang-Undang Nomor

40 Tahun 2004 mengenai SJSN sebagai landasan dalam JKN untuk

memberikan akses pelayanan kesehatan terjangkau dan berkualitas yang

dikelola oleh BPJS yang mulai berlaku pada 1 Januari 2014 merupakan

pintu gerbang menuju era baru pembangunan kesehatan di Indonesia.

JKN sebagai wujud reformasi sistem pembiayaan kesehatan tidak hanya

membuka akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tetapi turut

membenahi sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.

Perubahan mendasar pada sistem pembiayaan kesehatan akan

mengubah pola pelayanan kesehatan. Perubahan ini terkait

penyelenggaraan pelayanan kesehatan, kerjasama fasilitas kesehatan

dengan BPJS Kesehatan, pelayanan kesehatan berjenjang, konsul

rujukan balik, sistem klaim RS, peresepan berdasarkan formularium

nasional, pembatasan tindakan medis sesuai wewenang seperti yang

diatur dalam permenkes RI Nomor 71 Tahun 2013.

Sejak pelaksanaan JKN, terjadi peningkatan kunjungan ke fasilitas

kesehatan baik rawat jalan maupun rawat inap yang menyebabkan

peningkatan beban kerja di Rumah Sakit. Menurut Thabrani (2012),

Sistem rujukan berjenjang selama implementasi JKN ini belum berjalan

dengan baik. Adanya kendala dalam hal kompetensi dokter, pembiayaan

dan sarana prasarana yang kurang mendukung pada fasilitas pelayanan

kesehatan primer untuk menyelesaikan 144 kasus yang seharusnya


9

diselesaikan di fasilitas pelayanan kesehatan primer menyebabkan kasus

rujukan ke layanan sekunder masih cukup tinggi.

Sistem pembayaran dokter dalam program asuransi kesehatan di

Indonesia mengalami perubahan dari model fee for service menjadi

pembayaran paket INA-CBGs untuk rumah sakit dan sistem kapitasi untuk

PPK I. Perubahan yang terjadi dalam sistem kesehatan menimbulkan

perubahan sistem dalam pengajuan klaim jaminan kesehatan serta pada

alur proses pelaksanaan pengajuan klaim jaminan kesehatan. Perubahan

dalam sistem kesehatan dapat mempengaruhi kepuasan professional

tenaga kesehatan.

Menurut Herzberg seperti yang dikutip oleh Suci (2014)

kepuasan itu didasarkan pada faktor-faktor yang sifatnya intrinsik seperti

keberhasilan mencapai sesuatu, pengakuan yang diperoleh, sifat

pekerjaan yang dilakukan, rasa tanggung jawab, kemajuan dalam karir

dan pertumbuhan professional dan intelektual, yang dialami oleh

seseorang. Sebaliknya apabila para pekerja merasa tidak puas dengan

pekerjaaannya, ketidakpuasan itu pada umumnya dikaitkan dengan faktor-

faktor yang sifatnya ekstrinsik artinya bersumber dari luar diri

pekerja yang bersangkutan seperti kebijaksanaan organisasi,

pelaksanaan kebijaksaaan yang telah ditetapkan, supervisi oleh para

manajer, hubungan interpersonal dan kondisi kerja. Ciri perilaku pekerja

yang puas adalah mereka yang mempunyai motivasi yang tinggi

untuk bekerja, mereka lebih senang dalam melakukan


10
10

pekerjaannya, sedangkan ciri pekerja yang kurang puas adalah

mereka yang malas berangkat kerja ke tempat bekerja, dan malas

dalam melakukan pekerjaannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menetapkan kajian

masalah pada Kepuasan Kerja Tenaga Medis di Era Jaminan Kesehatan

Nasional seperti gambar (1) dibawah ini:

Tingkat kepuasan petugas di RSUD Sinjai yang masih rendah yaitu 66%
(Standar 80%)

Sumber: Data Survey Kepuasan Petugas RSUD Sinjai, Tahun 2015

Faktor Intrinsik : Faktor ekstrinsik :


1. Keberhasilan mencapai sesuatu 1. Kebijakan
2. Pengakuan yang diperoleh 2. Pelaksanaan Kebijakan
3. Rasa Tanggung jawab 3. Supervisi
4. Kemajuan dalam Karir 4. Hubungan interpersonal
5. Sikap Terhadap Pekerjaannya 5. Kondisi Kerja
6. Pertumbuhan Profesional dan
Intelektual Sumber : Hersberg, 1968,. Baron &
Sumber : Hersberg, 1968,. Baron & Byrne, 1994
Byrne, 1994

Kepuasan Kerja

Gambar 1. Kajian Masalah Penelitian


11
11

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan kajian masalah di atas, maka

rumusan masalah penelitian yang diajukan adalah :

1. Bagaimana kepuasan kerja tenaga medis terhadap penyelenggaraan

sistem rujukan pada Era JKN;

2. Bagaimana kepuasan kerja tenaga medis terhadap program

pelayanan rujukan balik pada Era JKN;

3. Bagaimana kepuasan kerja tenaga medis terhadap penerapan clinical

pathway pada Era JKN;

4. Bagaimana kepuasan kerja tenaga medis terhadap peresepan obat

sesuai formularium nasional pada Era JKN;

5. Bagaimana kepuasan kerja tenaga medis terhadap komunikasi

dengan pihak BPJS di Rumah Sakit Umum Daerah Sinjai di era JKN;

6. Bagaimana kepuasan kerja tenaga medis terhadap sistem

pembayaran pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah

Sinjai pada era JKN.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengeksplorasi kepuasan kerja tenaga medis pada era Jaminan

Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Daerah Sinjai.


12
12

2. Tujuan Khusus

1. Mengeksplorasi kepuasan kerja tenaga medis terhadap

penyelenggaraan sistem rujukan pada Era JKN;

2. Mengeksplorasi kepuasan kerja tenaga medis terhadap program

pelayanan rujukan balik pada Era JKN;

3. Mengeksplorasi kepuasan kerja tenaga medis terhadap penerapan

clinical pathway pada Era JKN;

4. Mengeksplorasi kepuasan kerja tenaga medis terhadap peresepan

obat sesuai formularium nasional pada Era JKN;

5. Mengeksplorasi kepuasan kerja tenaga medis terhadap komunikasi

dengan pihak BPJS di Rumah Sakit Umum Daerah Sinjai pada era

JKN;

6. Mengeksplorasi kepuasan kerja tenaga medis terhadap sistem

pembayaran pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah

Sinjai pada era JKN.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan terhadap

teori manajemen yang pernah ada sebelumnya, khususnya dibidang

manajemen mutu, manajemen sumber daya manusia serta perilaku

organisasi sehingga dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya.


13
13

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini memberikan gambaran kepuasan kerja tenaga medis

sebagai penyedia jasa kesehatan pada era JKN di Rumah sakit.

Kepuasan kerja yang dirasakan oleh tenaga medis sebagai penyedia

pelayanan (supply side) dapat mempengaruhi Kinerjanya. Bila Tenaga

medis merasa puas tentunya kinerjanya pun akan baik, dan akan

berdampak pada kepuasan pasien, mutu pelayanan klinik dan pendapatan

rumah sakit.

Penelitian ini juga sangatlah penting untuk memungkinkan

manajemen RSUD Sinjai memahami keinginan dan kebutuhan

professional tenaga medis, membantu dalam perencanaan tindakan,

investasi, manajemen, membuat keputusan dan menyediakan layanan

yang berkualitas dan kompetitif tidak hanya secara lokal, melainkan juga

di tingkat global.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Momentum implementasi JKN BPJS Kesehatan adalah peluang

bagi pemerintah untuk membenahi sistem pelayanan kesehatan yang saat

ini belum terstruktur dan sistematis. Konsep manage care selama

implementasi JKN diharapkan tidak hanya memenuhi keinginan dan

kebutuhan pasien saja, tetapi juga mempertimbangkkan keinginan dan

kebutuhan penyedia jasa pelayanan kesehatan. Penyedia jasa merasa

puas menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan yang baik sehingga

pasien pun merasa puas.


BAB II TINJAUAN

PUSTAKA

A. KEPUASAN KERJA

1. DEFINISI KEPUASAN KERJA

Kepuasan kerja menurut Sondang (2003) ialah suatu cara pandang

seorang yang bersifat positif maupun negatif terhadap pekerjaannya.

Menurut Porter yang dikutip dalam buku Sopiah (2008) kepuasan kerja

adalah perbedaan antara seberapa banyak sesuatu yang seharusnya

diterima dengan seberapa banyak sesuatu yang sebenarnya dia terima.

Robbins (2003) kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan

seseorang, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan

yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka

terima.

Reksohadiprodjo dan Handoko (2000) mengemukakan bahwa

kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau

tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan

mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap

pekerjaannya.Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang

menyenangkan dan mencintai pekerjaanya. Sikap ini dicerminkan oleh

moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati

14
15
15

dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar

pekerjaan.

Crossman et all, 2003 kepuasan kerja adalah keadaan yang

dirasakan karyawan atas apa yang dilakukan perusahaan. Arti dari kalimat

tersebut adalah jika perusahaan memenuhi apa yang diinginkan karyawan

maka karyawan akan puas. Perusahaan harus menciptakan kondisi

ataupun suatu motivasi yang dapat membuat karyawannya merasa puas.

Menurut Herzberg seperti yang dikutip oleh Suci (2014), ciri perilaku

pekerja yang puas adalah mereka yang mempunyai motivasi yang

tinggi untuk bekerja, mereka lebih senang dalam melakukan

pekerjaannya, sedangkan ciri pekerja yang kurang puas adalah

mereka yang malas berangkat kerja ke tempat bekerja, dan malas

dalam melakukan pekerjaannya.

Berdasarkan beberapa definisi tentang kepuasan kerja diatas,

dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu ketidaksesuaian

antara persepsi dan harapan seseorang yang dapat dipengaruhi oleh

berbagai macam faktor, baik itu faktor internal maupun faktor eksternal.

Kepuasan kerja bersifat individual, karena tiap individu memiliki tingkat

kepuasan yang berbeda-beda. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan

yang sesuai dengan harapannya, maka semakin tinggi tingkat kepuasan

yang dirasakan.
16
16

2. TEORI KEPUASAN KERJA

Wexly dan Yulk dalam bukunya Moh.As,ad (2004) mengemukakan

tiga teori kepuasan kerja yaitu discrepancy theory, equity theory dan two

factor theory.

a. Teori ketidaksesuaian (Discrepancy Theory)

Pencetus teori ini adalah Porter (dalam Wexly dan Yulk). Kepuasan

kerja seseorang diukur dengan menghitung selisih antara yang

seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Teori ini juga menjelaskan

bahwa seseorang seseorang akan merasa puas dalam bekerja jika tidak

ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas

kenyataan yang mereka terima, karena batas minimal kebutuhan telah

dipenuhi.

b. Equity Theory

Prinsip dari teori ini adalah seseorang akan merasa puas atau tidak

puas tergantung pada apakah pekerjaaan tersebut merasakan adanya

suatu keadilan (Equity) atau tidak atas suatu situasi kerja. Perasaan tidak

puas atau puas ini dari seseorang diperoleh dengan cara membandingkan

dirinya dengan orang lain dalam suatu oraganisasinya sendiri atau

dibandingkan dengan individu lain yang sejenis di dalam organisasi yang

lain. Unsur utama dari teori ini adalah input (masukan) dan out comes

comperson (orang bandingan) serta equity dan inequity. Input adalah

suatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung


17
17

pekerjaannya. Termasuk hal itu adalah kecakapan, pengalaman,

pendidikan, jumlah jam kerja, peralatan yang digunakan untuk bekerja.

Hasil yang dimaksud adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh

seseorang pekerja diperoleh dari pekerjaannya meliputi : upah, gaji,

keuntungan, penghargaan, serta ekspresi diri dan simbol status. Menurut

teori ini dirasakan adil apabila rasio input-outcome seseorang sebanding

dengan pembanding. Jika rasio hasil input tidak sama atau tidak seimbang

atau lebih kecil maka akan dirasakan tidak adil. Ketidakadilan dapat terjadi

dengan bermacam cara, misalnya seorang pekerja menganggap gajinya

tidak adil jika pekerja lain dengan kualifikasi yang sama menerima gaji

yang lebih besar atau jika pekerja lebih rendah kualifikasinya menerima

gaji besarnya sama. Demikian pula dirasakan tidak adil bila mendapat

kompensasi yang lebih besar dari bandingannya. Ketidakadilan

merupakan salah satu sumber ketidakpuasan kerja.

c. Two Factor Theory (Teori Dua Faktor)

Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg, seorang psikolog.

Menurut Herzberg kepuasan itu didasarkan pada faktor-faktor yang

sifatnya intrinsik seperti keberhasilan mencapai sesuatu, pengakuan yang

diperoleh, sifat pekerjaan yang dilakukan, rasa tanggung jawab, kemajuan

dalam karir dan pertumbuhan professional dan intelektual, yang dialami

oleh seseorang. Sebaliknya apabila para pekerja merasa tidak puas

dengan pekerjaaannya, ketidakpuasan itu pada umumnya dikaitkan


18
18

dengan faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik artinya bersumber dari

luar diri pekerja yang bersangkutan seperti kebijaksanaan organisasi,

pelaksanaan kebijaksaaan yang telah ditetapkan, supervisi oleh para

manajer, hubungan interpersonal dan kondisi kerja.

3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN KERJA

Kepuasan kerja berdasarkan Job Descriptive Index (JDI) dapat

diukur berdasarkan empat aspek yaitu kualitas supervisi (terkait dengan

bantuan teknis dan dukungan sosial); hubungan dengan rekan kerja

(berkaitan dengan harmoni sosial dan respek) kesempatan promosi

(terkait dengan kesempatan untuk pengembangan lebih jauh) dan

pembayaran (yang terkait dengan pembayaran yang memadai dan

persepsi keadilan). (Suci AD, 2014)

Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dokter menurut Holger

gothe, et all 2007 antara lain insentif dan pendapatan, bentuk dan type

organisasi tempat dokter praktek, control over clinic/autonomy, kerjasama

dokter dengan manajer, tugas administrasi dan kebutuhan dokumentasi,

pelatihan medis, prestise sosial, hubungan dokter dan pasien, aspek

sosiodemografi serta aspek psikososial.

Bovier dan Perneger (2003) menguraikan faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja dokter antara lain; hubungan dengan

pasien, perawat dan staf non medis, waktu untuk keluarga, waktu luang

untuk teman, beban kerja/stress kerja, beban administrasi, autonomy


19
19

merawat pasien, kesempatan studi lanjut, lingkungan pekerjaan,

penghargaan, mekanisme pembayaran, serta pendapatan.

Menurut Being, et all. (2013) faktor yang mempengaruhi kepuasan

kerja dokter terdiri dari kebebasan membuat keputusan klinis, hubungan

dengan pasien, serta komunikasi dengan rekan kerja. Sedangkan menurut

Grewboski, et all (2005) menguraikan faktor yang mempengaruhi

kepuasan kerja tenaga medis terdiri dari personal autonomy, mekanisme

pembayaran, volume pasien, Managed care, lingkungan pekerjaan.

Friedberg et. al, (2013) menyatakan terdapat tiga faktor umum yang

mempengaruhi kepuasan professional dokter yakni: demografi dokter,

atribut tempat kerja, dan faktor-faktor yang berhubungan dengan sistem

pelayanan kesehatan seperti model baru pelayanan kesehatan,

perubahan system pembayaran kesehatan, perubahan system informasi

kesehatan seperti penggunaan Electronic Health Medical Record.

Herzberg (1968) mendefinisikan faktor-faktor yang mempengaruhi

kepuasan kerja sebagai berikut:

a. Achievement

Setiap orang tentu menginginkan keberhasilan dalam tugas yang

dilaksanakan. Pencapaian prestasi atau keberhasilan dalam melakukan

suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk

melakukan tugas tugas berikutnya. Dengan demikian kesuskesan dalam

pekerjaan yang akan selalu ingin melakukan dengan penuh tantangan.


20
20

Yang termasuk dalam hal prestasi seperti hasil kerja, jangka waktu

penyelesaian, kebebasan mengembangkan cara kerja.

b. Recognitiion

Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang

ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari pemberian

kompensasi. Sumber pengakuan dapat berasal dari atasan, manajemen,

klien, kolega profesional atau publik. Oleh karena itu seseorang yang

memperoleh pengakuan akan dapat meningkatkan semangat karyawan

itu dalam bekerja. Pengakuan dapat berupa pujian, tanggapan pada tugas

yang dilakukan dengan baik atau kenaikan gaji khusus.

c. The work it self

Pekerjaan atau tugas yang telah memberikan perasaan kepuasan

telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang

memberikan tantangan bagi pegawai merupakan faktor motivasi. Suatu

tugas akan disenangi oleh seseorang bila pekerjaan itu sesuai dengan

keterampilan dan kemampuannya, sehingga dia merasa bangga untuk

melakukannya. Pekerjaan yang tidak senangi kurang dan menantang,

biasanya tidak dapat menimbukan kepuasan yang mampu menjadi daya

dorong, bahkan pekerjaan itu cenderung menjadi rutinitas dan

membosankan dan tidak menjadi kebanggaan. Karyawan cenderung

menyukai pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya menarik dan bukan rutin.

Melalui teknik pemerkayaan pekerjaan dapat menjadi sarana motivasi

pegawai dan membuat pekerjaan itu menjadi menarik , dan membuat


21
21

tempat kerja lebih menantang dan memuaskan.. Oleh karena itu

organisasi yang baik adalah organisasi yang menempatkan karyawan

pada tempat yang tepat.

d. Responsibility

Setiap orang yang bekerja pada suatu perusahaan/organisasi

ingin dipercaya memegang jabatan dan tanggung jawab, serta

wewenang yang lebih besar dari apa sekedar yang telah diperolehnya.

Tanggung jawab bukan saja atas pekerjaan yang baik, tetapi juga

tanggung jawab berupa kepercayaan yang diberikan orang sebagi suatu

potensi. Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang

yang mempunyai potensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa

percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar.

e. Advancement

Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri

seseorang karyawan dalam melakukan pekerjaan. Setiap karyawan

tentunya menghendaki kemajuan atau perubahan dalam pekerjaannya

yang tidak hanya dalam hal jenis pekerjaan yang berbeda atau bervariasi,

tetapi juga posisi yang lebih baik. Setiap karyawan menginginkan promosi

kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan

pengalamannya dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri

akan menimbulkan kepuasan bagi karyawan dan menjadi motivasi yang

kuat untuk bekerja lebih giat lagi.


22
22

f. The possibility of growth

Kemungkinan pertumbuhan ini bukan saja peningkatan seseorang

di dalam organisasi tetapi juga situasi dimana seseorang itu dapat

meningkatkan keterampilan dan keahliannya. Selain itu termasuk dalam

kategori ini adalah terdapat elemen baru dalam situasi membuat

responden mempelajari keahlian baru atau memperoleh wawasan yang

baru, misalnya melaui pelatihan- pelatihan, kursus dan juga melanjutkan

jenjang pendidikannya.

g. Company policy and administration

Keterpaduan antara pimpinan dan bawahan sebagai suatu keutuhan

dan totalitas merupakan suatu faktor yang sangat penting untuk menjamin

keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan. Melalui pendekatan

manajemen partisipatif, bawahan tidak lagi dipandang sebagai suatu objek

melainkan sebagai suatu subjek. Dengan komunikasi dua arah akan

terjadi suatu komunikasi antar pribadi sehingga berbagai kebijakan yang

diambil oleh organisasi bukan hanya merupakan keinginan dari pimpinan

saja tetapi merupakan kesepakatan dari semua unsur organsasi. Para

pendukung manajemen partisipatif mempunyai pengaruh positif

terhadap semua karyawan, melalui partisipasi , para karyawan akan

mampu mengumpulkan informasi.pengetahuan, dan kreativitas untuk

memecahkan masalah.
23
23

h. Interpersonal relations

Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik , haruslah

didukung oleh suasana kerja atau hubungan kerja yang harmonis, yaitu

terciptanya hubungan yang akrab, kekeluargaan dan saling mendukung

baik itu hubungan antara sesama pegawai atau antara pegawai

dengan atasan. Bahwa manusia sebagai mahluk sosial membutuhkan

persahabatan dan mereka tidak akan bahagia bila ditinggalkan

sendirian, untuk itu mereka akan melakukan hubungan dengan teman-

temannya.Kebutuhan sosial secara teoritis adalah kebutuhan akan cinta,

persahabatan, perasaan memiliki dan diterima oleh kelompok , keluarga

dan organisasi, bahwa kelompok yang memilki hubungan keeratan yang

tinggi cenderung menyebabkan para pekerja lebih puas berada dalam

kelompok. Kelompok kerja juga dapat memenuhi sistem sebagai

sounding board terhadap problem mereka atau sebagai sumber

kesenangan atau hiburan.

i. Supervision technical

Supervisi yang efektif akan membantu meningkatkan produktifitas

pekerja melalui penyelenggaaan pekerjaan yang baik, pemberian

mengenai petunjuk- petunjuk yang nyata sesuai standar kerja, dan

perlengkapan pembekalan yang memadai serta dukungan-dukungan

lainnya. Supervisor mengkoordinasikan sistem kerjanya itu dalam tiga hal

penting yaitu: melakukan dengan memberi petunjuk /pengarahan,

memantau proses pelaksanaan pekerjaan, dan menilai hasil dari sistem


24
24

kerja yang diikuti dengan melakukan umpan balik. Supervisor dalam

melaksanakan penilaian kinerja. Pendekatan pengkajian dan

pengembangan kinerja lebih efektif dari sistem penilaian kinerja

karena seorang pimpinan tidak hanya memusatkan perhatian pada

pengembangan kemampuan, potensi karir, dan keberhasilan profesional

setiap karyawan.

j. Working conditions

Kondisi kerja yang aman, nyaman dan tenang serta didukung oleh

sarana dan prasarana yang memadai tentu akan membuat pegawai betah

untuk bekerja.

Dengan kondisi kerja yang nyaman karyawan akan merasa aman dan

produktif dalam bekerja. Kondisi kerja yang termasuk dalam kategori ini

adalah kondisi fisik tempat kerja, jumlah pekerjaan atau fasilitas yang

tersedia untuk mengerjakan pekerjaan. Yaitu ventilasi, lampu, peralatan,

tempat dan lingkungan.

k. Salary

Bagi pegawai gaji merupakan faktor penting untuk memenuhi

kebutuhan diri sendiri dan keluarganya. Gaji selain berfungsi memenuhi

kebutuhan pokok bagai setiap pegawai juga dimaksudkan untuk menjadi

daya dorong bagi para pegawai agar dapat bekerja dengan penuh

semangat. Tidak ada satupun organisasi yang dapt memberikan

kekuatan baru bagi tenaga kerjanya atau meningkatkan produktifitas, jika


25
25

tidak memilki sistem kompensasi yang realistis dan gaji bila digunakan

dengan benar akan memberikan kepuasan bagi pegawai itu sendiri.

Termasuk dalam kategori ini adalah seluruh kompensasi yang diterima,

juga termasuk seluruh hal yang melibatkan kenaikan gaji atau upah atau

harapan yang tak terpenuhi dari kenaikan gaji.

l. Factor in personal life

Kehidupan pribadi setiap orang tidaklah sama. Ada individu yang

tidak mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya karena

dipengaruhi perasaannya. Sebaliknya ada individu yang dapat menerima

situasi yang berubah sehingga tidak mempengaruhi pekerjaannya.

m. Status

Status ini dapat mudah diketahui dibandingkan dari faktor yang lain.

Sebagai contoh, ini dapat dipertimbangkan dimana kemajuan dapat

dimasukkan sebagai perubahan dalam status. Status dapat ditandai

ketika responden menyebutkan beberapa tanda atau tambahan pelengkap

dari status. Misalnya seseorang mengatakan dia mempunyai sekretaris,

mengendarai kendaraan ke kantor atau perusahaan menyediakan

beberapa fasilitas.

n. Job security

Disini tidak saja berhungan dengan perasaan aman, tetapi juga

berhubungan dengan tujuan dari ketidakhadiran dari keamanan kerja.

Jadi termasuk masa jabatan dan kestabilan perusahaan.


26
26

B. TENAGA MEDIS

1. DEFINISI TENAGA MEDIS

Tenaga medis adalah tenaga ahli kedokteran yang fungsi

utamanya memberikan pelayanan medis kepada pasien dengan mutu

sebaik-baiknya, menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu

kedokteran, kode etik yang berlaku, serta dapat dipertanggungjawabkan

(Anireon, 1984).

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun

2014 tentang Kesehatan dalam Pasal 11 Ayat 2 disebutkan jenis tenaga

kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga medis sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf (a) terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter

spesialis, dan dokter gigi spesialis.

UU No.24 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 51 dokter

atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai

kewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi

dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien. Adapun

yang dimaksud dengan “standar profesi” adalah batasan kemampuan

(knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai

oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya

pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.


27
27

2. PERANAN TENAGA MEDIS

Dunia kedokteran (pengobatan) dipandang sebagai sebuah profesi

yang sangat mulia, sehingga dengan asumsi tersebut, maka orang-orang

yang terlibat dalam proses hidup dan berlangsungnya dunia kedokteran

kemudian dinisbahkan sebagai orang-orang yang juga memiliki

kemuliaan; baik pada kata, sikap maupun tabiat yang dimilikinya. Dokter

dipandang sebagai seorang jenius dan tahu segalanya. Profesi dokter

dianggap sebagai pekerjaan yang senantiasa bergelut untuk menutup

pintu kematian dan membuka lebar-lebar kesempatan untuk dapat

mempertahankan dan meneruskan hidup seseorang.

Tenaga medis (dokter) adalah seorang tenaga kesehatan yang

menjadi tempat kontak pertama pasien dengan dokternya untuk

menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa

memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin,

sedini dan sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna,

bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional

kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif

dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum,

etika dan moral. Layanan yang diselenggarakannya adalah sebatas

kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan

kedokteran.

Tenaga medis di Rumah Sakit adalah koordinator pelayanan medis

bagi pasien meskipun tenaga medis dibantu oleh tenaga kesehatan


28
28

lainnya. Tenaga medis mempunyai peran sentral dalam membentuk citra

dan kinerja rumah sakit.

3. KOMPETENSI TENAGA MEDIS

Ada 7 (tujuh) area kompetensi dokter, berdasarkan Perkonsil

Nomor 11 Tahun 2012, 1), Profesionalitas yang Luhur, 2) Mawas Diri dan

Pengembangan Diri, 3) Komunikasi Efektif, 4) Pengelolaan Informasi, 5)

Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran, 6) Keterampilan Klinis, 7) Pengelolaan

Masalah Kesehatan.

Area Profesionalitas yang Luhur

1. Berke-Tuhanan Yang Maha Esa/Yang Maha Kuasa

2. Bermoral, beretika dan disiplin

3. Sadar dan taat hukum

4. Berwawasan sosial budaya

5. Berperilaku profesional

Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri

6. Menerapkan mawas diri

7. Mempraktikkan belajar sepanjang hayat

8. Mengembangkan pengetahuan

Area Komunikasi Efektif

9. Berkomunikasi dengan pasien dan keluarga

10. Berkomunikasi dengan mitra kerja

11. Berkomunikasi dengan masyarakat


29
29

Area Pengelolaan Informasi

12. Mengakses dan menilai informasi dan pengetahuan

13. Mendiseminasikan informasi dan pengetahuan secara efektif kepada

profesional kesehatan, pasien, masyarakat dan pihak terkait untuk

peningkatan mutu pelayanan kesehatan

Area Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran

14. Menerapkan ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran Klinik,

dan ilmu Kesehatan Masyarakat/ Kedokteran Pencegahan/Kedokteran

Komunitas yang terkini untuk mengelola masalah kesehatan secara

holistik dan komprehensif.

Area Keterampilan Klinis

15. Melakukan prosedur diagnosis

16. Melakukan prosedur penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif

Area Pengelolaan Masalah Kesehatan

17. Melaksanakan promosi kesehatan pada individu, keluarga dan

masyarakat

18. Melaksanakan pencegahan dan deteksi dini terjadinya masalah

kesehatan pada individu, keluarga dan masyarakat

19. Melakukan penatalaksanaan masalah kesehatan individu, keluarga

dan masyarakat

20. Memberdayakan dan berkolaborasi dengan masyarakat dalam upaya

meningkatkan derajat kesehatan


30
30

21. Mengelola sumber daya secara efektif, efisien dan berkesinambungan

dalam penyelesaian masalah kesehatan

22. Mengakses dan menganalisis serta menerapkan kebijakan kesehatan

spesifik yang merupakan prioritas daerah masing-masing di Indonesia

Pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012, dari 736 daftar

penyakit terdapat 144 penyakit yang harus dikuasai penuh oleh para

lulusan karena diharapkan dokter layanan primer dapat mendiagnosis dan

melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas. Selain itu

terdapat 275 ketrampilan klinik yang juga harus dikuasai oleh lulusan

program studi dokter. Selain 144 dari 726 penyakit, juga terdapat 261

penyakit yang harus dikuasai lulusan untuk dapat mendiagnosisnya

sebelum kemudian merujuknya, apakah merujuk dalam keadaaan gawat

darurat maupun bukan gawat darurat.

C.JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

1. DEFINISI JKN

Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan

kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan

dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang

diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya

dibayar oleh pemerintah (Perpres RI No.12, 2013). Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari


31
31

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional

ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang

bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun

2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Program JKN adalah suatu program pemerintah dan masyarakat

(rakyat) dengan tujuan agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam

sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar

kesehatan masyarakat yang layak. (Kemenkes RI, 2013)

2. MANFAAT JKN

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua)

jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non

medis meliputi akomodasi dan ambulans. Manfaat yang dijamin oleh

Program JKN berupa pelayanan kesehatan perseorangan yang

komprehensif, mencakup pelayanan peningkatan kesehatan (promotif),

pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan

(rehabilitatif) termasuk obat dan bahan medis. Pemberian manfaat

tersebut dengan menggunakan teknik layanan terkendali mutu dan biaya

(managed care). (Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasiona)

Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa

manfaat yang bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta

yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya,


32
32

dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan

tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh

BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas

perawatan, yang disebut dengan iur biaya (additional charge). Ketentuan

tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI.

Manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, namun

masih ada manfaat yang tidak dijamin meliputi: a. Tidak sesuai prosedur;

b. Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan

BPJS; c. Pelayanan bertujuan kosmetik; d. General checkup, pengobatan

alternatif; e. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan

impotensi; f. Pelayanan kesehatan pada saat bencana; dan g. Pasien

Bunuh Diri /Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri

sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba. (Kemenkes RI, 2013)

3. PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN

NASIONAL

Transformasi keempat BUMN PT (PT ASKES, PT JAMSOSTEK,

PT ASABRI, dan PT TASPEN) menjadi BPJS bersifat sangat mendasar.

Perubahan ini mencakup filosofi, badan hukum, organisasi, tata kelola dan

budaya organisasi. Transformasi menghadirkan identitas baru dalam

penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional di Indonesia.

Pelayanan kesehatan pada era jaminan kesehatan nasional telah diatur


33
33

dalam Permenkes RI Nomor 71 Tahun 2013 tentang pelayanan

Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.

Dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diterapkan

prinsip Kendali Mutu dan Kendali Biaya. Dalam rangka menjamin kendali

mutu dan biaya, penyelenggaraan oleh Fasilitas Kesehatan dilakukan

melalui:

a) pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik

profesi sesuai kompetensi;

b) utilization review dan audit medis;

Fasilitas Kesehatan wajib membuat laporan kegiatan pelayanan

kesehatan yang diberikan secara berkala setiap bulan kepada BPJS

Kesehatan. BPJS Kesehatan wajib menerapkan Utilization Review secara

berkala dan berkesinambungan dan memberikan umpan balik hasil

Utilization Review kepada Fasilitas Kesehatan.

c) pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan;

dan/atau

d) pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, Alat Kesehatan, dan

bahan medis habis pakai dalam pelayanan kesehatan secara berkala

yang dilaksanakan melalui pemanfaatan sistem informasi kesehatan.

a. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan

Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN,

yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan


34
34

ambulans (manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien

rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan

oleh BPJS Kesehatan.

Pelayanan kesehatan diselenggarakan secara terstruktur,

berjenjang, dan terintegrasi. Hirarki pelayanan kesehatan terdiri dari

pelayanan kesehatan non spesialistik di fasilitas kesehatan tingkat

pertama, kemudian berjenjang ke pelayanan kesehatan spesialistik dan

subspesialistik di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.

Dalam sistem rujukan kita mengenal tiga jenis sistem, 1) Rujukan

Medis, 2) Rujukan Kesehatan, 3) Rujukan teknis dan kebijakan. Sistem

rujukan yang dikenal selama ini telah dicantumkan dalam SKN tahun

2009, yang menyatakan bahwa pelayanan kesehatan itu terdiri dari: 1)

Pelayanan Kesehatan primer, 2) Pelayanan Kesehatan Sekunder, 3)

Pelayanan Kesehatan Tersier. Tujuan awal mengembangkan sistem

rujukan ini adalah tidak lain adalah untuk membantu masyarakat

memperoleh pelayanan, keringanan biaya, perbaikan tingkat

kesehatannya, dan juga agar mereka mendapatkan pelayanan kesehatan

yang terbaik. (Mahmoed, 2012)

Setiap Peserta JKN terdaftar di satu Fasilitas Kesehatan tingkat

pertama, yaitu di Klinik atau Puskesmas. Peserta yang memerlukan

pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan

kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama. Peserta

mendapatkan pelayanan kesehatan komprehensif yang mencakup


35
35

pelayanan peningkatan kesehatan (promotif), pelayanan pencegahan

sakit (preventif), serta pelayanan penyembuhan (kuratif) dan pemulihan

(rehabilitatif) oleh dokter keluarga dan dokter gigi untuk kasus-kasus non

spesialistik.

Bila Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan

atas dasar indikasi medis, maka Dokter atau Dokter Gigi akan merujuk

Peserta untuk ditangani untuk penanganan spesialistik atau

subspesialistik melalui sistem rujukan Fasilitas Kesehatan tingkat pertama

ke Rumah Sakit.

MODEL SISTEM PELAYANAN KESEHATAN BPJS

Cost

Tersier DRG/INA
Equity ↓↓ CBG’S
B iaya sangat mahal

Sekunder
Equit y ↓= tergantung income DRG/INA
Biaya mahal CBG’S

(Gatekeeper)
Primer
Equity besar
(aksesibel bagi semua golongan)
Biaya terjangkau Kapitasi
Pay for
Quantitas Performance
(Referensi: Starfield B, 1999)

Gambar 2 Model Pelayanan BPJS Kesehatan

Dalam Permenkes Nomor 71 Tahun 2013, secara singkat

dinyatakan “pasien dirujuk sesuai dengan indikasi medis”, tidak diuraikan


36
36

lebih rinci kaidah-kaidah rujukan. Seharusnya rujukan ke pelayanan

lanjutan harus sesuai denga kriteria rujukan, terutama penyakit yang

diobatinya (penyakit utama) telah berlanjut (komplikasi atau severity of

illness), dan komplikasi ini di luar kompetensi/kemampuan pelayanan

pertama.

Dokter pada faskes pertama baru dapat merujuk pasien pada

kasus penyakit dengan tingkat kemampuan 4A ke faskes lanjutan pada

kondisi, sebagai berikut:

1. TIME

Jika perjalanan penyakit dapat digolongkan kepada kondisi kronis

atau melewati Golden Time Standard. Contoh pada demam tifoid : Pasien

dirujuk bila setelah mendapat terapi selama 5 hari belum tampak

perbaikan.

2. AGE

Jika usia pasien masuk dalam kategori yang dikhawatirkan

meningkatkan risiko komplikasi serta kondisi penyakit lebih berat. Contoh

pada penyakit pneumonia aspirasi. Pasien anak, berumur kurang dari 6

bulan, indikasi dirujuk ke layanan sekunder.

3. COMPLICATION

Jika komplikasi yang ditemui dapat memperberat kondisi pasien.

Contoh pada penyakit influenza dengan tanda-tanda pneumonia. Pasien

dirujuk bila didapatkan tanda-tanda pneumonia (panas tidak turun 5 hari

disertai batuk purulen dan sesak nafas).


37
37

4. COMORBIDITY

Keadaan-keadaan yang dipertimbangkan untuk dirujuk selain

komplikasi, ada tidaknya penyakit pendamping (comorbidity) yaitu terdapat

keluhan atau gejala penyakit lain yang memperberat kondisi pasien dari

penyakit utama. Contoh: penyakit TB pada orang dengan HIV, TB dengan

penyakit metabolik perlu dirujuk ke layanan sekunder. Setelah mendapat

advis di layanan sekunder dapat melanjutkan pengobatan kembali di

fasilitas pelayanan primer.

5. CONDITION

Apabila fasilitas pelayanan tidak dapat memenuhi keberlangsungan

penatalaksanaan. Rujukan bisa bersifat horizontal maupun vertikal pada

fasilitas yang mempunyai peralatan untuk keberlangsungan

penatalaksanaan

Setelah penanganan di Fasilitas Kesehatan tingkat lanjut selesai,

Peserta akan dirujuk kembali (Program Rujuk Balik) ke Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama. Tata cara pelayanan kesehatan yang

terstruktur, berjenjang dan terintegrasi tersebut bertujuan untuk

memberikan kesinambungan pelayanan kesehatan bagi Peserta JKN

secara efisien dan efektif.

Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang

memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta,


38
38

BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi, yang dapat berupa:

penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan

Fasilitas Kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan

untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam Sistem Jaminan

Kesehatan Nasional rumah sakit harus sudah memiliki clinical pathway

untuk setiap diagnosa. Clinical pathway adalah konsep perencanaan

pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah kepada pasien

berdasarkan standar pelayanan medis, standar asuhan keperawatan dan

standar pelayanan kesehatan lainnya. Manajemen rumah sakit disarankan

untuk membuat rencana clinical pathway, membentuk tim clinical pathway,

meningkatkan motivasi staf rumah sakit dan menyosialisasikan program

pada semua staf rumah sakit (Devitra, 2011). Diberlakukannya clinical

pathway dapat memperbaiki proses pelayanan.

Di era JKN, selain clinical pathway juga telah dibentuk formularium

obat atau disebut Formularium Nasional / Fornas. Formularium Nasional

(Fornas) adalah daftar obat yang disusun berdasarkan bukti ilmiah

mutakhir oleh Komite Nasional Penyusunan Fornas. Obat yang masuk

dalam daftar obat Fornas adalah obat yang paling berkhasiat, aman, dan

dengan harga terjangkau yang disediakan serta digunakan sebagai acuan

untuk penulisan resep dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).


39
39

Manfaat Fornas yaitu sebagai acuan penetapan penggunaan obat

dalam JKN, serta meningkatkan penggunaan obat yang rasional, dapat

juga mengendalikan mutu dan biaya pengobatan, serta mengoptimalkan

pelayanan kepada pasien. Selain itu, Fornas juga dapat memudahkan

perencanaan dan penyediaan obat, serta meningkatkan efisiensi

anggaran pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi anggaran

pelayanan kesehatan. Formularium nasional daftar obat ini disusun oleh

Komite Nasional Penyusunan Formularium Nasional (BPJS Kesehatan,

2014).

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

328 /MENKES / SK / VIII / 2013 tentang Formularium Nasional, tercantum

daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas

pelayanan kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN). Dalam hal obat yang dibutuhkan tidak

tercantum dalam Formularium Nasional, dapat digunakan obat lain secara

terbatas berdasarkan persetujuan komite medik dan Kepala/Direktur

Rumah Sakit setempat.

b. Sistem Kerjasama Faskes Dengan Bpjs Kesehatan

BPJS Kesehatan membangun jaringan fasilitas kesehatan dengan

cara bekerja sama dengan Fasilitas Kesehatan milik pemerintah atau

swasta untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi Peserta JKN

dan keluarganya. Jaringan fasilitas kesehatan ini terbagi atas tiga

kelompok utama, yaitu fasilitas kesehatan tingkat pertama, fasilitas


40
40

kesehatan tingkat lanjutan, dan fasilitas kesehatan pendukung. Untuk

menjamin ketersediaan dan kualitas pelayanan kesehatan bagi Peserta,

BPJS menetapkan kriteria seleksi Fasilitas Kesehatan dan menyeleksi

Fasilitas Kesehatan yang layak untuk bekerjasama melalui proses

kredensialing dan rekredensialing. BPJS Kesehatan memantau dan

memelihara jaringan fasilitas kesehatan dengan cara memonitor dan

mengevaluasi implementasi perjanjian kerjasama/kontrak, melaksanakan

kajian pemanfaatan pelayanan (utilization review), melakukan seleksi

ulang saat perpanjangan kontrak (recredentialing).

Semua Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama

dengan BPJS Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat

darurat, setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat

dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas

kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan

akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama

setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang

berlaku di wilayah tersebut.

c. Sistem Pembayaran Pelayanan Kesehatan

BPJS Kesehatan membayar Fasilitas Kesehatan dengan prinsip

berbagi risiko finansial dengan Fasilitas Kesehatan secara prospektif.

BPJS Kesehatan membayar Fasilitas Kesehatan tingkat pertama di muka

untuk satu populasi. BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas

Kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi. Untuk Fasilitas Kesehatan


41
41

rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paket

INA CBG‟s.

Sistem INA-CBGs merupakan sistem pembiayaan prospektif dan

tujuan yang ingin dicapai dari penerapan sistem ini yaitu pelayanan

kesehatan yang berkualitas dan cost effective. Tidak ada satupun sistem

pembiayaan yang sempurna, setiap sistem pembiayaan memiliki

kelebihan dan kekurangan.

Sistem INA-CBGs merupakan sistem kodifikasi dari diagnosis akhir

dan tindakan/prosedur yang menjadi output pelayanan, berbasis pada

data costing dan coding penyakit mengacu International Classification of

Diseases (ICD) yang disusun WHO dengan acuan ICD-10 untuk diagnosis

dan ICD-9-Clinical Modifications untuk tindakan/prosedur. Tarif INA-CBGs

mempunyai 1.077 kelompok tarif terdiri dari 789 kode group/kelompok

rawat inap dan 288 kode kelompok rawat jalan. Pengelompokan kode

diagnosis dan prosedur dilakukan dengan menggunakan grouper United

Nations University (UNU Grouper). UNU Grouper adalah grouper case-mix

yang dikembangkan oleh UNU Malaysia (Kemenkes, 2014). Untuk tarif

INA-CBG‟s dikelompokan dalam 4 jenis RS, yaitu RS kelas D, C, B, dan A

yang ditentukan berdasarkan akreditasi rumah sakit (BPJS Kesehatan,

2014).

Tarif INA-CBGs untuk rumah sakit pemerintah dan swasta adalah

sama, perbedaannya yaitu pada kelompok kelas rumah sakit. Oleh karena

itu di era JKN rumah sakit harus berlomba untuk meningkatkan akreditasi
42
42

rumah sakitnnya. Dengan ditetapkannnya metode pembayaran INA-

CBGs, terjadi perubahan cara pandang dan perilaku dalam pengelolaan

rumah sakit serta pelayanan terhadap pasien. Rumah sakit dituntut untuk

merubah cara pandang dari pola pembayaran fee for service ke

pembayaran INA-CBGs, dari mulai tingkat manajemen rumah sakit, dokter

dan seluruh karyawan rumah sakit

Dalam menjalankan sistem INA-CBGs pihak rumah sakit harus

membangun komunikasi yang baik antara tim dokter dengan manajemen

untuk mengurangi variasi pelayanan dan pilih layanan yang paling cost

efective dengan membuat dan menjalankan clinical pathway serta

mengedepankan kendali mutu dan kendali biaya, untuk menghasilkan

pelayanan yang bermutu, efisien dan cost effective (Kemenkes, 2014).

Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua Fasilitas

Kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Untuk kasus-kasus yang

belum dapat dibayar dengan kedua model pembayaran tersebut, BPJS

Kesehatan diberi kewenangan untuk membayar Fasilitas Kesehatan

dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.

Rumah sakit provider BPJS kesehatan setelah menangani pasien

peserta BPJS Kesehatan maka dapat mengajukan klaim ke pihak BPJS

Kesehatan. Pengesahan tagihan dilakukan oleh direktur/kepala fasilitas

kesehatan lanjutan dan petugas verifikator BPJS Kesehatan. Klaim pada

FKRTL diajukan secara kolektif oleh rumah sakit kepada BPJS Kesehatan
43
43

maksimal tanggal 10 bulan berikutnya dengan kelengkapan administrasi

umum yang terdiri dari:

a. Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap tiga.

b. Softcopy luaran aplikasi.

c. Kuitansi asli bermaterai cukup.

d. Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau

anggota keluarga.

e. Kelengkapan lain yang dipersyaratkan oleh masing-masing tagihan

klaim.

BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas

pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas)

hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada

Fasilitas Kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS

Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut dengan

mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri

Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang

diberikan.
D. MATRIKS JURNAL PENELITIAN

Tabel 2 Penelitian terdahulu terkait Judul Penelitian Penulis


Variabel/ Dimensi Rancangan
Penulis/ Kesimpulan/ Perbedaan dengan
No Tujuan / Metode
Tahun Judul Independen Dependen Hasil Penelitian
penelitian
1 Kepuasan Menganalisis Pekerjaan Kepuasan metode Hasil penelitian menunjukan ada Penelitian ini menilai
Kerja Dokter hubungan Menantang, Kerja survey yang hubungan pekerjaan menantang dan kepuasan kerja dokter
Spesialis Rs pekerjaan Kondisi kerja bersifat tidak ada hubungan kondisi kerja yang dengan menggunakan
Nene menantang dan yang deskriptif mendukung dengan kepuasan kerja indikator Pekerjaan
Malommo kondisi kerja yang Mendukung dan analitik dokter spesialis di RS Nene Malommo Menantang, Kondisi
Kab.Sidrap mendukung dan RSUD Kota Makassar dan hasil kerja yang Mendukung
dan RSUD dengan kepuasan analisis Perbedaan Signifikan Kepuasan
Kota Makassar kerja dokter Kerja Dokter Spesialis di RS Nene
pada spesialis di Malommo dan RSUD. Tidak Ada
Pelaksanaan poliklinik rawat Perbedaan Kepuasan Kerja Dokter
JKN Tahun jalan RS Nene Spesialis di RS Nene Malommo dan
2014 Malommo dan RSUD Kota Makassar Pada
RSUD Kota Pelaksanaan JKN Tahun 2014.
Makassar pada Disimpulkan bahwa yang mempunyai
pelaksanaan JKN hubungan kuat dengan kepuasan dokter
Tahun 2014 spesialis di RS Nene Malommo dan
RSUD Kota Makassar pada
pelaksanaan JKN tahun 2014 adalah
pekerjaan menantang,dengan persepsi
baik responden di RS Nene Mallomo
mengenai pekerjaan menantang
(77,8%) menunjukan persentase
kepuasan kerja puas (66,7%) dan
persepsi baik responden di RSUD Kota
Makassar (38,1%) menunjukan
persentase kepuasan kerja puas
(61,9%)

44
Variabel/ Dimensi Rancangan
Penulis/ Kesimpulan/ Perbedaan dengan
No Tujuan / Metode
Tahun Judul Independen Dependen Hasil Penelitian
penelitian
2 (Kaplan, 2009) Untuk mengetahui a. Persyarata a. Kepuasa Kuesioner a. Dokter menjawab kepuasan kerja a. Populasi penelitian
faktor-faktor n n kerja didistribusik mereka terkait dengan otonomi, semua dokter di
Determi nants determinan administras b. Turnover an pada beban kerja, konflik pada pekerjaan/ Califonia Selatan
of job kepuasan kerja i asoasiasi kehidupan pribadi, pembayaran b. Penelitian ini menilai
satisfaction dan turnover b. Otonomi dokter pada serta kepuasan masyarakat pengaruh 7 variabel
and turnover dokter di c. Kemampua tida b. Semua faktor kecuali beban kerja independen
among University of n untuk kelompok berdampak pada kepuasan kerja terhadap kepuasan
physicians. California, San memberika medis di dokter kerja dan turnover
Diego. n Califonia c. Satu-satunya faktor yang
pelayanan Selatan mempenga ruhi turnover dokter
pasien adalah kepuasan masyarakat
yang
berkualitas
d. Beban
kerja
Konflik pada
pekerjaan/
kehidupan
pribadi
e. Pembayara
n
f. Kepuasan
masyaraka
t
g. Locus of
control
3 (Stoddard et Untuk mengetahui a. Otonomi Kepuasan a. Analisis a. Dokter dengan managed care a. Sampel penelitian
al., 2001) sejauh mana profesional kerja dokter cross rendah lebih puas dibanding kan mewakili satu
otonomi b. Kompensa sectional yang managed care tinggi negara yaitu 12385
Managed care, profesional, si menggun b. Otonomi paling mempengaruhi dokter yang

45
Variabel/ Dimensi Rancangan
Penulis/ Kesimpulan/ Perbedaan dengan
No Tujuan / Metode
Tahun Judul Independen Dependen Hasil Penelitian
penelitian
professional kompensasi dan c. Managed akan data diantara deteminan kepuasan kerja langsung memberi
autonomy, and managed care care dari lainnya kan pelayanan ke
income effects mempengaruhi 1996-97 c. Ketika managed care/faktor lainnya pasien
on physician kepuasan kerja communit menghilangkan otonomi profesional b. Penelitian ini juga
carrier dokter y tracking maka akan memberikan nilai yang melihat pengaruh
satisfaction study sangat negatif pada kepuasan kompensasi
physician terhadap kepuasan
telephone kerja dokter
survey
study
b. Sampel
mewakili
dokter
satu
negara
4 (Murray et al., Untuk menguji Model praktik a. Kualitas Dua survei a. Dokter di praktek model terbuka dan Penelitian ini fokus pada
2001) perbedaan terbuka- pelaya cross tertutup berbeda secara signifikan pengaruh perbedaan
kepuasan dokter tertutup nan, sectional dalam beberapa aspek kepuasan delivery system
Doctor terkait dengan b. potensi dari dokter, profesional mereka. terhadap kepuasan
Discontent: A model praktik untuk satu b. Pada tahun 1997, Model dokter dokter
Comparison of terbuka-tertutup mencapai dilakukan terbuka kurang puas dibanding kan
Physician tujuan pada tahun dokter model tertutup terkait
Satisfaction in profesio 1986 (studi penghasilan total, waktu luang
Different nal, hasil medis) mereka dan insentif untuk kualitas
Delivery c. waktu dan satu tinggi.
System yang yang c. Secara keseluruhan, dokter pada
Settings, 1986 dihabis dilakukan tahun 1997 kurang puas dalam
and 1997 kan pada tahun setiap aspek kehidupan profesional
dengan 1997 (studi mereka daripada 1986 dokter.
pasien, kinerja d. Perbedaan yang signifikan dalam

46
Variabel/ Dimensi Rancangan
Penulis/ Kesimpulan/ Perbedaan dengan
No Tujuan / Metode
Tahun Judul Independen Dependen Hasil Penelitian
penelitian
d. total perawatan tiga bidang: waktu yang dihabiskan
pendapa primer di dengan pasien individu, otonomi,
tan dari Massachus dan waktu luang (P≤0,05)
praktek ett)
e. tingkat
otonomi
pribadi,
f. waktu
luang
g. insentif
5 (Konrad et al., Untuk membuat a. Otonomi Kepuasan Menggunak Ada 10 aspek yang paling berpengaruh Penelitian ini memilih 15
1999) dokumen b. Hubungan kerja dokter an dan digunakan sebagai faktor-faktor variabel yang akan diuji
pengembangan dengan penelitian yang mempengaruhi kepuasan kerja : untuk melihat faktor
Measuring konseptual, rekan sebelumnya 1. Otonomi yang paling berpengaruh
Physician Job konstruksi item, (dokter), , kelompok 2. Hubungan terhadap kepuasan kerja
Satisfaction in dan penggunaan c. Hubungan fokus dengan rekan (dokter),
a Changing ahli dalam dengan dokter, 3. Hubungan dengan pasien,
Workplace and merancang pasien, analisis 4. Hubungan dengan staf,
a Challenging langkah-langkah d. Hubungan data 5. Pembayaran,
Environment multidimensi dengan sekunder 6. Sumber daya,
kepuasan kerja staf, dari data 7. Status
dokter dan e. Pembaya survei, 8. Waktu pribadi/ waktu luang
kepuasan global ran, wawancara 9. Dukungan administrasi
yang skala untuk f. Sumber dengan 10. Keterlibatan masyarakat
menilai persepsi daya, informan
pekerjaan dokter g. Status dokter, dan
di seluruh h. Waktu panel
pengaturan dan pribadi/ dokter
spesialisasi. waktu multispesiali
luang s dengan

47
Variabel/ Dimensi Rancangan
Penulis/ Kesimpulan/ Perbedaan dengan
No Tujuan / Metode
Tahun Judul Independen Dependen Hasil Penelitian
penelitian
i. Dukungan aspek
Administr pekerjaan
asi yang
j. Birokrasi berbeda
k. Pekerjaan dan
l. Hubungan mengemba
dengan ngkan
staf lain pernyataan
(perawat penelitian
dan yang
manaje mewakili
men) aspek
m. Altruisme mereka
n. Persiapan
pendidkan
o. Peranan
pengajara
n
6 (Gothe et al., a. Untuk a. Insentif a. Kepuasa Review Penelitian ini menunjukkan bahwa Penelitian ini bertujuan
2007) mengetahui keuangan n kerja literatur ketidakpuasan dokter memberi dampak melihat faktor-faktor
Job faktor-faktor dan penda terkait internasiona yang serius bagi dokter dan pasien yang berhubungan
Satisfaction yang patan serta dengan l tentang dengan kepuasan kerja
among Doctors mempenga pengaturan dokter masalah dan dampak kepuasan
ruhi kepuasan berdasar b. Kepua pekerjaan kerja terhadap
kerja dan citra kan risiko san kerja dan pelayanan yang terkait
diri profesional kerja terkait kepuasan dengan kualitas
dokter b. Bentuk dan dengan kerja antara pelayanan dan
b. Untuk jenis pelaya dokter, dan pembiayaan
mengetahui organisasi nan citra diri
dampak tempat profesional,
c. Kepuasa

48
Variabel/ Dimensi Rancangan
Penulis/ Kesimpulan/ Perbedaan dengan
No Tujuan / Metode
Tahun Judul Independen Dependen Hasil Penelitian
penelitian
kepuasan kerja dokter n kerja fokus pada
kerja terhadap c. Kontrol atas terkait studi
pelayanan keputu san dengan tentang
berkaitan klinis- pasien efek dari
dengan medis, kepuasan
kualitas dan kerjasa ma kerja pada
biaya antar dokter pelayanan
perawatan dan kesehatan
manajer
d. Tugas-
tugas
administrasi
dan
kebutuhan
untuk
dokumentas
i
e. Otonomi vs
pengala
man kontrol
eksternal
atas
tindakan
profesional
f. Pelatihan
medis,
pendidikan
lebih lanjut,
dan CME
g. Prestise
prosesional

49
Variabel/ Dimensi Rancangan
Penulis/ Kesimpulan/ Perbedaan dengan
No Tujuan / Metode
Tahun Judul Independen Dependen Hasil Penelitian
penelitian
dan sosial
dokter
h. Hubungan
dengan
pasien
i. Aspek
sosiodemog
rafi dan
psikososial
7 (Bovier and Untuk mengetahui a. Patient Kepuasan Survei a. Secara umum, dokter lebih puas Penelitian ini khusus
Perneger, faktor predictor care kerja dokter surat/email pada dimensi: patient care, melihat pengaruh 5
2003) yang b. Pekerjaan yang dikirim hubungan profesional dan variabel independen
Predictors of mempengaruhi c. Prestise ke 1.904 penghargaan pribadi (stimulasi terhadap kepuasan kerja
work kepuasan kerja pendapata dokter yang intelektual, peluang untuk dokter
satisfaction dokter n berpraktik di pendidikan kedokteran
among d. Penghar Jenewa, berkelanjutan, kenyama nan di
physicians gaan Swiss dan tempat kerja).
pribadi hanya 1184 b. Skor kepuasan terendah ditemukan
e. Hubungan (59%) yang pada pekerjaan (beban kerja, waktu
dengan menjawab/ yang tersedia untuk keluarga, teman
rekan membalas atau hiburan, stres yang berhubu
profesional ngan dengan pekerjaan, beban
administ rasi) dan pendapatan
8 (Linzer et al., Untuk menilai a. Praktik Kepuasan Menggunak Untuk menilai hubungan antara praktik Penelitian ini menilai
2000) hubungan antara HMO dokter an stratified Health Maintenace Organization, hubungan HMO, time
Managed praktik Health b. Keterbata random keterbatasan waktu dengan kepuasan pressure dan kepuasan
Care, Time Maintenace san waktu sampling dokter kerja dokter
Pressure, and Organization, Survei
Physician Job keterbatasan
Satisfaction: waktu dengan

50
Variabel/ Dimensi Rancangan
Penulis/ Kesimpulan/ Perbedaan dengan
No Tujuan / Metode
Tahun Judul Independen Dependen Hasil Penelitian
penelitian
Results from kepuasan dokter
the Physician
Worklife Study
9 Faktor Yang Untuk menganalisi faktor jasa Kepuasan Menggunak Terdapat beberapa factor yang a. Penelitian ini
Berhubungan factor yang medis, kondisi kerja dokter an mempengaruhi kepuasan kerja dokter menggunakan indicator
Dengan berhubungan kerja, spesialis kombinasi Spesialis Rumah Sakit Islam Sultan faktor jasa medis,
Kepuasan dengan factor kepemimpinan metode Agung Semarang Pasca kondisi kerja,
Kerja Dokter yang dan kuantitatif Implementasi Jaminan Kesehatan kepemimpinan dan
Spesialis mempengaruhi kesempatan dan Nasional antara lain faktor jasa medis, kesempatan promosi
Rumah Sakit Kepuasan Kerja promosi. kualitatif kondisi kerja, untuk menilai
Islam Sultan Dokte dengan kepemimpinan dan kesempatan kepuasan kerja
Agung R pendekatan promosi. b. Hanya menilai
Semarang Spesialis Rumah design kepuasan kerja dokter
Pasca Sakit Islam Sultan cross spesialis saja
Implementasi Agung Semarang sectional c. Menggunakan mixed
Jaminan P study metode
Kesehatan Asca
Nasional Implementasi
Jaminan
JURNAL Kesehatan
KESEHATAN Nasional
MASYARAKAT
(e-Journal)
Volume 4,
Nomor 1,
Januari
2016(ISSN:
2356-3346)
http://ejournal-
s1.undip.ac.id

51
52
BAB III

KERANGKA TEORI & KERANGKA KONSEP

A. KERANGKA TEORI
A. Aspek B. Atribut Tempat Kerja: C. Perubahan
Sosiodemografik: 1. Bentuk dan type organisasi dimana dokter praktik sistem
1. Usia 2. Lokasi geografis Kesehatan
2. Jenis 3. Kondisi Kerja
4. Insentif dan pendapatan
Kelamin
5. Mekanisme Pembayaran Gaji
3. Asal Lulusan
6. Control over clinic/autonomy
4. Lama 7. Karakteristik Beban Kerja
Kelulusan Beban Administrasi dan kebutuhan dokumentasi
Volume Pasien
8. Pelatihan medis
9. Kesempatan studi lanjut
10. Hubungan Kerjasama
Hubungan antara dokter dan manajer
Hubungan dengan Rekan Kerja
Hubungan dokter dan pasien
11. Waktu yang dimiliki dengan pasien
12. Waktu untuk keluarga
13. Waktu luang dengan teman
14. Penghormatan dan Penghargaan sosial

Kepuasan Kerja Tenaga medis

Perubahan Sistem Kesehatan Nasional (JKN)


Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Sistem Kerjasama Sistem Pembayaran
1. Pelayanan kesehatan diselenggarakan 1. Proses 1. Fee for service INACBGS
secara terstruktur, berjenjang, dan
Kredensialing & 2. BPJS Kesehatan wajib
terintegrasi.
Rekredensialing membayar Fasilitas Kesehatan
2. Peresepan obat berdasarkan fornas
3. Penggunaan BHP berdasarkan indikasi 2. Tuntutan atas pelayanan yang diberikan
medis akreditasi RS kepada Peserta paling lambat
4. Masa LOS berdasarkan Clinical Pathway 15 (lima belas) hari sejak
3. Komunikasi
5. Program Rujuk balik dokumen klaim diterima
Provider dan lengkap.
BPJS

Gambar 3. Kerangka Teori

Hasil rangkuman dari berbagai penelitian ataupun kepustakaan mengenai kepuasan kerja dan JKN
Sumber: (Spector. 1997), (Friedberg, et all. 2013), (Beimg, et all. 2013), (Grewboski, et all. 2005),
(Bahan Paparan JKN dalam SJSN. 2013), (Permenkes RI Nomor 71 Tahun 2013)

52
53

B. KERANGKA KONSEP

Jaminan Kesehatan
Nasional

1. Penyelenggaraan
pelayanan Kesehatan
a.Sistem Rujukan Terpadu

b.Rujukan Balik
Kerja Tenaga
c. Clinical Pathway Medis
d. Formularium Nasional

2. Sistem Kerjasama
Faskes dan BPJS

3. Sistem Pembayaran:

Keterangan :

Variabel Independen :

Variabel Dependen :

Gambar 4. Kerangka Konsep

Sumber: Bahan Paparan JKN dalam SJSN, (2013)

Permenkes RI Nomor 71 Tahun 2013


C. DEFENISI KONSEPTUAL

Tabel 2. Definisi Konsep variabel Penelitian

No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat ukur/instrument Hasil ukur


1. Kepuasan Kepuasan tenaga medis Wawancara Pedoman wawancara Gambaran
tenaga medis terhadap sistem mendalam, telaah dan dokumen/data informasi tentang
terhadap penyelenggaraan dokumen/data sekunder serta kepuasan tenaga
Penyelenggar kesehatan di Era JKN sekunder dan observasi yang medis terhadap
aan meliputi kepuasan tenaga observasi. berkaitan dengan sistem
pelayanan medis terhadap variabel. penyelenggaraan
Kesehatan di pelaksanaan sistem kesehatan di Era
era JKN rujukan yang ditetapkan, JKN
kepuasan terhadap
pelaksanaan program
rujukan balik, kepuasan
terhadap clinical pathway,
dan kepuasan tenaga
medis terhadap
pelaksanaan peresepan
obat sesuai fornas.

54
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat ukur/instrument Hasil ukur
2. Kepuasan tenaga Kepuasan tenaga medis terhadap Wawancara Pedoman wawancara Gambaran
medis terhadap sistem kerjasama RS dan BPJS mendalam dan dokumen/data informasi tentang
sistem kerjasama merupakan kepuasan yang dan telaah sekunder yang kepuasan tenaga
RS dan BPJS dirasakan oleh dokter/dokter dokumen/data berkaitan dengan medis terhadap
gigi/dokter spesialis terhadap sekunder variabel. sistem kerjasama
hubungan kerja yang terjalin antara RS dan BPJS
pihak RSUD Sinjai dengan pihak
BPJS. Hubungan kerja hendaknya
saling menguntungkan dua pihak,
hubungan kerja yang diharapkan
dapat terjalin komunikasi yang baik
antara tenaga medis/manajemen RS
dengan pihak BPJS, adanya
sosialisasi terkait peraturan BPJS
bila terdapat aturan baru atau
terdapat perubahan peraturan BPJS
yang berlaku serta dapat saling
mendukung satu sama lain sehingga
pihak-pihak yang menjalin kerjasama
dapat melaksanakan pekerjaannya
dengan baik.

55
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat ukur/instrument Hasil ukur
3. Kepuasan tenaga Kepuasan tenaga medis terhadap Wawancara Pedoman wawancara Gambaran
medis terhadap sistem pembayaran meliputi mendalam dan dokumen/data informasi tentang
dan telaah kepuasan tenaga
sistem kepuasan terhadap transparansi sekunder yang berkaitan
dokumen/data medis terhadap
pembayaran keuangan pembagian jasa medis, sekunder dengan variabel. sistem
besaran jasa medis pasien BPJS pembayaran

yang diterima serta ketepatan waktu


pembayaran jasa medis pasien
BPJS.

56
BAB IV METODE

PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus.

Sebagai sebuah studi kasus maka data yang dikumpulkan berasal dari

berbagai sumber dan hasil penelitian ini hanya berlaku pada kasus yang

diselidiki. Metode studi kasus sebagai salah satu jenis pendekatan

deskriptif, adalah penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci dan

mendalam terhadap suatu organisme (individu), lembaga atau gejala

tertentu dengan daerah atau subjek yang sempit.

Studi Kasus ialah suatu serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan

secara intensif, terinci dan mendalam tentang suatu program, peristiwa,

dan aktivitas, baik pada tingkat perorangan, sekelompok orang, lembaga,

atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan mendalam tentang

peristiwa tersebut. Biasanya, peristiwa yang dipilih yang selanjutnya

disebut kasus adalah hal yang aktual (real-life events), yang sedang

berlangsung, bukan sesuatu yang sudah lewat.

Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan

pendekatan studi kasus Untuk menjawab permasalahan dan tujuan

penelitian, karena studi kasus dapat mengeksplorasi dan mengelaborasi

kepuasan kerja tenaga medis di RSUD Sinjai pada era jaminan kesehatan

nasional secara mendalam dan komprehensif. Dengan metode ini peneliti

57
58
58

dapat mengetahui cara pandang subjek penelitian lebih mendalam yang

tidak bisa diwakili dengan angka-angka statistik. Jika objek penelitian

diubah menjadi angka-angka statistik, maka saya akan kehilangan sifat

subyektif dari perilaku manusia. Melalui metode kualitatif saya dapat

mengenal informan secara pribadi dan melihat kepuasan kerja mereka

dari perspektif mereka sendiri. Saya dapat merasakan apa yang mereka

alami dalam pergulatan dengan masyarakat sehari-hari. Saya juga dapat

mempelajari kelompok-kelompok dan pengalaman-pengalaman yang

belum pernah saya ketahui sama sekali karena penulis tidak memiliki

pengalaman dalam bekerja dirumah sakit.

Studi Kasus terbatas pada wilayah yang sempit (mikro), karena

mengkaji perilaku pada tingkat individu, kelompok, lembaga dan

organisasi. Kasusnya pun dibatasi pada pada jenis kasus tertentu, di

tempat atau lokus tertentu, dan dalam waktu tertentu. Karena wilayah

cakupannya sempit, penelitian Studi Kasus tidak dimaksudkan untuk

mengambil kesimpulan secara umum atau memperoleh generalisasi,

karena itu tidak memerlukan populasi dan sampel. Namun demikian, untuk

kepentingan tesis penelitian studi Kasus diharapkan dapat menghasilkan

temuan yang dapat berlaku di tempat lain jika ciri-ciri dan kondisinya sama

atau mirip dengan tempat di mana penelitian dilakukan, yang lazim disebut

sebagai transferabilitas.
59
59

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Sinjai

dengan pertimbangan:

a) RSUD Sinjai merupakan salah satu Rumah sakit Umum Daerah

yang telah terakreditasi Paripurna dan menjadi rujukan utama

pelayanan tingkat lanjut program JKN dari seluruh fasilitas tingkat

pertama di Kabupaten Sinjai dan daerah sekitarnya.

b) Tenaga Medis yang bekerja di RSUD Sinjai melayani pasien

secara langsung (tidak diwakili oleh peserta didik).

c) Lokasi rumah sakit yang mudah diakses oleh peneliti.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei- Juli 2017.

C. Subjek Penelitian

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena

penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi

sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi,

tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki

kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari. Situasi Sosial

dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Sinjai


60
60

Subjek dalam penelitian ini terbagai 2 yaitu informan dan

responden. Menurut Utarini, A (2000) informan adalah sumber wawancara

yang dilakukan guna mendapatkan keterangan dan data dari individu-

individu tertentu untuk keperluan informasi, sedangkan responden adalah

sumber wawancara yang dilakukan guna mendapatkan keterangan

tentang pendirian atau pandangan dari individu yang diwawancarai untuk

menambah informasi atau sebagai informasi pembanding atas informasi

yang diperoleh dari informan. Informan dalam penelitian ini adalah tenaga

medis yang terdiri dari dokter,dokter gigi,dokter umum spesialis dan dokter

gigi spesialis yang bertugas sebagai tenaga fungsional. Sedangkan

responden dalam penelitian ini terdiri dari direktur RSUD Sinjai, kabid

pelayanan dan keperawatan, Kepala subbagian keuangan RSUD Sinjai

dan petugas Sisrute.

Dalam penetapan informan kunci peneliti memilih subjek penelitian

berdasarkan prinsip kesesuaian, kecukupan dan kesediaan dengan

memilih informan yang dianggap representatif dan memahami dengan

baik substansi persoalan yang sedang diteliti dalam penelitian ini sehingga

mampu memberikan informasi sebanyak mungkin.

D. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data primer dan data sekunder.


61
61

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diambil secara langsung oleh peneliti

dari sumbernya yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data

dengan cara wawancara dan observasi menggunakan pedoman

pengambilan data yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai

implementasi JKN di Rumah Sakit dan kepuasan kerja tenaga medis

terhadap Implementasi JKN.

Untuk memenuhi kode etik penetitian dalam wawancara ini yang

paling penting antara lain menyiapkan informed concern penelitian

dan menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian serta data pribadi

informan bersifat rahasia sehingga data pribadi informan hanya

menggunakan simbol saja sebagai pembeda.

Adapun langkah-langkah kegiatan yang dilaksanakan pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Membuat pedoman wawancara & observasi dengan topik sesuai

dengan penelitian.

b. Mempersiapkan alat seperti: voice recorder/handycam, alat tulis

dan pedoman wawancara.

c. Membuat agenda terjadwal dengan informan mengenai kapan,

dimana wawancara dapat dilakukan

d. Melakukan telaah dokumen

e. Melakukan wawancara mendalam dengan informan dan responden

sesuai jadwal yang telah disepakati.


62
62

f. Melakukan observasi lapangan terkait implementasi JKN di Rumah

Sakit yang dapat berdampak pada kepuasan kerja tenaga medis di

RSUD Sinjai.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bagian public

relation, bagian kepegawaian serta bidang rekam medis RSUD Sinjai

serta sumber lain berupa literatur yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian. Data sekunder yang diperoleh dari RSUD

Sinjai adalah data jumlah kunjungan pasien rawat jalan, data jumlah

pegawai RSUD Sinjai, kepuasan pasien, data kepuasan kerja

Pegawai RSUD Sinjai, serta data lain yang berkaitan dengan

penelitian.

E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik

sebagai berikut :

1 Teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi,

wawancara mendalam dan telaah dokumen.

2 Kepustakaan, yaitu dengan mencari data dari laporan dan

dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian ini.


63
63

F. INSTRUMEN PENELITIAN

Pada penelitian ini, instrumen utama penelitian adalah peneliti itu

sendiri. Namun, penelitian ini juga menggunakan instrumen tambahan

untuk memudahkan peneliti dalam melakukan wawancara. Adapun

instrumen yang digunakan (lampiran 2. Pedoman pengambilan data) yaitu

berupa pedoman wawancara mendalam, lembar observasi, alat tulis, dan

alat dokumentasi (perekam suara dan kamera) yang digunakan untuk

mendapatkan data yang diinginkan.

Pedoman wawancara mendalam terdiri dari pertanyaan-pertanyaan

mengenai kepuasan tenaga medis pada era JKN di RSUD Sinjai yang

digunakan untuk mewawancarai informan, lembar observasi digunakan

sebagai panduan dalam mengobservasi sesuai dengan variable penelitian

ini.

G. PENGUJIAN KEABSAHAN DATA

Dalam penelitian kualitatif jumlah informan lebih sedikit daripada

penelitian kuantitaif, oleh karena itu agar validitas data tetap terjaga perlu

dilakukan beberapa strategi.Uji validitas yang digunakan dalam penelitian

kualitatif disebut triangulasi. Triangulasi adalah aplikasi studi

menggunakan multimetode untuk menelaah fenomena yang sama

(Denzin, 1989).
64
64

Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini, adalah :

1. Triangulasi metodelogis

Triangulasi metodelogis adalah menggunakan dua tau lebih

metode atau prosedur studi, termaksud didalamnya perbedaan

desain, intrumen, dan prosedur pengumpulan data(Denzin, 1989).

Triangulasi metodologis dilakukan dengan cara membandingkan

(cross check) antara informasi dari hasil wawancara mendalam dan

informasi yang diperoleh dengan observasi dan telaah dokumen.

2. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber yaitu ketika dua atau lebih sumber

peneliti dengan beragam latar belakang mengekplorasi fenomena

yang sama (Denzin, 1989). Triangulasi investigator dilakukan

dengan cara menanyakan pertanyaan yang sama kepada beberapa

informan yang berbeda.

H. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum

memasuki lapangan, selama dilapangan, dan setelah selesai dilapangan.

Anlisis data sebelum peneliti memasuki lapangan dilakukan terhadap data

hasil studi pendahuluan atau data sekunder yang digunakan untuk

menentukan fokus penelitian.

Analisis data saat pengumpulan data berlangsung dilakukan pada

saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban


65
65

yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis

terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan

lagi, sampai tahap tertentu hingga diperoleh data yang dianggap kredibel.

Dalam penelitian kualitatif, kita juga mengenal model analisis data

interaktif menurut Miles dan Hubermen.Analisis data penelitian kualitatif

menurut Miles dan Hubermen meliputi tiga tahap, yaitu : (a). Tahap

reduksi data (b). Tahap penyajian data (c). Tahap penarikan kesimpulan

dan verifikasi data.

Data yang diperoleh dilapangan akan segera dianalisis melalui

reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang

pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran

yang lebih jelas dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data

selanjutnya dan mencari bila diperlukan.

Setelah data direduksi, selanjutnya adalah Mendisplaykan

(menyajikan) data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa

dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,

flowchart dan sejenisnya. Penyajian data diarahkan agar data hasil

reduksi terorganisaikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga makin

mudah dipahami. Penyajian data dalam penelitian ini dalam bentuk uraian

naratif serta dalam bentuk bagan sehingga informasi yang didapat

disimpulkan dan memiliki makna tertentu untuk menjawab masalah

penelitian.
66
66

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and

Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verivikasi. Kesimpulan awal

yang disampaikan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak

ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan

data berikutnya. Tapi bila telah didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten saat penelitian maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan

kesimpulan yang kredibel.

Penarikan kesimpulan atau verifikasi pada penelitian ini mencari

atau memahami makna/arti penjelasan dari informan. Pengambilan

kesimpulan berdasarkan susunan narasi yang telah disusun pada tahap

ketiga, sehingga dapat memberi jawaban atas masalah penelitian. Dari

keempat tahap analisis data diatas setiap bagian-bagian yang ada di

dalamnya berkaitan satu sama lainnya, sehingga saling berhubungan

antara tahap yang satu dengan tahap yang lainnya. Penarikan kesimpulan

merupakan tahap akhir dari kegiatan analisis data. Penarikan kesimpulan

ini merupakan tahap akhir dari pengolahan data.


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2017. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh melalui observasi menggunakan lembar observasi

dan wawancara mendalam (Indepth Interview) dengan menggunakan

pedoman wawancara dan alat bantu mencatat, serta menggunakan alat

perekam untuk menyimpan data selama wawancara berlangsung.

Kemudian hasil dari rekaman tersebut diterjemahkan kedalam bentuk

transkrip wawancara, yang Kemudian dari hasil transkrip tersebut

dimasukan kedalam tabel matriks. Sedangkan pengambilan data

sekunder dilakukan dengan mengumpulkan berbagai dokumen kebijakan

dan, dokumen-dokumen lain yang terkait dengan penelitian, dan

selanjutnya dianalisis untuk menunjang hasil temuan pada data primer.

A. Gambaran Umum Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum Daerah Sinjai merupakan salah satu fasilitas

pelayanan kesehatan rujukan bagi masyarakat Kabupaten Sinjai dan

sekitarnya, bertempat Jl.Jend.Sudirman No.47 Kecamatan Sinjai Utara

Kabupaten Sinjai Propinsi Sulawesi Selatan dengan Kodepos 92611.

Penelitian ini lebih berfokus pada Poliklinik Rawat Jalan, Instalasi gawat

darurat, Bagian Rekam Medis, instalasi Farmasi & Gudang Obat, serta

bagian Manajemen RSUD Sinjai.

67
68
68

Dari hasil penilaian KARS dalam survey real akreditasi rumah sakit di

RSUD Sinjai yang dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 2017 RSUD Sinjai

akhirnya meraih akreditasi nasional dengan hasil kelulusan Paripurna

yang sebelumnya hanya lulus tingkat dasar.

RSUD Sinjai memiliki jenis pelayanan spesialis, meliputi : Pelayanan

Spesialis Bedah Umum, pelayanan spesialis Penyakit Dalam, pelayanan

spesialis Kebidanan dan Kandungan, pelayanan spesialis Saraf,

pelayanan spesialis THT , pelayanan spesialis Anak, pelayanan spesialis

Kulit dan Kelamin, pelayanan spesialis Mata,dan pelayanan spesialis Gizi

Klinik, Disamping pelayanan spesialis tersebut, RSUD SInjai juga

memberikan pelayanan rawat jalan dan rawat inap, serta dilengkapi

dengan pelayanan penunjang medis seperti pelayanan apotek,

laboratorium, Unit Transfusi Darah, Radiologi, Intensive Care Unit, Ruang

Operasi, dan layanan Ambulance.

Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Yan Med 02.04.35.2301 tahun

1997 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Dokter dan Rumah Sakit,

dokter dan rumah sakit diwajibkan mengadakan perjanjian tertulis; dan ini

berbeda-beda tergantung sifat hubungan kerjanya dengan rumah sakit.

berdasarkan hubungan kemitraan dokter dan rumah sakit, tipe dokter

dapat dibedakan ke dalam dokter tetap, dokter honorer / kontrak, dokter

tetap bukan pegawai (jadwal praktek sesuai dengan kesepakatan tidak

digaji rumah sakit), dokter paruh waktu (hanya berpraktek dengan jadwal
69
69

tertentu di rumah sakit), serta dokter tamu (hanya merawat pasien tanpa

punya jadwal praktek).

RSUD Sinjai memiliki 24 tenaga medis yang terdiri dari: 3 orang

Spesialis penyakit dalam, 2 orang spesiali bedah umum, 2 orang spesialis

kandungan dan kebidanan, 1 orang spesialis THT, 1 orang spesialis saraf,

1 orang spesialis anak, 1 orang spesialis kulit dan kelamin, 1 orang

spesialis gizi klinik, 1 orang spesialis radiologi, 1 orang spesialis mata, 1

orang spesialis anastesi, 3 orang dokter gigi, dan 6 orang dokter umum.

Berdasarkan hubungan kemitraan tenaga medis dengan RSUD Sinjai

terdapat 20 orang dokter tetap (PNS), 1 orang dokter paruh waktu, 2

orang mengikuti wajib kerja spesialis, dan 1 orang dokter kontrak.

B. Karakteristik Informan

Informan yang terpilih pada kegiatan wawancara mendalam

sebanyak 15 (lima belas) orang yang dianggap representatif dan

memahami dengan baik substansi persoalan yang sedang diteliti. Adapun

informan yang berhasil ditemui adalah direktur RSUD Sinjai, Kepala

Pelayanan Medik RSUD Sinjai, Kepala Bagian Keuangan RSUD Sinjai,

kepala bagian farmasi dan tenaga medis yang melayani pasien BPJS.

Rentang lama kerja informan yaitu mulai dari 1 tahun – 16 tahun.

Adapun jenis kelamin informan terdiri dari sembilan orang perempuan dan

enam orang laki-laki. Sedangkan umur informan 20 - 30 tahun berjumlah

satu orang, 31- 40 tahun berjumlah tujuh orang, dan diatas 41 tahun
70
70

berjumlah enam orang. Pendidikan terakhir informan dimulai dari S1

profesi sampai Spesialialis/S2.

Adapun latar belakang informan terpilih cukup bervariasi dan

memang sengaja dipilih karena pertimbangan kesesuaian jabatan maupun

keahliannya, Selain itu pemilihan informan juga mempertimbangkan

kepentingan triangulasi data untuk menjamin validitas dan realibilitas hasil

penelitian.Informan yang cukup banyak setidaknya dapat melengkapi data

dan informasi yang kemungkinan tidak diperoleh dari satu informan saja

dan memudahkan dalam konfirmasi. Karakteristik Informan dapat dilihat

pada tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3. Karakteristik Informan Wawancara


Lama
Kode Jenis
No Usia Pendidikan Jabatan Kerja
Informan Kelamin
(Tahun)
Direktur RSUD
Profesi dokter
1 AA L 54 Thn Sinjai & DPJP 16
Spesialis
Interna
Profesi dokter
2 YA P 38 Thn Spesialis DPJP Obgyn 15
Kedokteran
Profesi dokter
3 ITJ L 49 Thn DPJP Bedah 7
Spesialis
Profesi dokter DPJP Gizi
4 RAS L 40 Thn 3
Spesialis Klinik
profesi dokter DPJP Gigi &
5 TA L 48 Thn 8
gigi Mulut
Profesi dokter DPJP Kulit
6 AFA P 37 Thn 1
Spesialis Kelamin
DPJP saraf,
Profesi dokter
7 HK P 45 Thn ketua Komite 6
Spesialis
Medik RS
71
71

Lama
Kode Jenis
No Usia Pendidikan Jabatan Kerja
Informan Kelamin
(Tahun)
Profesi dokter
8 ML L 35 Thn DPJP Anastesi 1
Spesialis
Profesi dokter DPJP
9 MI L 40 Thn 2
Spesialis Radiologi
DPJP Poli
Umum &
profesi dokter, Pemeriksa
10 NW P 40 Thn 7
S2 Klaim Pasien
BPJS RSUD
Sinjai
11 AR P 31 Thn profesi dokter Dokter UGD 6
Profesi dokter
12 IS P 44 Thn DPJP THT 6
Spesialis
Ka.Bid
profesi dokter
12 AFY P 32 Thn Pelayanan 3
gigi
Medik
Ka. Bid
13 AM P 47 thn Strata 1 15
Keuangan
Ka.Instalasi
14 AY P 36 Thn Strata 1 13
Farmasi
Petugas
15 HS P 27 Thn Strata 1 5
Sisrute

C. Hasil Penelitian

Perubahan sistem penyelenggaraan pelayanan Kesehatan pada era

JKN di RSUD Sinjai antara lain sistem rujukan menggunakan Sistem

Rujukan Terpadu (Sisrute), Pelayanan Rujuk Balik, Penyelenggaraan

pelayanan berdasarkan Clinical pathway, peresepan obat sesuai

formularium rumah sakit yang disesuaikan dengan formularium nasional.


72
72

1. Kepuasan Tenaga Medis terhadap Sistem Rujukan Terpadu pada

Era JKN di RSUD Sinjai

Pasien yang dirujuk ke RS Sinjai masih bisa ditangani di FKTP

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa

pasien yang dirujuk ke RSUD Sinjai sebenarnya masih dapat ditangani di

FKTP namun karena keterbatasan/ ketidaksediaan fasilitas, obat maupun

bahan medis sehingga pasien harus dirujuk ke Rumah sakit. Walaupun

tenaga medis di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) telah cukup

memadai namun karena keterbatasan tersebut pasien harus di rujuk ke

RSUD Sinjai. Berikut petikan wawancara terkait hal ini:

„‟... Tidak dipungkiri kadang teman sejawat dari PPK I


mengirim pasien karena permasalahan obat, misalnya
kasus hiperemis gravidarum tingkat 2 pasien dirujuk ke RS
karena di puskesmas hanya mendapat vit b6, sementara
pasien ini muntahnya tidak mau berhenti..”
(YA, 38 Tahun)
„‟..tenaga dokter gigi di puskesmas untuk wilayah kabupaten
sinjai telah terpenuhi, dan teman-teman telah hadir di
puskesmas namun karena ketidaktersediaan alat ataupun
bahan sehingga tekadang kasus-kasus yang sebenarnya
bisa diselesaikan di puskesmas harus dirujuk ke rumah
sakit..‟‟

(TA, 48 Tahun)
“.. Dari segi spesialistik, sudah betul dirujuk ke rumah sakit,
tapi kadang-kadang justru tidak dirujuk sampai usus
buntunya sudah perforasi baru dirujuk ke rumah sakit, dan
terkadang ganti perban atau buka jahitan masih dirujuk ke
rumah sakit mungkin karena alat-alat atau bahan habis pakai
tidak tersedia di puskesmas..”
(ITJ, 49 Tahun)
73
73

Hasil wawancara diatas dibuktikan dengan hasil telaah dokumen

yang ditemukan pada beberapa rekan dokter dari FKTP merujuk karena

ketidaktersediaan alat atau beberapa alat di FKTP mengalami kerusakan.

Begitu pula dengan bahan yang dibutuhkan kadang tidak tersedia di

FKTP. Berikut ini contoh Salah satu surat rujukan yang diberikan dokter

kepada pasien untuk melanjutkan pengobatannya ke RSUD Sinjai karena

terkendala obat dan bahan medis (Gambar 5).

Gambar 5. Surat rujukan dari FKTP dengan diagnose yang masih bias
ditangani di FKTP di rujuk ke RS karena kendala alat dan
bahan medis
74
74

Permasalahan lain yang ditemukan adalah pasien dengan diagnosa

masih masuk ke dalam 155 penyakit yang bisa ditangani di FKTP harus

dirujuk ke Rumah sakit karena obat yang tersedia di puskesmas tidak

adekuat untuk penyakit pasien sehingga pasien tidak respon terhadap

terapi yang diberikan. Berikut lembaran surat rujukan ke RSUD Sinjai

karena obat yang diberikan tidak mampu memengobati penyakit pasien

(Gambar 6).

Gambar 6. Surat rujukan pasien karena permasalahan obat di FKTP


75
75

Penyelenggaraan sistem rujukan dianggap belum sesuai dengan

regulasi yang telah ditetapkan oleh BPJS, Belum optimalnya sistem

rujukan ini dapat dilihat pada rujukan yang tidak sesuai dengan indikasi

rujukan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.5 tahun 2014

tentang Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer,

Seharusnya diagnosa penyakit yang dirujuk haruslah penyakit-penyakit

yang tidak dapat ditangani di FKTP dimana kasus tersebut harus ditangani

oleh speasialistik.

Berikut surat rujukan dari FKTP yang termasuk dalam 155 diagnosa

penyakit yang dapat ditangani di FKTP

Gambar 7. Surat rujukan pasien yang memiliki penyakit termasuk


dalam 155 penyakit yang dapat ditangani Puskesmas

Hal ini didukung oleh hasil temuan dokumen kedua yaitu terdapat

kurang lebih 263 kasus non spesifik pada tahun 2016 yang sebenarnya

masih bisa ditangani di FKTP namun di rujuk Ke rumah sakit. Kasus non
76
76

spesifiknya antara lain dermatitis, scabies, acne vulgaris, tension type

headache, urinary tractus infection, Asthma, sinusitis akut yang

disebabkan oleh streptoccoocus, miliaria, migraine, essential

hypertension, impetigo,dan sebagainya. Berikut dokumen yang

menunjukan daftar penyakit non spesifik yang sebenarnya masih bisa

ditangani di FKTP

Gambar 8. Data Kasus Non spesifik

Salah satu penyebab masih tingginya kasus nos spesifik ditangani di

Rumah sakit adalah karena tenaga medis di FKTP dianggap belum

mampu menegakkan diagnosis secara spesifik karena ketidaktersediaan

peralaan kesehatan di FKTP yang dibutuhkan untuk menegakkan

diagnosa seperti alat USG serta keterbatasan kompetensi yang dimiliki

oleh tenaga medis pada FKTP untuk mengoperasikan peralatan yang

tersedia.
77
77

“...misal keluhannya anggaplah nyeri bagian bawah, lewat


usgpi baru bisa ditegakkan misalnya kista ovarium, kalau
menurut saya bukan sepenuhnya atas ini sih tapi memang,
mereka tidak bisa menegakkan diagnosis spesifik kalau
saya”
(AFY, 32 Tahun)

Hasil wawancara diatas dibuktikan dengan hasil telaah dokumen

yang ditemukan bahwa pasien partus incomplit yang mana diagnose

tersebut masih masuk dalam daftar 155 penyakit yang masih bisa

ditangani di puskesmas tetapi harus dirujuk ke rumah sakit karena di

puskesmas tidak tersedia alat USG. Berikut surat rujukan dari FKTP.

Gambar 9 Lembar rujukan dari FKTP karena keterbatasan alat di FKTP


78
78

Belum puas dengan Sistem rujukan terpadu (Sisrute)

Sistem Rujukan Terpadu (Sisrute) diakui informan cukup membantu

dalam merujuk pasien. Aplikasi ini membantu tenaga medis untuk

mengetahui rumah sakit mana dan rumah sakit yang akan menerima

sudah tahu keadaan pasien yang akan dikirim, dan juga memberikan

kejelasan rujukan pasien sehingga resiko terlantar dapat diminimalisir.

Hanya saja dalam pengaplikasiaanya Sisrute masih menghadapi

beberapa masalah seperti tidak tersedianya petugas khusus yang

menangani Sisrute, waktu konfirmasi dari rumah sakit rujukan masih lama,

gangguan jaringan internet, data pada Sisrute tidak diperbaharui.

“...jaringan wifi di rumah sakit sinjai ataupun di rumah sakit


tempat merujuk yang kadang terganggu, selain itu tidak
semua rumah sakit memiliki tenaga khusus yang standby
mengoperasikan sisrute sehingga komunikasi antar rumah
sakit kadang menjadi terlambat..‟‟
(NW, 40 Tahun)

“Kadang data Sisrute tidak update, terkadang di data sisrute


ketersediaan di rumah sakit A msh ada, setelah dihubungi
via telepon ternyata kosong, ataupun sebaliknya, jadi dalam
hal merujuk kami lebih sering menelpon.‟‟
(AFY, 32 Tahun)

Selain wawancara, penelitian ini juga memakai metode observasi .

Berdasarkan hasil observasi, pada saat pasien akan dirujuk, maka

pegawai menginput data identitas pasien, alasan pasien dirujuk, kondisi

pasien saat ini, perawatan yang telah dilakukan, hasil pemeriksaan yang

telah dilakukan, kemudian memilih rumah sakit tujuan ke dalam Sistem

Informasi Rujukan Terintegrasi. Kemudian petugas menunggu konfirmasi


79
79

dari rumah sakit tempat merujuk, ketika tidak ada jawaban selama 10

menit melalui sisrute, maka petugas menghubungi rumah sakit tujuan

melalui telepon.

Pada saat petugas melihat info terbaru data rujukan pada Sistem

Informasi rujukan terintegrasi, terlihat masih tersedia ruangan sesuai

dengan kebutuhan pasien, namun setelah beberapa menit petugas tidak

mendapatkan konfirmasi dari rumah sakit rujukan, petugas menghubungi

rumah sakit tersebut melalui telepon, dan saat dikonfirmasi lewat telepon

pihak rumah sakit menyatakan ruangan tersebut tidak tersedia

sebagaimana yang tertulis dalam data Sisrute ini. Berikut dokumentasi

observasi :

Gambar 10. Tampilan Sisrute, data rumah sakit tidak diperbaharui


80
80

Sistem rujukan bertele-tele untuk pasien UGD emergency

Berdasarkan hasil wawancara ditemukan bahwa untuk pasien UGD

yang emergency menghadapi administrasi yang rumit. Sebelumnya

perjanjian rumah sakit dengan BPJS pasien emergency dapat langsung

dibawa ke rumah sakit manapun, tapi sekarang pihak rumah sakit harus

menginput data pasien pada Sisrute ataupun menelpon rumah sakit

rujukan mana yang bersedia menerima pasien.

“Dulu perjanjian dengan BPJS, kalau pasien emergency dari


UGD langsung dapat dibawa ke manapun seperti ke
RS.Wahidin langsung boleh. Tapi sekarang tidak mau, harus
telepon dulu ke Makassar, kalau semua rumah sakit bilang
tidak ada tempat,mau bikin apa, matimi pasien, kasian”
(ITJ, 49 Tahun)
“Beberapa rumah sakit yang bertele-tele mengenai
administrasi”
(RAS, 40 Tahun)

Tidak ada kamar di rumah sakit rujukan

Masalah yang sering dihadapai pada pelayanan sistem rujukan

ketika RSUD Sinjai merujuk pasien ke fasilitas kesehatan selanjutnya

adalah tidak ada kamar untuk pasien rujukan.Hal ini menjadi kendala

karena pasien yang dirujuk membutuhkan pelayanan segera sehingga

tidak jarang tenaga medis di RSUD Sinjai mendapat komplain dari

keluarga pasien.

“..biasakan jadi masalah inikan pasiennya mau dirujuk untuk


pelayanan segera , jadi biasa juga ada komplain dari
keluarga pasien , kenapa tidak dirujuk rujuk”
(TA, 48 Tahun)
81
81

“kendalanya cuman satu ruangan tidak ada dirumah sakit .


kadang kadang mungkin yang dikeluhkan adalah bahwa
ambulans harus dibayar duluan , nah itu biasa orang yang
tidak bener bener uangnya itukan lumayan 1 jutaan ,kadang
kadang mereka mengeluh yang itu, kadang kadang mereka
pasien mengeluh kenapa tidak disini saja dokter”

(YA, 38 Tahun)

“..kamar rumah sakit dituju sudah full, jadi lama untuk


mencari rumah sakit..”
(HK, 45 Tahun)

Permasalahan terkait masalah rujukan yaitu rumah sakit yang akan

dituju umumnya tidak tersedia tempat tidur, hal ini didukung hasil

observasi konfirmasi rumah sakit yang akan dirujuk pada Sisrute

menyatakan bahwa tidak dapat menerima pasien karena

ketidaktersediaan kamar.

Gambar 11. Tampilan sisrute, menunjukkan kamar RS dituju Full


82
82

Berdasarkan hasil wawancara mendalam bersama informan terkait

kepuasaan terhadap sitem rujukan, maka disusun skema sebagai berikut:

AA Data kurang update RAS


karena jaringan
terganngu

TA
YA
Ambulans harus
dibayar sebelum
pasien dirujuk
AFA
ITJ

Alat dan bahan di


FKTP terbatas
HK

IS
Prosedur rujukan
bertele-tele AFA

AFY

Kamar rs tempat NW
rujukan sering full
HS

Gambar 12. Skema Hasil wawancara mengenai kepuasaan terhadap


sitem rujukan
83
83

Berdasarkan hasil skema diatas dapat diketahui bahwa sebanyak

dua informan mengatakan bahwa kurang puas dengan terhadap sistem

rujukan pasien pada era JKN karena data pada Sisrute yang di sajikan

sering kali tidak diperbaharui. Dua informan mengatakan tidak puas

karena ambulans yang digunakan harus dibayar terlebih dahulu yang

memberatkan pasien untuk dirujuk. Lima informan mengatakan bahwa

pasien harus dirujuk karena fasilitas dan obat di puskesmas terbatas

sehingga pasien harus di rujuk walaupun sebenarnya penyakitnya masih

bisa di tangani di puskesmas. Tiga informan mengatakan bahwa prosedur

rujukan sangat rumit karena harus menelfon terlebih dahulu ke rumah

sakit rujukan baru pasien bisa di rujukan dan masih ada beberapa

administarasi yang perlu di siapkan sebelum pasien di rujuk. Enam

informan mengatakan bahwa seringkali kamar pada rumah sakit tujuan

merujuk tidak terseida sehingga pasien lambat dirujuk untuk

mendapatkan penanganan selanjutnya.

Secara keseluruhan peneliti menyimpulkan bahwa tenaga medis

kurang puas terhadap sistem rujukan terpadu pada era JKN di RSUD

Sinjai karena pelaksanaan rujukan secara vertikal masih terkendala,

komunikasi antar fasilitas kesehatan sebelum merujuk pasien yang

menjadi prosedur standar yang harus dijalankan sebelum melakukan

rujukan belum berjalan sebagaimana yang diharapkan.


84
84

2. Kepuasan Tenaga Medis terhadap Pelayanan Rujuk Balik pada

Era JKN di RSUD Sinjai

Sistem rujuk balik membantu komunikasi antar tenaga medis

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan adanya sistem rujuk

balik tenaga medis merasa cukup terbantu, dokter yang merujuk dapat

mengetahui pasien telah dirawat apa ditempat pasien dirujuk dan

bagaimana pengobatan selanjutnya yang harus dilakukan di faskes

tempat merujuk, sehingga pengobatan terhadap pasien dapat berlanjut.

Komunikasi antara dokter dengan fasilitas tingkat 1, 2 atau sebaliknya

dapat berjalan dengan baik.

“karena rujukan itu merupakan komunikasi antara dokter


dengan fasilitas tingkat 1, 2 atau sebaliknya ,menurut saya
ini memang sangat penting dilakukan rujukan dengan baik ,
eeee antara dokter dengan eee dokter yang merujuk itu ada
komunikasi melalui sistem rujukan”
(AA, 54 Tahun)

“Puas. Program Rujuk Balik bagus, karena dokter di


puskesmas tahu obat apa yang diberikan, sampai berapa
lama obat diberikan, tindakan apa yang perlu atau tidak
perlu dilakukan.”
(ITJ, 49 Tahun)

Kurangnya Rujukan Balik dari rumah sakit lanjutan ke RSUD Sinjai

Tak jarang dilakukan rujukan ke rumah sakit lanjutan untuk pasien

dengan kondisi penyakit kronis namum pelayanan rujuk balik menurut

informan penelitian belum terlaksana dengan maksimal. Kurangnya

balasan rujukan dari dari rumah sakit lanjutan terhadap pasien yang telah

dirujuk menyebabkan komunikasi dengan antara dokter terputus, untuk


85
85

mengetahui pengobatan yang telah diterima oleh pasien terkadang

dtenaga medis di RSUD Sinjai menghubungi tenaga medis yang telah

merawat pasien melalui telepon. Berikut petikan wawancara terkait hal

tersebut :

“Sering merujuk ke rumah sakit di Makassar tapi tidak


pernah dirujuk balik ke RSUD sinjai”
(AFA, 37 Tahun)

„‟..Rujukan Balik dari RS Makassar ke RS Sinjai, hampir


sama masalahnya dari rumah sakit sinjai ke puskesmas,
karena kadang ada rujukan balik , kadang juga tidak ,
walaupun kita sudah sudah antisipasi kepasien tolong
minta rujukan balik dari dokter karena itu menjadi dasar
untuk penanganan selanjutnya, namun belum maksimal,
karena itu juga membutuhkan kepatuhan dokter yang
dimakassar untuk membalas rujukan/memberi rujukan
balik pasien..‟‟
(AA, 54 Tahun)

„‟.. masih kurangnya rujuk balik dari Rumah sakit rujukan ke


RS Sinjai,kadang pasien tidak bawa pulang rujuk baliknya.
jadi yah biasa kalau ada yang saya rujuk, kan yang di
makassar rata rata teman ji juga jadi yah saya langsung
telepon saja ke mereka.‟‟
(IS, 44 Tahun)

Ketidakpatuhan dokter untuk memberi dan mengisi lengkap lembaran

rujuk balik

Pelayanan rujuk balik menurut informan penelitian belum terlaksana

dengan maksimal.Informan mengaku menghadapi kendala di lapangan

yang membuat sistem rujuk balik tidak dilaksanakan. Ketidakpatuhan

dokter untuk mengisi lembaran rujuk balik pasien seperti tidak menuliskan

resume medis pasien yang telah ditindaki di Rumah sakit lanjutan,


86
86

sehingga pengobatan rujuk balik ke Faskes yang sebelumnya menjadi

kurang maksimal.

„‟..Ada rujukan balik, rujukan balik itu sebenarnya saya


yang salah karena saya tidak punya waktu kadang kadang
menulis rujukan balik dengan baik , ada formatnya mereka
kirim saya sebenarnya mau cuman kadang masih ada
kerjaan yang lain lagi, jadi yah tidak sempat, atau
biasanya saya cuman tulis diagnosis nanti bidannya yang
tulis selngkapnya , karena waktunya sempit,..‟‟
(YA, 38 Tahun)

Surat rujukan balik tidak seragam dari FKTP / tidak tersedia surat rujukan

balik

Menurut pengakuan informan salah satu faktor yang menyebabkan

ketidak patuhan dalam melakukan rujukan balik karena beberapa surat

rujukan dari FKTP ke RSUD Sinjai memiliki format lembaran rujukan balik

yang tidak sama atau bahkan tidak disertai dengan lembar rujukan balik.

Pasien tidak memberi lembar rujukan yang diberikan dari faskes yang

merujuk. Ketidaktersediaan surat rujuk balik membuat dokter tidak punya

waktu untuk membuat/ menulis form rujukan balik dengan baik.

“,,adasih puskesmas yang adami formatnya tapi ada juga


yang tidak ada jadi saya harus menulis lagi panjang sekali,
maksudku formatnya ini harusnya diseragamkan”
(HK, 45 Tahun)

„‟.. Baru formatnya itu tempat tulisannya kecil kecil, banyak


mau saya tulis tapi karena begitu jadi yah saya jadi
tambah malas. Ya barangkali itu formatnya harus
seragam..‟‟

(YA, 38 Tahun)
87
87

Tidak Tersedia Obat Pada FKTP

Beberapa pasien yang telah menerima pengobatan dan seharusnya

bisa lanjut pengobatan di FKTP harus kembali dirawat lagi ke rumah sakit

Ketidaktersediaan obat pada FKTP lagi-lagi menjadi salah satu penyebab

tidak berjalannya Sistem rujukan balik ini.. Berikut penggalan wawancara

terkait permasalahan ini :

„‟.. rujukan balik saya tidak Puas karena pasien sudah


dirujuk balik ke puskesmas, bisa mi lanjut pengobatan di
puskesmas tp ternyata di puskesmas tidak ada obat.‟‟
(YA, 38 Tahun)

„‟...Biasanya juga itu pasien dirujuk balik ke puskesmas, tp


ternyata di puskesmas tidak ada obat, jadi yah kembali
lagi deh dirawat di RS..‟‟
(AFA, 37 Tahun)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam bersama informan maka

disusun skema sebagai berikut :


Kepatuhan dokter memberi
AA rujukan balik ke pasien masih RAS
kurang

YA
Terbatasnya persediaan
obat di puskesmas TA

ITJ

Alat komunikasi dokter antar AFA


IS faskes sehingga memudahkan
penanganan pasien

AFY HK

Format rujukan balik harusnya


seragam

Gambar 13. Skema Hasil wawancara mengenai pelayanan rujukan balik


88
88

Tiga informan mengatakan bahwa dokter kurang patuh dalam

membalas rujukan atau memberi rujukan balik ke pasien. Tiga informan

mengatakan bahwa terbatasnya persediaan obat yang akan digunakan

saat pasien sudah melakukan kontrol di puskesmas. Empat informan

mengatakan bahwa rujukan balik digunakan sebagai alat komunikasi

dokter faskes tingkat 1 dan 2 sehingga rujukan balik dianggap sangat

penting. Tiga informan mengatakan bahwa format yang digunakan pada

rujuk balik harusnya diseragamkan sehingga pengisiannya juga lebih

mudah.

Dari penelitian ini informan cukup puas terhadap sistem rujukan

balik, karena sistem rujuk balik sangat baik karena dengan sistem rujukan

balik ini ada hubungan komunikasi antara fasyankes tingkat pertama dan

fasyankes tingkat dua. Fasyankes tingkat pertama sudah menerima

informasi tentang rencana rujukan balik pasien dari fasyankes terujuk,

hanya saja perangkat komunikasi yang tersedia belum memadai serta

kepatuhan tenaga medis dalam membalas rujukan atau memberi rujukan

balik ke pasien masih kurang.

3. Kepuasan Tenaga Medis terhadap Penerapan Clinical Pathway pada

Era JKN di RSUD Sinjai

Kebijakan yang dibuat terkait pelayanan pasien tidak dibedakan

antara pelayanan pasien BPJS ataupun pasien umum, jadi petugas

melayani pasien tanpa membedakan status pasien, baik pasien adalah

pasien umum ataupun pasien BPJS.Penetapan kebjakan di RSUD Sinjai


89
89

disusun setelah dilakukan musyawarah mufakat oleh pihak-pihak terkait

sehingga kebijakan yang ditetapkan adalah kebijakan yang telah disetujui

bersama.

Clinical pathway tidak membatasi autonomi dalam memberi pelayanan.

Dalam penyusunan clinical pathway di RSUD Sinjai menurut

informan telah komite medik telah melibatkan semua profesi pemberi

Asuhan pelayanan, baik dokter, perawat/bidan, dan bagian farmasi.

„‟..Tidak ada yang diberatkan dalam penerapan CP karena


sudah melibatkan semua tenaga kesehatan, tidak hanya
dokter.‟‟
(RAS, 40 Tahun)

Clinical pathway yang ada belum mencakup penanganan untuk tiap

diagnosis penyakit

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan bahwa masih

banyak clinical pathway, yang harus dibuat. Sejak proses akreditasi

pertama pimpinan menentukan 5 area prioritas yang harus dibuatkan

clinical pathway, dalam setahun, maka setiap tahun rumah sakit harus

membuat 5 macam dokumen berupa pedoman klinis, clinical pathway dan

atau protocol klinis. ada tidak sesuai dengan penanganan diagonosis

penyakit. Beberapa penyakit dengan komplikasi tidak tergambarkan dalam

clinical pathway, sehingga dokter tidak dapat memenuhi penanganan

sesuai aturan yang ada pada clinical pathway.

„‟.. Eee begini kita kan belum membuat semua CP, saya
yakin tidak adapi rumah sakit yang 100 persen Clinical
pathwaynya kan banyak sekali toh CP yang harus dibuat.
Setiap tahun pimpinan menetukan paling sedikit lima area
prioritas yang kita buat. Penentuan area prioritasnya itu
90
90

berdasar high risk, high volume dan high cost. CP itu harus
spesifik atas diagnosa jadi misalnya DM plus luka diabetik
kan beda lagi CPnya kan, yang baru kita buatkan baru
diagnosa DM.. “
(AFY, 32 Tahun)

Clinical pathway lebih fokus pada kendali biaya

Pada era JKN sebagian rumah sakit fokus untuk melakukan kendali

biaya agar tidak mengalami kerugian sehingga beberapa clinical pathway

yang dibuat lebih mengefesienkan dana atau mengurangi tindakan atau

pelayanan yang bisa tidak dilakukan

“Clinical pathway yang dibuat simple sehingga terkadang


malah dilanggar. Seperti penderita apendesitis yang
meminta dilakukan USG, padahal USG tidak masuk dalam
clinical pathway”
(MI, 40 Tahun)
“Clinical pathway tidak akan pernah sejalan dengan apa
yang kita lakukan, karena clinical pathway bicara tentang
uang sedangkan saya bicara tentang pasien”
(ITJ, 49 Tahun)
Pelaksanaan Clinical Pathway tidak sesuai

Pelaksanaan Clinical Pathway yang telah disusun kadang tidak

sesuai dengan yang diharapkan, adanya varians-varians tertentu seperti

kondisi perjalanan penyakit, penyakit penyerta atau komplikasi, maupun

kesalahan medis yang menyebabkan penyimpangan langkah yang tidak

sesuai dengan yang telah direncanakan dalam menangani pasien.

“..karena banyak varian, adanya varian penyulit dari


penyakit dm , misalnya sementara kita rawat tiba-tiba
dia diare , itukan bisa memperpanjang eeee masalah
rawat . memperpanjang masalah rawatkan otomatis
tidak sesuai CP..”
(AA, 54 Tahun)
91
91

„‟.. Cuman kadang pelaksanaannya tidak sesuai, rumah


sakit selalu nombok. Pada clinical pathway pasien
harus dirujuk untuk CT scan, tapi pasien banyak sekali
tidak mau dirujuk. jadi yah otomatis RS yang
menanggung biayanya, biasa itu sampai 40 juta,
sedangkan BPJS hanya menanggung 7 juta maksimal.
Pasti disubsidi RS kalau pasien Stroke. kan 3 minggu
toh persyaratannya di clinical pathway, saya mau kasi
pulang, tapi bagaimana pasien kesadaran menurun,
belum lagi di konsul ke bagian lain. Banyak yang
terlibat baru dananya aduh…..‟‟
(HK, 45 Tahun)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam bersama

informan maka dapat disusun skema sebagai berikut :

AA Melibatkan semua
PPA dalam
penyusunan RAS
Clinical Pathway

YA
TA
Kondisi pasien tidak
sesuai Clinical
ITJ Pathway

AFA

ML Clinical pathway
dilaksanakan untuk
efisiensi dana
HK
MI
Belum dilaksanakan
karena belum ada
IS ahlinya AFY

Belum
melibatkan
semua

Gambar 14. Skema Hasil wawancara mengenai pelaksanaan


Clinical Pathway
92
92

Berdasarkan skema diatas dapat diketahui bahwa Enam informan

mengatakan bahwa cukup puas dengan pelaksanaan clinical pathway

karena penyusunannya melibatkan semua Profesi Pemberi Asuhan. Lima

informan mengatakan bahwa kurang puas dengan clinical pathway karena

banyak pasien yang mengalami komplikasi yag perawatan dan

pengobatannya tidak sesuai dengan prosedur clinical pathway. Empat

informan mengatakan bahwa clinical pathway dilaksanakan hanya untuk

mengefisiensi dana. Satu informan mengatakan bahwa belum

melaksanakan clinical pathway karena tidak ada ahlinya di poli mereka.

Satu informan mengatakan bahwa belum melibatkan semua dan belum di

diskusikan karena clinical pathway yang dibicarakan bersama. Dari

berbagai keluhan tenaga medis yang ada dalam penelitian ini tenaga

medis menyatakan cukup puas terhadap penerapan clinical pathway.

4. Kepuasan Tenaga Medis terhadap peresepan obat sesuai

Formularium Nasional pada Era JKN di RSUD Sinjai

Peresepan obat sesuai formularium rumah sakit yang mengacu pada

Fornas

Kebijakan peresepan obat di RSUD Sinjai sudah sesuai dengan

formularium nasional. Dokter dalam meresepkan obat harus sesuai

dengan formularium rumah sakit, bila ditemukan resep yang tidak masuk

dalam formularium rumah sakit atau stok obat yang tertulis di resep tidak

tersedia, maka bagian farmasi akan menghubungi dokter pembuat resep

untuk mengganti obat tersebut. Pihak rumah sakit menyusun formularium


93
93

rumah sakit mengacu pada formularium nasional yang dibuktikan dengan

ditemukannya Surat Keputusan tentang Formularium Obat Rumah sakit

Umum Daerah Kabupaten Sinjai tahun 2017.

Ditemukan pula Surat Keputusan pengakatan panitia farmasi dan

terapi RSUD Sinjai 2017, yang mana panitia farmasi dan terapi ini

bertugas untuk menerima usulan daftar obat yang dibutuhkan oleh tenaga

medis namun obat-obatan tersebut tidak masuk dalam daftar fornas.

Gambar 15. Surat Keputusan tentang Formularium Obat Rumah sakit. &
SK Pengangkatan Panitia Farmasi dan Terapi RSUD SInjai
94
94

Panitia farmasi dan terapi menerima pengajuan daftar obat yang

dibutuhkan oleh tenaga medis dalam memberikan pelayanan kepada

pasien namun obat tersebut tidak masuk dalam fornas, Selanjutnya

panitia farmasi dan terapi bersama-sama dengan komite medik, tenaga

medis serta bagian farmasi mengadakan pertemuan untuk membahas

obat yang akan disediakan diluar fornas kemudian disetujui oleh direktur

RSUD Sinjai. Setelah disetujui di serahkan kepada bagian Pelayanan dan

Keperawatan untuk pengadaannya. Pengadaan obat yang diluar

formularium nasional dibatasi oleh pihak rumah sakit, disesuaikan dengan

tingkat urgensi kebutuhan dan anggaran di RSUD Sinjai. Berikut

penrnyataan informan terkait peresepan obat sesuai formularium nasional.

“Sesuai dengan fornas tapi ada juga formularium obat di


rumah sakit yang disetujui bersama dan bisa diresepkan.
Tidak bisa meresepkan obat diluar fornas dan formularium
rumah sakit”
(RAS,40 Tahun).

“sesuai dengan fornas tetapi rumah sakit juga


menyediakan obat-obat yang tidak ada fornas tetapi
harganya bisa banting harga seperti obat generik, rumah
sakit yang menyediakan sebagai alternatif apabila obat
generiknya tidak ada seperti obat sanmol infus
menggantikan paracetamol infus”
(ITJ, 49 Tahun)

“Ada obat yang tidak masuk di formularium nasional, tapi


saya minta untuk dimasukkan ke formularium rumah sakit,
dan dipenuhi. Hanya Saja Jumlah obat diresepkan dibatasi”
(AFA, 37 Tahun)
„‟.. Obat-obat di list fornas itu belum sesuai dengan
kebutuhan, saya masih butuh tambahan beberapa obat
yang tidak masuk ke fornas. Itu saja ada obat yang
95
95

dibutuhkan tapi tidak masuk di fornas, itu citicolin tidak


masuk difornas, na itu citicolin e bagus untuk pasien, na
itu tidak ditanggung jadi e RS mi yang tanggung.‟‟
(HK, 45 Tahun)

Ungkapan informan dibuktikan dengan adanya dokumen yang

ditemukan berupa daftar usulan obat diluar formularium nasional. Berikut

dokumennya :

Gambar 16. Daftar usulan obat diluar formularium nasional

Hasil wawancara diatas didukung oleh telaah dokumen yang

dilakukan peneliti dan ditemukan bahwa memang Rumah Sakit Umum

Daerah Sinjai memiliki dokumen terkait peresepan obat sesuai

Formularium Nasional.
96
96

Gambar 17. Formularium Rumah Sakit Umum Daerah Sinjai

Ketersediaan obat, alat kesehatan dan bahan medis sudah cukup

Dari hasil wawancara yang dilakukan ditemukan bahawa tidak ada

masalah yang dihadapi tenaga medis dalam ketersediaan obat, alat

kesehatan maupun bahan medis.Dalam hal pengadaan pihak rumah sakit

dinilai sudah cukup baik dan cepat tanggap, obat , alat atau bahan medis

yang tidak ada akan segera dipenuhi oleh rumah sakit , karena pihak

rumah sakit memiliki bentuk kerjasama dengan pihak luar seperti apotek

luar jika ada obat yang tidak tersedia di rumah sakit , kecuali untuk bahan

atau alat yang membutuhkan biaya besar prosesnya kadang

membutuhkan waktu yang cukup lama.

“apa yang dibutuhkan itu biasa e ditanggapi, jadi contoh


misalnya ada kebutuhan–kebutuhan kalau memang itu
yang sifatnya bisa langsung ditalangi , namun kalau
97
97

memang butuh waktu dan dana yang besar kemungkinan


membutuhkan waktu”
(TA, 48 Tahun)

“...apabila masuk di fornas tetapi obatnya habis di rumah


sakit, dapat mengambil di apotik yang bekerja di rumah
sakit atau pasien membeli ditempat lain dan nanti diganti”
(AR, 31 Tahun)

Hal ini di didukung dari hasil telah dokumen evaluasi ketersedian

obat dan bahan medis Triwulan I di RSUD Sinjai, berada pada tingkat

99%. Hal ini dapat dilihat pada grafik ketersediaan obat sesuai standar

rumah sakit dibawah ini:

Gambar 18. Evaluasi ketersediaan obat dan bahan medis di


RSUD Sinjai
98
98

Bedasarakan hasil wawancara bersama informan maka

dapat disusun skema sebagai berikut:

AA YA
RS menyediakan
ITJ obat yang tidak
masuk dalam
TA

RAS
AFA

HK Fornas harus di
revisi sesuai
kebutuhan RS ML
AR
IS
AFY Kesediaan
obat terbatasi

AM
AY

Gambar 19. Skema Hasil wawancara mengenai Formularium


Nasional

Berdasarkan skema diatas dapat diketahui bahwa Sembilan

informan mengatakan bahwa rumah sakit sudah menyediakan obat yang

tidak masuk dalam daftar formularium nasional. Lima informan

mengatakan bahwa formularium nasional harus direvisi setiap tahunnya

sesai dengan kebutuhan RS. Delapan informan mengatakan bahwa

dengan belakunya fornas mereka merasa ketersediaan obat dibatasi

karena tidak semua obat yang diperlukan masuk dalam daftar fornas. Dari

penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tenaga medis menyatakan cukup

puas terhadap pelayanan clinical pathway.


99
99

5. Kepuasan Tenaga Medis terhadap Sistem Kerjasama RSUD Sinjai

dengan BPJS Kesehatan pada Era JKN di RSUD Sinjai

Pada era JKN terhitung sejak 1 Januari 2014 RSUD Sinjai

telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sebagai fasilitas

pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan berupa upaya

pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau

sub spesialistik yang terdiri dari rawat jalan tingkat lanjutan, rawat

inap tingkat lanjutan dan rawat inap di ruang perawatan khusus.

Menurut informan kerjasama yang terjalin antara pihak RSUD

Sinjai dengan BPJS Kesehatan cukup menguntungkan. Hal ini

diungkapkan informan saat wawancara mendalam. Berikut

kutipannya :
“Bagus, menguntungkan”
(HK,45)

“Kerjasamanya kan lancar, karena pertama , kenapa saya


bilang lancar karena setiap tahun itu ada namanya apakah
itu eeee PKS , setiap tahun itu diusulkan lagi kita , jadi itu
ditandatangani langsung antara direktur dengan pihak
BPJS”
(TA,48)

Terdapat perbedaan pendapat dari tenaga medis lain yang

merasa kerjasama yang terjalin dengan BPJS justru merugikan.

Resistensi ini datangnya dari tenaga medis yang kebanyakan

kasusnya memerlukan tindakan operasi terhadap pasien.


100
100
100

„‟Putus kontrak karena tidak saling menguntungkan, BPJS


untung sedangkan tenaga kesehatan yang rugi ‟‟.
(ITJ,49)

„‟Yaaaa saya mau bilang apa ya kalau 1 sampe 100 saya


50, maksudnya begini saya cendurung kearah pasrah.
kenapa di INA CBGs itu dokter yang pegang pisau malah
dokter yang pegang pisau dapat duitnya lebih sedikit‟‟
(YA,38)

Kerjasasama yang terjalin diharapkan menjadi kerjasama

yang menguntungkan kedua belah pihak, pihak rumah sakit

maupun pihak BPJS Kesehatan. Selain itu juga kerjasama

diharapkan menimbulkan hubungan yang setara, tidak ada pihak

yang diatas ataupun dibawah sehingga hak-hak dan kewajiban

kedua belah pihak dapat dipenuhi secara bersama-sama.

“Saya punya harapan bahwa kerja sama ada kesetaraan,


kesetaraan rumah sakit dengan pihak BPJS. Tidak ada lebih
diatas, tidak ada lebih di bawah jadi BPJS harus
menjelaskan kewajibannya dan mendapatkan hak-haknya
begitupun juga rumah sakit”
(AA,54 Tahun)

“Cukup puas, dengan nilai 7 dari range nilai 1-10. Tiap


cabang BPJS memiliki kebijakan yang berbeda sehingga
tidak seragam.Terkadang diagnosis yang menguntungkan
rumah sakit, tetapi malah kesannya dipersulit.Sedangkan
apabila menguntungkan BPJS, langsung di acc saja”.
(RAS, 40 Thn)

“Cukup puas (penilaian B+), sistemnya baik, cukup


menguntungkan. Cuman BPJS untuk regio Bone ini agak
sedikit streek, karena betul-betul menekan biaya, jadi betul-
betul keluarga yang ingin mengklaim biaya tinggi itu susah
berhasil. Rumah sakit mengklaim biaya, tapi BPJS hanya
mau mengklaim segini saja”.
(MI, 40 Tahun)
101
101
101

Dalam hal komunikasi dengan pihak BPJS, tenaga medis

menuturkan komunikasi dengan tenaga medis lancar tidak ada kendala.

Komunikasi yang dilakukan kadang langsung menelepon petugas BPJS,

kadang pula berkomunikasi secaara langsung, dengan mendatangi ruang

BPJS yang masih berada dalam lingkungan RS, dan adapula yang

mengkomunikasikan dengan pihak manajemen RS, setelahnya pihak

manajemen yang meneruskan ke BPJS atau dengan mengundang pihak

BPJS untuk bersama-sama merundingkan permasalahan yang ada.

Berikut petikan wawancara terkait bagaimana tenaga medis di RSUD

Sinjai terkait cara berkomunikasi dengan pihak BPJS

„‟..saya sudah paham disini orang orangnya itukan nomor


telepon sudah ada , jadi dikomunikasikan langsung saja ,jadi
begini rujuk karena ini, dikasih taulah apa penyebabnya.‟‟
(YA, 38 Tahun)
„‟Kalau masalah komunikasi, saya lebih suka ngomong ke
bagian manajemen RS ,jarang langsung ke BPJS. Nanti
mereka yang komunkasikan ke pihak BPJS.‟‟
(IS, 44 Tahun)
„‟..Kita itu selalu berurusan dengan mereka apakah itu kita
mengundang mereka disini untuk duduk atau memang ada
programnya dia misalnya datang kerumah sakit.‟‟

(TA,48 Tahun)

Hanya saja menurut informan terkadang ketika ada masalah, setelah

didiskusikan tidak ada penyelesaian tindak lanjut dari BPJS. Berikut

petikan wawancara terkait hal tersebut:

„‟..Kalau komunikasi memang lancar de, tapi ketika ada


masalah kadang tidak ada titik temu dan solusi konkrit.‟‟
(AFY, 32 Tahun)
102
102
102

„‟..Ada perwakilan pihak BPJS di rumah sakit, tapi ketika ada


masalah tindak lanjutnya tidak sampai ke pihak pusat, hanya
sampai disitu saja..
(RAS, 40 Tahun)

Sosialisasi peraturan baru dari BPJS terlambat

Sosialisasi mengenai regulasi BPJS yang baru dirasa lambat bahkan

terkadang tidak disosialisasikan tetapi regulasi itu sudah berjalan. Berikut

beberapa petikan wawancara terkait sosialisasi pelayanan JKN di RSUD

Sinjai :

“..mmmm kadang-kadang lebih banyak memberikan


sosialisasi pada saat nanti apabila ada masalah, lebih
banyak tidak memberikan sosialisasi nanti ada komplain
baru dia nyatakan ada aturan barunya, katanya yah dia
berharap dari pihak rumah sakit yang mengupload dari
internet karena pihak rumah sakit yang butuh..”
(AA, 54Tahun)

Informasi diatas diperkuat dengan ungkapan salah satu informan

yang mengatakan bahwa :

“Biasanya kalau produk menkes itu lama dengan dalih


semestinya rumah sakit yang memberitahu. Kita juga kan toh
tidak tahu. Kalau terkait peraturan direksi biasanya dia kasih
tauki tapi tidak cepat ,kadang adapi juga masalah..”.
(AFY, 32 Tahun)
Pihak BPJS juga dalam hal penyebaran informasi di nilai tidak

seragam, aturan beubah-berubah, tanpa ada pemberitahuan dan dinilai

tidak konsisten terhadap kesepakatan awal. Hal tersebut menjadi masalah

yang kerap dihadapi terkait komunikasi maupun sosialisasi dari pihak

BPJS Kesehatan dengan pihak RSUD.

“..kadang kita di pelayanan itu tidak tahu ada perubahan


tiba –tiba ada disampaikan . kita mesti konsisten apa yang
103
103
103

sudah disampaikan dan disepakati , begitu ada aturan


baru jangan dicabut sebelum eeee sebelum
disosialisasikan , itu yang dak jalan saya lihat dok”
(TA, 48 Tahun)

“...jadi BPJS sosialisasinya kurang, sosialisasinya


biasanya tidak secara tertulis, kadang tidak seragam”
(IS,44 Tahun)

Berikut skema hasil wawancara bersama informan.

AA TA

YA HK
PUAS
ITJ ML

RAS KURANG PUAS


MI

AR NW

IS AFY

Gambar 20. Skema Hasil wawancara mengenai kerjasama RSUD


Sinjai dan BPJS

Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa Sepuluh

informan mengatakan puas dengan kerjasama rumah sakit dengan BPJS.

Dua informan mengatakan bahwa kurang puas dengan kerjasama rumah

sakit dengan BPJS karena dianggap tidak saling menguntungkan. Dari

hasil penelitian ini dapat di simpulkan bahwa tenaga medis cukup puas
104
104
104

terhadap kerjasama sama rumah sakit dengan BPJS dalam hal

komunikasi antara tenaga medis dengan pihak BPJS namun tidak puas

terhadap sosialisasi peraturan baru dari BPJS.

6. Kepuasan Tenaga Medis terhadap Sistem Pembayaran Pelayanan

Kesehatan pada Era JKN di RSUD Sinjai

BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan

rujukan tingkat lanjutan dengan sistem paket INA CBG‟s. BPJS Kesehatan

wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan

kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim

diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan

ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan

asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada

standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak

ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan

memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan.

Kepuasan tenaga medis terhadap pembayaran pelayanan

Kesehatan pad era JKN peneliti menilai 3 aspek yaitu: Transparansi

Pembagian jasa medis, Besaran jasa medis yang diterima dan masalah

waktu pembayaran jasa medis.

Transparansi Pembagian jasa medis

Sistem pembayaran pelayanan kesehatan bagi tenaga medis di

RSUD menurut informan sangat tranparan. Dalam penyusunan

pembagian jasa medis, semua pihak dan tenaga medis diundang untuk
105
105
105

ikut terlibat mendiskusikan persentase pembagian jasa medis untuk tiap

tenaga kesehatan yang ada di RSUD Sinjai. Setelah melakukan

musyawarah bersama, hasil kesepakatan tersebut ditetapkan dalam Surat

Keputusan Direktur.

Adapun besaran pembagian yang disepakati yaitu 44 % untuk

fasilitas kesehatan sedangkan untuk pembagian jasa medisnya sebesar

56%, dan dari 56% itu sudah ditentukan persentase besaran jasa yang

akan dibagi kepada tiap pemberi pelayanan asuhan berdasarkan beban

kerjanya. Pada saat pembagian jasa medis, tenaga medis pun diberikan

kemudahan untuk mengakses persentase jasa yang didapatkan.

“Transparan, sudah diatur bahkan kita sudah dibagikan


buku yang sudah lengkap dengan persenannya, semua
dokter dan semua tenaga kesehatan dibagikan”
(RAS, 40 Tahun)

“Rumah sakit sudah masuk dalam kategori BLUD, kalau


BLUD maksimal 56% dan 44% sudah tidak dapat diubah.
Jadi dari 44% yang dibuatkan kebijakan sendiri oleh rumah
sakit yang diatur dan dibagi-bagi”
(ITJ, 49 Tahun)
106
106
106

Berikut bukti dokumentasi Surat Keputusan pembagian Jasa medis

pasien BPJS

Gambar 21. SK Pengelolaan Pendapatan Pelayanan JKN

Ketidaksesuaian Tarif INA CBGs yang dianggap rendah

Tarif INA CBGs yang dianggap rendah menyebabkan besaran biaya

yang dibutuhkan tidak sesuai dengan pelayanan yang harus diberikan

oleh tenaga kesehatan. Nilai klaim yang diterima RS berdampak pada

besaran jasa medis yang diterima oleh tenaga medis. Tarif INA CBGs

yang dianggap masih rendah dari standar yang diharapkan

mengakibatkan ketidakpuasan dokter terhadap BPJS.

„‟..Saya sudah berapa tahun selalu di subsidi RS, tetanus


juga itu di subsidi, karena tetanus juga itu 3 juta ji lebih, kalau
saya kasi tetagam sudah 3 juta, baru tetagamnya, belum
Antibiotiknya ,belum perawatannya bisa sampai 2 minggu 3
107
107
107

minggu. Pernah saya hitung hitung itu, Pasienku itu bisa di


subsidi sampai 167 juta selama 4 bulan. Banyak sekali.‟‟

(HK, 45 Tahun)

Berkaitan dengan hal di atas, salah satu penyebab ketidakpuasan

dokter era JKN karena paket INA CBGs yang dibayarkan oleh BPJS

secara paket pada setiap peserta tanpa melihat tindakan dan hari

rawatnya. Selain itu, jasa medik atau pembayaran dokter yang

pembayarannya per pasien (sudah termasuk dalam satu paket lengkap

dengan biaya operasional, biaya penunjang diagnostik dan obat). Berikut

kutipan wawancara terkait hal tersebut;

„‟.. semua item-item tindakan dirumah sakit itu satuji


biayanya 172 ribu misalnya , nah itu berlaku untuk semua
tindakan dimana logikanya nah dan disitu sudah adami
misalnya adami obatnya adami tindakannya bayarannya
tetap itu..‟‟
(TA, 48 Tahun)

Besaran jasa medis yang diterima oleh tenaga medis tergantung

pada besaran nilai klaim RS yang diterima atas pasien BPJS. Sebagian

tenaga medis mengungkapkan bahwa pendapatan setelah JKN meningkat

daripada sebelumnya.

„‟.. Kalau mau jujur yah, lebih besar pendapatan rumah sakit
setelah kerjasama dengan BPJS..‟‟
(AFY, 32)

„‟..yah sebenarnya waktu Askes dulu rendah, tapi ini BPJS


Alhamdulillah aman ji. Kadang ada tarif rumah sakit yang
rendah kadang juga adaji yang lebih tinggi dari Paketnya,
jadi saling menutupi ji sebenarnya‟‟.
(AM, 47)
108
108
108

„‟.. Justru itulah saya selalu mengatakan saya harus jujur


sekurang-kurang bagusnya BPJS saya harus memberikan
kontribusi seimbang kepada dokter-dokter kalau saya
bandingkan dengan pendapatan era askes dengan era BPJS
harus disyukuri.‟‟
(AA, 54)

Pendapat lain yang dipaparkan oleh beberapa tenaga medis bahwa

besaran jasa yang diterima di era JKN bila dibandingkan dengan sistem

pembayaran sebelum era JKN. Keluhan ini muncul dari tenaga medis

yang umumnya banyak melakukan tindakan/operasi dalam melayani

pasien. Rendahnya jasa medik dokter apalagi bila dibandingkan saat fee

for service menjadi faktor penyebab dokter dalam melayani pasien

menurun kepuasannya.

„‟.. Kalau ditanya masalah kepuasan, kepuasan itukan relatif


yah, tapi kalau saya bandingkan waktu masih jaman
Jamkesgra, saya lebih puas waktu jaman Jamkesgra. Lebih
besar yang didapat waktu jaman Jamkesgra..‟‟
(IS, 44)

„‟...biaya paket untuk obgyn kok cuman segitu yah, BPJS


harusnya liat, berapa pengeluaran rumah sakit, tapi karena
kita pegawai negeri, yah sudahlah terima saja apa yang
ada.kenapa di INA CBGs itu dokter yang pegang pisau
malah dokter yang pegang pisau dapat duitnya lebih
sedikit..‟‟
(YA, 38 Tahun)

Pembayaran jasa terlambat

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa

pembayaran jasa medis sering kali terlambat, menurut informan hal ini

terjadi karena verivikator BPJS Kesehatan hanya berjumlah 1 orang.


109
109
109

Jumlah ini dirasa masih kurang untuk melakukan verivikasi klaim pihak

RSUD Sinjai.

“Sangat lambat. Rata-rata terlambat 3 bulan. Verifikasi dari


BPJS lambat, karena hanya 1 orang yang mengurus.”
(AR, 31 Tahun)

“Sering terlambat, Masalahnya sebenarnya kalau saya


mungkin, masalah utamanya itu karena verifikasi ,verivikator
kurang jadinya proses verifikasi lama , sudah mi itu hari
saya siasati tahun 2017 itu kan belum ada verifikasi internal,
sekarang adami verifikasi internal rumah sakit tapi verifikator
BPJS cuman satu orang”.
(AFY, 32 Tahun)

“...yang pegang peranankan pegawai BPJSnya, na cuman


sendiriki. Jadi setengah mati.ini mi selalu telat. pembayaran
bulan 1 baru di bayar bln 4, bulan 2 dibayar bulan 5, selalu
terlambat”
(AM,47 Tahun)

Kendala lain yang dihadapi RSUD Sinjai adalah verifikasi memicu

beda pendapat tentang kriteria verifikasi antara petugas administrasi

rumah sakit dan verifikator BPJS Kesehatan, hal ini juga membuat

verifikasi klaim jadi lama meski pencairan klaim 15 hari setelah berkas

lengkap selalu terpenuhi.

" Berbeda hasil verivikator Internal RS dengan BPJS, yah


walaupun memang ada peraturan menteri kesehatan dan
petunjuk teknis koding. Namun, pada beberapa kasus,
verifikator punya penilaian berbeda,"
(AFY, 32 Tahun)

“...tanggal 10 itu selesaimi semua diinput habis itu


diserahkan mi ke BPJS, baru BPJS verivikasi mi kembali,
kadang klaimnya ada tidak sesuai, kan harus dicocokkan
dulu, kalau cocokmi, baru akhir bulan berikutnya harusnya
tarik garismi hasilnya itu de kasi meki umpan baliknya”
(AM, 47 Tahun)
110
110
110

„‟.. Setelah diperiksa dikirimmi ke BPJS untuk persetujuan,


Setelah diajukan itu biasanya kesesuaian lagi apakah sudah
disetujui oleh bPJS sebagai pembayar, kalau ada lagi yang
mau di konfirmasi, di kasi kembali lagi ke kita. biasanya itu
karena kalau ada yang tidak sesuai dengan hasil grupingngx
antara diagnosa dengan tatalaksananya, termasuk
pemeriksaan menunjangx, jadi yah bisa saja nanti berubah..‟‟
(NW, 47 Tahun)

Berdasarkan hasil penelitian ini tenaga medis di RSUD Sinjai puas

dengan tranparansi jasa medis, namun dalam besaran jasa medis dan

ketepatan waktu pembayaran masih menjadi keluhan.

D. Pembahasan

Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) huruf f dalam UU No. 44 Tahun 2009

Rumah Sakit sebenarnya memiliki fungsi sosial yaitu antara lain dengan

memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan

gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban

bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.

Hal inilah dijadikan sebagai salah satu yang melatarbelakangi Program

Jaminan Kesehatan Nasional disingkat Program JKN.

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan implementasi dari

Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional (SJSN) di bidang kesehatan dengan konsep Universal Health

Coverage (UHC) yang memaksa pesertanya mengikuti sistem rujukan


111
111
111

berjenjang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan komprehensif,

murah, terjangkau, namun berkualitas (Primasari, 2015).

Saat ini perumahsakitan memasuki masa perubahan paradigma

yaitu transisi dari pembayaran retrospective payment ke prospective

payment di dalam jasa pelayanan kesehatan. Rumah sakit terbebani

harus bisa untung dengan kondisi pembayaran klaim yang minim dan

tersendat. Rumah sakit diharapkan dapat melakukan penghematan,

efisiensi di semua bidang, mulai dari menekan biaya operasional, misal

mengurangi penggunaan listrik, menekan biaya pembelian obat dan alat,

sementara disisi lain dituntut untuk tetap memberikan pelayanan yang

bermutu.

Kepuasan kerja adalah tingkat rasa puas individu bahwa mereka

mendapat imbalan yang setimpal dari bermacam-macam aspek situasi

pekerjaan dari organisasi tempat mereka bekerja (Tangkilisan, 2005,

p.164). Kepuasan kerja menurut Han (2007) adalah ungkapan perasaan

emosional menyenangkan yang bersifat individu karyawan dari kualitas

pekerjaan atau prestasi yang telah dicapai dalam suatu pekerjaan yang di

selesaikan.

Indikator kepuasan atau ketidakpuasan kerja karyawan terdiri dari

beberapa aspek diantaranya tingkat kehadiran, tingkat kesenangan

terhadap pekerjaan, keadilan dalam penerimaan gaji atau jasa, kesukaan

terhadap jabatan, tanggung jawab terhadap pekerjaan, motivasi kerja,


112
112
112

reaksi terhadap kebijakan organisasi dan perilaku penolakan (Ruvendi,

2005).

Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaannya, dan

sikap itu berasal dari persepsi mereka tentang pekerjaannya. Jadi

kepuasan kerja berpangkal dari berbagai aspek kerja seperti upah,

kesempatan promosi, supervisi, dan rekan sekerja.

Kunci sukses kegiatan pelayanan rumah sakit terletak pada dokter

sebagai pemberi pelayanan di rumah sakit. Dari sudut manajemen, dokter

merupakan pelanggan rumah sakit. Dalam posisi demikian, manajemen

organisasi tetap mempunyai bargaining power yang kuat karena beberapa

alasan seperti : dokter lebih menyukai bentuk kerja sama hospital based

group karena adanya job security (jaminan keamanan dalam bekerja),

bentuk pelayanan yang sudah mempunyai jangkauan pasar pelayanan,

sarana yang lengkap dan siap pakai. Dalam hal ini hubungan yang baik

dan sistem yang kondusif akan menjembatani dokter dengan rumah sakit.

Dokter di Rumah sakit adalah koordinator pelayanan medis bagi

pasien meskipun dokter dibantu oleh tenaga medis yang lain. Dokter

mempunyai peran sentral dalam membentuk citra dan kinerja rumah sakit,

sehingga kepuasan dokter harus diperhatikan. Kepuasan dokter akan

berdampak positif bagi rumah sakit itu sendiri dan begitu juga sebaliknya.

Diungkapkan pula oleh Massie dalam Aditama, bahwa dokter

sebagai profesional sangat mempengaruhi pelayanan di rumah sakit.

Bisanya professional tersebut cenderung otonom dan berdiri sendiri,


113
113
113

bahkan tidak jarang misinya tidak sejalan dengan manajemen rumah sakit.

Dalam hal ini, manajer rumah sakit harus mampu mengintegrasikan

kemandirian profesional dokter ke dalam keseluruhan visi-misi rumah sakit

yang sudah ditetapkan. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam rumah sakit

bekerja orang-orang dari puluhan jenis profesi, yang keinginan profesional

serta harapan karirnya tidak selalu sejajar atau sama dengan tujuan

rumah sakit tempat mereka bekerja dan secara historis peran dokter

adalah dominan. Ini menyebabkan ketidakseimbangan kewenangan yang

sekarang sering menimbulkan benturan kepentingan dengan profesi lain.

Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Yan Med 02.04.35.2301 tahun

1997 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Dokter dan Rumah Sakit,

dokter dan rumah sakit diwajibkan mengadakan perjanjian tertulis; dan ini

berbeda-beda tergantung sifat hubungan kerjanya dengan rumah sakit.

Selanjutnya Siswanto membedakan tipe dokter berdasarkan hubungan

kemitraan dokter dan rumah sakit ke dalam dokter tetap, dokter honorer /

kontrak, dokter tetap bukan pegawai (jadwal praktek sesuai dengan

kesepakatan tidak digaji rumah sakit), dokter paruh waktu (hanya

berpraktek dengan jadwal tertentu di rumah sakit), serta dokter tamu

(hanya merawat pasien tanpa punya jadwal praktek).

Kepuasan tenaga medis terhadap sistem penyelenggaraan

kesehatan di Era JKN meliputi kepuasan tenaga medis terhadap

pelaksanaan sistem rujukan yang ditetapkan, kepuasan terhadap

pelaksanaan program rujukan balik, kepuasan terhadap clinical pathway,


114
114
114

dan kepuasan tenaga medis terhadap pelaksanaan peresepan obat

sesuai formularium nasional (Fornas).

1. Kepuasan tenaga medis terhadap sistem Rujukan Terpadu pada

Era JKN di RSUD Sinjai

Bedasarkan hasil wawancara mendalam bersama informan

mengenai kepuasan tenaga medis terhadap sistem rujukan diketahui

bahwa ternyata sistem rujukan tidak berjalan sesuai dengan aturan

yang telah dibuat, ini dibuktikan dengan masih banyaknya pasien

yang dirujuk ke RSUD Sinjai yang seharusnya bisa diselesaikan

dengan tuntas oleh tenaga medis di FKTP, tetapi dianggap belum

mampu menegakkan diagnosis secara spesifik, hal ini disebabkan

karena ketidaktersediaan obat dan peralaan kesehatan yang di

butuhkan seperti alat USG.

Ketersediaan fasilitas-fasilitas kesehatan mempengaruhi

kepuasan kerja tenaga medis.Hal tersebut didukung oleh teori

Lawrence Green (1980) dalam (Notoatmodjo, 2012) bahwa ada tiga

faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang salah

satunya yaitu Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang

terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya

fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.

Peneliti juga melakukan observasi dan telaah dokumen untuk

membuktikan informasi yang diperoleh selama wawancara mendalam

terkait sistem rujukan di puskesms sehingga di temukan bahwa


115
115
115

memang ternyata pasien yang di rujuk ke RSUD Sinjai adalah

kebanyakan penderita yang masuk 155 penyakit yang dianggap dapat

diselesaikan FKTP 1 sebanyak 263 kasus non spesifik pada tahun

2016, seperti dermatitis, scabies, acne vulgaris, tension type

headache, urinary tractus infection dan penyakit lainnya yang masih

bisa ditangani di FKTP.

Tenaga medis di RSUD Sinjai tidak hanya bertugas di satu

instalasi saja, tapi juga merangkap di instalasi lain, seperti contohnya

dokter spesialis anak, selain bertugas di poliklinik rawat jalan juga

bertugas di ruang perawatan anak, perinatal, dan juga NICU sehingga

mereka mempunyai beban kerja yang tidak sedikit karena kegiatannya

yang banyak melayani pasien selain di ploklinik rawat jalan.

Penyelenggaraan sistem rujukan dianggap belum sesuai

dengan regulasi yang telah ditetapkan oleh BPJS, Belum optimalnya

sistem rujukan ini dapat dilihat pada rujukan yang tidak sesuai

dengan indikasi rujukan yang diatur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan No.5 tahun 2014 tentang Panduan Praktek Klinis Bagi

Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer, Seharusnya diagnosa penyakit

yang dirujuk haruslah penyakit-penyakit yang tidak dapat ditangani di

FKTP dimana kasus tersebut harus ditangani oleh speasialistik. Hal ini

membuat rujukan ke RSUD Sinjai meningkat yang dapat menambah

beban kerja tenaga medis.


116
116
116

Beban kerja dapat diartikan sebagai jumlah pasien yang

dihadapi perminggu maupun jumlah waktu yang dihabiskan dengan

pasien. Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dokter adalah

jumlah pasien. Semakin banyak pasien yang dilayani maka semakin

besar waktu yang digunakan untuk praktek, semakin tidak ada waktu

luang atau istirahat sehingga timbul ketidakpuasan terhadap kerjanya.

Jumlah pasien yang dihadapi setiap minggu memiliki hubungan yang

signifikan dengan kepuasan dokter dalam pelayanan kesehatan

(Bovier & Perneger, 2003)

Penelitian yang dilakukan di Iran tahun 2012 menjelaskan

bahwa kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh faktor intrinsik pekerjaan,

diantanya adalah workload/beban kerja yang dihadapi (Bagheri et. al,

2012). Selanjutnya menurut penelitian Hariyono (2009) bahwa beban

kerja yang berlebihan dapat menyebabkan menurunnya moral dan

motivasi pekerja sehingga hal ini menjadi salah satu penyebab

kelelahan kerja.

Sistem rujukan di Indonesia adalah suatu sistem

penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan

pelimpahan tanggungjawab dan wewenang secara timbal balik dalam

pelayanan kesehatan terhadap satu kasus penyakit atau masalah

kesehatan secara vertikal dalam arti dari fasilitas yang lebih rendah ke

fasilitas kesehatan yang lebih mampu, atau secara horizontal dalam


117
117
117

arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya untuk menciptakan

suatu pelayanan kesehatan yang paripurna.

Pelayanan sistem rujukan RSUD Sinjai juga telah

menggunakan aplikasi sistem rujukan terpadu yang disingkat Sisrute.

Sisrute ini dianggap tenaga medis cukup membantu dalam merujuk

pasien hanya masih memiliki beberapa kendala dalam

pengoperasiannya. Kendala tersebut berupa gangguan jaringan

internet, keterlembatan respon dari rumah sakit rujukan. Hal lain yang

membuat rumit sistem rujukan terpadu (Sisrute) yaitu serta seringkali

rumah sakit tempat rujukan tidak memiliki kamar kosong yang bisa

digunakan. Data pada Sisrute sering kali tidak diperbaharui. Selain itu

sistem rujukan saat ini sangat bertele-tele termasuk untuk pasien UGD

emergency. Mereka harus menyelesaikan administrasi yang begitu

rumit disebabkan pihak RS harus terlebih dahulu menelpon RS

rujukan mana yang bersedia menerima pasien. Keterlambatan rujukan

pasien dapat berdampak terhadap kondisi pasien karena pasien dapat

kehilangan periode emasnya dalam mendapatkan pengobatan bila

terlambat mendapatkan penanganan.

Pasien yang belum dirujuk tentunya masih menjadi tanggung

jawab dari tenaga medis di rumah sakit tersebut, meskipun tenaga

medis di rumah sakit tersebut tidak mampu memberikan pengobatan

lagi. Hal ini tentunya menjadi beban tersendiri bagi para tenaga medis.
118
118
118

Pola rujukan yang ada dalam JKN juga perlu dibenahi. Saat ini,

pola rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) ke rumah

sakit hanya berdasarkan administrasi. Contohnya, pasien rujukan

puskesmas harus berjenjang dari RS tipe D, C, dan baru B dan RS

rujukan utama Padahal tidak jarang, secara medis kondisi pasien

cukup gawat, lantaran sistem rujukan harus berjenjang, periode emas

pasien mendapat perawatan hilang. Kepuasan kerja tenaga medis

dipengaruhi oleh kemudahan rujukan. Kemudahan sistem rujukan

dapat menjadi indikator sebuah rumah sakit yang dikelolah dengan

baik, membantu tenaga medis memberikan pelayanan pengobatan

terbaik (Grembowski et al.., 2003)

Persoalan lainnya yang sering dihadapai pada pelayanan

sistem rujukan ketika RSUD Sinjai merujuk pasien ke fasilitas

kesehatan selanjutnya adalah tidak ada kamar untuk pasien rujukan.

Masih ada beberapa RS yang mengeluarkan kebijakan internal RS

seperti pembatasan atau kuota jumlah tempat tidur yang disediakan

bagi peserta JKN. Hal ini terjadi bukan tanpa alasan, karena UU

Rumah Sakit belum secara tegas melarang rumah sakit

memberlakukan kuota atau pembatasan jumlah tempat tidur. Belum

ada ketentuan setingkat menteri yang secara tegas dan eksplisit

melarang pembatasan jumlah tempat tidur (kuota) pasien peserta

JKN.
119
119
119

Dalam UU RS memang telah mengatur kewajiban RS

menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu

atau miskin (UU RS No. 44/2009 Pasal 29 Ayat (1) huruf e yang

kemudian diatur lagi melalui Permenkes Nomor 69 Tahun 2014

tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien pada Pasal 4

terkait dengan penyediaan sarana dan pelayanan bagi pasien tidak

mampu atau miskin dengan ketentuan RS harus menyediakan paling

sedikit 40 % dari total tempat tidur untuk RS Pemerintah dan paling

sedikit 20 % dari total tempat tidur untuk RS Swasta sebagai tempat

tidur Kelas III bagi masyarakat tidak mampu atau miskin.

Satu-satunya himbauan terkait tentang ketersediaan kamar

untuk pasien JKN hanya dapat kita temukan dalam Permenkes Nomor

27 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Sitem Indonesian

Case Base Groups (INA-CBGs) pada halaman akhir terdapat

himbauan dengan kalimat “Apa saja yang sebaiknya tidak dilakukan

oleh rumah sakit” pada poin terakhir yaitu poin ke-7: ” Memberikan

pelayanan dengan mutu yang kurang baik. Misalnya : memperpendek

jam pelayanan poliklinik, pelayanan yang bisa diselesaikan dalam

waktu satu hari dilakukan pada hari yang berbeda, tidak melakukan

pemeriksaan penunjang yang seharusnya dilakukan, tidak

memberikan obat yang seharusnya diberikan, serta membatasi jumlah

tempat tidur yang tersedia di rumah sakit untuk peserta JKN.


120
120
120

Soal ketersediaan kamar di rumah sakit swasta bisa saja ada

kuota kamar untuk pasien peserta JKN-KIS dan pasien umum sesuai

dengan perjanjian kerjasama antara rumah sakit dengan BPJS

Kesehatan. Jadi mungkin saja terjadi kuota untuk peserta BPJS

Kesehatan sudah habis dan jika masuk dengan peserta umum

langsung mendapat kamar karena memang kuotanya pasien umum

masih ada.

Kebijakan itu sudah berubah sejak terbit Permenkes nomor 28

tahun 2014 yang menerangkan bahwa rumah sakit tidak boleh

membatasi jumlah tempat tidur yang tersedia untuk peserta JKN-KIS.

Namun, perlu diketahui bahwa peserta JKN-KIS baru mencapai

separuh penduduk Indonesia. Yang separuh lagi penduduk Indonesia

belum menjadi peserta JKN-KIS yang juga memerlukan kamar rawat

inap.

Jika peserta JKN-KIS membutuhkan rawat inap, tetapi di rumah

sakit rujukannya penuh, maka peserta dapat dirawat di kelas

perawatan satu tingkat lebih tinggi dari kelas rawat inap yang menjadi

haknya. Dengan batasan waktu maksimal selama tiga hari kemudian

dikembalikan lagi ke kamar rawat inap yang menjadi haknya. Jika

sudah tiga hari masih belum ada tempat tidur yang kosong sesuai

haknya, maka pihak rumah sakit akan menawarkan kepada peserta

untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan lain yang setara atau jika tidak,
121
121
121

maka selisih biaya tarif kelas tersebut menjadi tanggungjawab fasilitas

kesehatan (faskes) yang bersangkutan.

Kemungkinan lain bisa terjadi adalah kamar yang sesuai kelas

hak peserta penuh dan kelas satu tingkat di atasnya juga penuh, maka

peserta dapat dirawat di kelas satu tingkat lebih rendah, paling lama

tiga hari. Kemudian dikembalikan lagi ke kelas sesuai haknya jika

sudah ada tempat tidur yang kosong sesuai kelas haknya. Namun,

apabila kamar perawatan kelas hak peserta tetap penuh, dan peserta

tetap dirawat di kelas yang lebih rendah kelasnya itu, maka BPJS

Kesehatan akan membayar ke FKRTL sesuai dengan kelas di mana

pasien dirawat. Jika semua kelas perawatan penuh di RS tersebut

penuh, maka pihak RS dapat menawarakan pasien untuk dirujuk ke

faskes yang setara dengan difasilitasi oleh FKRTL untuk merujuknya,

selain itu pihak FKRTL juga berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan.

Dalam Permenkes 28 tahun 2014 juga mengatur jika peserta

JKN-KIS ingin pindah kelas perawatan. Bagi peserta JKN-KIS (kecuali

peserta PBI/penerima bantuan iuran) bisa pindah ke kelas satu tingkat

di atas kelas haknya pada rumah sakit atau FKRTL yang bekerjasama

dengan BPJS Kesehatan. Peningkatan kelas rawat inap ini dibatasi

sampai dengan kelas 1 saja.

Meskipun Permenkes 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan

Kesehatan Pada JKN dan Permenkes 28 Tahun 2014 tentang

Pedoman Pelaksanaan JK sudah diatur tata cara dan mekanisme naik


122
122
122

kelas atas permintaan pasien ataupun dikarenakan keterbatasan

sarana tempat tidur RS, namun tetap belum mampu menyelesaikan

masalah terkait keluhan kamar di Rumah sakit penuh.

2. Kepuasan terhadap program Pelayanan Rujukan Balik pasien

BPJS

Program rujuk balik merupakan pelayanan kesehatan yang

diberikan kepada penderita penyakit kronis dengan kondisi stabil dan

masih memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan jangka

panjang yang dilaksanakan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

(FKTP) atas rekomendasi atau rujukan dari dokter spesialis atau

subspesialis yang merawat (Sari, dkk., 2015).

Setelah penanganan di Fasilitas Kesehatan tingkat lanjut

selesai, Peserta akan dirujuk kembali (Program Rujuk Balik) ke

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. Tata cara pelayanan kesehatan

yang terstruktur, berjenjang dan terintegrasi tersebut bertujuan untuk

memberikan kesinambungan pelayanan kesehatan bagi Peserta JKN

secara efisien dan efektif.

Program rujuk balik diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan

penderita penyakit kronis, khususnya penyakit diabetes melitus,

hipertensi, jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK),

epilepsy, stroke, schizophrenia, Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

yang sudah terkontrol atau stabil namun masih memerlukan


123
123
123

pengobatan atau asuhan keperawatan dalam jangka panjang (BPJS

Kesehatan, 2015a).

Tenaga medis di RSUD Sinjai mengakui bahwa sistem

pelayanan rujuk balik ini sangat baik, karena sangat membantu

komunikasi antara tenaga medis di fasilitas kesehatan yang merujuk

dan yang menerima rujukan. Dengan adanya rujukan balik ini

membantu tenaga medis tempat pasien di rujuk karena dapat

mengetahui keadaan pasien termasuk jenis perawatan dan

pengobatan yang diberikan dokter kepada pasien tersebut sehingga

lebih mudah melakukan pengobatan selanjutnya.

Tak jarang dilakukan rujukan ke rumah sakit lanjutan untuk

pasien dengan kondisi penyakit kronis namum pelayanan rujuk balik

menurut informan penelitian belum terlaksana dengan maksimal.

Kurangnya balasan rujukan dari dari rumah sakit lanjutan terhadap

pasien yang telah dirujuk menyebabkan komunikasi dengan antara

dokter terputus, untuk mengetahui pengobatan yang telah diterima

oleh pasien terkadang dtenaga medis di RSUD Sinjai menghubungi

tenaga medis yang telah merawat pasien melalui telepon bila mereka

mengenal dokter yang merawat sebelumnya.

Sistem rujuk balik merupakan salah satu komponen yang

penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di era JKN.

Tenaga medis di RSUD Sinjai menganggap bahwa sistem rujuk balik

cukup membantu komunikasi antar dokter, dokter yang merujuk dapat


124
124
124

mengetahui pasien telah dirawat apa ditempat pasien dirujuk dan

bagaimana pengobatan selanjutnya yang harus dilakukan di faskes

tempat merujuk, sehingga pengobatan terhadap pasien dapat

berlanjut.

Dalam penelitian Eskandari, Abbaszadeh, & Borhani (2013)

menyatakan bahwa kualitas sistem rujukan merupakan salah satu

faktor utama dalam menentukan proses perawatan kesehatan pada

sebuah desa di Iran. Struktur sistem rujukan harus ditingkatkan

dengan menciptakan koordinasi yang lebih baik antara tiga tingkatan

sistem rujukan. Koordinasi yang lebih baik antara dokter yang merujuk

dan spesialis meningkatkan kepuasan dokter. Perbaikan dalam proses

rujukan bisa tercapai melalui komunikasi dan kolaborasi yang lebih

baik antara Dokter perawatan primer dan spesialis (Forrest et al..,

2000)

Dari Informasi yang diperoleh peneliti dari wawancara

mendalam bersama informan yaitu masih adanya masalah

ketidaktersediaan lembaran rujuk balik sehingga tenaga medis tidak

memberikan rujukan balik kepada pasien. Ketidakpatuhan dokter

untuk mengisi lembaran rujuk balik pun menjadi faktor penyebab

utama tidak berjalannya pelayanan rujukan balik ini.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Primasari (2015) yang menemukan bahwa ketentuan rujuk balik

belum dilaksanakan dengan baik di RSUD Dr. Adjidarmo, hal ini


125
125
125

disebabkan karena ketidakpahaman beberapa dokter tentang rujuk

balik. Kurangnya informasi dari BPJS kesehatan kepada para dokter

tentang sistem rujukan balik menjadi perbedaan persepsi yang

berakibat pada tidak optimalnya aktivitas rujukan balik di RSUD Dr.

Adjidarmo.

Seharusnya rujukan balik dapat mengurani beban kerja tenaga

medis di Rumah sakit karena pasien dikembalikan ke pada dokter

perujuk. Pasien kronis adalah pasien yang menderita penyakit tertentu

dengan kondisi stabil namun masih harus terus menjalani pengobatan

jangka panjang secara berkelanjutan dari tenaga medis spesialis.

BPJS mengeluarkan program rujuk balik yang dapat dimanfaatkan

oleh pasien bpjs agar lebih mudah dan cepat mendapatkan pelayanan

kesehatan dari dokter spesialis rumah sakit. Dengan memanfaatkan

program rujuk balik pasien tidak harus selalu dirujuk ke rumah sakit

setiap kali menjalani pengobatan, cukup datang langsung ke FKTP

dengan membawa berkas rujuk balik dari dokter spesialis maka

pasien akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang sesuai dari

tenaga medis di FKTP sesuai dengan surat rujuk balik dari dokter

spesialis rumah sakit. Ketidaktersediaan obat pada FKTP juga

menjadi salah satu penyebab tidak berjalannya Sistem rujukan balik

ini. Beberapa pasien yang telah menerima pengobatan dan

seharusnya bisa lanjut pengobatan di FKTP harus kembali dirawat lagi

ke rumah sakit.
126
126
126

3. Kepuasan Tenaga Medis terhadap Pelayanan Clinical Pathway

Pada era JKN ini menuntut Rumah sakit untuk efisiensi

pembiayaan pelayanan, untuk dapat mencapai hal tersebut perlu

dilakukan standarisasi pelayanan kepada pasien sesuai dengan

kaidah yang berlaku. Clinical pathway sebagai salah satu komponen

yang dapat dijadikan standar untuk efisiensi pembiayan pelayanan.

Clinical pathway dapat digunakan untuk alat evaluasi pelayanan medik

yang bermutu dan dapat menghindari tindakan yang tidak diperlukan.

(Iroth, 2016).

Clinical pathway merupakan rencana perencanaan pelayanan

terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada

pasien mulai masuk sampai keluar rumah sakit berdasarkan standar

pelayanan medis, standar asuhan keperawatan dan standar

pelayanan tenaga kesehatan yang berbasis bukti dengan hasil yang

dapat diukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.

(Firmananda, 2007).

Clinical pathway yang ditempuh Untuk mencapai keberhasilan

bukan hanya atas dukungan dan sikap pimpinan, tetapi juga oleh staf

yang akan menggunakan clinical pathway tersebut pada saat

melakukan perawatan. Mengembangkan clinical pathway dengan

melibatkan dokter dapat mempersingkat kerja dan merancang alur

kerja yang dapat diprediksi. Clinical pathway menjadi standar


127
127
127

perawatan. Selain itu, dapat digunaka sebagai alat ukur untuk

melacak kepatuhan terhadap clinical pathway akan memberikan bukti

bahwa clinical pathway saat ini efektif. (Buchert, 2016)

Buchert (2016) menambahkan Clinical pathway

menstandarisasi sarana untuk perawatan penyakit dan kondisi

tertentu sehingga semua penyedia pelayanan berada pada

pelayanan yang sama dan menyediakan perawatan sesuai dengan

tindakannya atau keadaan yang merupakan bagian dari pengeloan

penyakit atau kondisi tertentu. Clinical pathway juga dapat digunakan

untuk menyalurkan pasien ke tempat perawatan yang paling tepat

sedini mungkin, sehingga mengurangi pemanfaatan sumber daya

yang tidak perlu. Perawatan yangtidakkonsisten dan tidak terduga

secara signifikan dapat menyebabkan ketidakpuasan.

Penerapan clinical pathway berpengaruh terhadap kepuasan

kerja dokter. Langkah-langkah perawatan pasien secara detail telah

ditentukan dalam clinical pathway sehingga dapat membatasi

kebebasan autonomi dokter. McKinlay and Stoeckle (1988)

berargumen bahwa dokter kehilangan professional otonominya

dibawah managed care. Clinical autonomy dikompromikan dibawah

managed care, seperti seringkali harus meminta persetujuan sebelum

memulai perawatan, hanya meresepkan obat yang diotorisasi,

mengikuti rencana pengobatan spesifik untuk penyakit tertentu.

Bahkan dengan managed care, otonomi dokter terancam saat


128
128
128

membuat keputusan berkenaan kondisi pekerjaannya, tertekan

terhadap schedulenya, menerima pembayaran kapitasi atau third party

(INA CBGs). termasuk clinical autonomy yang berpengaruh kuat

terhadap kepuasan dokter di era managed care (Stoddard et al..,

2001)

Tidak demikian halnya yang dirasakan oleh tenaga medis di

RSUD Sinjai, tenaga medis tidak merasa terbatasi autonominya di

dengan penerapan clinical pathway Era JKN ini, karena dalam

menyusun clinical pathway tenaga medis bersama pemberi asuhan

lainnya yang terdiri atas perawat, bidan, farmasi, serta komite medik

turut terlibat menyusun clinical pathway yang akan mereka jalani

nantinya.

Steers dalam Robbin menyebutkan bahwa Kepuasan kerja

akan meningkat jika manajer melakukan pendekatan yang melibatkan

partisipasi karyawan sebagai bawahan. Jika manajemen

menggunakan pendekatan otoriter dan sentralisasi pengambilan

keputusan akan menyebabkan kurangnya kepuasan kerja dan

kreativitas.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Muhazirah (2011) tentang pengaruh keterlibatan kerja karyawan

terhadap kepuasan kerja pada PT. Exelcomindo Pratama TBK,

menyatakan bahwa kepuasan kerja akan diperoleh ketika karyawan


129
129
129

juga dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan

perusahaan.

Keterlibatan kerja merupakan ukuran seseorang secara

psikologis terhadap pekerjaannya dan menganggap kinerjanya

sebagai ukuran harga diri. Keterlibatan pada pekerjaan berpengaruh

terhadap sikap dan perilaku kerja karyawan. Tingkat keterlibatan

pekerjaan yang tinggi berperan dalam membentuk kinerja,

meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil kerja, efisiensi kerja yang

tinggi, serta memunculkan kepuasan kerja. Individu yang terlibat pada

pekerjaan akan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan

yang mempengaruhi dirinya, sehingga cenderung puas terhadap

pekerjaan.

Pelaksanaan clinical pathway yang telah disusun kadang tidak

sesuai dengan yang diharapkan, adanya varians-varians tertentu

seperti kondisi perjalanan penyakit, penyakit penyerta atau komplikasi,

maupun kesalahan medis yang menyebabkan penyimpangan langkah

yang tidak sesuai dengan yang telah direncanakan dalam menangani

pasien. Clinical pathway tidak memenuhi tujuan utama pelayanan

rumah sakit yaitu memberikan pelayanan yang bermutu kepada

pasien. Masalah lain yang dikemukakan oleh informan yang lain

bahwa clinical pathway lebih fokus pada pengendalian biaya dengan

tujuan agar rumah sakit tidak mengalami kerugian. Beberapa clinical


130
130
130

pathway yang dibuat lebih mengefesienkan dana atau mengurangi

tindakan atau pelayanan yang bisa tidak dilakukan.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RS.

Bethesda Yogyakarta terhadap perawatan stroke iskemik akut,

clinical pathway mampu memberikan penurunan biaya perawatan

clinical pathway menyediakan standar pelayanan minimal untuk

meningkatkan mutu pelayanan dan pengendalian biaya pelayanan.

Pelaksanaan clinical pathway dapat dievaluasi melalui catatan

perkembangan pasien terintegrasi, hal ini terkait dengan pengisian

kelengkapan di rekam medik. Dokter yang bersangkutan dituntut untuk

melengkapi clinical pathway di rekam medik. Hal ini membuat beban

administrasi dokter pun meningkat.

4. Kepuasan Tenaga Medis terhadap peresepan obat sesuai

Formularium Nasional

Obat merupakan komponen vital bagi pelayanan rumah sakit.

SK Menkes no.1333/Menkes/SK /XII/1999 tentang “Standar

Pelayanan Rumah Sakit” menyebutkan bahwa manajemen pelayanan

rumah sakit harus menjaga bahwa obat yang dibutuhkan tersedia

setiap saat dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan

serta memberikan manfaat bagi pasien dan rumah sakit. Ketersediaan

obat juga berkaitan dengan angka kematian dan kesakitan di

masyarakat (Tumwine et al.., 2010).


131
131
131

Pemberian obat bagi peserta BPJS Kesehatan mengacu pada

FormulariumNasional (ForNas) untuk menjamin aksesibilitas

keterjangkauan dan penggunaan obat secara nasional. ForNas

merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Untuk obat-obat yang tidak termasuk dalam Formularium Nasional

tidak dilayani oleh instalasi farmasi, kecuali atas persetujuan dari

pihak rumah sakit.

RSUD Sinjai dalam meresepkan obat pada pasien berdasarkan

formularium RS . Formularium rumah sakit mengacu pada formularium

nasional dan beberapa obat yang diajukan ke panitia farmasi dan

terapi dan telah disetujui oleh direktur untuk disediakan di rumah

sakit. Dalam wawancara dengan beberapa dokter ditemukan bahwa

ketidakpuasan dokter terhadap pembatasan obat Fornas merupakan

dampak penyelenggaraan JKN di Rumah Sakit. Padahal salah satu

kewenangan klinis dokter adalah membuat dan menuliskan resep

tanpa intervensi pihak manapun.

Beberapa obat yang esensial belum terdaftar dalam

formularium nasional menyebabkan ketidakpuasan bagi tenaga medis

di RSUD sinjai. Beberapa tenaga medis juga mengeluhkan bahwa

obat yang masuk dalam fornas terkadang tidak adekuat dalam

penyembuhan pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian

ketidakpatuhan dokter spesialis menulis resep sesuai Fornas

dikarenakan obat yang dibutuhkan tidak diakomodir dalam Fornas dan


132
132
132

karena persepsi tentang manfaat dan mutu obat Fornas masih rendah

(Herti, 2014).

Keterbatasan ketersediaan obat di Era JKN masih menjadi

masalah dibeberapa Rumah sakit. Penelitian yang di lakukan di rumah

sakit Manna Kabupaten Bengkulu Selatan, ketidakpuasan kerja dokter

spesialisis disebabkan oleh ketidaktersediaan fasilitas untuk

penegakan diagnosa, obat-obatan serta bahan-bahan medis habis

pakai yang terbatas dan penyediaannya terlambat (Bina Ampera

Bukit, Laksono Trisnantoro, 2003)

Tidak demikian halnya dengan RSUD Sinjai, Tenaga medis di

RSUD Sinjai mengaku puas dan tidak ada masalah terhadap

kesediaan alat dan bahan medisnya, karena jika terdapat bahan atau

alat medis yang dibutuhkan pihak rumah sakit akan segera

mengadakan.RSUD Sinjai keterbatasan ketersediaan obat dapat

diatasi karena pihak rumah sakit memiliki kerjasama dengan apotek

atau pihak luar rumah sakit.

Peralatan dan fasilitas adalah faktor penunjang terlaksananya

pelayanan kesehatan. Secara teoritis peralatan dan fasilitas ada

hubungan dengan tingkat kepuasan karyawan. Kelengkapan

persedian alat kesehatan, obat maupun benda medis yang dibutuhkan

dalam sistem pelayanan dianggap mampu mempermudah pekerjaan

dan pekerjaan akan cepat selesai, sehingga membuat tenaga medis

mendapatkan kepuasan. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian


133
133
133

Cahyani mengenai hubungan faktor Pelayanan kesehatan dengan

tingkat kepuasan karyawan berdasarkan persepsi karyawan

menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

peralatan dan fasilitas kesehatan dengan kepuasan karyawan.

Hal ini sesuai dengan teori kepuasan equity, yang menyatakan

bahwa unsur utama dari kepuasan kerja adalah input (masukan) dan

out comes comperson (orang bandingan) serta equity dan inequity.

Input adalah suatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap

mendukung pekerjaannya. Termasuk hal itu adalah kecakapan,

pengalaman, pendidikan, jumlah jam kerja, peralatan yang digunakan

untuk bekerja.

Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Irianto, G (2004)

yang meneliti tentang pengaruh kepuasan dokter pada fasilitas dan

layanan rumah sakit terhadap rujukan rawat inap pasien di Rumah

sakit TNI AD Malang, dalam penelitian ini mengungkapkan

perlengkapan peralatan yang dapat membantu penegakan diagnosis

maupun proses perawatan pasien harus disesuaikan dengan

kemampuan dokter spesialis yang tersedia, apabila ini dapat terpenuhi

akan menjadikan dokter spesialis bergairah dalam melaksanakan

tugas yang tentunya akan meningkatkan kepuasan kerja dokter.


134
134
134

5. Kepuasan Tenaga Medis terhadap Sistem Kerjasama RSUD

Sinjai Dan BPJS Kesehatan

Dalam beberapa tahun terakhir, pengorganisasian sistem

kesehatan telah berubah secara signifikan. Untuk memperbaiki kinerja

di sistem kesehatan, kebanyakan negara telah melakukan reformasi

yang menghasilkan perbaikan besar-besaran, termasuk desentralisasi

layanan kesehatan dan administrasi, otonomi untuk penyedia layanan

publik, pemisahan badan pendanaan dan penyedia layanan,

perluasan opsi pembiayaan kesehatan dan pengembangan sektor

swasta keuntungan atau nirlaba (Perrot, J, 2006). Di Indonesia

reformasi sistem kesehatan dilakukan dengan adanya program

pembiayaan kesehatan secara nasional atau lebih dikenal dengan

jaminan kesehatan Nasional. BPJS sebagai penyelanggara program

JKN bekerja sama dengan RS.

Dalam menjalankan regulasi BPJS, Pihak BPJS memerlukan

dokter sebagai mitra kerja untuk mendukung kelancaran program

Jaminan Kesehatan Nasional.Kepuasan kerja akan mempengaruhi

kinerja dan mutu pelayanan di rumah sakit. Untuk itu kepuasan kerja

tenaga medis harus betul-betul diperhatikan di era JKN ini.

Kerjasama yang terjalin antar RSUD Sinjai dan BPJS

Kesehatan menurut tenaga medis cukup baik dan menguntungkan.

Kerjasasama yang baik ini berjalan sesuai dengan PKS (perjanjian


135
135
135

kerjasama) yang disusun kedua belah pihak dan ditandatangani

direktur RSUD Sinjai dan BPJS.

Menurut teori yang dipaparkan oleh Gibson menyebutkan

pekerjaan seseorang bukan hanya aktivitas – aktivitas yang nyata dan

kasat mata, namun juga berupa interaksi dengan lingkungannya, baik

rekan kerja, atasan, maupun bawahannya. Selain itu juga menyangkut

kemampuannya dalam menyesuaikan diri terhadap peraturan

organisasi dan suasana kerjanya, serta pencapaian standar prestasi

kerja.

Penelitian Eny Akustia juga menjelaskan bahwa faktor yang

paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja adalah faktor upah,

faktor kesempatan promosi, faktor penyelia dan faktor – faktor rekan

sekerja. Rekan sekerja adalah bagian lingkungan kerja yang bisa

mempengaruhi sikap dan pandangan sesama karyawan. Kedekatan

hubungan kerja dan jumlah kontak pribadi kerap menempatkan rekan

sejawat dalam suatu posisi membuat penilaian kinerja yang akurat.

Dalam kelompok yang belum dewasa, atau dalam sistem imbalan

yang individual kompetitif, evaluasi rekan sejawat dapat menciptakan

banyak masalah. Masalah-masalah itu dapat meliputi tekanan,

perselisihan, perpecahan, sikap negatif, motivasi kerja yang menurun

dan menurunnya produktivitas.

Robbins mengatakan bahwa mempunyai rekan sekerja yang

ramah dan mendukung menghantar kepuasan kerja yang meningkat.


136
136
136

Sedangkan menurut Gibson, dukungan sosial dari rekan sekerja

diperlukan bagi setiap karyawan. Rekan sekerja yang menciptakan

situasi bersahabat dan mendukung akan menimbulkan kepuasan kerja

karyawan.

Pendapat ini bertentagan dengan hasil penelitian Eny Akustia

menunjukkan tidak adanya hubungan antara hubungan teman kerja

dengan kepuasan kerja. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar

responden (69,0%) mempersepsikan hubungan dengan teman kerja

sedang. Hasil analisa tabulasi silang menunjukkan responden yang

memiliki persepsi tentang hubungan dengan teman kerja yang kurang

baik cenderung memiliki kepuasan kerja yang kurang puas. Pada

responden yang memiliki persepsi tentang hubungan dengan teman

kerja yang sedang cenderung memiliki kepuasan kerja yang puas, dan

pada responden yang memiliki persepsi tentang hubungan dengan

teman kerja yang baik cenderung memiliki kepuasan kerja yang

kurang puas.

Kemenkes RI yang merupakan regulator sekaligus leading

sector dari program JKN dan BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara

programnya telah mendesain berbagai program agar tujuan dari JKN

yang tertuang dalam UU No.40 Tahun 2004 Pasal 19 ayat 2 dapat

terwujud, namun sosialisasi berbagai aturan, kebijakan dan pedoman

penyelenggaraan pelayanan JKN ini masih sangat minim sehingga

seringkali Rumah Sakit yang dituntut untuk memberikan sosialisasi


137
137
137

terkait pelayanan kepada peserta yang mempengaruhi kinerja dan

tingkat kepuasan tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit

tersebut.

Dalam pelaksanaannya kerjasama yang terjalin baik masih

menghadapi beberapa masalah. Ketidakpuasan tenaga medis di

RSUD Sinjai terkait sosialisasi mengenai regulasi BPJS yang baru

dirasa lambat bahkan terkadang tidak disosialisasikan tetapi regulasi

itu sudah berjalan. Pihak BPJS juga dalam hal penyebaran informasi

di nilai tidak seragam, aturan beubah-berubah, tanpa ada

pemberitahuan dan dinilai tidak konsisten terhadap kesepakatan

awal.Ni Wayan dan Koman mengemukakan bahwa kebijakan

perusahaan memberikan dampak pada kepuasan kerja karyawan.

Setiap langkah, keputusan serta peraturan yang diberlakukan oleh

perusahaan menimbulkan tanggapan yang berbeda-beda dari setiap

karyawan. Perusahaan hendaknya berhati-hati dalam menerapkan

suatu kebijakan agar seimbang sehingga menimbulkan kepuasan bagi

karyawannya.

Kerjasama antara BPJS dan RS hendaknya terjalin komunikasi

yang baik antar keduanya. Dari penelitian ini dalam hal komunikasi

dengan pihak BPJS, tenaga medis menuturkan komunikasi dengan

rumah sakit maupun dengan tenaga medis lancar tidak ada kendala.

Salah satu penyumbang faktor yang terbesar terjadinya ketidakpuasan

adalah masalah komunikasi. Komunikasi yang lancar antar karyawan


138
138
138

dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai

jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau

mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi

karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas

terhadap kerja.

6. Kepuasan Tenaga Medis terhadap Sistem Pembayaran

Pelayanan Kesehatan pada Era JKN di RSUD Sinjai

Kepuasan kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh

manusia, seorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak

dicapainya dan orang berharap bahwa aktifitas kerja yang dilakukan

akan membawanya kepada keadaan yang lebih memuaskan daripada

keadaan sebelumnya. Kepuasan kerja tenaga medis terhadap sistem

pembayaran pelayanan kesehatan pada era JKN pada penelitian ini

dinilai dari besaran jasa yang diterima, transparansi pembagian jasa

serta waktu pembagian jasa medis.

Tingkat kepuasaan pegawai kesehatan mengenai besarnya

jasa pelayanan merupakan salah satu indikator sejauh mana

keberhasilan dari pelayanan yang diberikan oleh pihak Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial kepada fasilitas kesehatan. Jadi jasa

pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan dalam bekerja dan

semakin besar jasa pelayanan yang diterima maka semakin puas pula

seseorang tersebut dalam bekerja sehingga akan berpengaruh


139
139
139

terhadap kinerja selanjutnya dengan harapan akan lebih

ditingkatkan(Azis AR, 2015).

Dari hasil wawancara kepuasan tenaga medis yang dilakukan

di RSUD Sinjai, menurut tenaga medis Tarif INA CBGs yang dianggap

rendah menyebabkan besaran biaya yang dibutuhkan tidak sesuai

dengan pelayanan yang harus diberikan oleh tenaga kesehatan,

sehingga mengakibatkan ketidakpuasan tenaga medis terhadap

BPJS.

Berdasarkan teori kepuasan discrepancy yang diperkenalkan

oleh Porter, kepuasan kerja seseorang diukur dengan menghitung

selisih antara yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan.

Teori ini juga menjelaskan bahwa seseorang seseorang akan merasa

puas dalam bekerja jika tidak ada perbedaan antara yang diinginkan

dengan persepsinya atas kenyataan yang mereka terima, karena

batas minimal kebutuhan telah dipenuhi. Apabila yang didapat lebih

besar dari yang diinginkan maka orang akan menjadi lebih puas

walaupun terdapat selisih, tetapi selish tersebut adalah selisih positif ,

dengan demikian berarti lebih puas atau sangat puas. Sebaliknya

apabila yang didapat jauh lebih kecil berada dibawah standar

minimum, akan terjadi perbedaan yang bersifat negatif, sehingga

makin besar ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaanya. Apabila

kondisi aktual yaitu meliputi kondisi fisik, sosial, psikis dan finansial

dirasakan telah memadai dan telah dirasakan sesuai dengan persepsi


140
140
140

pekerja, berarti mereka telah terpuaskan. Namun apabila kondisi-

kondisi aktual tersebut jauh berada dibawah standar yang diinginkan,

maka mereka semakin kecewa, tidak mendapatkan kepuasan kerja.

Salah satu penyebab ketidakpuasan dokter era JKN karena

paket INA CBGs yang dibayarkan oleh BPJS secara paket pada

setiap peserta tanpa melihat tindakan dan hari rawatnya. Selain itu,

jasa medik atau pembayaran dokter yang pembayarannya per pasien

(sudah termasuk dalam satu paket lengkap dengan biaya operasional,

biaya penunjang diagnostik dan obat).

Demikian halnya yang dikutip dari laman persakmi.or.id keluhan

memang dialami oleh berbagai rumah sakit di tingkat nasional terkait

jasa medis yang mengacu pada tarif INACBG‟s. Perbedaan tarif yang

dirasakan kurang realistis (JKN menggunakan tarif basis INA-CBG‟s.

Tarif INA CBGs yang dianggap rendah menyebabkan besaran biaya

yang dibutuhkan tidak sesuai dengan pelayanan yang harus diberikan

oleh tenaga kesehatan, sehingga mengakibatkan ketidakpuasan

dokter terhadap BPJS.

Semua rumah sakit berharap pemerintah untuk dapat

mengoreksi tarif INA-CBG‟s dari tim penentu tarif (National Casemix

Center). Pada bulan bulan Mei 2014 sudah disepakati perbaikan tarif

dari Kemenkes, tetapi nominal masih dirasakan kurang sehingga

masih memerlukan perjuangan untuk renegosiasi di tahun-tahun

mendatang (negosiasi hendaknya tidak sepihak tetapi disepakati


141
141
141

bersama antara BPJS dan asosiasi RS yang diwakili para dokter

spesialis)

Gibson menyebutkan bahwa imbalan adalah jumlah upah yang

diterima dandianggap upah yang wajar oleh pegawainya. Pada

dasarnya seseorang yang bekerja mengharapkan imbalan yang

sesuai dengan jenis pekerjaannya. Karena adanya insentif yang

sesuai dengan pekerjaannya, maka akan timbul pula rasa gairah kerja

yang semakin baik. Imbalan dari kerja banyak bentuk dan tak

selalutergantung pada uang. Imbalan adalah hal-hal yang mendorong

tenaga kerja untukbekerja lebih giat.

Menurut Stephen Robbins (2003) konsep kepuasan kerja dapat

digambarkan sebagai sikap umum terhadap pekerjaan seseorang

dimana terjadinya perbedaan antara yang diterima dan apa yang

sebenarnya mereka percaya bahwa mereka harus menerima.Kreitner

and Kinicki (2001) salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan

kerja adalah pemenuhan kebutuhan, termasuk gaji. Rabinowitz

mengemukakan salah satu aspek kepuasan kerja yakni kepuasan

terhadap pengahargaan yang terdiri dari gaji dan benefit. Hasil

penelitian ini sesuai dengan pendapat Soeroso, Kepuasan kerja

diperoleh dari tingkat imbalan atau hasil yang diperoleh dari

pekerjaan, dibandingkan dengan apa yang diharapkan atau dinilai

karyawan.
142
142
142

Besaran jasa medis yang diterima oleh tenaga medis

tergantung pada besaran nilai klaim RS yang diterima atas pasien

BPJS. Sebagian tenaga medis mengungkapkan bahwa pendapatan

setelah JKN meningkat daripada sebelumnya. Namun beberapa

tenaga medis mengeluhkan besaran jasa yang diterima di Era JKN

bila dibandingkan dengan sistem pembayaran sebelum era JKN.

Keluhan ini muncul dari tenaga medis yang umumnya banyak

melakukan tindakan/operasi dalam melayani pasien. Rendahnya jasa

medik dokter apalagi bila dibandingkan saat fee for service menjadi

faktor penyebab dokter dalam melayani pasien menurun

kepuasannya.

Hasil ini didukung oleh teori Equity yang menjelaskan bahwa

kepuasan seseorang tergantung pada keadilan suatu

pekerjaan,perasaan puas atau tidak puas seseorang tergantung pada

apakah seseorang tersebut merasakan adanya suatu keadilan atau

tidak atas apa yang telah dilaksanakannya dengan apa yang

didapatkannya.

Menurut teori ini dirasakan adil apabila rasio input-outcome

seseorang sebanding dengan pembanding. Jika rasio hasil input tidak

sama atau tidak seimbang atau lebih kecil maka akan dirasakan tidak

adil. Ketidakadilan dapat terjadi dengan bermacam cara, misalnya

seorang pekerja menganggap gajinya tidak adil jika pekerja lain

dengan kualifikasi yang sama menerima gaji yang lebih besar atau jika
143
143
143

pekerja lebih rendah kualifikasinya menerima gaji besarnya sama.

Demikian pula dirasakan tidak adil bila mendapat kompensasi yang

lebih besar dari bandingannya. Ketidakadilan merupakan salah satu

sumber ketidakpuasan kerja.

Rumah sakit perlu mencapai kesepakatan dengan para

petugasnya tentang pengaturan pembayaran jasanya (jasa

pelayanan) yang memuaskan semua pihak yang meliputi dokter,

perawat dan staf lainnya dan pihak manajemen rumah sakit. Adanya

kesepakatan antara semua pihak akan memberikan kepastian bagi

manajemen dan kepuasan bagi para petugasnya.

Menurut Dr. Hanna Permana, MARS pada pertemuan

penyusunan pedoman remunerasi rumah sakit daerah di Jakarta pada

tanggal 18 juli 2014 menyatakan bahwa sistem remunerasi yang akan

dibuat oleh Kemenkes tidak perlu terlalu detil, karena implementasi

pola remunerasi akan sangat dipengaruhi oleh budaya, kebiasaan dan

kondisi di daerah. Selain itu, perlu ditetapkan grade yang

memperhatikan risiko pekerjaan, jabatan dan aspek-aspek lain.

Misalnya harus ada perbedaan antara perawat yang bekerja di ICU

dengan yang bertugas di poliklinik. Secara sederhana, kondisi berikut

merupakan kondisi yang dapat menerima remunerasi paling tinggi:

dokter pemegang pisau, bertugas di critical care, memegang jabatan

sebagai ketua komite medik dan menjelang pensiun.


144
144
144

Ada tiga komponen dalam sistem remunerasi yang diusulkan,

yaitu pay-for-position, pay-for-people dan pay-for-performance. Batang

tubuh dari sistem ini terdiri dari grade dan kelompok jabatan. Dengan

pola ini, seluruh pendapatan RS akan masuk dalam satu pot dan

dibagi berdasarkan grading dan kelompok jabatan tersebut. Jadi tidak

ada lagi istilah jasa pelayanan, jasa medis, jasa obat dan sebagainya.

Remunerasi dibagi berdasarkan grade yang telah ditetapkan tersebut.

Sistem pembayaran jasa medis di RSUD Sinjai menurut

informan mengikuti Surat Ketetapan direktur. Perhitungan/pembagian

jasa atas tenaga kesehatan pada RSUD Sinjai diperuntukan bagi

Semua tenaga pemberi pelayanan mendapatkan pembagian jasa

BPJS sesuai persentase yang telah disepakati. Persentase

Pembagian sebagaimana dimaksud pada yaitu jasa pelayanan 44%

dan jasa Sarana Prasarana 56%

Dalam menentukan persentase pembagian jasa medis sudah

tranparan dan sudah sangat jelas, dalam penyusunan sistem

pembayaran tenaga medis dan pihak rumah sakit, serta tenaga profesi

lain yang bekerja di rumah sakit duduk bersama sehingga membuat

tenaga medis dapat tahu besaran jasa yang akan diterima sesuai

beban kerja.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Meutiah & Ishak (2015)

menyatakan bahwa Pemerintahan dalam hal ini adalah manajemen

rumah sakit memiliki peran penting dalam menjalankan program JKN.


145
145
145

Menurut peneliti, manajemen rumah sakit secara umum sudah

transparan, namun perlu adanya peningkatan transparansi khususnya

dalam pengelolaan keuangan. Sebaiknya, kebijakan dan

implementasinya harus dilaksanakan secara terbuka.

Menurut Florini (1999) Transparansi merupakan suatu proses

dimana informasi tentang kondisi, keputusan dan tindakan yang

dilakukan dapat diakses, nyata dan dapat dimengerti. Hal ini

ditambahkan oleh (Bell ver & Kaufmann 2005) yang menyatakan

bahwa transparansi merupakan peningkatan aliran informasi

ekonomi, social dan politik yang tepat waktu dan terpercaya, yang

dapat diakses oleh seluruh stakeholder yang berkepentingan.

Menurut Robbins, budaya organisasi adalah nilai-nilai, prinsip-

prinsip, tradisi dan cara-cara bekerja yang dianut bersama oleh para

anggota organisasi dan mempengaruhi cara mereka bertindak. Bila

nilai-nilai pokok organisasi dapat dipahami secara jelas dan diterima

secara luas, para karyawan akan mengetahui apa yang harus

dikerjakan dan apa yang diharapkan dari diri mereka, sehingga

mereka dapat bertindak dengan cepat untuk mengatasi masalah.

Seluruh tenaga medis merasa puas terhadap persentase

pembayaran jasa yang mereka terima. Hal ini sesuai dengan teori

Robins (2001) menyatakan bila upah diberikan secara adil sesuai

tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar


146
146
146

pengupahan komunitas, kemungkinan besar menghasilkan kepuasan

pada pekerja.

Meninjau teori yang dikemukakan oleh Maslow tentang teori

hirarki kebutuhan yang menyebutkan bahwa dalam diri manusia ada

lima hirarki kebutuhan yaitu fisiologis, keamanan, sosial,

penghargaan, dan aktualisasi diri (Ivancevich et al.., 2006). Jika setiap

kebutuhan ini banyak dipuaskan maka kebutuhan yang berikutnya

akan menjadi dominan.

Maslow selanjutnya membagi kebutuhan menjadi dua, yakni

kebutuhan tingkat rendah dan kebutuhan tingkat tinggi. Kebutuhan

tingkat rendah apabila kebutuhan yang dipenuhi secara eksternal yaitu

kebutuhan fisik dan keamanan, dan disebut kebutuhan tingkat tinggi

apabila kebutuhan yang dipenuhi secara internal, yaitu kebutuhan

sosial, penghargaan dan aktualisasi diri. Dengan melihat teori

tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa kepuasan tenaga medis

terhadap pemenuhan kebutuhan dasar pegawai telah terpenuhi

namun masih dianggap kurang dari standar yang diharapkan.

Menurut Simamoradan Robbins upah yang baik adalah upah

yang dianggap adil dan jumlahnya memuaskan, memenuhi kebutuhan

dasar (makanan,pakaian, perumahan yang merupakan kebutuhan

pokok, juga kebutuhan lain sepertipendidikan, kesehatan, rekreasi),

dan akan menciptakan ketidakpuasan pegawaijika sistem

kompensasinya tidak memadai.


147
147
147

Teori kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Porter tentang

discrepancy theory yang mengukur kepuasan kerja seseorang dengan

menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan

yang dirasakan. Apabila yang didapat ternyata lebih besar daripada

yang diinginkan, maka seseorang akan menjadi lebih puas walaupun

terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif.

Sebaliknya makin jauh kenyataan yang dirasakan di bawah standar

minimum sehingga menjadi negative discrepancy, maka semakin

besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan.

Seperti kenyataan yang ditemukan di RSUD Sinjai bahwa tarif

INA CBGs yang dianggap rendah menyebabkan besaran biaya yang

dibutuhkan tidak sesuai dengan pelayanan yang harus diberikan oleh

tenaga kesehatan, menjadi bentuk discrepancy negatif yang

mempengaruhi kepuasan kerja tenaga medis terhadap BPJS. Hal ini

terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar

dokter merasa tidak puas terhadap besaran jasa medis yang diterima

dan tidak sebanding dengan kinerja mereka di era JKN.

Hal ini sesuai dengan prinsip dari teori Equity yaitu seseorang

akan merasa puas atau tidak puas tergantung pada apakah

pekerjaaan tersebut merasakan adanya suatu keadilan (Equity) atau

tidak atas suatu situasi kerja. Perasaan tidak puas atau puas ini dari

seseorang diperoleh dengan cara membandingkan dirinya dengan

orang lain dalam suatu organisasinya sendiri atau dibandingkan


148
148
148

dengan individu lain yang sejenis di dalam organisasi yang lain. Pada

dasarnya seseorang yang bekerja mengharapkan imbalan yang

sesuai dengan jenis pekerjaannya. Karena adanya insentif yang

sesuai dengan pekerjaannya, maka akan timbul pula rasa gairah kerja

yang semakin baik.

Faktor lain yang dapat menjadi tolak ukur kepuasan pada

sistem pembayaran jasa medis adalah ketepatan waktu pembayaran

jasa. Namun, pada penelitian ini tenaga medis di RSUD Sinjai

mengeluhkan keterlambatan pembayaran jasa medis. Keterlambatan

tersebut terjadi akibat verivikator BPJS di RS yang tidak cukup hanya

satu orang dan adalah verifikasi memicu beda pendapat tentang

kriteria verifikasi antara petugas administrasi RS dan verifikator BPJS

Kesehatan, hal ini juga membuat verifikasi klaim membutuhkan waktu

lama.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di RS Nene

Malommo dan RSUD Kota Makassar mengenai kepuasan kerja dokter

spesialis pada pelaksanaan JKN, pembayaran jasa medis yang

sesuai dengan waktu dan besaran oleh dokter spesialis menimbulkan

kepuasan bagi dokter spesialis (Diliana, 2014).

Persepsi dokter terhadap pembagian jasa pelayanan

berhubungan dengan kinerja secara signifikan dan cukup kuat. Aspek

lain yang menyebabkan ketidakpuasan pemberi pelayanan terhadap

jasa pelayanan yang berdampak pada penolakan adalah waktu


149
149
149

pembayaran jasa pelayanan tidak jelas,tidak adanya transparansi

dalam mekanisme pembagian dan penetapan indeks dan

ketidaktahuan akan sistem pembagian karena dokter spesialis belum

terlibat dalam perumusan sistem pembagian jasa pelayanan yang

telah digunakan sebelumnya (Noprinaldi, Meliala, & Utarini, 2006)

Pada dasarnya seseorang bekerja mengharapkan imbalan

yang sesuai dengan jenis pekerjaannya, bila semakin terdapat

kesesuaian maka kinerja akan semakin baik. Kompensasi yang

proporsional akan memotivasi dan memuaskan karyawan, sedangkan

kompensasi yang tidak proporsional akan menimbulkan keluhan,

penurun prestasi, kepuasan kerja dan menurunkan moral pekerja.

Hasil penelitian oleh Sari menyatakan bahwa kompensasi atau

remunerasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, yang

mana semakin meningkatnya kompensasi akan meningkat juga

kepuasan seseorang. Jika kompensasi yang diberikan sesuai maka

akan menghasilkan hasil kinerja yang optimal.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini tidak melakukan wawancara secara keseluruhan

pada tenaga medis yang bekerja di RSUD Sinjai sehingga hasil

evaluasi kepuasan tenaga medis hanya diwakilkan beberapa orang

saja. Kendala dalam penelitian kali ini adalah kesulitan dalam

membuat janji wawancara dengan informan dan waktu yang terbatas


150
150
150

dan sangat minim untuk mewawancarai informan dalam menggali

informasi lebih dalam karena kesibukan informan dan beberapa

informan baru berada di RSUD Sinjai setelah era JKN berjalan

sehingga mereka sulit untuk membandingkan dengan era

sebelumnya.
151
151
151

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Secara umum tenaga medis merasa cukup puas terhadap sistem

penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum

Daerah Sinjai Era JKN.

a. Tenaga medis menghadapi beberapa kendala dalam sistem

rujukan seperti masih banyak kasus yang dirujuk masih bisa

diselesaikan di FKTP 1,dan Sisrute yang ada dianggap masih

kurang responsif karena terkendala pada jaringan internet, data

yang tidak diperbaharui, dan keterbatasan kamar untuk pasien

rujukan.

b. Sistem rujuk balik cukup membantu tenaga medis dalam

komunikasi antar fasilitas kesehatan hanya saja kepatuhan

dokter dalam merujuk balik dan melengkapi resume medis

pasien pada form rujuk balik masih kurang.

c. Clinical pathway yang disusun bertujuan untuk kendali biaya,

disusun bersama dan tidak membatasi gerak tenaga medis

dalam memberikan asuhan medis yang diperlukan.


152
152
152

d. Pelayanan peresepan obat sudah sesuai fornas dan tenaga

medis puas untuk ketersediaan obat, alat kesehatan maupun

bahan medis diRSUD Sinjai. Tenaga medis berharap daftar

obat dalam fornas ditambahkan dan disesuaikan dengan

kebutuhan RS.

2. Kerjasama BPJS dengan Rumah Sakit Umum Daerah Sinjai di era

JKN baik dan cukup menguntungkan pihak RS, hanya saja

sosialisasi regulasi dianggap terlambat dan berubah-berubah serta

penyelesaian masalahnya terkadang tidak ditindaklanjuti.

3. Tenaga medis di RSDU Sinjai puas dengan tranparansi jasa medis,

namun dalam besaran jasa medis dan ketepatan waktu

pembayaran masih menjadi keluhan.

B. SARAN

Beberapa saran yang peneliti rekomendasikan dalam penelitian ini

yaitu sebagai berikut:

1. Saran terhadap Sistem Rujukan pada era JKN

a. Perbaikan Sisrute yang ada sehingga komunikasi antar fasilitas

kesehatan dapat berjalan dengan baik

b. Menetapkaan petugas khusus dibagian sisrute sehingga dapat

menjawab permintaan ataupun konfirmasi dari Rumah sakit

lain.dan melakukan pembaharuan data RS pada Sisrute.


153
153
153

c. Tidak membatasi kuota jumlah tempat tidur ataupun

penggunaan sarana prasarana rumah sakit lainnya untuk

pasien BPJS di rumah sakit

d. Ketersedian obat dan kelengkapan sarana-prasarana di FKTP

lebih ditingkatkan, sehingga tenaga medis di FKTP dapat

menegakkan diagnosa dan menyelesaikan kasus dengan baik

untuk mengurangi rujukan kasus-kasus non spesifik ke Rumah

Sakit.

e. Peningkatan mutu SDM tenaga medis pada FKTP sehingga

tenaga medis lebih terampil dan mampu menangani pasien di

FKTP lebih baik lagi.

2. Saran terhadap Sistem Rujukan Balik pada era JKN

a. Penyeragaman form rujuk balik dari FKTP.

b. Kepatuhan tenaga medis dalam merujuk balik dan melengkapi

lembar rujuk balik pasien ditingkatkan

3. Saran terhadap penerapan Clinical Pathway pada era JKN

a. Menyusun clinical pathway sesuai dengan mengacu pada

standar pelayanan medis, standar asuhan keperawatan dan

standar pelayanan tenaga kesehatan, tidak sekedar berfokus

pada kendali biaya.

b. Tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya konsisten

menjalankan clinical pathway yang telah disepakati bersama.


154
154
154

4. Saran terhadap penerapan Formularium Nasional pada era JKN

a. Pilihan obat dalam formularium nasional diharapkan lebih

bervariatif.

b. Revisi Formularium Nasional dengan melibatkan organisasi

profesi, organisasi rumah sakit daerah (ARSADA), dan

organisasi rumah sakit swasta (ARSSI).

5. Saran terhadap Kerjasama BPJS dengan RSUD Sinjai di Era JKN

a. Regulasi aturan baru dari BPJS dapat dilaksanakan setelah

regulasi disosialisasikan.

b. Konsisten dengan regulasi yang telah dibuat.

c. Regulasi yang ditetapkan dibuat secara tertulis.

6. Saran terhadap sistem pembayaran pada era JKN

a. Menambah jumlah verivikator BPJS di RS sehingga

memudahkan dalam verifikasi sistem klaim agar

keterlambatan pembayaran jasa medis yang membuat

kepuasan kerja menurun dapat dihindari

b. Membuat pedoman penatalaksanaan penyakit berdasarkan

diagnosis sesuai dengan aplikasi INA CBGs untuk

menghindari perbedaan pendapat terkait verivikasi kasus.

c. Melakukan revisi tarif INA CBG dengan melibatkan organisasi

profesi, Asosiasi Rumah Sakit Daerah (ARSADA), dan

Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI).


DAFTAR PUSTAKA

Alf, Crossman. 2003. Job Satisfaction and Employee Performance of


Lebanese. Journal Of Managerial Psychology. Vol. 18 No. 4,pp. 368-
376.
Bagheri, S., Kousha, A., Janati, A., & Asghari-Jafarabadi, M. 2012. Factors
Influencing The Job Satisfaction of Health System Employees In
Tabriz, Iran. Health Promotion Perspectives, 2(2), 190–196.
Baker, L. C. and Joel C.C.1993. Physician Satisfaction Under Managed
Care, Health Affairs, p.258-270.
Bensing, J.M. Et Al., 2013, The Manifestation of Job Satisfaction In
Doctor-Patient Communication; A Ten-Country European Study.
International Journal Of Person-Centered Medicine. 3(1);45.
Boehman, J,. 2006. Affective, Continuance, and Normative Commitment
Among Student Affairs Professionals, Unpublished Doctoral
Dissertation. North Carolina State University, Raleigh, NC (Proquest
Digital Dissertation)
Bovier, P. A and Thomas, V.P. 2003. Predictors of Work Satisfaction
Among Physicians. European Journal Of Public Health. 13: 299-305.
Buchert RA, Butler GA. 2016. Clinical Pathway driving High Reliability and
High value care. Pediatr Clin N Am 63:317–328Bukit, B. A, Laksono
T, & Andreasta M. 2003. Kepuasan Kerja Dokter Spesialis Di Rumah
Sakit Umum Daerah Manna Kabupaten Bengkulu Selatan Dengan
Pendekatan EMIC. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. 6(4) :
183-191.
Buku Panduan Praktis Program Rujuk Balik Peserta JKN (diunduh dari
website http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/arsip/detail/40).
Chen, G., Ployhart, R. E., Thomas, H. C., Anderson, N., & Bliese, P. D.
2011. The Power of Momentum: A New Model of Dynamic
Delationships Between Job Satisfaction Change and Turnover
Intentions. Academy Of Management Journal, 54(1), 159–181.
Diliana, Suci. A. 2014. Analisis Kepuasan Kerja Dokter Spesialis Pada
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Di RS Nene Mallomo
Kabupaten Sidenreng Rappang Dan RSUD Kota Makassar Tahun
2014. Universitas Hasanuddin Makassar.
Ding, Hong., Sun, X., Chang, W. W., Zhang, L., & Xu, X. P. 2013. A
Comparison Of Job Satisfaction Of Community Health Workers
Before And After Local Comprehensive Medical Care Reform: A
Typical Field Investigation In Central China. Plos ONE, 8(9), 1–5.
Dugguh, Stephen. I. 2014. Job Satisfaction Theories: Traceability To
Employee Performance In Organizations. IOSR Journal Of Business
And Management Ver. I, 16(5), 2319–7668.
Firmanda D. 2006. Clinical Pathways Kesehatan Anak. Sari Pediatri.
8(3):195- 208.
Friedberg, M. W., Chen, P. G., Van Busum, K. R., Aunon, F., Pham, C.,
Caloyeras, J.,Tutty, M. 2013. Factors Affecting Physician

157
158
158
158

Professional Satisfaction and Their Implications for Patient Care,


Health Systems, and Health Policy. RAND Corporation.
Forrest, C. B., Glade, G. B., Baker, A. E., Bocian, A., Von Schrader, S., &
Starfield, B. 2000. Coordination Of Specialty Referrals And Physician
Satisfaction With Referral Care. Archives Of Pediatrics & Adolescent
Medicine, 154(5), 499.
Gandhi, T. K., Sittig, D. F., Franklin, M., Sussman, A. J., Fairchild, D. G., &
Bates, D. W. 2000. Communication Breakdown In The Outpatient
Referral Proces. Journal Of General Internal Medicine, 15, 626–31.
Grembowski, D., Ulrich, C. M., Paschane, D., Diehr, P., Katon, W., Martin,
D., Velicer, C. 2003. Managed Care And Primary Physician
Satisfaction. The Journal Of The American Board Of Family
Medicine, 16(5), 383–393.
Grembowski, D., Paschane, D., Diehr, P., Katon, W., Martin, D., & Patrick,
D. L. 2005. Managed Care, Physician Job Satisfaction, And The
Quality Of Primary Care. Journal Of General Internal Medicine, 20(3),
271–277.
Gothe, H., Katster, A. D., Storz, P., Nolting, H. D., & Haussler, B. 2007.
Job Satisfaction Among Doctors. Arbeits Und Berufszufriedenheit
Von äRzten, 104(Diagram 1), A1394–A1399.
Http://Doi.Org/10.4045/Tidsskr.09.0955
Herti, T. 2014. Kepatuhan Dokter Spesialis Terhadap Implementasi
Formularium Nasional Di Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu. Tesis.
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Iroth, J. S. 2016. Dampak Penerapan Clinical Pathwayterhadap Biaya
Perawatan Pasien Stroke Iskemik Akut Di RS Bethesda Yogyakarta.
Tesis. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Perrot, J. 2006. Different approaches to contracting in health systems.
Bulletin of the World Health Organization, 84(11), 859–866
Kairys, J., Zebiene, E., Sapoka, V., & Zokas, I. 2008. Satisfaction With
Organizational Aspects Of Health Care Provision Among Lithuanian
Physicians. Central European Journal Of Public Health, 16(1)
Kemenkes RI,. 2014, Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan
Nasional (Jkn) Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Pegangan
Sosialisasi: Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Dalam Sistem
Jaminan Sosial Nasional. Jakarta. [Internet]. Diakses Dari:
Http://Www.Depkes.Go.Id/Resources/Download/ Zjkn/Buku-
Pegangan-Sosialisasi-Jkn.Pdf. Tanggal Akses: 15 September 2015.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. Nomor 71 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan
Kesehatan Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kreitner, B,.and Kinicki A,. 2010. Organizotion Behavior, Ninth Edition,
Newyork: Mcgraw Hill.p.225
159
159
159

Lumley, E. J., Coetzee, M., Tladinyane, R., & Ferreira, N. 2011. Exploring
The Job Satisfaction And Organisational Commitment Of Employees
In The Information Technology Environment. Southern African
Business Review, 15(1), 100–118.
Meutuah, Latifah.D. & Saifuddin, I., 2015. Analisis Kepuasan Dokter
Spesialis Terhadap Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Tahun 2014. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. 15(1):9,15,17.
Munyewende, P. O., Rispel, L. C., & Chirwa, T. 2014. Positive Practice
Environments Influence Job Satisfaction Of Primary Health Care
Clinic Nursing Managers In Two South African Provinces. Human
Resources For Health, 12(1), 27

Nasution, L. H., 2014, Pengaruh Implementasi Kebijakan Case Mix INA


Cbgs Berdasarkan PERMENKES No. 40 Tahun 2012 Terhadap
Kepuasan Kerja Dokter Spesialis Di RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2013. Tesis. Universitas Sumatera Utara.
Noprinaldi, Meliala, A., & Utarini, A. 2006. Persepsi Pengaruh Sistem
Pembagian Jasa Pelayanan Terhadap Kinerja Karyawan Di Rumah
Sakit Jiwa Madani. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 09(02),
65–71.
Nylenna, M., Gulbrandsen, P., Førde, R., & Aasland, O. G. 2005. Job
Satisfaction Among Norwegian General Practitioners. Scandinavian
Journal Of Primary Health Care, 23(4), 198–202.
Paat C, Kristanto E, Kalalo F P. 2017. Analisis Pelaksanaan Clinical
Pathway Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal Biomedik,
9(1).
Primasari,2015. Analisis Sistem Rujukan Jaminan Kesehatan Nasional
RSUD Dr.Adjidarmo Kabupaten Lebak. Junnal ARSI:78-86
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Lembaran Negara RI
Tahun 2004. Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009
Tentang Praktik Kedokteran. Lembaran Negara RI Tahun 2009.
Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan. Lembaran Negara RI Tahun 2009. Sekretariat
Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah sakit. Lembaran Negara RI Tahun 2009. Sekretariat
Negara. Jakarta
Robbins,. 2003. Perilaku Organisasi, Konsep Kontroversi, PT Prehalindo,
Jakarta.
160
160
160

Romeyke, T., & Stummer, H. (2012). Clinical Pathways As Instruments For


Risk and Cost Management In Hospitals - A Discussion Paper.
Global Journal Of Health Science, 4(2), 50–9.
Seto Soerjono. 2001. Manajemen Apoteker. Airlangga University Press.
Surabaya.
Stoddard, et All. 2001. Managed care, professional Autonomy and income.
Effect on phusician career satisfaction. Journal of General
International Medicine. Vol 16 (10): 675-684.
Sudita, I. N. 2015. Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja, Dan
Komitmen Terhadap Turn Over Intention (Studi Kasus Pada Bidan
Praktek Swasta Di Kabupaten Sleman). Jurnal Bisnis Dan Ekonomi,
6(1), 89–99.
Sugiono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (7th ed.).
Bandung: Alfabeta.
Sujianto,.Koeswo M,.Andworo E,. 2014. Job Satisfaction Affecting Elective
Surgery Service Performance. Jurnal Kedokteran
Brawijaya,Vol.28.P.55.
Surat Edaran (SE) Direktur Pelayanan BPJS Nomor 038 Tahun 2014
tentang Petunjuk Teknis Surat Edaran (SE) Menkes Nomor 032
Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan bagi
Peserta BPJS Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan dalam
Penyelenggaran Program Jaminan Kesehatan.
Surat Edaran (SE) Menkes Nomor 032 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan
Pelayanan Kesehatan bagi Peserta BPJS Kesehatan pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaran Program Jaminan
Kesehatan.
Tanner, A. E., Ranti, L., & Lolo, W. A. (2015). Evaluasi Pelaksanaan
Pelayanan Resep Obat Generik Pada Pasien Bpjs Rawat Jalan Di
Rsup . Prof . Dr . R . D . Kandou Manado Periode Januari-Juni 2014.
Pharmacon, 4(4), 58–64.
Tumwine Y, Kutyabami P, Odoi RS, Kalyango JN. 2010. Availability And
Expiry Of Essential Medicines And Supplies During The „Pull‟ And
„Push‟ Drug Acquisition Systems In A Rural Ugandan Hospital.
Tropical Journal Of Pharmaceutical Research, 9(6): 557–564.
Tysen, R. Et Al., 2013, Physicians‟ Perceptions Of Quality Of Care,
Professional Autonomy, And Job Satisfaction In Canada Norway,
And The United States, BMC Health Services Research, 13(516) : 2.
Utarini, A. (2000) Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Magister
Kesehatan Ibu dan Anak
Warren, M.G. Et Al., 1999, The Impact Of Managed Care On Physicians,
Health Care Manage Rev, 24(2) : 47.
Wijayanti FER, Lamsudin R, Wajdi F. 2016 Analisis Clinical Pathway
Dengan BPJS Antara RS Negeri Dan RS Swasta. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta
161
161
161

Zaitun. (2016). Penerapan Formularium Nasional Dalam Peresepan


Pasien Jaminan Kesehatan Nasional Di Rsud Kabupaten Bangka
Tengah Tahun 2015. Tesis. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Zannini L, Cattaneo C, Peduzzi P, Lopiccoli S, Auxilia F. 2012.
Experimenting Clinical Pathway In General Practice: A Focus Group
Investigation With Italian General Practitioners. Journal Of Public
Health Res,1(30):192-8.
Lampiran 1

Kepada Yth,
……………………………….
(Informan)
Di
Sinjai

Assalamu Alaikum Wr.Wb

Dengan Hormat,
Sehubungan dengan penulisan tesis mahasiswa Program Studi Magister Administrasi
Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin atas nama:

Nama : Nur Fadhilah Arifin


NIM : P1806213002
Program Studi : Magister Administrasi Rumah Sakit
Mohon kesediaannya bapak/ibu untuk wawancara seputar isu Implementasi JKN dalam
rangka penulisan tesis dengan judul, “KEPUASAN KERJA TENAGA MEDIS PADA
ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SINJAI
TAHUN 2017”.

Adapun waktu dan tempat wawancara menyesuaikan dengan jadwal bapak/ibu semoga
berkenan,Informed Consent penelitian dan panduan pertanyaan terlampir. Atas
perhatian dan kesediaannya kami ucapkan terima kasih.

Makassar, 21 Mei 2017

Salam Hormat,

Nur Fahilah Arifin

1
Lampiran 1

PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT DALAM PENELITIAN


(INFORMED CONSENT)

Ibu/Bapak/Sdr. Perkenalkan nama saya Nur Fadhilah Arifin dari Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin (UNHAS). Saat ini kami sedang melakukan
pengumpulan data untuk penulisan tesis dengan judul ” KEPUASAN KERJA TENAGA
MEDIS PADA ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH SINJAI TAHUN 2017”. Terkait dengan penelitian tersebut, kami ingin
melakukan wawancara dengan Ibu/Bapak/Sdr. Kalaupun Ibu/Bapak/Sdr bersedia untuk
diwawancarai, Ibu/Bapak/Sdr tidak wajib untuk menjawab semua pertanyaan dari kami.
Kami menjamin untuk menjaga kerahasiaan data yang Ibu/Bapak/Sdr berikan dan
hanya menggunakannya untuk tujuan penelitian saja. Bahkan nama Ibu/Bapak/Sdr
tidak akan kami berikan kepada siapapun.

Sebelumnya kami mohon maaf karena menyita waktu Ibu/Bapak/Sdr. Wawancara ini
akan memakan waktu kurang lebih 60 menit. Dari wawancara ini, Ibu/Bapak/Sdr tidak
akan menerima risiko atau keuntungan apapun.

Apakah Ibu/Bapak/Sdr dapat memahami penjelasan kami? Jika Ya, bolehkah kami
memulai wawancara? Bila dalam proses wawancara, Ibu/Bapak/Sdr merasa keberatan
dengan pertanyaan tersebut anda diperbolehkan untuk tidak menjawabnya.

Jika nanti Ibu/Bapak/Sdr merasa tidak diperlakukan dengan sopan atau adil, atau
Ibu/Bapak/Sdr memiliki pertanyaan, Ibu/Bapak/Sdr dapat menghubungi :

Fakultas Kesehatan Masyarakat


Kampus Universitas Hasanuddin
Telp/Fax: 0411588379

2
Lampiran 1

3
Lampiran 1

4
Lampiran 1

5
Lampiran 1

6
Lampiran 1

7
Lampiran 1

8
Lampiran 1

9
Lampiran 1

10
Lampiran 1

11
Lampiran 1

12
Lampiran 1

13
Lampiran 1

14
Lampiran 1

15
Lampiran 1

16
Lampiran 1

17
Lampiran 1

18
Lampiran 1

19
Lampiran 2 Pedoman Pengambilan Data

PEDOMAN PENGAMBILAN DATA

A. Pedoman Wawancara Mendalam

a. Petunjuk
1. Menyampaikan ucapan terima kasih kepada informan atas kesediannya meluangkan
waktunya untuk diwawancarai
2. Menjelaskan tentang maksud dan tujuan wawancara
3. Menyampaikan kepada informan bahwa wawancara ini akan menggunakan alat bantu
rekam untuk membantu ingatan pewawancara
b. Pelaksanaan Wawancara
1. Perkenalan
a. Perkenalan dari pewawancara
b. Menjelaskan maksud dan tujuan wawancara kepada informan
c. Meminta kesediaan informan untuk diwawancarai
d. Memberi jaminan bahwa hasil wawancara hanya untuk penelitian dan dijamin
kerahasiannya
2. Wawancara
a. Meminta izin untuk memulai wawancara yang dibantu dengan alat wawancara
b. Melakukan wawancara sesuai dengan isi wawancara yang telah disusun
c. Selesai wawancara, mengucapkan terima kasih dan mohon diri

Draft Pengumpulan Data

1. SISTEM PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN


1.1 Sistem Rujukan
No Elemen Penilaian Wawancara Observasi Dokumen
1 Bagaimana menurut Direktur RSUD Kebijakan
dokter tentang kebijakan Sinjai, Tenaga Sistem
sistem rujukan Pasien Medis, Bagian Rujukan
BPJS di RSUD Sinjai Pelayanan Medik, Pasien
2 Bagaimana pandangan Direktur RSUD Rujukan Data Pasien
mengenai tren rujukan Sinjai,Tenaga pasien rujukan dari
pasien dari PPK 1 ke Medis, BPJS dari PPK 1
RSUD Sinjai Bagian Pelayanan PPK I
Medik
3 Bagaimana yang anda Tenaga Medis MOU
rasakan/alami dalam hal dengan
merujuk pasien BPJS di Faskes

1
Lampiran 2 Pedoman Pengambilan Data

era JKN tempat


merujuk
4 Puaskah terhadap Tenaga Medis
pelaksanaan sistem
rujukan di Era JKN
5 Apa saja masalah yang Direktur RSUD Observasi
dihadapi dalam Sinjai , Tenaga mekanisme
pelaksanaan sistem Medis, Bagian rujukan
rujukan di Era JKN Pelayanan Medik, pasien
6 Apa harapan terhadap Direktur RSUD
pelaksanaan Rujukan di Sinjai, Tenaga
Era JKN Medis, Bagian
Pelayanan Medik,

1.2 Program Rujuk Balik


No Elemen Penilaian Wawancara Observasi Dokumen
1 Bagaimana program Rujuk Direktur RSUD Mekanisme Data Pasien
Balik dari RS ke PPK 1 Sinjai, Tenaga rujuk balik ke rujukan balik
Medis,Bagian FKTP ke PPK 1
Pelayanan Medik,
2 Bagaimana program Rujuk Tenaga Medis Data Pasien
Balik dari pelayanan rujukan balik
tersier ke RSUD Sinjai dari
pelayanan
tersier Ke
RSUD SInjai
3 Puaskah terhadap Tenaga Medis
pelaksanaan Program
Rujuk Balik
4 Apa saja masalah yang Direktur RSUD
dihadapi dalam Sinjai, Tenaga
pelaksanaan Program Medis,Bagian
Rujuk Balik Pelayanan Medik
5 Apa harapan terhadap Direktur RSUD
pelaksanaan Program Sinjai, Tenaga
Rujuk Balik ini Medis,Bagian
Pelayanan Medik

1.3 Clinical Pathway


No Elemen Penilaian Wawancara Observasi Dokumen
1 Bagaimana Kebijakan Direktur RSUD Dokumen
Pelaksanaan Clinical Sinjai , Tenaga Clinical
Pathway Medis, Pathway RSUD
Komite Medik Sinjai
2 Siapa sajakah yang dilibatkan Tenaga Medis. Bukti
dalam Komite Medik Penyusunan
penyusunan Clinical Clinical
Pathway Pathway
3 Bagaimana yang dokter Tenaga Medis. Evaluasi

2
Lampiran 2 Pedoman Pengambilan Data

rasakan dalam penerapan Komite Medik Kepatuhan


Clinical Pathway ? Pelaksanaan
Clinical
Pathway
4 Puaskah terhadap Tenaga Medis
pelaksanaan Clinical
Pathway
5 Apa saja masalah yang Direktur RSUD
dihadapi dalam Sinjai, Tenaga
pelaksanaan Clinical Medis,Bagian
Pathway Komite Medik
6 Apa harapan terhadap Direktur RSUD
pelaksanaan Clinical Sinjai, Tenaga
Pathway Medis,Bagian
Komite Medik

1.4 Formularium nasional


No Elemen Penilaian Wawancara Observasi Dokumen
1. Bagaimana Kebijakan Direktur RSUD SK Peresepan
mengenai Formularium Obat Sinjai, Tenaga sesuai Fornas
di RS Sinjai Medis, Bagian
Farmasi
2 Bapaimana Pelaksanaan Direktur RSUD Data
Peresepan Obat di RSUD Sinjai, Tenaga Penggunaan
Sinjai di Era JKN Medis, Bagian obat-obatan
Farmasi
3 Bagaimana ketersediaan Tenaga Medis, Data
Obat di RSUD Sinjai Bagian Farmasi ketersediaan
obat, data
kebutuhan obat,
data obat yang
tidak tercover
4 Bagaimana ketersediaan Tenaga Medis,
alat kesehatan yang Bagian
dibutuhkan pasien BPJS penunjang medis
5 Bagaimana ketersediaan Tenaga Medis,
bahan medis yang Bagian
dibutuhkan pasien BPJS penunjang medis
6 Puaskah terhadap Sistem Tenaga Medis
Peresepan Obat Sesuai
Fornas
7 Apa saja masalah yang Tenaga Medis,
dihadapi dalam Bagian Farmasi
Pelaksanaan Peresepan
Obat Sesuai Fornas
8 Apa harapan terhadap Direktur RSUD
Pelaksanaan Peresepan SInjai, Tenaga
Obat Sesuai Fornas Medis, Bagian
Farmasi

3
Lampiran 2 Pedoman Pengambilan Data

2. SISTEM KERJASAMA RS DAN BPJS


No Elemen Penilaian Wawancara Observasi Dokumen
1 Bagaimana Sistem Direktur RSUD MOU
Kerjasama RS dengan Sinjai, Tenaga kerjasama RS
BPJS Medis, Bagian & BPJS
pelayanan medik
2 Bapaimana Komunikasi Direktur RSUD
RS dengan BPJS Sinjai, Tenaga
Medis, Bagian
pelayanan medik
3 Apakah BPJS senantiasa Direktur RSUD
memberikan informasi/ Sinjai, Tenaga
sosialisasi mengenai Medis, Bagian
peraturan BPJS yang pelayanan medik
berlaku
4 Puaskah terhadap sistem Direktur RSUD
kerjasama dengan BPJS Sinjai, Tenaga
Medis, Bagian
pelayanan medik
5 Apa saja masalah yang Direktur RSUD
dihadapi dalam sistem Sinjai, Tenaga
kerjasama dengan BPJS Medis, Bagian
pelayanan medik
6 Apa harapan terhadap Direktur RSUD
sistem kerjasama dengan Sinjai, Tenaga
BPJS Medis, Bagian
pelayanan medik

3. SISTEM PEMBAYARAN PELAYANAN KESEHATAN


No Elemen Penilaian Wawancara Observasi Dokumen
1. Bagaimana kebijakan Direktur RSUD
terkait pembagian jasa Sinjai, Tenaga
medis pasien BPJS Medis, Bagian
kepada tenaga kesehatan keuangan
2 Bagaimana prosedur Bagian keuangan
pembayaran/ klaim pasien
BPJS Oleh BPJS ke RS
3 Bagaimana transparansi Tenaga Medis,
Pembagian Jasa medis Bagian keuangan
pasien BPJS
4 Apakah waktu Tenaga Medis,
pembayaran sesuai Bagian keuangan
dengan waktu yang telah
ditetapkan
5 Bagaimana besaran jasa Tenaga Medis,
medis yang diberikan Bagian keuangan
6 Puaskah terhadap sistem Tenaga Medis
pembayaran jasa medis
pasien BPJS

4
Lampiran 2 Pedoman Pengambilan Data

7 Apa saja masalah yang Tenaga Medis,


dihadapi dalam sistem Bagian keuangan
pembayaran jasa medis
pasien BPJS
8 Apa harapan terhadap Tenaga Medis,
sistem pembayaran jasa Bagian keuangan
medis pasien BPJS

B. Lembar Observasi

LEMBAR OBSERVASI
Observasi akan ditempuh dengan cara melihat pelaksanaan rujukan seperti
bagaimana prosedur ketika ada pasien RSUD SInjai yang akan di rujuk, bagaimana
pelaksanaan rujukan balik dari Rumah sakit sinjai ke PPK I, ketersediaan formulir
rujukan balik dari RS sinjai ke faskes yang merujuk, bagaimana rujukan balik dari
RS lain ke RS Sinjai, bagaimana komunikasi antara dokter dengan pihak BPJS.
Bagaimana proses sosialisasi mengenai informasi baru atau peraturan BPJS. Hasil
observasi nantinya akan dibandingkan dengan hasil wawancara.

Tanggal : …… /…… /………. (tgl/bln/thn)

Waktu : ....................................

Tempat Observasi : ....................................

Fokus Penelitian Hasil Pengamatan


Prosedur ketika ada pasien
RSUD SInjai yang akan di
rujuk
ketersediaan formulir
rujukan balik dari RS sinjai
ke faskes yang merujuk

Rujukan Balik Dari RS lain


Ke RS SInjai

Bagaimana komunikasi
antara dokter dengan pihak
BPJS
proses sosialisasi mengenai
informasi baru atau
peraturan BPJS

5
Lampiran 3. Lembar Observasi

KEPUASAN KERJA TENAGA MEDIS PADA ERA JAMINAN


KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SINJAI
TAHUN 2017
==========================================================

LEMBAR OBSERVASI
Observasi akan ditempuh dengan cara melihat pelaksanaan rujukan seperti
bagaimana prosedur ketika ada pasien RSUD SInjai yang akan di rujuk, bagaimana
pelaksanaan rujukan balik dari Rumah sakit sinjai ke PPK I, ketersediaan formulir
rujukan balik dari RS sinjai ke faskes yang merujuk, bagaimana rujukan balik dari
RS lain ke RS Sinjai, bagaimana komunikasi antara dokter dengan pihak BPJS.
Bagaimana proses sosialisasi mengenai informasi baru atau peraturan BPJS. Hasil
observasi nantinya akan dibandingkan dengan hasil wawancara.

Tanggal : 07 / 04 / 2017
Waktu : 10.00 – 14.00
Tempat Observasi : UGD, Poliklinik, Loket Registrasi, Rekam medik

Fokus Penelitian Hasil Pengamatan


Sebelum merujuk pasien dari Rumah Sakit Sinjai ke
rumah sakit lain petugas akan memasukkan data
pasien yang akan dirujuk melalui aplikasi online Sisrute.

Saat melakukan observasi petugas mencoba


menghubungi beberapa rumah sakit seperti RSUD
Tenriawaru Bone, RS Grestelina, RS Awal Bros, RS
Stella Maris, RS. Sayang Rakyat, RS, Pelamonia, RS.
Bhaangkara, RS. Unhas secara bersamaan untuk
mengkonfirmasi terkait ketersediaan ruang, SDM,
Prosedur ketika ada sarana prasarana yang dibutuhkan oleh pasien yang
pasien RSUD SInjai akan di rujuk dari RSUD SInjai. Selang 3 menit setelah
yang akan di rujuk data pasien dimasukkan ke sisrute, baru ada jawaban
dari RS yang di rujuk mngabarkan kamar d RS tersebut
penuh, ada pula yang meminta untuk mengkonfirmasi
ulang melalui telepon. Dan ada pula rumah sakit yang
tidak memberi respon. Untuk itu petugas RSUD SInjai
tetap menghubungi RS tempat merujuk melalui telepon
untuk mempercepat proses rujukan.

Begitupun dengan kasus gawat darurat pasien tetap


dirujuk melalui sisrute ini,

Dari hasil wawancara yang dilakukan mengatakan


Lampiran 3. Lembar Observasi

Fokus Penelitian Hasil Pengamatan


“tidak mungkin kita melepas pasien berangkat bila
belum ada RS lain yang menerima, pasien bisa dirujuk
sana rujuk sini bila tidak ada yang menerima. Bisa lama
dijalan.” (Herianti, SKM, petugas UGD yang saat itu
mengoperasikan SIsrute).

Dari hasil observasi RSUD Sinjai telah memiliki format


rujukan/rujukan balik yang telah tersedia di poliklinik,
namun kadang dokter lupa mengisi format tersebut
untuk diberikan kepada pasien. Kadang pula dokter
membalas surat rujukan dari PPK I namun tidak
mengisi secara lengkap pada format tersebut.

ketersediaan formulir
rujukan balik dari RS
sinjai ke faskes yang
merujuk
Lampiran 3. Lembar Observasi

Fokus Penelitian Hasil Pengamatan

Rujukan Balik Dari RS


Data tidak ditemukan.
lain Ke RS SInjai

Bila ada yag akan dikomunikasikan ke pihak BPJS


beberapa dokter kadang langsung menghubungi
Bagaimana komunikasi petugas BPJS yang standby berkantor di RSUD Sinjai
antara dokter dengan (verivikator BPJS) baik melalui telepon ataupun
pihak BPJS langsung ke ruang BPJS di RS. Kadang pula dokter
berkomunikasi melalui perantara manajemen RSUD
Sinjai.

proses sosialisasi
mengenai informasi
Tidak ditemukan pada saat penelitian berlangsung
baru atau peraturan
BPJS
Lampiran 4. Dokumentasi Telaah Dokumen

STUDI DOKUMENTASI

Rujukan Pasien BPJS dari PPK I ke RSUD SInjai karena tidak mampu menegakkan diagnose
karena ketidak tersediaan alat USG di Puskesmas

1
Lampiran 4. Dokumentasi Telaah Dokumen

Rujukan Pasien BPJS dari PPK I ke RSUD SInjai dengan diagnose yang masih masuk ke dalam
daftar 155 penyakit yang masih bisa di tangani di PPK I

2
Lampiran 4. Dokumentasi Telaah Dokumen

Rujukan Pasien BPJS dari PPK I ke RSUD Sinjai yang dirujuk karena permasalahan obat dan
alat yang tidak tersedia

3
Lampiran 4. Dokumentasi Telaah Dokumen

Data Kasus Non Spesialistik Yang Dirujuk Ke RSUD Sinjai

4
Lampiran 4. Dokumentasi Telaah Dokumen

5
Lampiran 4. Dokumentasi Telaah Dokumen

6
Lampiran 4. Dokumentasi Telaah Dokumen

7
Lampiran 4. Dokumentasi Telaah Dokumen

8
Lampiran 4. Dokumentasi Telaah Dokumen

9
Lampiran 4. Dokumentasi Telaah Dokumen

10
Lampiran 4. Dokumentasi Telaah Dokumen

11
Lampiran 4. Dokumentasi Telaah Dokumen

Evaluasi ketersediaan Peralatan Alat Kesehatan dan obat untuk memenuhi Kebutuhan Pasien
berdasarkan laporan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Triwulan I tahun 2017

12
Lampiran 4. Dokumentasi Telaah Dokumen

Evaluasi ketersediaan Bahan Habis Pakai

13
Lampiran 4. Dokumentasi Telaah Dokumen

Surat Keputusan pengunaan obat berdasarkan Formularium Rumah Sakit


Peresepan Obat di RSUD Sinjai wajib menggunakan Formularium Rumah Sakit yang
mengacu pada Formularium Obat Nasional (FORNAS) serta daftar obat yang di usulkan ke
panitia Farmasi dan Terapi RSUD Sinjai yang telah disetujui oleh direktur RSUD SInjai.

14
Lampiran 4. Dokumentasi Telaah Dokumen

Surat Keputusan Pembatasan Penulisan Resep Obat

15
Lampiran 4. Dokumentasi Telaah Dokumen

Formularium Pengajuan permintaan Obat yang tidak terdaftar dalam Formularium Rumah Sakit
dan Daftar Usulan Obat yang telah disetujui
Penggunaan obat diluar fornas berdasarkan pengajuan Dokter Penanggung jawab ke Ketua
Panitia Farmasi dan Terapi RSUD Sinjai, kemudian dirapatkan secara bersama antara dokter Penanggung
jawab, bagian Farmasi, serta Komite Medik, kemudian ketua Komite Farmasi dan Terapi membuat
rekomendasi yang akan disetujui oleh Direktur Rumah sakit.

16
Lampiran 5. Dokumentasi Wawancara Mendalam

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Wawancara mendalam dengan Direktur RSUD Sinjai

Gambar 2. Wawancara mendalam dengan DPJP Saraf/ ketua medik RSUD Sinjai

1
Lampiran 5. Dokumentasi Wawancara Mendalam

Gambar 3. Wawancara mendalam dengan DPJP THT/ Ketua panitia Farmasi dan Terapi RSUD Sinjai

Gambar 4. Wawancara mendalam dengan DPJP Poli Gigi

2
Lampiran 5. Dokumentasi Wawancara Mendalam

Gambar 5. Wawancara mendalam dengan DPJP Obgyn

Gambar 6. Wawancara mendalam dengan DPJP Gizi klinik

3
Lampiran 5. Dokumentasi Wawancara Mendalam

Gambar 7. Wawancara mendalam dengan DPJP Radiologi

Gambar 8. Wawancara mendalam dengan DPJP Kulit

4
Lampiran 5. Dokumentasi Wawancara Mendalam

Gambar 9. Wawancara mendalam dengan dokter DPJP Anastesi

Gambar 10. Wawancara mendalam dengan Dokter Poli umum/ verivikator Internal BPJS RSUD Sinjai

5
Lampiran 5. Dokumentasi Wawancara Mendalam

Gambar 11. Wawancara mendalam dengan Kepala Bagian Keuangan

Gambar 12. Wawancara mendalam dengan bagian Farmasi

6
Lampiran 5. Dokumentasi Wawancara Mendalam

Gambar 13. Wawancara mendalam dengan kepala bagian Pelayanan dan Keperawatan

Gambar 14. Wawancara mendalam dengan bagian Peginput Sisrute

7
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

KEPUASAN KERJA TENAGA MEDIS PADA ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
SINJAI TAHUN 2017

MATRIKS ANALISIS ISI (CONTENT ANALYSIS)


Hasil Wawancara Mendalam Bersama Informan terkait Kepuasan Kerja Tenaga Medis pada ERA JKN
INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN
Sistem Rujukan AA, 54 Cukup Puas. Sistem rujukan di Era Dua informan mengatakan Masalah rujukan umumnya
Pasien Era JKN JKn harus berjenjang, jadi pasien bahwa kurang puas dengan Informan menyatakan
harus berobat dulu ke puskesmas, sistem rujukan pasien pada era cukup puas. Sistem
baru ke Rumah sakit, dari Rumah JKN karena data yang di rujukan pasien Era JKN
sakit C ke Rumah sakit B baru ke A, sajikan sering kali tidak update.
masih memiliki beberapa
saya rasa itu bagus supaya pasien Dua informan mengatakan kendala yang menjadi
tidak menumpuk di RS. bahwa hambatan pada sistem factor kurangnya
rujukan itu pada ambulans kepuasan dokter. Kendala
Sisrute ini bagus sistemnya hanya yang digunakan harus dibayar tersebut antara lain
saja sering tidak update datanya, jadi terlebih dahulu yangpermasalahan kamar full,
bila akan merujuk petugas tetap memberatkan pasien. kuota kamar untuk pasien
lebih banyak lewat telepon kalau Lima informan mengatakan BPJS yang terbatas.
saya sendiri selaku penanggung bahwa pasien harus dirujuk Adanya Komplen keluarga
jawab rumah sakit menginginkan karena fasilitas dan obat di pasien kepada tenaga
rujukan dari tingkat 1 itu betul-betul puskesmas terbatas sehingga medis yang harus
dilakukan sesuai eeeee aturan- pasien harus di rujuk walaupun membayar duluan
aturan yang telah ditetapkan oleh sebenarnya penyakitnya masih ambulans atau karena
BPJS, termasuk tadi apabila bisa bisa di tangani di puskesmas. pasien terlambat dirujuk.
ditangani di fasilitas ditingkat satu ya Sisrute yang kurang
ditangani disana. Kalau memang Tiga informan mengatakan responsive dan data yang
tidak bisa ditangani baru dirujuk. bahwa prosedur rujukan sangat tidak update.
Perlu diketahui bahwa dokter rumit karena harus menelfon
ditingkat 1 ada ditingkat 2 ada, terlebih dahulu ke RS rujukan
sebaiknya ditangani dulu. baru pasien bisa di rujukan dan

1
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


Dalam hal merujuk pasien, Saya masih ada beberapa
punya harapan mudah mudahan administarasi yang perlu di
fasilitas ruangan tidak menjadi siapkan sebelumpasien di
kendala rujuk.
YA, 38 Pasien rujukan dari PPK I ke RS
untuk obgyn semuanya eee insyallah Enam informan mengatakan
sesuai ,jadi yang dirujuk itu memang bahwa seringkali kamar full
benar-benar tidak bisa di bikin pada rumah sakit tujuan
dipuskesmas, saya menganjurkan merujuk sehingga pasien
pasien yang memang bisa partus lambat mendapatkan
normal sebenarnya dibikin disana , penanganan
yang komplikasi saja dibawah
kesini,.
Kalau masalah kita yang merujuk,
Biasanya eeee rumah sakit tempat
merujuknya yang full, biasanya itu
saya kirim pasien yang kanker
serviks . kendalanya cuman satu
ruangan tidak ada dirumah sakit .
kadang kadang mungkin yang
dikeluhkan adalah bahwa ambulans
harus dibayar duluan , nah itu biasa
orang yang tidak bener bener
uangnya itukan lumayan 1 jutaan
,kadang kadang mereka mengeluh
yang itu, kadang kadang mereka
pasien mengeluh kenapa tidak disini
saja dokter

2
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


a JKn harus berjenjang, jadi pasien
harus berobat dulu ke puskesmas,
baru ke Rumah sakit, dari Rumah
sakit C ke Rumah sakit B baru ke A,
saya rasa itu bagus supaya pasien
tidak menumpuk di RS.
Sisrute ini bagus sistemnya hanya
saja sering tidak update datanya, jadi
bila akan merujuk petugas tetap
lebih banyak lewat telepon kalau
saya sendiri selaku penanggung
jawab rumah sakit menginginkan
rujukan dari tingkat 1 itu betul-betul
dilakukan sesuai eeeee aturan-
aturan yang telah ditetapkan oleh
BPJS, termasuk tadi apabila bisa
ditangani di fasilitas ditingkat satu ya
ditangani disana. Kalau memang
tidak bisa ditangani baru dirujuk.
Perlu diketahui bahwa dokter
ditingkat 1 ada ditingkat 2 ada,
sebaiknya ditangani dulu.
Dalam hal merujuk pasien, Saya
punya harapan mudah mudahan
fasilitas ruangan tidak menjadi
kendala

ITJ,49 Sistem Rujukan emang harusnya


berjenjang begitu, sehingga pasien
tidak langsung-langsung ke rumah
sakit. Apabila langsung-langsung ke
rumah sakit, langsung ke Makassar,

3
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


membludak pasien dimakassar,
habis uangnya BPJS. Itu adalah
teknik dari BPJS. system rujukan
untuk menghemat biaya pihak BPJS.
Untuk pasien emergency dari UGD
sangat bertele-tele karena pihak RS
tetap harus menelfon rumah sakit
mana yang mau menerima. Dulu
perjanjian dengan BPJS, kalau
pasien emergency dari UGD
langsung dapat dibawa ke manapun
seperti ke RS. Wahidin langsung
boleh. Tapi sekarang tidak mau,
harus telepon dulu ke Makassar,
kalau semua RS bilang tidak ada
tempat,mau bikin apa, matimi
pasien, kasian Masalah kamar yang
tidak ada, misalnya rumah sakit
swasta punya 5 kamar untuk kelas 1,
yang dikasih ke BPJS cuma 2
sedangkan 3 lagi diberlakukan untuk
umum karena rugi, BPJS merugikan
RS dan tenaga kesehatan tetapi
menguntungkan masyarakat di lain
pihak.

RAS,40 Terkhusus untuk bagian gizi klinik,


karena tidak ada komitmen dari
BPJS untuk penyakit-penyakit gizi
apa saja yang harus dirujuk dari PPK
1 ke RS sehingga bagian gizi klinik
hanya menerima konsul dari poli-poli

4
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


lain dan tidak langsung dari PPK 1.
Pasien yang harusnya dirujuk ke RS
tipe A tapi dirujuk terlebih dahulu ke
tipe B baru selalu tekendala dengan
masalah kamar.
Beberapa rumah sakit yang bertele-
tele mengenai administrasi saat akan
merujuk.
TA,48 na yang biasakan jadi masalah
inikan pasiennya mau dirujuk untuk
pelayanan segera ,tapi karena
rumah sakit yang akan dituju itu full
full, jadi biasa juga ada komplain dari
keluarga pasien , kenapa tidak
dirujuk rujuk. Ada biasa itu kita
dengar ya bahwa kalau orang
orang tertentu ada ji kamarnya, na
itu yang masalah apakah memang
betul seperti itu
AFA,37 PPK jarang merujuk ke rumah sakit
untuk di bagian kulit. Harapannya
apabila ada pasien yang sudah 2-3
kali berobat di puskesmas tapi belum
sembuh sebaiknya dirujuk ke rumah
sakit karena obat di puskesmas itu
potensi rendah dan mungkin pasien
butuh potensi kuat.
HK,45 Rujukan pasien dari puskesmas
meningkat, tetapi hampir sama
dengan jamkesra. Masalah rujukan,
kamar rumah sakit dituju sudah full,

5
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


jadi lama untuk mencari rumah sakit.
NW,40 secara umum itu kalau masalah
trend rujukan menurut saya itu sama
ji, kalau dibilang meningkat sekali
tidak ji juga, kan ini jaman peralihan
toh dari askes ke BPJS, dari
JamKesda, dengan Kesgra kan
beralih menjadi peserta PBI, jadi
tidak tonji dibilang meningkat karena
JKN.
inikan ada aturan bilang kita di RS
Type C harus merujuk ke RS B, kita
diharapkan merujuk ke tempat
terdekat dulu, itu Bulukumba atau
Bone, biasanya kan itu contohnya
pasien Kecelakaan kita kan butuh
pemeriksaan CT scan tapi di
Bulukumba kan juga ndak lengkap
Sekali, akhirnya kita rujukmi ke
Makassar, begitu aturannya. Itupun
sangat susah masuk ke RS
Makassar,ndak taumi juga apa itu
kendalanya, tapi biasanya itu pasien
ku mengeluh karena full full full
peraweatan kasus itu jadi buntut-
buntutnya lari Ke RS A mi, yah
sebenarnya ndak boleh langsung
tapi kalau full full mi semua,
biasanya pasien singgah ambil
Rujukanji lagi dari RS B untuk ke RS
A, ke wahidin mi.

6
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


IS,44 mmm sebagian kasus yang dirujuk
itu masih bisa ditangani di
puskesmas, THT kan itu tidak se
familiar penyakit dalam, anak jadi
mungkin ada penyakit yang di rujuk
ke sini. Mungkin juga karena
masalah prasarana seperti otitis
media atau serumen obturans yang
bisa sebenarnya ditangani di
puskesmas, dirujuk kesini. tapi ndak
banyak juga sih mungkin sekitaran
20 %.
Dalam Hal merujuk ke RS Tersier,
kalau saya mungkin karena jarang
kasus emergency,kasusnya rata-rata
kasus elektif. jadi yah sesuai,
berjenjang. Mulai dari RS type B
baru ke RS type A.
Masalah kepuasan dalam sistem
rujukan, yah cukup puas.
AFY,32 Untuk rujukan dari PPK I ke RSUD
SInjai, belum sesuai dengan
kewenangan kasus yang di tangani
dirumah sakit , ada memang itu hari
sudah saya buat memang mind
mapping nya , data 2016 masih
banyak itu kayak dermatitis itukan
semestinya tidak masuk , ada 2
faktor kenapa itu diagnosis belum
sesuai karena teman-teman di
puskesmas iitu belum bisa

7
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


menegakkan diagnosis secara
spesifik, jadi yang dia tanya kan itu
diagnosa umum , misal keluhannya
anggaplah nyeri bagian bawah, lewat
usgpi baru bisa ditegakkan misalnya
kista ovarium, kalau menurut saya
bukan sepenuhnya atas ini shih tapi
memang , mereka tidak bisa
menegakkan diagnosis spesifik kalau
saya.
Kalau dari rumah sakit kemakassar
sebenarnya kendalanya bukan
berbelit-belit, tapi susah , pertama
terkait ketersediaan tempat tidur,
terus apa lagi yah hmmmm,
kayaknya pada umumnya itu tempat
tidur. Kuotanya untuk BPJS sedikit
sedangkan untuk umum banyak .
Apa di‟ kamarji rata-rata kalaupun
misalnya sedikit sekali mungkin 30
persen diantaranya kalau alat rusak ,
dokter tidak ada ditempat , paling
sering itu kama full, hampir kurasa
bukan 30 persen mungkin 90 persen
yang kasus rujukan terkendala di
masalah kamar full. Kadang data
Sisrute tidak update, terkadang di
data sisrute ketersediaan di rumah
sakit A msh ada, setelah dihubungi
via telepon ternyata kosong, ataupun
sebaliknya, jadi dalam hal merujuk

8
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


kami lebih sering menelpon.
HS,27 Ketika kami mau merujuk pasien jadi
(petugas semua data pasien itu kami input ke
sisrute) dalam aplikasi sisrute ini, ada data
identitas pasien, diagnosanya,
kondisi umunya pasiennya, alasan
di rujuk, hasil pemeriksaannya
termasuk kalau sudah periksa lab
atau di foto, baru di masukkan RS
mana yang mau di tuju, biasa kita
pilih beberapa RS mi, misalnya RS
labuang baji, RS, haji, akademis,
daya, bone, bulukumba, pokokx
beberapa RS yang masuk dalam
Sisrute. Trus misalnya kalau adami
konfirmasi misalnya kamarnya full
atau dokter nya tidak ada, sarananya
tidak ada, baru mi bisa ke wahidin.
Iye biasa ji langsung ke wahidin
kalau tidak adami RS yang bisa
terima pasiennya. Jadi kalau 10
menit tidak ada jawaban di sisrute
kita konfirmasi lewat telepon, malah
kadang itu sudah mi kita input
supaya cepat langsung kita telepon
mi RS nya supaya tidak tunggu
lama, Karena kadang itu juga ada
RS yang tidak ada petugas disana
yang stand bye depan sisrutenya.
Kendalanya kita itu biasanya karena
lama dikonfirmasi, mungkin masalah

9
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


jaringan juga. atau tidak tersedia
kamar yang dibutuhkan sama
pasiennya, itu yang bikin lama kita
biasan kalau mau merujuk.
Pelayanan Rujuk AA, 54 Eeee sudah berjalan tapi belum Tiga informan mengatakan Informan merasa puas
Balik maksimal, malah ada beberapa bahwa dokter kurang patuh denga adanya sistem
puskesmas,pasien- pasien mereka dalam membalas rujukan atau rujukan balik karena dapat
datang yang jemput sekaligus memberi rujukan balik ke digunakan sebagai alat
mengambil kembali rujukan baliknya. pasien komunikasi dokter faskes
Rujukan Balik dari RS Makassar ke 1 dan 2 atau sebaliknya
RS Sinjai, hampir sama masalahnya Tiga informan mengatakan namun ada beberapa
dari rumah sakit sinjai ke bahwa terbatasnya persediaan dokter yang kurang patuh
puskesmas, karena kadang ada obat yang akan digunakan saat dalam membelikan rujukan
rujukan balik , kadang juga tidak , pasien sudah melakukan balik pada pasien karena
walaupun kita sudah sudah kontrol di puskesmas formatnya yang begitu
antisipasi kepasien tolong minta beragam. Selain itu
rujukan balik dari dokter karena itu ketersediaan obat juga
Empat informan mengatakan
menjadi dasar untuk penanganan masih terbatas di
bahwa rujukan balik digunakan
selanjutnya, namun belum maksimal, puskesmas yang akan di
karena itu juga membutuhkan sebagai alat komunikasi dokter berikan kepada pasien
kepatuhan dokter yang dimakassar faskes tingkat 1 dan 2 yang drujuk balik
untuk membalas rujukan/memberi sehingga rujukan balik puskesmas.
rujukan balik pasien. Saya punya dianggap sangat penting.
harapan agar supaya betul betul
dimaksimalkan , karena rujukan itu Tiga informan mengatakan
merupakan komunikasi antara dokter bahwa format yang digunakan
dengan fasilitas tingkat 1, 2 atau pada rujuk balik harusnya
sebaliknya ,menurut saya ini diseragamkan sehingga
memang sangat penting dilakukan pengisiannya juga lebih
rujukan dengan baik , eeee antara mudah.
dokter dengan eee dokter yang

10
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


merujuk itu ada komunikasi melalui
sistem rujukan
YA, 38 Ada rujukan balik, rujukan balik itu
sebenarnya saya yang salah karena
saya tidak punya waktu kadang
kadang menulis rujukan balik dengan
baik , ada formatnya mereka kirim
saya sebenarnya mau cuman
kadang masih ada kerjaan yang lain
lagi, jadi yah tidak sempat, atau
biasanya saya cuman tulis diagnosis
nanti bidannya yang tulis
selngkapnya , karena waktunya
sempit, pasien disini lumayan .
sebab banyak kiriman tetangga.
Baru formatnya itu tempat
tulisannya kecil kecil, banyak mau
saya tulis tapi karena begitu jadi yah
saya jadi tambah malas.
YABarangkali itu formatnya harus
seragam , ya terus kalau pasien
datang ditaruh dihalaman depan
daripada status, supaya langsung
terlihat, jadi kita ingat isi.
Untuk rujukan balik saya tidak Puas
karena itumi biasa pasien dirujuk
balik ke puskesmas, tp ternyata di
puskesmas tidak ada obat, padahal
seharusnya bisa mi lanjut
pengobatan di puskesmas.

ITJ,49 Puas.Program Rujuk Balik bagus,

11
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


karena dokter di puskesmas tahu
obat apa yang diberikan, sampai
berapa lama obat diberikan, tindakan
apa yang perlu atau tidak perlu
dilakukan. Misalnya pasien bertanya
ke dokter puskesmas apakah saya
perlu ke rumah sakit lagi atau tidak,
lalu dokter rumah sakit tidak perlu
kontrol kembali, sehingga dokter di
puskesmas yakin menjawab kepada
pasien.
RAS,40 Iya puas karena banyak manfaatnya
, bagus karena kita dikasih tau
memang apa langkah selanjutnya
penanganan pasien setelah dirujuk
dari sana toh , jadi mempermudah
pekerjaan kita.
TA,48 rujukan balik bagus , jadi kita bisa
tau apa yang dibikin disana, apakah
diagnosis yang saya sudah berikan
sesuai atau tindakan yang diberikan
itu sehingga ada pengalaman bagi
saya kedepannya .
AFA,37 Tidak Puas yah, Sering merujuk ke
rumah sakit di Makassar tapi tidak
pernah dirujuk balik ke RSUD sinjai.
Biasanya juga itu pasien dirujuk balik
ke puskesmas, tp ternyata di
puskesmas tidak ada obat, padahal
seharusnya bisa mi lanjut
pengobatan di puskesmas, kembali

12
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


lagi deh dirawat di RS.
HK,45 Sudah berjalan. Cuman kalau saya
usulkan ke BPJS itu diseragamkan
kayak dulu itu di askes, jadi ada
format rujukannya dan rujukan
baliknya, adasih puskesmas yang
adami formatnya tapi ada juga yang
tidak ada jadi saya harus menulis
lagi panjang sekali, maksudku
formatnya ini harusnya
diseragamkan. Harusnya Blangko ini
disiapkan sama BPJS. Jadi tidak
repotmi lagi mencari dimana surat
rujukannya.
NW,40 Puas, bagus programnya
IS,44 masih kurangnya rujuk balik dari
Rumah sakit rujukan ke RS
Sinjai,kadang pasien tidak bawa
pulang rujuk baliknya. jadi yah biasa
kalau ada yang saya rujuk, kan yang
di makassar rata rata teman ji juga
jadi yah saya langsung telepon saja
ke mereka.
Saya berharap ada format rujuk
balik. Dan Dirujuk balik itu ada hasil
pemeriksaan yang jelas dan rencana
tindak lanjut yang jelas apa yang
harus dilaksanakan di RS type C.
Ada Formatnya tapi kadang tidak
diisi. saya sih berharap rujukan
baliknya yah dilengkapi dengan

13
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


resume medis yang jelas.
AFY,32 Kalau menurut saya pelaksanaan
rujuk balik itu masalahnya adalah
Apa ya mungkin pertama karena
ketidaktahuan , mereka belum
tersosialisasi , yang kedua mindset
nya masyarakat yang rumah sakit
minded toh , jadi dia lebih percaya
kerumah sakit daripada
kepuskesmas, mereka berpikir
dirumah sakitpi baru jadi ,dirumah
sakit pi baru bagus pelayanannya ,
karena itu kadang-kadang
masyarakat yang meminta , malah
yang akhirnya mau umum saja ,
daripada katanya ke puskesmas.

Kepuasan AA, 54 dalam rangka akreditasi juga ada Enam informan mengatakan Pelaksanaan Clinical
terhadap kaitannya dengan JKN atau bpjs jadi bahwa cukup puas dengan phatway menurut informan
pelaksanaan diharapkan setiap dokter itu pelaksanaan clinical pathway, sudah puas, tidak merasa
Clinical Pathway membuat clinical pathway , clinical tidak merasa kebebasan kebebasan autonominya
pathway itu supaya ada panduan autonominya terbatasi dengan terbatasi dengan adanya
dalam memberikan penanganan adanya clinical pathway karena clinical pathway karena
kepada pasien yang masuk kedalam penyusunannya melibatkan penyusunannya
rumah sakit. semua anggota PPA melipatkan semua profesi
Dalam penyusunan clinical pathway pemberi asuhan. Namun
kita melibatkan semua PPA (Profesi Lima informan mengatakan dalam pelaksanaannya
pemberi asuhan) jadi kita libatkan bahwa kurang puas dengan CP kadang tidak sesuai
semua dalam misalnya kita membuat karena banyak pasien yang dengan prosedur karena
cp diabetes melitus atau dm tipe 2 mengalami konplikasi yag kondisi pasien yang
kita libatkan semua PPA melibatkan perawatan dan pengobatannya kadang mengalami

14
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


dokter, perawat , melibatkan ahli gizi, tidak sesuai dengan prosedur komplikasi. Selain itu,
melibatkan ahli farmasi eee itu yang CP pelaksanaan CP dinggap
kita libatkan. Karena kan yang hanya bertujuan untuk
membuat cp itu semua yang Empat informan mengatakan mengefisiensi dana.
bersangkutan ikut terlibat , jadi bahwa CP dilaksanakan hanya Kemudian di temukan juga
apabila ada merasa terbatasi , untuk mengefisiensi dana. informan yang
berarti membatasi diri sendiri . mengatakan bahwa belum
Berdasarkan yang diharapkan kita Satu infornman mengatakan melaksanakan CP karena
menginginkan 100 % CP Terlaksana keterbatasan tenaga ahli.
bahwa belum melaksanakan
, tapi untuk pencapaian CP masih
CP karena tidak ada ahlinya di
sekitaran 80 %, Eee kendalanya
mungkin itu karena banyak varian, poli mereka
adanya varian penyulit dari penyakit
dm , misalnya sementara kita rawat Satu informan mengatakan
tiba-tiba dia diare , itukan bisa bahwa belum melibatkan
memperpanjang eeee masalah rawat semua dan belum di
. memperpanjang masalah rawatkan diskusikan.
otomatis tidak sesuai CP. Harap
saya ya mudah-mudahan mencapai
target betul betul dengan cp ini
pasien tertangani dengan baik ,
kemudian petugas juga lebih aman
dalam melaksanakan tugasnya

YA, 38 Rumah sakit yang baik harus punya


clinical pathway. Saya sih tidak
merasa terbatasi dengan adanya
CP, kan dibuat sama-sama.
Yang menjadi masalah dalam CP,
kadang kadang ya ada pasien
mengalami komplikasi, jadi
tatalaksanax ya tidak segitu aja,

15
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


jadinya obat jadi membengkak , lama
perawatan juga bertambah.
ITJ,49 Clinical pathway bagus untuk
efisiensi dana tetapi otonomi dokter
terbatasi karena adanya kebijakan
pelaksanaan clinical pathway.
Clinical pathway tidak akan pernah
sejalan dengan apa yang kita
lakukan, karena clinical pathway
bicara tentang uang sedangkan saya
bicara tentang pasien. clinical
pathway itu non sense hanya bicara
mengenai uang.
RAS,40 Puas sih, Tidak ada yang diberatkan
dalam penerapan CP karena sudah
melibatkan semua tenaga
kesehatan, tidak hanya dokter.
karena kan CP itukan menekan
biaya rumah sakit , jadi yah kita
harus mematuhi clinical pathway
tapi tidak tong dibilang 100 % puas,
karena masih ada kendala
Susah kalau mau dikatakan 100%
puas. Monitoring terhadap clinical
pathway itu sendiri belum jalan
karena case manager yang baru
dibentuk sehingga evaluasinya
belum.

TA,48 Kita belum buat yah, karena kita


belum ada ahlinya.
AFA,37 Untuk kulit sudah ada clinical

16
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


pathwaynya cuman belum
melibatkan semua, belum dibahas
bersama.
HK,45 Saya dokter sendiri yang susun
sesuai dengan masing-masing
bidangnya, dan dalam
pelaksanaannya melibatkan semua
tenaga kesehatan.
Cuman kadang pelaksanaannya
tidak sesuai, rumah sakit selalu
nombok. Masalah biaya, misalnya
pasien Hemoragik stroke, saya
sudah susun clinical pathway pasien
harus dirujuk untuk CT scan, tapi
pasien banyak sekali tidak mau
dirujuk jadi yah otomatis RS yang
menanggung biayanya, biasa itu
sampai 40 juta, sedangkan BPJS
hanya menanggung 7 juta maksimal.
Pasti disubsidi RS kalau pasien
Stroke. kan 3 minggu toh
persyaratannya di clinical pathway,
saya mau kasi pulang, tapi
bagaimana pasien kesadaran
menurun, belum lagi di konsul ke
bagian lain. Banyak yang terlibat
baru dananya aduh…..

ML,35 Kalau anastesi itu adami patron


clinical pathwaynya dari kolegium
untuk tindakannya, tapi saya ndak itu
yang minta dibuatkan clinical

17
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


pathway per diagnosa itu komite
medik atau manajemen, jadi tinggal
disesuaikan dengan diagnose
penyakitnya. Jadi saya kerja sama ji
bikin sama dokter lainnya, karena
kan bukan saya yang tegakkan
diagnosanya. jadi tidak ada CP
khususnya anastesi.
Cuman pelaksanaannya kadang tiak
sesuai dengan CP yang dibuat,
contohnya tiba-tiba ada kasus
emergency, pasien yang sudah
terjadwal operasi tapi tidak
emergency ditunda dulu, di
dahulukan yang emergency, jadinya
lama perawatan pasien sebelumnya
harus bertambah.

MI,40 Belum puas, Terkadang dokter tidak


betul-betul melakukan sesuai clinical
pathway. Clinical pathway yang
dibuat simple yah untuk kendali
biaya sehingga terkadang malah
dilanggar. Seperti penderita
apendesitis yang meminta dilakukan
USG, padahal USG tidak masuk
dalam clinical pathway.
IS,44 Jadi yah dalam pelaksanaan CP
ada yang dibilang varians, jadi
selama variansnya tidak lebih dari
20% itu CP nya masih dianggap
baik. Jadi kita kan baru akreditasi,

18
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


jadi semua kasus yang dianggap
prioritas dibuatkan CP. Jadi dari hasil
evaluasi tidak ada variannya yang
diatas 20%. Variannya itu ,misalnya
itu kalau di saya operasi
tonsilektomi, masa rawat 3 hari,
penanganan jelas, pemeriksaan
sudah jelas, tapi bila terjadi
komplikasi, misalnya terjadi
perdarahan maka pengobatan pasti
berambah, otomatis lama perawatan
juga bertambah. itu yang biasa
membuat pelaksanaan CPnya belum
100%.
Pelaksanaannya puas, Karena
sekarang yah sudah bagus, varian
sudah kurang, terus diperthankan.
Pemberian pelayanan yang diberikan
benar-benar sesuai dengan Clinical
pathway yang telah dibuat.

AFY,32 Dari awal terlibat semua ,dari


penyusunan clinical pathway toh ,
melibatkan semua PPA , jadi
misalnya untuk penyusunan clinical
pathway DM , eeee yang diundang
itu komite medik , komite
keperawatan , perawatnya ,
farmasinya , apotekernya. Apalagi
yang mau kita angkat jadi indikator
klinis.

19
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


Eee begini kita kan blum membuat
semua CP, saya yakin tidak adapi
rumah sakit yang 100 persen Clinical
pathwaynya kan banyak sekali toh
CP yang harus dibuat. Setiap tahun
pimpinan menetukan paling sedikit
lima area prioritas yang kita buat.
Penentuan area prioritasnya itu
berdasar high risk, high volume dan
high cost.
CP kan itu harus spesifik atas
diagnosa jadi misalnya DM plus luka
diabetik kan beda lagi CPnya kan,
yang baru kita buatkan baru
diagnosa DM . Adami yang beberapa
dengan komplikasi namun tidak
semua banyak sekali data-datanya ,
karena seandainya bisa ji eeee
maksudnya dianggap varian saja
,karena terlalu banyak diagnosa
yang harus dibuatkan CP.

Kepuasan AA, 54 Kita memang sudah ada surat Sembilan informan RSUD Sinjai sudah
terhadap edaran dari eeee dikeluarkan dari mengatakan bahwa rumah menerapkan resep sesuai
Formularium rumah sakit semua dokter harus sakit sudah menyediakan obat dengan Formularium
Nasional meresepkan obat yang berada atau yang tidak masuk dalam daftar Nasional namun masih
terdaftar di dalam formularium rumah formularium nasional banyak obat yang
sakit. Formularium rumah sakit itu dibutuhkan RS yang tidak
mengadopsi formularium nasional. Lima informan mengatakan termasuk dalam fornas
Alhamdulillah selama ini sudah bahwa formularium nasional sehingga ketersediaan
mencukupi harus direvisi setiap tahunnya obat terbatasi jadi perlu
Dari ketersediaannya alat kesehatan sesai dengan kebutuhan RS untuk melakukan revisi

20
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


walaupun belum maksimal, pada fornas sesuai
alhamdulillah lumayanlah. baik Delapan informan mengatakan dengan kebutuhan RS.
ketersediaan obat, bahan medis bahwa dengan belakunya
maupun alat kesehatan ya fornas mereka merasa
Alhamdulillah. eeee sejak 2016 ketersediaan obat dibatasi
kalau tidak salah ketersediaan obat karena tidak semua obat yang
itu cukup dan sampai saat ini tidak di perlukan masuk dalam daftar
ada keluhan bahwa obat yang di fornas.
resepkan tidak ada diapotik. Jadi
tidak ada berdasarkan pengamatan
dan laporan selama ini operasi
ditunda gara gara ketidaksediaan
obat dan alat kesehatannya yang
tidak ada.
Puas dengan fornas itu selaku
direktur sebenarnya saya berharap
bahwa fornas harus direvisi tiap
tahun dan disesuaikan dengan
kebutuhan. Kebutuhan obat apa
yang dibutuhkan oleh masyarakat
dirumah sakit , saya harap dalam hal
menyusun fornas itu melibatkan
organisasi profesi, melibatkan
organisasi rumah sakit dan bersama
sam dengan dengan kementrian
kesehatan, supaya kan banyak
masukan ,kan antara satu rumah
sakit dengan rumah sakit lain
berbeda

YA, 38 Ketersediaan obat kita dibatasi,


beberapa obat hormon misalnya

21
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


tidak masuk, mmm misalnya banyak
beberapa obatlah. Obat –obat
mmmm oral untuk hiperemesi
misalnya tidak , vitamin ibu hamil
yang komplit tidak ada seperti itu.
Semoga disuatu masa kita bisa
menulis obat seperti apa yang
seharusnya , maksudnya begini
kalau dibutuhkan itu ada , seperti
jaman askes dahulu , jaman askes
dahulu lebih enak , ataukah diberi
kebebasan dokter dirumah sakit
untuk memberi masukan obat ini
yang dibutuhkan

ITJ,49 Sudah bagus, sesuai dengan fornas


apalagi rumah sakit juga
menyediakan obat-obat yang tidak
ada di fornas tetapi harganya bisa
banting harga seperti obat generik,
rumah sakit yang menyediakan
sebagai alternatif apabila obat
generiknya tidak ada seperti obat
sanmol infus menggantikan
paracetamol infus.
Obat di fornas kurang bagus karena
murah, harga menentukan kualitas.
RAS,40 Belum puas. Ada beberapa obat
basic yang tidak terakomodir oleh
fornas.
Sudah diatas 90% dokter di RSUD
Sinjai yang sudah mematuhi

22
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


peresepan obat sesuai dengan
fornas dan formularium rumah sakit.
Tetapi ada beberapa obat yang
biasanya harus diresepkan tapi
BPJS tidak memasukkannya di
fornas padahal obatnya tergolong
murah.
Sebaiknya susu baik untuk anak dan
dewasa masuk di fornas, karena
susu sudah masuk terapi gizi karena
rumah sakit berat untuk
menyediakan susu
TA,48 Untuk gigi tidak pernah ada masalah
klo masalah obat, alkes dan BHP
terpenuhi. digigi lebih banyak
tindakan daripada pengobatan. Jadi
tidak ada masalah dengan Fornas.
Yang sering saya diskusi dari teman
teman profesi lain sebenarnya kalau
dulu ya jamannya jamkesda kita
yang membikin itu formularium
rumah sakit jamkesda yang
akomodir,ini sekarang formulirium
rumah sakit berdasarkan
formularium nasional sehingga kita
mengambilnya dari situ sehingga
apa yang dokter misalnya mau
berikan yang bisa kita bilang
terbatasi karena kita memberikan itu
yang terbaik tapikan tidak ada , nah
itukan bnyak pengobatan itu ya kita

23
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


maukan yang terbaikkalau tidak ada
jadi , kuliatasnya eeee berubah
sehingga apa yang kita mau
pengobatan cepat misalnya jadiya
lama nah itu kekuranngannya dok .
kalau saya dulu masih senang
dengan jamkesdanya jadi kita yang
membikin itu formularium.
AFA,37 Puas sih, cuman Ada obat yang
tidak masuk di formularium nasional,
tapi saya minta untuk dimasukkan ke
formularium rumah sakit, dan
dipenuhi. Hanya Saja Jumlah obat
diresepkan dibatasi.
HK,45 Obat-obat di list fornas itu belum
sesuai dengan kebutuhan, saya
masih butuh tambahan beberapa
obat yang tidak masuk ke fornas.
Itu saja ada obat yang dibutuhkan
tapi tidak masuk di fornas, itu citicolin
tidak masuk difornas, na itu citicolin
e bagus untuk pasien, na itu tidak
ditanggung jadi e RS mi yang
tanggung na harganya 500 baru
pasien butuh 14 dalam waktu dua
minggu, baru itu blm pi saya kasi
obat lainnya. Jadi tinggi ki itu
kebutuhan pasien stroke daripada
paketnya baik rawat jalan maupun
rawat inap. Baru itumi paling banyak
dirawat.

24
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


ML,35 Iya sesuai ji, karena kan kalau ada
kebutuhan di luar fornas yang
dibutuhkan, RS sediakan. Saya sih
ndak ada masalah, saya pake obat
yang disediakan ji RS.
AR,31 Peresepan obat Sudah sesuai
dengan fornas tapi kalau dari pihak
UGD atau dokter umum lebih
mengikut ke dokter spesialis. Semua
obat yang terdapat pada fornas itu
tersedia. Tapi tergantung dari
spesialis karena ada di list fornas
tapi spesialis jarang gunakan jadi
rumah sakit tidak sediakan. Rumah
sakit menyediakan obat atas usul
dari spesialis.
Sering ada obat yang diresepkan
biasa ada obat yang kosong. Tetapi
apabila masuk di fornas tetapi
obatnya habis di RS, dapat
mengambil di apotik yang bekerja di
RS atau pasien membeli ditempat
lain dan nanti diganti.

IS,44 Peresepan Obat di rumah sakit


Sinjai menggunakan Formularium
RS yang telah di sesuai kan dengan
formularium nasional ditambah
dengan pengajuan kebutuhan obat
yang disetor sama teman-teman.,
yang mana pengajuannya tiap tahun,
jadi kisaran bulan september,

25
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


oktober dan november itu kita sudah
rapat evaluasi tentang fornas yang
sedang berjalan dengan yang akan
disusun kedepannya. Pengajuannya
sebenarnya gak ada juga batasan,
cuman kadang kita terkendala di
dana jadi yah pengadaannya kita
batasi. jadi sisesuaikan. Setelah kita
rapat sudah ada yang disetujui,
ditanda tangani dulu oleh pak
direktur, komite medik dengan PFT
trus diserahkan ke dr.emmi untuk
pengadaan obatnya.
Kalau saya di bagian THT yah puas,
cuman kalau saya dengar-dengar
dari Teman lain yah, sebenarnya
masih banyak obat yang dibutuhkan
tapi tidak masuk dalam fornas, tidak
bisa juga dicover di formularium RS
karena faktor dana mungkin.
Sebenarnya sih ada obat yang
kadang dibutuhkan cumankan Kita
kan ini Pelayanan JKN, maksudnya
agar semua bisa tercover, semua
kebutuhan obat
mencukupi,Asumsinya yah begini
kalau sudah terang dengan lampu 10
watt , misalnya kita maunya yang
100 watt, nah kita pake saja yang 10
watt supaya banyak ruangan yang
bisa tercover, yah seperti itu

26
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


asumsinya. Tapi semua yang ada di
fornas dan yang diajukan itu selalu
diupayakan untuk diadakan dipenuhi,
yah walaupun belum sampai 100%
kesediaanya.
Jadi misalnya ada kasus yang
memang benar-benar pasien itu
butuhkan baru tidak tersedia disini,
yah kita rujuk.
jarang yah kosong, kalaupun itu
kosong karena memang di
distributornya yang kosong. Mungkin
juga ada karena masalah dana.
Pengadaan yang lebih tahu.
Menerima lagi ini masukan dari RS,
PFT. jadi yah maksudnya
memperbaiki lagi Fornas, lebih luas
lagi.

AFY,32 Obat yah saya rasa mencukupi yah,


Jika tidak ada obat di rumah sakit,
kan rumah sakit punya kerja sama
dengan apotik luar, jadi kita kontak
dan ambil di sana. jadi ketika tidak
ada yaa dibelikan.
AM, 47 Untuk ketersediaan obat di RSUD
Sinjai, yang lebih tahu itu bagian
gudang. di bagian farmasi itu selalu ji
mengamprah sebelum habis. Tapi
kalau tidak ada stoknya mereka adaji
kerja sama dengan dinas kesehatan
sama apotik luar jadi begitu mereka

27
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


kosong, langsung mi minta di luar.
AY,36 Ketersediaan Obat, alat kesehatan
maupun bahan medis yang
dibutuhkan pasien Alhamdulillah
terpenuhi ji. kita penuhi yang ada
dalam Formularium RS yang
dasarnya dari Fornas ji dengan
tambahan obat yang di ajukan sama
dokter.
Masalah complain dari dokter, yah
biasa ada, itu pernah mengeluh
karena ndak ada obat tapi memang
karena tidak ada obat itu di
distributornya, tapi rata-rata itu obat
psikotropik ji. Kemarin yang lama
kosong itu trigeksi. Itupun kita
carikan ji brand lain di distributor lain.

TA,48 Untuk gigi tidak pernah ada masalah


klo masalah obat, alkes dan BHP
terpenuhi. digigi lebih banyak
tindakan daripada pengobatan. Jadi
tidak ada masalah dengan Fornas.
Yang sering saya diskusi dari teman
teman profesi lain sebenarnya kalau
dulu ya jamannya jamkesda kita
yang membikin itu formularium
rumah sakit jamkesda yang
akomodir,ini sekarang formulirium
rumah sakit berdasarkan
formularium nasional sehingga kita
mengambilnya dari situ sehingga

28
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


apa yang dokter misalnya mau
berikan yang bisa kita bilang
terbatasi karena kita memberikan itu
yang terbaik tapikan tidak ada , nah
itukan bnyak pengobatan itu ya kita
maukan yang terbaikkalau tidak ada
jadi , kuliatasnya eeee berubah
sehingga apa yang kita mau
pengobatan cepat misalnya jadiya
lama nah itu kekuranngannya dok .
kalau saya dulu masih senang
dengan jamkesdanya jadi kita yang
membikin itu formularium.

AFA,37 Puas sih, cuman Ada obat yang


tidak masuk di formularium nasional,
tapi saya minta untuk dimasukkan ke
formularium rumah sakit, dan
dipenuhi. Hanya Saja Jumlah obat
diresepkan dibatasi.
HK,45 Obat-obat di list fornas itu belum
sesuai dengan kebutuhan, saya
masih butuh tambahan beberapa
obat yang tidak masuk ke fornas.
Itu saja ada obat yang dibutuhkan
tapi tidak masuk di fornas, itu citicolin
tidak masuk difornas, na itu citicolin
e bagus untuk pasien, na itu tidak
ditanggung jadi e RS mi yang
tanggung na harganya 500 baru
pasien butuh 14 dalam waktu dua
minggu, baru itu blm pi saya kasi

29
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


obat lainnya. Jadi tinggi ki itu
kebutuhan pasien stroke daripada
paketnya baik rawat jalan maupun
rawat inap. Baru itumi paling banyak
dirawat.
ML,35 Iya sesuai ji, karena kan kalau ada
kebutuhan di luar fornas yang
dibutuhkan, RS sediakan. Saya sih
ndak ada masalah, saya pake obat
yang disediakan ji RS.
AR,31 Peresepan obat Sudah sesuai
dengan fornas tapi kalau dari pihak
UGD atau dokter umum lebih
mengikut ke dokter spesialis. Semua
obat yang terdapat pada fornas itu
tersedia. Tapi tergantung dari
spesialis karena ada di list fornas
tapi spesialis jarang gunakan jadi
rumah sakit tidak sediakan. Rumah
sakit menyediakan obat atas usul
dari spesialis.
Sering ada obat yang diresepkan
biasa ada obat yang kosong. Tetapi
apabila masuk di fornas tetapi
obatnya habis di RS, dapat
mengambil di apotik yang bekerja di
RS atau pasien membeli ditempat
lain dan nanti diganti.

IS,44 Peresepan Obat di rumah sakit


Sinjai menggunakan Formularium
RS yang telah di sesuai kan dengan

30
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


formularium nasional ditambah
dengan pengajuan kebutuhan obat
yang disetor sama teman-teman.,
yang mana pengajuannya tiap tahun,
jadi kisaran bulan september,
oktober dan november itu kita sudah
rapat evaluasi tentang fornas yang
sedang berjalan dengan yang akan
disusun kedepannya. Pengajuannya
sebenarnya gak ada juga batasan,
cuman kadang kita terkendala di
dana jadi yah pengadaannya kita
batasi. jadi sisesuaikan. Setelah kita
rapat sudah ada yang disetujui,
ditanda tangani dulu oleh pak
direktur, komite medik dengan PFT
trus diserahkan ke dr.emmi untuk
pengadaan obatnya.
Kalau saya di bagian THT yah puas,
cuman kalau saya dengar-dengar
dari Teman lain yah, sebenarnya
masih banyak obat yang dibutuhkan
tapi tidak masuk dalam fornas, tidak
bisa juga dicover di formularium RS
karena faktor dana mungkin.
Sebenarnya sih ada obat yang
kadang dibutuhkan cumankan Kita
kan ini Pelayanan JKN, maksudnya
agar semua bisa tercover, semua
kebutuhan obat
mencukupi,Asumsinya yah begini

31
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


kalau sudah terang dengan lampu 10
watt , misalnya kita maunya yang
100 watt, nah kita pake saja yang 10
watt supaya banyak ruangan yang
bisa tercover, yah seperti itu
asumsinya. Tapi semua yang ada di
fornas dan yang diajukan itu selalu
diupayakan untuk diadakan dipenuhi,
yah walaupun belum sampai 100%
kesediaanya.
Jadi misalnya ada kasus yang
memang benar-benar pasien itu
butuhkan baru tidak tersedia disini,
yah kita rujuk.
jarang yah kosong, kalaupun itu
kosong karena memang di
distributornya yang kosong. Mungkin
juga ada karena masalah dana.
Pengadaan yang lebih tahu.
Menerima lagi ini masukan dari RS,
PFT. jadi yah maksudnya
memperbaiki lagi Fornas, lebih luas
lagi.

AFY,32 Obat yah saya rasa mencukupi yah,


Jika tidak ada obat di rumah sakit,
kan rumah sakit punya kerja sama
dengan apotik luar, jadi kita kontak
dan ambil di sana. jadi ketika tidak
ada yaa dibelikan.
AM, 47 Untuk ketersediaan obat di RSUD
Sinjai, yang lebih tahu itu bagian

32
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


gudang. di bagian farmasi itu selalu ji
mengamprah sebelum habis. Tapi
kalau tidak ada stoknya mereka adaji
kerja sama dengan dinas kesehatan
sama apotik luar jadi begitu mereka
kosong, langsung mi minta di luar.

AY,36 Ketersediaan Obat, alat kesehatan


maupun bahan medis yang
dibutuhkan pasien Alhamdulillah
terpenuhi ji. kita penuhi yang ada
dalam Formularium RS yang
dasarnya dari Fornas ji dengan
tambahan obat yang di ajukan sama
dokter.
Masalah complain dari dokter, yah
biasa ada, itu pernah mengeluh
karena ndak ada obat tapi memang
karena tidak ada obat itu di
distributornya, tapi rata-rata itu obat
psikotropik ji. Kemarin yang lama
kosong itu trigeksi. Itupun kita
carikan ji brand lain di distributor lain.

Kerjasama RS AA, 54 Kerjasamanya itu BPJS sebagai Sepuluh informan mengatakan Kerjasama Rumah Sakit
dengan BPJS pihak asuransi dan RS sebagai puas dengan kerjasama rumah dengan BPJS sudah
pemberi layanan kesehatan. Jadi sakit dengan BPJS terjalan baik namun ada
Kita melayani pasien-pasien BPJS informan yang merasa
dan setelah kita mengklaim ke pihak Dua informan mengatakan kurang puas karena
BPJS, dan Pihak BPJS bahwa kurang puas dengan menganggap kerjasama ini
membayarkan sesuai dengan nilai kerjasama rumah sakit dengan hanya menguntungkan

33
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


klaimnya. BPJS karena dianggap tidak satu pihak saja.
Komunikasi dengan Pihak BPJS saling menguntungkan. Komunikasi dengan pihak
Lancar, Delapan informan menyatakan BPJS pun baik, tenaga
Saya punya harapan bahwa kerja komunikasi dengan pihak medis bisa berkomunikasi
sama ini ada kesetaraan, kesetaraan BPJS baik secara langsung, melalui
rumah sakit dengan pihak BPJS. Satu informan menyatakan telepon atau dengan
Tidak ada lebih diatas, tidak ada harus dengan marah marah mengundang pihak BPJS
lebih di bawah jadi BPJS harus untuk duduk bersama
menjelaskan kewajibannya dan ketika ada permasalahan
mendapatkan hak-haknya begitupun yang harus diselesaikan.
juga rumah sakit. Namun terkadang
Kalau saya itu dalam verivikasi BPJS penyelesaiannya tidak ada
harus konsisten dan seragam, tindak lanjutnya.
jangan cuman mau melihat
keuntungannya saja. Artinya
istilahnya mungkin jangan hanya
mau untung tapi tidak mau rugi. yag
dimana kerugiaan itu diterima oleh
pihak rumah sakit
YA, 38 Pada prinsipnya sih kita komunikasi
dengan dorang BPJS lancar. cuman
mereka kadang kadang gak ngerti ,
habis tidak mengerti biasanya
mereka tidak mau bertanya , jadi
akhirnya mereka seperti itu . tapi
saya sudah paham disini orang
orangnya itukan nomor telepon
sudah ada , jadi dikomunikasikan
langsung saja ,jadi begini rujuk
karena ini, dikasih taulah apa
penyebabnya.

34
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


Yaaaa saya mau bilang apa ya kalau
1 sampe 100 saya 50, maksudnya
begini saya cendurung kearah
pasrah
ITJ,49 Komunikasi saya biasa telepon atau
pernah dulu itu saya bawa langsung
pasien ku ke sana saya kasi liat ke
petugasnya.
Kode verifikasi penyakit tidak sesuai
dengan ilmu kedokteran dan tidak
sesuai dengan buku ICD.
Putus kontrak karena tidak saling
menguntungkan, BPJS untung
sedangkan tenaga kesehatan yang
rugi.
RAS,40 Cukup puas, dengan nilai 7 dari
range nilai 1-10.Tiap cabang BPJS
memiliki kebijakan yang berbeda
sehingga tidak seragam. Terkadang
diagnosis yang menguntungkan
rumah sakit, tetapi malah kesannya
dipersulit. Sedangkan apabila
menguntungkan BPJS, langsung di
acc saja.
Ada perwakilan pihak BPJS di rumah
sakit, tapi ketika ada masalah tindak
lanjutnya tidak sampai ke pihak
pusat, hanya sampai disitu saja.

TA,48 Kerjasamanya kan lancar, karena


pertama , kenapa saya bilang lancar
karena setiap tahun itu ada namanya

35
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


apakah itu eeee PKS , setiap tahun
itu diusulkan lagi kita, jadi itu
ditandatangani langsung antara
direktur dengan pihak BPJS, cuman
masalahnya inikan eeee perjanjian
itu kan dia yang bikin , dan mestinya
kalau begitu lama sebelum begitu
diusulkan jangan dekat , biasa
belumpi di bahas , minta mi ditanda
tangani . kita kan mau bahas itu
isinya , nah itu biasa kendala masa
kita disuruh tanda tangan na belum.
Baru ini hari dikasih logbooknya
besok sudah ambil , inikan butuh
diskusi , apakah ini sudah sesuai
atau tidak. Kita itu selalu berurusan
dengan mereka apakah itu kita
mengundang mereka disini untuk
duduk atau memang ada
programnya dia misalnya datang
kerumah sakit.

HK,45 Bagus cuman saya berharap tarif


BPJS untuk pasien dengan
diagnosa-diagnosa tertentu seperti
stroke dan tetanus itu ditingkatkan
ML,35 Kalau masalah komunikasi harus
pake marah-marah sedikit, tapi itu
bukan dari saya, dari ceritanya ji
senior-senior. Saya baru satu kali
komunikasi sih.
MI,40 Cukup puas (penilaian B+),

36
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


sistemnya baik, cukup
menguntungkan. Yah walaupun
BPJS untuk regio Bone ini agak
sedikit streek, karena betul-betul
menekan biaya, jadi betul-betul
keluarga yang ingin mengklaim biaya
tinggi itu susah berhasil. Rumah
sakit mengklaim biaya tinggi, tapi
BPJS hanya mau mengklaim segini
saja.
TA,48 Kerjasamanya kan lancar, karena
pertama , kenapa saya bilang lancar
karena setiap tahun itu ada namanya
apakah itu eeee PKS , setiap tahun
itu diusulkan lagi kita, jadi itu
ditandatangani langsung antara
direktur dengan pihak BPJS, cuman
masalahnya inikan eeee perjanjian
itu kan dia yang bikin , dan mestinya
kalau begitu lama sebelum begitu
diusulkan jangan dekat , biasa
belumpi di bahas , minta mi ditanda
tangani . kita kan mau bahas itu
isinya , nah itu biasa kendala masa
kita disuruh tanda tangan na belum.
Baru ini hari dikasih logbooknya
besok sudah ambil , inikan butuh
diskusi , apakah ini sudah sesuai
atau tidak. Kita itu selalu berurusan
dengan mereka apakah itu kita
mengundang mereka disini untuk

37
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


duduk atau memang ada
programnya dia misalnya datang
kerumah sakit.
HK,45 Bagus cuman saya berharap tarif
BPJS untuk pasien dengan
diagnosa-diagnosa tertentu seperti
stroke dan tetanus itu ditingkatkan
ML,35 Kalau masalah komunikasi harus
pake marah-marah sedikit, tapi itu
bukan dari saya, dari ceritanya ji
senior-senior. Saya baru satu kali
komunikasi sih.
MI,40 Cukup puas (penilaian B+),
sistemnya baik, cukup
menguntungkan. Yah walaupun
BPJS untuk regio Bone ini agak
sedikit streek, karena betul-betul
menekan biaya, jadi betul-betul
keluarga yang ingin mengklaim biaya
tinggi itu susah berhasil. Rumah
sakit mengklaim biaya tinggi, tapi
BPJS hanya mau mengklaim segini
saja.
NW,40 Puas sekali, saya sih berharap RS
bisa kerja sama terus sama RS,
Sejahtera orang.. Hehehe walaupun
banyak yang bilang BPJS begini,
BPJS begitu, tapi kalau menurut
sayayah ini menguntungkan buat kita
tenaga kesehatan. Harusnya kita
berterimakasih sekali ini sama BPJS.

38
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


Iya enak sekali ji drg.widya ditemani
bicara.
kalau dinilai 1 sampai 10, 7 atau 8
lah karena itu tadi yang bikin tidak
puas itu masalah sosialisasinya,
selalu baku harap-harap mi bilang
adaji PERSI, bisa ji di donlot d
internet.
AR,31 Cukup lancar.
IS,44 Kalau masalah komunikasi, saya
lebih suka ngomong ke bagian
manajemen RS ,jarang langsung ke
BPJS. Nanti mereka yang
komunkasikan ke pihak BPJS.
AFY,32 Hubungan kerjasama Lancar.
Cuman yang jadi masalah itu,
biasanya Berbeda hasil gruping
antara verivikator Internal RS
dengan BPJS, yah walaupun
memang ada peraturan menteri
kesehatan dan petunjuk teknis
koding. Namun, pada beberapa
kasus, verifikator punya penilaian
berbeda. Maunya ada panduan atas
verivikasi untuk tiap diagnose
penyakitnya.
Kalau komunikasi memang lancar
de, tapi ketika ada masalah kadang
tidak ada titik temu dan solusi konkrit
Sosialisasi terkait AA, 54 mmmm kadang-kadang lebih banyak Semua informan mengatakan Sosialisasi informasi oleh
informasi/peraturan memberikan sosialisasi pada saat bahwa BPJS sering terlambat BPJS dianggap sangat

39
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


BPJS nanti apabila ada masalah, lebih mensosialisasikan informasi terlambat karena nanti ada
banyak tidak memberikan sosialisasi yang berubah. Pihak BPJS kompail barulah pihak
nanti ada komplain baru dia baru menginformasikan ketika BPJS melakukan
nyatakan ada aturan barunya, sudah terjadi komplain. sosialisasi bahwa ada
katanya yah dia berharap dari pihak aturan yang berubah.
rumah sakit yang mengupload dari
internet
YA, 38 Itu biasanya dak ,mungkin saya
tidak tahu yaa , tapi diobgyn saya
tahu sendiri dari komunitas misalnya
grup whatsup atau line obgyn baru
dikonfirmasi kebeliau
RAS,40 Sosialisasinya terlambat, karena
kadang sudah diketahui sebelum
sosialisasi.
TA,48 kadang kita di pelayanan itu tidak
tahu ada perubahan tiba –tiba ada
disampaikan . kita mesti konsisten
apa yang sudah disampaikan dan
disepakati , begitu ada aturan baru
jangan dicabut sebelum eeee
sebelum disosialisasikan , itu yang
dak jalan saya lihat dok , ya itu
memang bagaimana kedepannya itu
konsistenlah pihak BPJS nya jangan
semena-mena misalnya memberikan
aturan baru misalnya memberikan
aturan baru Kalau saya itu bila ada
suatu kebijakan atau tindakan
ataupun pengobatan . pokoknya
apapun yang sebaiknya datang

40
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


dululah disosialisasikan
AFA,37 Iya biasa, dengan melakukan
pertemuan dengan tenaga
kesehatan.
HK,45 Kadang-kadang tidak diberitahu.
NW,40 kadang lambat, nah itumi saya kan
sukup dekat dengan mereka, linknya
to, jadi biasa saya kasi tau
kenapakah tidak disosialisasikan itu
aturannya, jadi mereka beranggapan
juga kan adami PERSI (Persatuan
Rumah sakit), kan bisa ditau dari situ
informasinya, tapi saya bilang yah
harusnya kan BPJS juga
informasikan kembali.
AR,31 Tidak, asal bikin, asal cabut, tidak
ada hitam diatas putih hanya dengan
lisan. Kadang bingung seperti
diagnosis BPJS yang berubah-ubah.
IS,44 BPJS itu biasa aturannya berubah-
ubah, pernah itu parasetamol hanya
bisa dikasi pada suhu 40 derajat,
tapi kan tidak tau, jadi kan kita
misalnya pasien sudah demam 38
derajat, kita kan taunya yah kalau
pasien demam yah sudah bisa dikasi
parasetamol, ternyata BPJS itu nanti
suhu 40 derajat baru bisa dikasi.
Jadi BPJS sosialisasinya kurang,
sosialisasinya biasanya tidak secara

41
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


tertulis, kadang tidak seragam.
Harapannya yah peraturannya bisa
disosialisasikan secara tertulis,
karena kadang itu disosialisasikan
tapi tidak secara tertulis secara lisan
saja, jadi kita tidak punya pegangan
ketika ada masalah terkait hal
tersebut., kadang itu juga kita cerita
dengan teman dari daerah lain eh
ternyata dia itu tidak begitu, jadi ada
ketidak konsistenan peraturannya.
Harapannya yah sosiaalisasinya
sering dan secara tertulis.

AFY,32 Biasanya kalau prodak menkes itu


lama dengan dalih semestinya
rumah sakit yang memberitahu. Kita
juga kan toh tidak tahu. Kalau terkait
peraturan direksi biasanya dia kasih
tauki tapi tidak cepat ,kadang adapi
juga masalah. Tapi secara umum
tidak disosialisaikan. Harapannya sih
mmm tidak ada pemberlakuan
peraturan sebelum ada sosialisasi
mmm jadi peraturannya harus
tertanggal setelah disosialisasikan .
Transparansi AA, 54 Dalam penentuan persentase- Semua informan mengatakan pembagian jasa medis
pembagian jasa persentase besaran pembagian jasa bahwa pembagian jasa medis sudah dilakukan secara
medis medis kami melibatkan semua pihak sudah dilakukan secara transparansi karena
dan keputusan diambil berdasarakan transparansi karena memang memang sebelumnya di
kesepakatan, setelah ada sebelumnya di susun dan susun dan disepakati
kesepakatan maka dari itu disepakati bersama-sama bersama-sama kemudian

42
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


dibuatkanlah SK direktur, Sehingga kemudian di dibuatkan SK di dibuatkan SK direktur
sampai saat ini tidak ada komplain direktur sehingga tidak ada lagi sehingga tidak ada lagi
untuk pembagian jasa medis. Jadi yang komplain yang komplain
pembagian transparansi semua
pemberi pelayanan. Memang pada
saat menerima si ini dapat sekian, si
ini dapat sekian. Jadi persentase
pembagian berdasarkan
kesepakatan dari semua pihak
YA, 38 Disini presentase jelas itu sudah
dibikin sama kita diawal dan dari
keuangan saya biasanya minta
untuk dilihat. Bener dak seperti itu ,
saya minta diprintkan, apakah
diagnosaku diubah , karena dulu
dulu begitu, tapi sekarang yah tidak
mi.
ITJ,49 Rumah sakit sudah masuk dalam
kategori BLUD, kalau BLUD
maksimal 56% dan 44% sudah tidak
dapat diubah. Jadi dari 44% yang
dibuatkan kebijakan sendiri oleh
rumah sakit yang diatur dan dibagi-
bagi. Yah kita diundang ji bahas
penentuan proporsinya.
Transparanlah.
RAS,40 Transparan, sudah diatur bahkan
kita sudah dibagikan buku yang
sudah lengkap dengan
persenannya, semua dokter dan
semua tenaga kesehatan dibagikan.

43
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


TA,48 Dirumah sakit itu belum ada
pembagian jasa dari kemenkes ,
beda halnya di puskesmas itu sudah
ada aturannya yang dikeluarkan oleh
kementrian sehingga itu bagus ,ada
panduannya , tapi kita dirumah sakit
seluruh indonesia itu belum ada
panduan kebijakan tentang
pembagian jasa medis . sehingga
apa yang dilakukan ada namanya
kebijakan intenal , sebaiknya kita
duduk bersama bukan cuman medis
, ada staf . dalam pembagian kita
tentukan pembagian ada sarana dan
jasa pelayanan, sehinga ada yang
didaptkan tidak ada cerita belakang .
Itu bagusnya disini, setiap ada
kebijakan yang mau dibuat kita
semua dilibatkan, termasuk dalam
hal proporsi pembagian jasa medis
kita dilibatkan jadi semua menerima
proporsinya. Transparan Sekali
Keuangan.

AFA,37 Transparan
HK,45 Proposi sudah didiskusikan,
MI,40 Transparan karena dokter diundang
NW,40 Semua kebijakan yang ada itu sudah
kesepakatan bersama, hasil rapat
bersama jadi yah pasti puasmi. Jadi
ditimbang-timbang memang mi dari
awal sebelum ditetapkan. Kalau ada

44
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


keluhan manusiawi itu, tapi kan
sudah dibuatkan aturan aturan
berapa persen berapa persen. Jadi
kalau ada yang tidak puas kan nanti
direvisi ji lagi, kan ini tiap tahun ji di
revisi.

AM,47 ditentukan dengan SK Direktur


untuk pembagiannya masing-
masing. Dan Kami di bagian
Keuangan selalu ji terbuka, kalau
ada yang mau liat bagaimana di
dapat itu kita kasi liatkan
perhitungannya.
Waktu AA, 54 Hampir tiap bulan terlambat karena Semua informan mengatakan Waktu pembayaran
Pembayaran verivikasi, kan kita melakukan bahwa waktu pembayaran menurut informan sering
verivikasi internal setelah melakukan hampir tiap bulan terlambat. mengalami keterlambatan
verivikasi kita kumpul di BPJS. BPJS Salah satu alasannya yaitu karena masalah verivikasi.
ini kadang kadang terlambat , masalah verivikasi. Verivikator Verivikator BPJS kurang
verivikasi rumah sakit 5-7 orang , BPJS kurang sehingga sehingga pembayaran
sedangkan pihak BPJS hanya 1 pembayaran mengalami mengalami keterlambatan
orang kan tidak mengimbangi keterlambatan
sehingga terjadi keterlambatan
verivikasi sehingga pembayaran
kerumah sakit juga terlambat.
YA, 38 Tadi februari baru saya dapat tadi
ITJ,49 Jasa yang dibayarkan kepada
tenaga kesehatan telalu lama,
misalnya untuk pembayaran bulan 2
dibayarkan pada bulan 5.
RAS,40 erlambat, jasa bulan 1 dibayarkan

45
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


pada bulan 4 tidak seperti dulu selisi
1 bulan, bulan 1 dibayarkan pada
bulan 3.
BPJS kurang tenaga verifikasinya
sehingga pembayarannya
mengalami keterlambatan. Kalau
dari RS sudah lancar karena RS
mempunya verifikasi internal.
TA,48 selama ini setiap bulan itu
dibayarkan hanya yah terlambat , itu
verifikasinya lama
Masih agak lambat dok , misalnya
bulan ini biasanya lompat 2 bulan.
Seperti itu memang karena ada
faktor faktor itu , ada juga kan
misalnya ini secara total , kalau poli
gigi bagus , tapi ada poli lain yang
masih bermasalah kan menunggu
dok , nah itu permasalahan
AFA,37 Mengalami keterlambatan, tetapi
biasanya memang selang 2 bulan.
ML,35 Yah paling terlambat 1 bulan dari
bulan yang seharusnya diterima, per
2 bulan sampai 3 bulan. Yah masih
lebih untung ini kita di RS SInjai,
kadang RS lain katanya sampai
molor sampai 4 bulanan.
NW,40 Prosedur pembayaran klaim dari
BPJS ke RS: kalau rawat jalan itu
tiap poli itu ada pengumpul klaim,
jadi mereka di beri waktu 1 x 24 jam

46
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


untuk menginput itu klaim bpjs.
Kalau di rawat inap 2x 24 jam
setelah pasien pulang datanya harus
sudah terinput, pokonya harusmi
sudah lengkap mi di depan.
Lengkapmi juga rekam medisnya.
Setelah terkumpul di kode dulu baru
dikasi penginput, baru diliatmi sama
pemeriksa klaim, sebenarnya dalam
perjalanan sebelum diinput itu sudah
diperiksa memang mi, tapi fixnya
pemeriksaan itu nanti setelah
penginputan karena disitu keliatan
semua, keliatan mi berapa tarif
rumah sakit, berapa pengajuan ta.
Setelah diperiksa dikirimmi ke BPJS
untuk persetujuan, Setelah diajukan
itu biasanya kesesuaian lagi apakah
sudah disetujui oleh bPJS sebagai
pembayar, kalau ada lagi yang mau
di konfirmasi, di kasi kembali lagi ke
kita. biasanya itu karena kalau ada
yang tidak sesuai dengan hasil
grupingngx antara diagnosa dengan
tatalaksananya, termasuk
pemeriksaan menunjangx, jadi yah
bisa saja nanti berubah, jadi
disampaikan ke DPJPnya, jadi nanti
kalau ada kasus berulang verivikator
internal sudah tau mi juga jadi bisa
disampaikan ke DPJP memang

47
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


sebelum dikumpul ke BPJS. jadi
sudah ada mi kesepakatan sm
DPJP, diperbaikimi, baru diajukanmi
kembali lagi ke BPJS. nanti setelah
BPJS ACC keluarmi kwitansinya.
AR,31 Sangat lambat. Rata-rata terlambat
3 bulan. Verifikasi dari BPJS lambat,
karena hanya 1 orang yang
mengurus.
IS,44 yah gitu, pembayaran bulan dua
baru terbayarkan bulan 5. BPJS
harus menambah lagi verivikatornya,
karena verifikator RS itu cepat,
supaya dia bisa ikuti kita.
AFY,32 Sering terlambat, Masalahnya
sebenarnya kalau saya mungkin ,
masalah utamanya itu karena
verifikasi ,verivikator kurang jadinya
proses verifikasi lama , sudah mi itu
hari saya siasati tahun 2017 itu kan
belum ada verifikasi internal,
sekarang adami verifikasi internal
rumah sakit tapi verifikator BPJS
cuman satu orang
AM,47 begini e kan selesai pelayanan itu
verivikator internal tiap hari ji
menginput, pokoknya tanggal 10 itu
selesaimi semua diinput habis itu
diserahkan mi ke BPJS, baru BPJS
verivikasi mi kembali baru akhir
bulan berikutnya harusnya tarik

48
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


garismi hasilnya itu de kasi meki
umpan baliknya kemudian mereka
keluarkan kemudian de kasi meki di
keuangan baru setelah itu dibuatkan
mi kwitansinya di kasi materai baru
ditandatangani mi sama direktur.
Itumi kita akui sebagai jumlah
klaimta baru kita berikan mi ke
mereka, berhitung mi 15 hari
kemudian. Kalau kita Sesuai ji
dengan waktuta karena setelah
pelayanan itu langsung mi di input
sama verivikator Internal ta, setiap
hari tapi kan yang pegang
peranankan pegawai BPJSnya, na
cuman sendiriki. Jadi setengah
mati.ini mi selalu telat. pembayaran
bulan 1 baru di bayar bln 4, bulan 2
dibayar bulan 5, selalu terlambat.
Kalau masalah komplain dokter, yah
karena mereka tahu ji juga
permasalahannya karena kita selalu
terbuka ji, biasa ji mengeluh-
mengeluh. Alhamdulillah ndak
pernah ji sampai mogok kerja.
Pernah ji dula ada protes karena
selalu ditolak pasiennya tapi
dibelakang-belakang ini ndak mi.

Besaran Paket AA, 54 Mengenai pembayaran jasa medis Enam informan mengatakan Besaran paket jasa medis
jasa Medis yang untuk dokter, pembagian sudah bahwa puas dengan besaran yang di terima dokter
diterima ditentukan oleh bagian kesehatan paket jasa medis yang diterima kadang tidak sesuai

49
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


untuk fasilitas kesahatan 54, untuk dengan apa yang mereka
jasa 46. Kalau saya rasa secara Enam informan mengatakan kerjakan.
pribadi sudah cukup puas karena itu kurang puas dengan besaran
dari 64% itu dokter langsung diberi paket jasa medis yang diterima
50% dan 50%nya dibagi ke semua karena menganggap bahwa
pihak . penerimaan jasa sebelum
Justru itulah saya selalu kerjasama dengan BPJS jauh
mengatakan saya harus jujur lebih banyak di bandingkan
sekurang-kurang bagusnya BPJS
setelah kerjasama BPJS.
saya harus memberikan kontribusi
seimbang kepada dokter-dokter
kalau saya bandingkan dengan Dua informan mengatakan
pendapatan era askes dengan era tidak mengetahui
BPJS harus disyukuri. perbedaannya karena alasan
baru bergabung di RSUD
YA, 38 biaya paketnya untuk obgyn , ini kok Sinjai.
paketnya segitu yah kita semestinya
taulah BPJS harusnya lihat eeee
rumah sakit keluar berapa banyak ,
yahh karena kita ini pegawai negeri
ya sudah terimalah apa yang ada ,
cuman maksudnya mm kenapa yang
pegang pisau itu malah dapat
duitnya lebih sedikit , kita dak mau
bilang itu kok. Kalau itu ditanya
tidak cukup , besarannya lebih
kurang. Ya seluruh indonesia
ditanya tidak puas
RAS,40 Saya tidak bisa bandingkan karena
pada saat saya kembali sudah
memasuki era BPJS.
TA,48 Saya bersyukur ada penaikan

50
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


walaupun untuk rumah sakit saya
mau bilang kekurangan apa ya
istilah nya , ya kekurangan lah dari
pihak BPJS menetapkan itu kita
punya biaya, masuk logika kah
misalnya dok semua tindakan itu
sama bayarannya, apakah itu
misalnya dicabut kompli, atau
odontek atau endo pokoknya semua
item-item tindakan dirumah sakit itu
satuji biayanya 172 ribu misalnya ,
nah itu berlaku untuk semua
tindakan dimana logikanya nah dan
disitu sudah adami misalnya adami
obatnya adami tindakannya
bayarannya tetap itu , nah kalau dulu
dulu ya ASKES tidak, tindakan lain,
obat lain , bukanji saya bilang
kembali ke ASKES tapi bagusnya
biaya itu ditingkatkan jangan kasian
masa rumah sakitnya yag tanggung,
untung kalau rumah sakit
pemerintah, kalau rumah sakit
swasta sudah bangkrut , kita tau
odontek itukan sampai jutaan , kita
hanya dibayar 172. Kalau kita mau
hitung itu masih rugi rumah sakit dari
segi bahannya. Minimal saya
dinaikkan tarif walaupun pale eeee
masih sama satu untuk semua
istilahnya , naikanlah itu nilai biaya

51
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


anunya kasian.
AFA,37 Saya tidak bisa membandingkan
dengan yang kemarin, tapi selama
ini ya begitulah.
HK,45 Lebih besar besaran jasa setelah
ada BPJS. Cuman itu, Saya sudah
berapa tahun selalu di subsidi RS,
tetanus juga itu di subsidi, karena
tetanus juga itu 3 juta ji lebih, kalau
saya kasi tetagam sudah 3 juta, baru
tetagamnya, belum Antibiotiknya
,belum perawatannya bisa sampai 2
minggu 3 minggu. Pernah saya
hitung hitung itu, Pasienku itu bisa di
subsidi sampai 167 juta selama 4
bulan. Banyak sekali.
ML,35 Aduh sangat jauh dari harapan
kalau dibandingkan dari era sebelum
JKN, tapi kalau ditanya puas, yah
mau bilang apa, di syukuri saja.
MI,40 Bersifat subjektif, pada dasarnya
jika dibandingkan dengan beberapa
wilayah di sul-sel relatif cukup.
NW,40 Kalau saya mencukupi, puas.
Alhamdulillah
AR,31 Insyaallah puas, Agak lebih bagus
sedikit.
IS,44 Kalau ditanya masalah kepuasan,
kepuasan itukan relatif yah, tapi
kalau saya bandingkan waktu masih
jaman Jamkesgra, saya lebih puas

52
Lampiran 6.Matriks Analisis isi (Content Analysis)

INFORMASI INFORMAN JAWABAN INFORMAN REDUKSI KESIMPULAN


waktu jaman Jamkesgra. Lebih
besar yang didapat waktu jaman
Jamkesgra.
Kalau di THT kan banyak rata-rata
tindakan, saya harapkan yah
paketnya ditinjau kembali, rata-rata
tindakannya operasi besar semua

AFY,32 Kalau mau jujur yah, lebih besar


pendapatan rumah sakit setelah
kerjasama dengan BPJS.
AM,47 yah sebenarnya waktu Askes dulu
rendah, tapi ini BPJS Alhamdulillah
aman ji. Kadang ada tarif rumah
sakit yang rendah kadang juga adaji
yang lebih tinggi dari Paketnya, jadi
saling menutupi ji sebenarnya.

53
Lampiran 12. Surat Penugasan Seminar Hasil Penelitian
Lampiran 13. Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nur Fadhilah Arifin


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat & tanggal Lahir : Makassar, 24 Maret 1988
Alamat : Jl.Satelit 4 blok A1/71 Taman Telkomas Makassar
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Telepon : 085399506161
e-mail : ila.6191@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. 1994-2000 : SD Negeri 102 Makale 5,Makale, Tana Toraja
2. 2000-2003 : SMP Negeri 1 Pinrang
3. 2003-2006 : SMA Negeri 1 Pinrang
4. 2006-2009 : S1 Sarjana Kedokteran Gigi
5. 2009-2012 : Pendidikan Profesi Dokter Gigi
Pengalaman Organisasi :
1. Bendahara umum HMI Komisariat Kedokteran Gigi periode 2008/2009
2. Pengurus lembaga kesehatan Mahasiswa Islam periode 2009/2010
3. Pengurus Dewan mahasiswa profesi kedokteran gigi universitas
Hasanuddin 2010/2011

Penghargaan dan pencapaian


1. Juara II penulisan karya tulis Ilmiah dalam Pekan Raya Ilmiah III
Kedokteran Gigi
2. Oral presentation pada the 1st International conference of health risks
assestment 2013

Anda mungkin juga menyukai