Anda di halaman 1dari 150

SKRIPSI

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU DENGAN


KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLAGENSERUT

Oleh :
ULIS WAHYU PURNAMA SARI
NIM : 201403091

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018
SKRIPSI

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU DENGAN


KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLAGENSERUT

Diajukan untuk memenuhi


Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

Oleh :
ULIS WAHYU PURNAMA SARI
NIM : 201403091

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018

ii
iii
iv
HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Ulis Wahyu Purnama Sari

NIM : 201403091

Judul : Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan Kejadian

Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas

Klagenserut

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan

di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam memperoleh gelar

ahli madya/sarjana di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya.

Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan baik yang sudah maupun

belum/tidak dipublikasikan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar

pustaka

Madiun, 8 Agustus 2018

Ulis Wahyu Purnama Sari


NIM. 201403091

v
LEMBAR PERSEMBAHAN

Sujud syukurku kusembahkan kepadamu Tuhan yang Maha Agung nan

Maha Tinggi nan Maha Adil nan Maha Penyayang, atas takdirmu telah kau

jadikan aku manusia yang senantiasa berfikir, berilmu, beriman dan bersabar

dalam menjalani kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah

awal bagiku untuk meraih cita- cita besarku.

Tugas akhir ini saya persembahkan untuk:

1. Ayahanda Misranto dan Ibundaku Nurul Hidayati Ulfa tercinta, yang tiada

pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doá, dorongan, nasehat,

dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu

kuat menjalani setiap rintangan yang ada di depanku. Dan tak lupa

Keluarga SD (Alm.Supeno-Almh.Djamiatun) yang selalu menghibur,

memberikan motivasi, dan kasih sayang kepada saya agar tidak mudah

putus asa.

2. Dosen pembimbing skripsi Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes

dan Ibu Riska Ratnawati, S.KM., yang selama ini telah tulus dan ikhlas

meluangkan waktunya untuk menuntun dan mengarahkan saya,

memberikan bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai harganya, agar

saya menjadi lebih baik.

3. Semua mahasiswa STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun Program Studi

Kesehatan Masyarakat Angkatan 2014 dan teman-teman dekat saya yang

bersama-sama bahu membahu saling membantu demi terselesaikan skripsi

ini.

vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ulis Wahyu Purnama Sari

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat dan Tanggal Lahir : Madiun, 5 Februari 1996

Agama : Islam

Alamat : Ds. Klagenserut RT. 22 RW. 07 Kecamatan

Jiwan Kabupaten Madiun

Email : Uliswahyu5@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. RA Tarbiyatul Islamiyah Klagenserut 2001-2002

2. MIN Klagenserut Kab. Madiun 2002-2008

3. MTsN Bibrik Kab. Madiun 2008-2011

4. MAN 1 Kota Madiun 2011-2014

5. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun 2014-2018

vii
Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun
2018

ABSTRAK

Ulis Wahyu Purnama Sari

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU DENGAN


KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KLAGENSERUT

97 halaman + 15 tabel + 5 gambar + 11 lampiran

Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang


utama di Indonseia. Angka Kejadian DBD Provinsi Jawa Timur dengan jumlah
21.092 kesakitan (Kemenkes RI, 2016). Angka kesakitan di Kabupaten Madiun
tahun 2014 yaitu 155 kasus dengan kematian 3 orang, tahun 2015 menglami
peningkatan 320 kasus dengan jumlah kematian 5 orang, dan tahun 2016 301
kasus dengan jumlah kematian sama dengan tahun sebelumnya 5 orang.
Jenis penelitian ini menggunakan desain case control study. Populasi studi
adalah seluruh penderita DBD periode 1 Januari 2017- Juni 2018 di wilayah kerja
Puskesmas Klagenserut, jumlah sampel adalah 60 responden dengan 30 kasus dan
30 kontrol. Teknik analisis data menggunakan uji chi-square dengan tingkat
kemaknaan (p=0,05) dan untuk mengetahui besarnya resiko menggunakan odd
ratio.
Variabel yang terbukti berhubungan dengan kejadian DBD di wilayah kerja
Puskesmas Klagenserut adalah keberadaan barang bekas p=0,002 (OR=6,417;
95%CI=2,084-19,755), pencahayaan p=0,002 (OR=6,571; 95%CI=2,109-20,479),
kebiasaan menggantung pakaian p=0,003 (OR=6,538; 95%CI=1,967-21,739), dan
kebiasaan pengggunaan obat/ anti nyamuk p=0,02 (OR=4,030; 95%CI=1,372-
11,839). Variabel yang tidak berhubungan adalah angka bebas jentik
p=0,7(OR=6,417; 95%CI=0,240-2,206).
Angka bebas jentik bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan
kejadian DBD, tetapi keberadaan barang bekas, pencahayaan, kebiasaan
menggantung pakaian, dan kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk yang
berhubungan dengan kejadian DBD. Peran serta masyarakat diharapkan dengan
peduli lingkungan dan perilaku untuk meminimalisir kejadian DBD.
Kata Kunci : Lingkungan, Perilaku, Demam Berdarah Dengue
Kepustakaan : 50 (2002-2017)

viii
Public Health Program Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun 2018

ABSTRACT

Ulis Wahyu Purnama Sari

THE RELATIONSHIP BETWEEN ENVIRONMENT AND BEHAVIOR FACTORS


WITH DENGUE HEMORRHAGIC FEVER IN PRIMARY HEALTH CENTER OF
KLAGENSERUT AREA

97 pages+ 15 tables+ 5 pictures and 11 appendix

Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one of the main public


health problems in Indonesia. The incidence of DHF East Java Province with the
number of 21.092 morbidity (Ministry of Health RI, 2016). The morbidity rate in
Madiun District in 2014 was 155 cases with 3 deaths, 2015 increased 320 cases
with 5 deaths, and in 2016 301 cases with the number of deaths equal to the
previous year 5 people.
Methods: The kind of this research was epidemiology used of case control study.
The population of all patients with DHF the period 1 January 2017- June2018 in
Primary Health centers of Klagenserut area. The numbers of samples were 30
patients with 30 cases and 30 controls. Data analysis technique used chi square
test with level significance (p = 0,05) and to know the risk of using odd ratio.
Results: Variables are associated with incidence of DHF in Primary Health
centers of Klagenserut area were the existence of used goods p= 0,002 (OR=
6,417; 95%CI= 2,084- 19,755 ), lighting p= 0,002 (OR= 6,571; 95%CI= 2,109-
20,479), hanging clothes habits p= 0,003 (OR= 6,538; 95%CI= 1,967- 21,739),
dan habits of drug use / mosquito repellent p= 0,02 (OR= 4,030; 95%CI=
1,372- 11,839).Variables are not associated with DHF free of larvae p=
0,7(OR= 6,417; 95%CI= 0,240- 2,206).
Conclusion: The free number of larvae is not a factor associated with incidence
DHF, but the existence of used goods, lighting, hanging clothes habits, and
habits of drug use / mosquito repellent. Community participation is expected
with concerns environment and behavior to minimize incidence of DHF.
Keywords : environment, behavior, DHF
Bibliography : 50 (2002-2017)

ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang

berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Angka Kuman Udara di

Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun”. Penelitian ini disusun

sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan jenjang Sarjana di Prodi

Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu proses penulisan ini :

1. Ibu drg. Anies Bektiarsi, selaku Kepala Puskesmas Klagenserut yang telah

mengizinkan saya melakukan penelitian.

2. Bapak Zaenal Abidin, S.KM.,M.Kes (Epid), selaku Ketua STIKES Bhakti

Husada Mulia Madiun.

3. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM.,M.Kes, selaku Ketua Prodi S1 Kesehatan

Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun serta Dosen Pembimbing I

yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Riska Ratnawati, S.KM.,M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak H. Edy Bachrun, S.KM.,M.Kes, selaku Ketua Dewan Penguji dalam

skripsi ini.

6. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, peneliti ucapkan

terima kasih yang sedalam-dalamnya.

x
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh

dari sempurna. Oleh karena itu, berbagai saran, tanggapan, dan kritik yang

bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan tugas akhir

skripsi ini.

Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada

umumnya dan bagi penulis serta orang-orang yang peduli dengan dunia kesehatan

masyarakat pada khususnya.

Madiun, 8 Agustus 2018

Penyusun

xi
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i
Sampul Dalam .................................................................................................. ii
Lembar Persetujuan .......................................................................................... iii
Lembar Pengesahan ......................................................................................... iv
Halaman Pernyataan......................................................................................... v
Halaman Persembahan ..................................................................................... vi
Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................... vii
Abstrak ............................................................................................................. viii
Abstract ............................................................................................................ ix
Kata Pengantar ................................................................................................. x
Daftar Isi........................................................................................................... xii
Daftar Tabel ..................................................................................................... xv
Daftar Gambar .................................................................................................. xvi
Daftar Lampiran ............................................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
1.5 Keaslian Penelitian ........................................................................... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue................................................................. 11
2.1.1 Definisi Demam Berdarah Dengue .......................................... 11
2.1.2 Etiologi Demam Berdarah Dengue ........................................... 11
2.1.3 Vektor Penular Penyakit Demam Berdarah Dengue ................ 12
2.1.4 Ciri- ciri Nyamuk Aedes aegypti............................................... 13
2.1.5 Biomonik Vektor ...................................................................... 13

xii
2.1.6 Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue ......................... 15
2.1.7 Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue............. 16
2.2 Pencegahan Demam Berdarah Dengue ............................................ 17
2.2.1 Lingkungan ............................................................................... 18
2.2.2 Biologis ..................................................................................... 18
2.2.3 Kimiawi..................................................................................... 18
2.3 Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue ........................... 19
2.3.1 Agent ......................................................................................... 20
2.3.2 Vektor ....................................................................................... 20
2.3.3 Host ........................................................................................... 21
2.3.4 Environment .............................................................................. 24
2.4 Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah
Dengue ............................................................................................. 25
2.4.1 Agent ......................................................................................... 26
2.4.2 Host (Manusia).......................................................................... 26
2.4.2.1 Kebiasaan Menggantung Pakaian ................................... 27
2.4.2.2 Kebiasaan Penggunaan Obat/ Anti Nyamuk .................. 28
2.4.3 Environment (Lingkungan) ....................................................... 29
2.4.3.1 Keberadaan Barang Bekas di Sekitar Rumah ................. 29
2.4.3.2 Pencahayaan.................................................................... 30
2.4.3.4 Angka Bebas Jentik (ABJ) .............................................. 32
2.5 Kerangka Teori ................................................................................. 35
BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual........................................................................ 36
3.2 Hipotesa Penelitian ........................................................................... 37
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian .............................................................................. 38
4.2 Populasi dan Sampel ......................................................................... 39
4.3 Teknik Sampling............................................................................... 41
4.4 Kerangka Kerja Penelitian ................................................................ 42
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel .................... 44

xiii
4.6 Instrumen Penelitian ......................................................................... 47
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 50
4.8 Prosedur Pengumpulan Data............................................................. 51
4.9 Teknik Analisis Data ........................................................................ 52
4.10 Etika Penelitian ............................................................................... 58
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 59
5.2 Hasil Penelitian ................................................................................. 61
5.3 Pembahasan ...................................................................................... 73
5.4 Keterbatasan Penelitian .................................................................... 87
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 89
6.2 Saran ................................................................................................. 90
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 92
LAMPIRAN

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ..................................................................... 7


Tabel 4.1 Definisi Operasional ................................................................... 44
Tabel 4.2 Waktu Penelitian ......................................................................... 50
Tabel 4.3 Koding Faktor Lingkungan dan Perilaku DBD .......................... 53
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ............................. 62
Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ................ 62
Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Responden ................................................................................... 63
Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Responden .... 63
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian DBD ...................... 64
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keberadaan Barang
Bekas di Sekitar Rumah .............................................................. 65
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pencahayaan ......................... 65
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Angka Bebas Jentik .............. 66
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Menggantung
Pakaian ........................................................................................ 66
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Penggunaan
Obat/ Anti Nyamuk ..................................................................... 67
Tabel 5.11 Hubungan Keberadaan Barang Bekas di Sekitar Rumah
dengan Kejadian DBD ................................................................ 68
Tabel 5.12 Hubungan Pencahayaan rumah dengan Kejadian DBD ............. 69
Tabel 5.13 Hubungan Angka Bebas Jentik dengan Kejadian DBD ............. 70
Tabel 5.14 Hubungan Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan
Kejadian DBD ............................................................................. 71
Tabel 5.15 Hubungan Kebiasaan Kebiasaan Penggunaan Obat/ Anti
Nyamuk dengan Kejadian DBD ................................................. 72

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penellitian .......................................................... 35


Gambar 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 36
Gambar 4.1 Skema Rancangan Kerja Penelitian ............................................. 38
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................... 42
Gambar 5.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut ................................ 59

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Responden


Lampiran 2 Informed Consent
Lampiran 3 Lembar Kuesioner
Lampiran 4 Hasil Output Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Lampiran 5 Surat ijin Penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut
Lampiran 6 Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian di Wilayah
Kerja Puskesmas Klagenserut
Lampiran 7 Hasil Ouput Pengolahan data SPSS
Lampiran 8 Hasil Observasi
Lampiran 9 Lembar Bimbingan
Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 11 Lembar Revisi Skripsi

xvii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit berbasis lingkungan merupakan fenomena penyakit yang terjadi

pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, berakar, atau memiliki

keterkaitan erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah ruang

dimana masyarakat tersebut tinggal atau beraktivitas dalam jangka waktu tertentu.

Indonesia sebagai negara tropis merupakan kawasan endemis berbagai penyakit

menular. Berdasarkan proses kejadiannya, penyakit menular dikategorikan

menjadi penyakit menular endemis dan penyakit yang berpotensi menjadi KLB

(Kejadian Luar Biasa). Beberapa penyakit menular endemis yang terjadi di

Indonesia diantaranya adalah diare, TBC, malaria, filariasis dan Demam Berdarah

Dengue. Sedangkan penyakit menular yang berpotensi menjadi KLB, misalnya

demam berdarah dengue (DBD) (Achmadi, 2012).

Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan

oleh infeksi virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, ditandai

dengan demam 2-7 hari dengan suhu 39°C, nyeri kepala, nyeri dipunggung dan

ulu hati, selain itu pada anak biasanya ditandai dengan muntah, nyeri pada tulang/

otot, disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan jumlah trombosit

<100.000/mm3, adanya kebocoran plasma ditandai peningkatan hematokrit ≥

20% dari nilai normal (Kemenkes, 2011).

Menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 2,5

miliar atau 40% populasi di dunia berisiko terhadap penyakit demam berdarah

1
dengue terutama yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis.

Saat ini juga diperkirakan ada 390 juta infeksi dengue yang terjadi di seluruh

dunia setiap tahun. Angka terjadinya kasus dengue mengalami peningkatan secara

drastis diseluruh dunia pada tahun 2015 terakhir (WHO, 2015).

Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia pada tahun 2015 terdapat

129.650 kasus kesakitan demam berdarah dengan jumlah kematian 1.071 orang,

sedangkan jumlah kasus tahun 2016 terdapat 204.171 kasus kesakitan dengan

jumlah kematian sebanyak 1.598 orang. Angka kesakitan atau Incidence Rate

DBD tahun 2015 50,75 per 100.000 penduduk menjadi 77,96 per 100.000

penduduk. (Profil Kesehatan Indonesia, Kemenkes RI 2016).

Pada tahun 2015 di Jawa Timur terdapat kasus DBD sebanyak 21.092 kasus

kesakitan dan mengalami peningkatan kasus kesakitan DBD di tahun 2016

sebesar 25.338 kasus. Insiden rate (Incidence Rate) atau angka kesakitan Demam

Berdarah Dengue pada tahun 2015 sebesar 54,18 per 100.000 penduduk dan

mengalami peningkatan pada tahun 2016 yaitu sebesar 64,8 per 100.000

penduduk. Angka ini masih di atas target nasional ≤ 49 per 100.000 penduduk.

Angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) DBD tahun 2016 sebesar 1,4%,

hal tersebut menunjukkan DBD di Jawa Timur masih diatas target < 1%. (Profil

Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2016).

Berdasarkan data kasus Demam Berdarah yang diperoleh dari data profil

Kesehatan Kabupaten Madiun pada tahun 2014 yaitu 155 kasus kesakitan demam

berdarah dengan jumlah kematian 3 orang, pada tahun 2015 sebanyak 320 kasus

meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan jumlah kematian 5 orang, dan

2 2
pada tahun 2016 sebesar 301 kasus kesakitan tetapi dengan jumlah kematian sama

pada tahun sebelumnya yaitu 5 orang (Profil Kesehatan Kabupaten Madiun 2014

dan 2016). Jumlah kasus DBD dari 26 puskesmas yang dua tahun terakhir

mengalami peningkatan dibandingkan wilayah lainnya yaitu wilayah kerja

Puskesmas Klagenserut mulai dari tahun 2016 ditemukan sebanyak 6 kasus

kesakitan demam berdarah dan tahun 2017 ditemukan sebanyak 10 kasus

kesakitan demam berdarah (Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun, 2017).

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue

yaitu peran perilaku masyarakat dan faktor lingkungan (Cecep, 2011). Salah satu

faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian DBD yaitu faktor

lingkungan dalam rumah yang mendukung terjadinya DBD antara lain

pencahayaan, kelembaban, angka bebas jentik, tempat penampungan air, plafon,

dan kawat kasa pada ventilasi. Kurangnya pencahayaan atau sinar matahari

didalam rumah menyebabkan rumah menjadi teduh dan lembab sehingga keadaan

ini menjadi tempat istirahat yang disenangi nyamuk Aedes aegypti sp. (Lisa,

2016). Hal tersebut didukung oleh penelitian yang sudah dilakukan di wilayah

kerja puskesmas Sentosa Baru Medan menunjukkan pencahayaan di rumah salah

satu faktor terhadap kejadian demam berdarah dengue dengan nilai p= 0,001 <

0,05 dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pencahayaan terhadap

kejadian demam berdarah dengue (Lisa Anggriani, 2016).

Faktor lain yang berhubungan dengan kejadian DBD yaitu perilaku

masyarakat dengan kebiasaan masyarakat menggantung pakaian yang sudah lama

terjadi dan sebaiknya, pakaian-pakaian yang tergantung di balik lemari atau di

3 3
balik pintu dilipat dan disimpan dalam almari, karena nyamuk Aedes aegypti

senang hinggap dan beristirahat di tempat-tempat gelap dan kain yang tergantung

(Yatim, 2007). Seperti hasil penelitian di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan

menunjukkan bahwa kebiasaan menggantung pakaian menunjukkan dimana nilai

p = 0,001<α = 0,05 sehingga faktor perilaku kebiasaan menggantung pakaian

terdapat hubungan dengan kejadian demam berdarah dengue ( Widia, 2009).

Berdasarkan uraian diatas, faktor kejadian DBD di wilayah kerja puskesmas

Klagenserut dengan meningkatnya jumlah kasus terlihat bahwa kurangnya

kesadaran dan peran masyarakat dengan perilaku sehari-hari. Maka dari itu,

dengan mengadakan gotong royong bersama untuk memberantas sarang nyamuk

di lingkungan sekitar dan memberikan sosialisasi agar termotivasi dengan

mengubah perilaku masyarakat yang baik dengan memperhatikan kebiasaan hidup

hal tersebut berguna untuk mengurangi kejadian DBD. Apabila masyarakat tidak

memiliki perilaku yang sehat, lingkungan yang sehat pun akan sulit untuk

terwujud. Sehingga penyakit-penyakit seperti demam berdarah dengue akan

mudah menyebar di lingkungan tersebut.

Penelitian tentang kejadian DBD belum dilakukan sebelumnya, oleh karena

itu peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan Faktor Lingkungan

dan Perilaku dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja

Puskesmas Klagenserut.

4 4
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian pada latar belakang di atas maka dapat

dirumuskan masalah penelitian yaitu “apakah ada hubungan faktor lingkungan

dan perilaku dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menganalisis hubungan faktor lingkungan dan perilaku dengan

kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengidentifikasi keberadaan barang bekas di sekitar rumah,

pencahayaan, angka bebas jentik, kebiasaan menggantung pakaian,

kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dan kejadian Demam Berdarah

Dengue di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.

1.3.2.2 Untuk menganalisis hubungan keberadaan barang bekas di sekitar rumah

dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas

Klagenserut.

1.3.2.3 Untuk menganalisis hubungan pencahayaan dengan kejadian Demam

Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.

1.3.2.4 Untuk menganalisis hubungan angka bebas jentik dengan kejadian Demam

Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.

1.3.2.5 Untuk menganalisis hubungan kebiasaan menggantung pakaian dengan

kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas

Klagenserut.

5 5
1.3.2.6 Untuk menganalisis hubungan kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk

dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas

Klagenserut.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Ilmu Pengetahuan

Manfaat yang dapat diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai

penerapan ilmu selama duduk di bangku kuliah serta dapat mengembangkan

khasanah ilmu pengetahuan bidang kesehatan lingkungan terutama mengenai

faktor lingkungan dan perilaku dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di

wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.

1.4.2 Bagi Institusi Kesehatan

Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah

pada program kesehatan bidang penyakit menular, khususnya masalah pencegah

penyakit DBD agar dapat dijadikan sebagai monitoring dan evaluasi program

pemberantasan penyakit menular (P2M).

1.4.3 Bagi Peneliti

Hasil penelitian dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya

tentang faktor lingkungan dan perilaku dengan kejadian demam berdarah

1.4.4 Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiiun

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan

menambah referensi yang sudah ada.

6 6
1.5 Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Judul Tempat Desain
No Peneliti Variabel HasilPenelitian
Penelitian Penelitian Penelitian
1. Indra,dkk Hygiene Kelurahan Kuantitatif Variabel bebas : 1. Ada hubungan Sarana Air
(2017) Sanitasi Kapuas Observasio 1. Sarana Air Bersih bersih dengan kejadian DBD.
Rumah Kanan Hulu nal analitik 2. Sarana pembuangan (p-value = 0,03 < 0,05), Odds
Dengan wilayah Cross Sampah Ratio (OR)= 4.812
Kejadian kerja Sectional 3. SPAL 2. Tidak ada hubungan sarana
Demam Puskesmas Variabel Terikat : pembuangan sampah dengan
Berdarah Sungai Kejadian Demam Berdarah kejadian DBD. (p-
Dengue Durian Dengue. value=0.480>0,05), Odds
Kabupaten Ratio (OR)= 1.913
Sintang 3. Tidak ada hubungan Sarana
Pembuangan Air Limbah
dengan kejadian DBD. (p-
value = 0.297> 0,05), Odds
Ratio (OR)= 0,522
2. Taufiq Faktor- Di Desa Observasio Variabel bebas : 1. Ada hubungan antara
Kurniawa Faktor yang Gonilan nal 1. kebiasaan kebiasaan membersihkan
n berhubungan Kecamatan Cross membersihkan tempat tempat penampungan air
(2013) Dengan Kartasura Sectional penampungan air dengan kejadian
Kejadian Kabupaten 2. kebiasaan DBD(p=0,000 <α = 0,05)
DBD Sukoharjo membersihkan halam 2. Ada hubungan antara
rumah kebiasaan membersihkan
3. partisipasi masyarakat halaman rumah dengan
dalam melakukan kejadian DBD. (p = 0,034 < α
PSN = 0,05)
4. aktivitas sehari-hari di

7 7
dalam maupun luar 3. Ada hubungan antara
rumah partisipasi masyarakat dalam
Variabel Terikat : melakukan PSN dengan
Kejadian Demam Berdarah kejadian DBD(p = 0,001 < α
Dengue. = 0,05)
4. Ada hubungan antara
aktivitas sehari-hari di dalam
maupun di luar rumah
dengan kejadian DBD. (p =
0,002 <α = 0,05)
3. Erna sari, Hubungan Di Analitik Variabel Bebas : 1. Ada hubungan antara
dkk. lingkungan Semarang Case 1. intensitas cahaya intensitas cahaya terhadap
(2017) fisik rumah Control 2. keberadaan ventilasi kejadian DBD (p =
dengan 3. kelembaban udara 0,001<0,05)
kejadian Variabel Terikat : 2. Tidak ada hubungan antara
demam Kejadian Demam Berdarah keberadaan ventilasi terhadap
berdarah Dengue. kejadian DBD (p = 0,33>0,05)
dengue 3. Tidak ada hubungan antara
kelembaban terhadap kejadian
DBD (p = 0,692>0,05)

4. Luluk Hubungan Di Case Variabel Bebas : 1. Ada hubungan antara


Masruroh, lingkungan Kecamatan control 1. Keberadaan vegetasi keberadaan vegetasi dengan
dkk dan praktik Ngawi 2. Keberadaan DBD (p=0,002<0,05)
(2016) PSN dengan breeding place 2. Ada hubungan breeding place
kejadian 3. Penggunaan dengan DBD (p=0,001<0,05)
DBD kelambu 3. Ada hubungan penggunaan
4. Praktik 3M kelambu dengan DBD

8 8
5. Suhu di dalam (p=0,001<0,05)
rumah 4. Ada hubungan praktik 3M
6. Kelembaban rumah dengan DBD (0,001<0,05)
5. Tidak adanya hubungan suhu
Variabel Terikat : dalam rumah dengan DBD
Kejadian Demam Berdarah (p=1,0>0,05)
Dengue. 6. Tidak adanya hubungan
kelembaban rumah dengan
DBD karena tidak dapat
dilakukan uji hubungan dan
hasil yang diperoleh homogen
antara kasus dan kontrol.
5. Elvin, dkk Faktor faktor Kecamatan Cross Variabel bebas : 1. Ada hubungan kebiasaan
( 2016) yang Wundukolo Sectional 1. Kebiasaan menggantung pakaian dengan
berhubungan Kabupaten menggantung kejadian DBD (p=0,021<0,05)
dengan Kolaka pakaian 2. Ada hubungan kebiasaan tidur
kejadian 2. Kebiasaan tidur pagi pagi atau sore dengan kejadian
DBD atau sore DBD (p=0,001<0,05)
3. Frekuensi 3. Ada hubungan frekuensi
pengurasan pengurasan kontainer dengan
kontainer kejadian DBD (0,008<0,05)
4. Penggunaan 4. Ada hubungan penggunaan
obat/anti nyamuk obat/anti nyamuk dengan
5. Keberadaan kasa kejadian DBD (0,008<0,05)
pada ventilasi 5. Tidak ada hubungan
Variabel Terikat : keberadaan kasa pada ventilasi
Kejadian Demam Berdarah dengan kejadian DBD
Dengue. (0,563>0,05)

9 9
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan peneliti sebelumnya

adalah sebagai berikut :

1. Tahun dalam pelaksanaan penelitian yaitu tahun 2018.

2. Variabel bebas yaitu keberadaan barang bekas di sekitar rumah.

Tempat dalam penelitian yaitu wilayah kerja puskesmas Klagenserut dan

merupakan wilayah endemis Demam Berdarah Dengue.

10 10
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue

2.1.1 Definisi Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue merupakan suatu penyakit yang di sebabkan

oleh virus DEN-1,DEN-2,DEN-3 atau DEN-4 yang masuk ke peredaran darah

melalui gigitan vektor nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau

Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue dari

penderta DBD lainnya. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat

menyerang seluruh kelompok usia. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi

lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2015).

Demam berdarah dengue ditandai dengan demam mendadak 2 sampai

dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati,

disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae,lebam

(echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah

darah, kesadaran menurun atau renjatan (Shock) (Rita Kusriastuti, 2011).

2.1.2 Etiologi DBD

Penyakit DBD disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B

Arthopod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus

Flavivirus, famili Flaviviricae, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1,

DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi

terhadap serotipe yang bersangkutan,sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap

11
serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang

memadai terhadap serotipe lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang

dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang

berat. Virus penyebab DHF atau DSS adalah flavi virus dan terdiri dari 4 serotipe

yaitu serotipe 1,2,3, dan 4 (dengue -1,-2,-3,-4) virus ini ditularkan ke manusia

melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang terinfeksi. Virus ini dapat tetap

hidup di alam melalui 2 mekanisme. Mekanisme pertama, transmisi vertikal

dalam tubuh nyamuk, dimana virus yang ditularkan oleh nyamuk betina pada

telurnya yang nantinya akan menjadi nyamuk. Virus juga dapat ditularkan dari

nyamuk jantan pada nyamuk betina melalui kontak seksual. Mekanisme kedua,

transmisi virus dari nyamuk ke dalam tubuh manusia dan sebaliknya. Nyamuk

mendapatkan virus ini pada saat itu sedang mengandung virus dengue pada

darahnya. Virus yang sampai ke lambung nyamuk akan mengalami replikasi

(berkembangbiak/memecah diri), kemudian akan migrasi yang akhirmya akan

sampai di kelenjar ludah. Virus yang berada d lokasi ini setiap saat siap untuk

dimasukkan ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk (Najmah, 2016).

2.1.3 Vektor Penular Penyakit DBD

Vektor penyakit DBD adalah nyamuk jenis Aedes aegypti dan Aedes

albopictus terutama bagi Negara Asia, Philippines dan Jepang, sedangkan nyamuk

jenis Aedes polynesiensis, Aedes scutellaris dan Aedes pseudoscutellaris

merupakan vektor di negara-negara kepulauan Pasifik dan New Guinea. Vektor

DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes (Stegomya) aegypti dan albopictus

(Djunaedi, 2006).

12
2.1.4 Ciri-ciri Nyamuk Aedes aegypti

Menurut Nadesul (2007) dalam Dermala Sari (2012) nyamuk Aedes

aegypti telah lama diketahui sebagai vektor utama dalam penyebaran penyakit

DBD, adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:

1. Badan kecil berwarna hitam dengan bintik-bintik putih.

2. Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter.

3. Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan.

4. Menghisap darah pada pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00 dan sore

hari pukul 16.00-17.00.

5. Nyamuk betina menghisap darah untuk pematangan sel telur,

sedangkan nyamuk jantan memakan sari-sari tumbuhan.

6. Hidup di genangan air bersih bukan di got atau comberan.

7. Di dalam rumah dapat hidup di bak mandi, tempayan, vas bunga,

dan tempat air minum burung.

8. Di luar rumah dapat hidup di tampungan air yang ada di dalam

drum, dan ban bekas.

2.1.5 Bionomik Vektor

Bionomik vektor meliputi kesenangan tempat perindukan nyamuk,

kesenangan nyamuk menggigit dan kesenangan nyamuk istirahat.

2.1.5.1 Kesenangan tempat perindukan nyamuk

Habitat perkembangbiakan Aedes sp ialah tempat-tempat yang dapat

menampung air di dalam, diluar atau di sekitar rumah serta tempat tempat umum.

13
Habitat perkembangbiakan Aedes sp dapat dikelompokkan sebagai berikut ( Rita

Kusriastuti, 2011).

a. Tempat penampungan air (TPA), untuk keperluan sehari-hari

seperti: drum, bak mandi/WC, tempayan, ember dan tangki.

b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari

seperti: tempat minuman burung, vas bunga, perangkap semut, bak

control, pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser,

barang-barang bekas (contoh: ban bekas, kaleng bekas, botol bekas,

plastik dan lain-lain)

c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang

batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang, potongan

bambu dan lain-lain.

2.1.5.2 Kesenangan nyamuk menggigit

Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan

puncak aktivitasnya antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Aedes aegypti

mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik

untuk memenuhi lambungnya dengan darah ( Rita Kusriastuti, 2011).

2.1.5.3 Kesenangan nyamuk istirahat

Nyamuk Aedes hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang di luar rumah

berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya, biasanya di tempat yang agak

gelap dan lembab. Di tempat-tempat tersebut nyamuk menunggu proses

pematangan telur. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai,

nyamuk betina akan meletakan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya,

14
sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik

dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk

betina dapat menghasilkan telur sebanyak ±100 butir. Telur tersebut dapat

bertahan sampai berbulanbulan bila berada di tempat kering dengan suhu -2ºC

sampai 42ºC, dan bila di tempat tersebut tergenang air atau kelembabannya tinggi

maka telur dapat menetas lebih cepat ( Rita Kusriastuti, 2011).

2.1.6 Penularan Penyakit DBD

Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat dia

menghisap darah dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut (viraemia)

yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi

Infektif 8-12 hari sesudah menghisap darah penderita yang sedang viremia

(periode inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif selam hidupnya. Setelah melalui

periode inkubasi ekstrinsik tersebut, kelenjar ludah nyamuk bersangkutan akan

terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk tersebut menggigit dan

mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah

masa inkubasi di tubuh manusia selama 3-4 hari (rata-rata selama 4-6 hari) timbul

gejala awal penyakit secara mendadak, yang ditandai demam, pusing, myalgia

(nyeeri otot), hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala lainnya (Rita

Kusriastuti, 2011).

15
2.1.7 Tanda dan Gejala Penyakit DBD

Diagnosa penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan kriteria diagnosa klinis

dan laboratoris. Berikut ini tanda dan gejala penyakit DBD yang dapat dilihat dari

penderita kasus DBD dengan diagnosa klinis dan laboratoris :

2.1.1.1 Diagnosa Klinis

a. Demam tinggi mendadak 2 sampai 7 hari (38 – 40 º C).

b. Manifestasi perdarahan dengan bentuk: uji Tourniquet positif , Petekie

(bintik merah pada kulit), Purpura (pendarahan kecil di dalam

kulit), Ekimosis, Perdarahan konjungtiva (pendarahan pada mata),

Epistaksis (pendarahan hidung), Perdarahan gusi, Hematemesis

(muntah darah), Melena (BAB darah) dan Hematuri (adanya darah

dalam urin).

c. Perdarahan pada hidung dan gusi.

d. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada

kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

e. Pembesaran hati (hepatomegali).

f. Renjatan (syok), tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau

kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.

g. Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia

(hilangnya selera makan), lemah, mual, muntah, sakit perut, diare

dan sakit kepala.

16
2.1.1.2 Diagnosa Laboratoris

a. Trombositopeni pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan penurunan

trombosit hingga 100.000 /mmHg.

b. Hemokonsentrasi, meningkatnya hematrokit sebanyak 20% atau lebih

(Monica, 2012)

2.2 Pencegahan DBD

Hingga kini, belum ada vaksin atau obat anti virus bagi penyakit Demam

Berdarah Dengue (DBD). Tindakan paling efektif untuk menekan epidemi demam

berdarah adalah dengan mengontrol keberadaan vektor nyamuk pembawa virus

dengue. Pencegahan yang efektif dan efisien untuk terhadap nyamuk Aedes

adalah dengan cara 3M, yaitu menguras, menyikat dan menutup tempat-tempat

penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling tidak

seminggu sekali, karena nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai

menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari. Halaman atau kebun di sekitar

rumah harus bersih dari benda-benda yang dapat menampung air bersih, terutama

pada musim hujan. Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai

pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga

terjadi pertukaran udara dan masuknya cahaya. Dengan demikian, tercipta

lingkungan yang tidak kondusif bagi nyamuk tersebut. Pengendalian nyamuk

Aedes dapat dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan, biologi dan

kimiawi. Ketiga aspek ini dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut.

17
2.2.1 Lingkungan

Pencegahan DBD dapat dilakukan dengan mengendalikan vektor nyamuk,

antara lain dengan menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya

sekali seminggu; mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung

seminggu sekali; menutup dengan rapat tempat penampungan air; mengubur

kaleng-kaleng bekas; aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah; dan perbaikan

desain rumah (A. Arsunan Arsin, 2013).

2.2.2 Biologis

Secara khusus, rumah yang memiliki kolam dan terdapat genangan air yang

tetap, disarankan memelihara ikan kepala timah (panchx). Hal ini dimaksudkan

agar ikan tersebut dapat memakan jentik nyamuk Aedes yang terdapat dalam

genangan air. Secara umum pencegahan dapat pula dilakukan dengan menanam

tumbuhan bunga lavender (lavendula agustifolia). Hal ini dimaksudkan untuk

mengusir nyamuk, nyamuk tidak menyukai aroma bunga tersebut, karena

mengandung zat linalool (A. Arsunan Arsin, 2013).

2.2.3 Kimiawi

Pengasapan (fogging) dapat membunuh vektor DBD sedangkan pemberian

bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air dapat membunuh jentik

nyamuk. Selain itu, dapat juga digunakan larvaside. senyawa anti nyamuk yang

mengandung DEET, pikaridin, atau minyak lemon eucalyptus. Pada umumnya

penyakit DBD meningkat pada musim penghujan, maka beberapa cara yang dapat

dilakukan dalam pencegahan penyakit DBD. Yang paling penting dalam

18
pencegahan demam berdarah ini adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan

sekitar. Terdapat pula cara mencegah penyakit DBD dengan metode pengontrolan

atau pengendalian vektor, dengan cara sebagai berikut.

1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang digalakkan pemerintah.

Hal lainnya adalah dengan pengelolaan sampah padat dengan baik,

dan perbaikan desain rumah.

2. Pemeliharaan ikan pemakan jentik nyamuk misalnya ikan adu/ikan

cupang pada tempat air kolam.

3. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat hidup dan

berkembang biaknya jentik nyamuk misalnya pada penampungan air

seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan sebagainya.

4. Melakukan pengasapan / fogging. Dan biasanya dilaksanakan dengan

petugas kesehatan dari dinas kesehatan atau puskesmas terdekat.

5. Melakukan 3 M yaitu menguras, mengubur, menutup. Selanjutnya

pencegahan demam berdarah yaitu dengan melakukan pengobatan

demam berdarah (A. Arsunan Arsin, 2013)

2.3 Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue

Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitiga

epidemiologi, yaitu adanya agen (agent), host, dan environment (lingkungan).

Perubahan dari sektor lingkungan akan mempengaruhi host, sehingga akan timbul

penyakit secara individu maupun keseluruhan populasi yang mengalami

19
perubahan tersebut. Demikian pula dengan kejadian DBD yang berhubungan

dengan lingkungan (Dermala, 2012).

2.3.1 Agent (Virus Dengue)

Agent (penyebab penyakit) yaitu semua unsur atau elemen hidup dan mati

yang kehadiran atau ketidakhadirannya, apabila diikuti dengan kontak yang

efektif dengan manusia rentan dalam keadaan yang memungkinkan akan menjadi

stimulus untuk mengisi dan memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Dalam

ini menjadi agent dalam penyebaran DBD virus Dengue. Demam Berdarah

Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod

Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili

Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,

DEN-4 (A. Arsunan Arsin, 2013). Menurut Soegijanto (2006) Virus ditularkan ke

manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang terinfeksi. Virus yang

banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue tipe satu dan tipe tiga

(Rima, 2017). Virus ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu

antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh manusia. Dalam masa tersebut

penderita merupakan sumber penular penyakit DBD.

2.3.2 Vektor

Nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai vektor. Vektor Demam Berdarah

Dengue adalah hidup dan berkembang biak pada tempat penampungan air bersih

yang tidak langsung berhubungan dengan tanah (Ferdiansyah (2016). Di

Indonesia, nyamuk Aedes aegypti tersebar di seluruh kota maupun desa, kecuali

20
wilayah yang ketinggian ±1000 meter di atas permukaan laut. Adapun siklus

nyamuk Aedes aegypti adalah telur menetas menjadi larva atau jentik biasanya

melakukan pergantian kulit sebanyak empat kali dan berpupasi sesudah 7 hari

menjadi kepompong (pupa) nyamuk. Perkembangan dari telur sampai menjadi

nyamuk kurang lebih 9-10 hari. Menurut Soegijanto (2006) tempat hinggap yang

paling disenangi adalah benda-benda yang tergantung seperti pakaian, kelambu,

atau tumbuh- tumbuhan di dekat tempat berkembangbiaknya, biasanya di tempat

yang agak gelap dan lembab (Rima, 2017).

2.3.3 Host

Host adalah manusia yang kemungkinan terpapar terhadap penyakit DBD

dan pejamu pertama yang dikenal virus. Menurut Dermala (2012) Beberapa faktor

yang mempengaruhi manusia adalah :

2.3.3.1 Umur

Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap

infeksi virus dengue. Semua golongan umur dapat terserang virus

dengue,meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir. Sebagian besar kasus

DBD menyerang anak-anak di bawah umur 15 tahun.

2.3.3.2 Nutrisi

Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada

hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi

peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik,

maka terjadi infeksi virus dengue yang berat.

21
2.3.3.3 Populasi

Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi

virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah

insiden kasus DBD tersebut.

2.3.3.4 Mobilitas penduduk

Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi

penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran

epidemi dari Queensland ke New South Wales pada tahun 1942 adalah

perpindahan personil militer dan angkatan udara, karena jalur transportasi yang

dilewati merupakan jalur penyebaran virus dengue (Sutaryo, 2005).

2.3.3.5 Pendidikan

Tingkat pendidikan dengan penyebaran penyakit dan kematian.

Kelompok masyarakat yang berpendidikan tinggi cenderung lebih mengetahui

cara-cara pencegahan penyakit.

2.3.3.6 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap

stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Pemeliharaan kesehatan

mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan

lain, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau

terkena masalah kesehatan. Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap, dan

tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah resiko terjadinya penyakit,

22
melindungi diri dari ancaman penyakit. Seorang ahli kesehatan Becker (Soekidjo

Notoatmodjo, 2011) mengklasifikasikan perilaku kesehatan yaitu :

1. Perilaku Hidup Sehat

Perilaku hidup sehat adalah hal-hal yang berkaitan dengan upaya

atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan

kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah

penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan

sebagainya.

2. Perilaku Sakit

Perilaku sakit yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan

oleh individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan

kesehatannya atau rasa sakit. Juga kemampuan atau pengetahuan

individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta

usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.

3. Perilaku Peran Sakit

Perilaku peran sakit yakni segala tindakan atau kegiatan yang

dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh

kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap kesehatan/

kesakitannya sendiri juga berpengaruh terhadap orang lain. Perilaku ini

meliputi tindakan untuk memperoleh kesembuhan, mengenal /

mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/ penyembuhan penyakit yang

layak.

23
2.3.4 Environment (Lingkungan)

Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit dengue adalah yang

bukan bagian dari agent maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan agent

penjamu. Lingkungan yang banyak terdapat tempat pembuangan menjadi medium

breeding place bagi nyamuk Aedes aegypti seperti bak mandi / WC, gentong,

kaleng-kaleng bekas, botol aqua, ember bekas, dan lain-lain. Kondisi rumah yang

lembab, dengan pencahayaan yang kurang ditambah dengan saluran air yang tidak

lancar mengalir disenangi nyamuk untuk beristirahat (Soegijanto, 2006).

2.3.4.1 Letak Geografis

Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai

negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30º Lintang

Utara dan 40º Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean

dengan tingkat kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya (Djunaedi,

2006).

Infeksi virus dengue di Indonesia telah ada sejak abad ke-18 seperti yang

dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada saat

itu virus dengue menimbulkan penyakit yang disebut penyakit demam lima hari

(vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut

demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai nyeri

otot, nyeri pada sendi dan nyeri kepala. Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut

masih merupakan problem kesehatan masyarakat dan dapat muncul secara

endemik maupun epidemik yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain atau

dari suatu negara ke negara lain (Hadinegoro dan Satari, 2002).

24
2.3.4.2 Musim

Negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim panas,

meskipun ditemukan kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di Asia Tenggara

epidemi DBD terjadi pada musim hujan, seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia

dan Philippines epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah musim hujan.

Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim hujan dan erat

kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut menyebabkan

peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit karena didukung oleh lingkungan

yang baik untuk masa inkubasi.

2.3.4.3 Suhu udara

Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya

menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun sampai di bawah 10°C. Pada

suhu yang lebih tinggi dari 35°C, nyamuk juga akan mengalami perubahan, dalam

arti lebih lambatnya proses-proses fisiologis. Rata-rata ideal untuk pertumbuhan

nyamuk adalah 25°C-27°C. Pertumbuuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila

suhu kurang 10°C atau lebih dari 40°C.

2.4 Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue

Suatu penyakit timbul akibat dari interaksi berbagai faktor baik dari agent,

host, dan environment. Dengan demikian, ketigafaktor tersebut mempengaruhi

persebaran kasus DBD dalam suatu wilayah tertentu.

25
2.4.1 Agent

Agent (penyebab penyakit) yaitu semua unsur atau elemen hidup dan mati

yang kehadiran atau ketidakhadirannya, apabila diikuti dengan kontak yang

efektif dengan manusia rentan dalam keadaan yang memungkinkan akan menjadi

stimulus untuk mengisi dan memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Dalam

ini menjadi agent dalam penyebaran DBD virus Dengue. Demam Berdarah

Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod

Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili

Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,

DEN-4 (A. Arsunan Arsin, 2013). Virus ditularkan ke manusia melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti betina yang terinfeksi. Virus yang banyak berkembang di

masyarakat adalah virus dengue tipe satu dan tipe tiga (Soegijanto,2006). Virus

ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus

akan terdapat di dalam tubuh manusia. Dalam masa tersebut penderita merupakan

sumber penular penyakit DBD.

2.4.2 Host (manusia)

Host (penjamu) yang dimaksud adalah manusia yang kemungkinan terpapar

terhadap penyakit DBD dan pejamu pertama yang dikenal virus. Virus bersikulasi

dalam darah manusia terinfeksi pada kurang lebih saat dimana manusia

mengalami demam. Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan

virus dengue dan menyebabkan adanya gejala demam berdarah. Faktor yang

terkait penularan DBD dari vektor nyamuk pada manusia diantaranya faktor

26
perilaku. Perilaku sehat salah satunya yaitu tindakan proaktif untuk memelihara

dan mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit

(Luluk, 2016 ).

2.4.2.1 Kebiasaan menggantung pakaian

Menurut Luluk (2016) faktor resiko yang dapat tertular penyakit demam

berdarah adalah rumah atau lingkungan dengan baju yang bergantungan. Menurut

Suroso dan Umar nyamuk lebih menyukai benda-benda yang tergantung di dalam

rumah seperti gorden, kelambu dan baju/pakaian. Maka dari itu pakaian yang

tergantung di balik pintu sebaiknya dilipat dan disimpan dalam almari, karena

nyamuk Aedes aegypti senang hinggap dan beristirahat di tempat-tempat gelap

dan kain yang tergantung untuk berkembangbiak, sehingga nyamuk berpotensi

untuk bisa mengigit manusia (Yatim 2007).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Luluk Lidya Ayun dkk,

2017) yang meneliti faktor lingkungan fisik dan perilaku dengan DBD, salah satu

faktor perilaku yaitu kebiasaan menggantung pakaian mempunyai nilai p-value

0,002 < 0,05, dengan demikian mempunyai hubungan bermakna antara kebiasaan

menggantung pakaian dengan DBD yang bertempat di wilayah kerja Puskesmas

Sekaran Kecamatan Gunungpati kota Semarang. Hal ini menunjukkan bahwa

kurangnya kesadaran masyarakat dengan kebiasaan menggantung pakaian

dibelakang pintu kamar dan pintu lemari pakaian serta pakaian yang dibiarkan

berserakan ditempat tidur. Karena nyamuk Aedes aegypti senang hinggap pada

pakaian yang bergantungan dalam kamar untuk beristirahat setelah menghisap

darah manusia (Luluk dkk, 2017).

27
2.4.2.2 Kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk

Penggunaan insektisida ditujukan untuk mengendalikan populasi vektor

sehingga diharapkan penularan penyakit dapat ditekan seminimal mungkin.

Pengendalian vektor nyamuk penyakit DBD di Indonesia setelah adanya KLB

dengan aplikasi lavasida temeos (Abate) yang ditaburkan dalam tempat- tempat

penampungan air. Selain dengan penggunaan insektisida oleh program

pemerintah, perlindungan individu juga perlu dilakukan oleh masyarakat (Rima,

2017). Nyamuk menghisap darah pada pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00 dan

sore hari pukul 16.00-17.00 maka dari itu, penggunaan obat/ anti nyamuk

sebaiknya dilakukan pada waktu tersebut.

Menurut Elvin (2016) penolak serangga merupakan sarana perlindungan

diri terhadap nyamuk dan serangga yang umum digunakan. Penggunaan obat/ anti

nyamuk merupakan salah satu cara untuk menghindari kontak antara host dan

vektor DBD. Benda ini secara garis besarnya dibagi menjadi dua kategori,

penolak alami dan penolak kimiawi. Minyak esensial dan ekstrak tanaman

merupakan bahan pokok penolak alami. Penolak serangga kimiawi dapat

memberikan perlindungan terhadap nyamuk Aedes aegypti, Aedes Albopictus, dan

spesies Anopheles selama beberapa jam. Produk insektisida rumah tangga seperti

obat nyamuk semprot aerosol, obat nyamuk bakar, dan repellent (obat oles anti

nyamuk) saat ini banyak digunakan oleh individu sebagai pelindung diri terhadap

gigitan nyamuk.

Hasil penelitian mengenai penggunaan obat/anti nyamuk dengan

kejadian DBD di Kelurahan 19 November Kecamatan Wundulako Kabupaten

28
Kolaka Tahun 2016 menunjukkan bahwa nilai p=0,008<0,05. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga penggunaan

obat/anti nyamuk mempunyai hubungan terhadap kejadian DBD di Kelurahan 19

November (Elvin, 2016).

Penelitian lain yang dilakukan menyatakan bahwa ada hubungan antara

penggunaan obat nyamuk dengan kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas

Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal dengan nilai 0,002<0,05

(Wahyu, 2009).

2.4.3 Environment (Lingkungan)

Lingkungan sangat mempengaruhi tempat perkembangbiakan nyamuk

Aedes aegypti, terutama bila di lingkungan tersebut banyak tempat pembuangan

yang menjadi medium breeding place bagi nyamuk Aedes aegypti seperti bak

mandi / WC, gentong, kaleng-kaleng bekas, botol aqua, ember bekas, dan lain-

lain. Kondisi rumah yang lembab, dengan pencahayaan yang kurang ditambah

dengan saluran air yang tidak lancar mengalir disenangi nyamuk untuk

beristirahat (Soegijanto, 2006).

2.4.3.1 Keberadaan barang bekas di sekitar rumah

Menurut Ferdiansyah (2016) lingkungan yang menjadi habitat nyamuk

Aedes aegypti adalah di genangan air bersih yang tidak berkontak langsung

dengan tanah dan tidak terkena sinar matahari langsung. Ban, botol, plastik, dan

barang-barang lain yang dapat menampung air merupakan sarana yang

memungkinkan untuk tempat perkembangbiakan nyamuk.semakin banyak barang

29
bekas yang dapat menampung air, semakin banyak tempat bagi nyamuk untuk

bertelur dan berkembang biak, sehingga semakin meningkat pula risiko kejadian

DBD (Ferdiansyah,2016). Kondisi lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap

penyebaran dan penularan penyakit DBD. Hasil penelitian Lia Fentia (2017)

mengenai faktor lingkungan fisik dengan kejadian DBD menyatakan hasil p-

value 0,003 < 0,05 yang artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

lingkungan fisik dengan kejadian penyakit DBD di Kelurahan Labuh Baru Timur

Kota Pekanbaru. Kondisi lingkungan yang buruk dengan keberadaan barang bekas

di luar rumah akan menjadi faktor penyebaran DBD (Lia, 2017).

2.4.3.2 Pencahayaan

Menurut Soekidjo (2011) rumah yang sehat memerlukan cahaya yang

cukup. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya

matahari di samping kurang nyaman juga merupakan media (tempat) yang baik

untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Nyamuk Aedes aegypti

menyukai tempat hinggap dan beristirahat di tempat-tempat yang gelap.

Sebaliknya, terlalu banyak cahaya dalam rumah akan menyebabkan silau, dan

akhirmya dapat merusak mata. Menurut Soegijanto (2003) Kurangnya

pencahayaan atau sinar matahari didalam rumah menyebabkan rumah menjadi

teduh dan lembab sehingga keadaan ini menjadi tempat istirahat yang disenangi

nyamuk Aedes aegypti sp. ( Lisa, 2016 ). Cahaya dapat dibedakan menjadi dua,

yakni :

1. Cahaya alamiah yakni matahari. Cahaya ini sangat penting karena

dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya

30
baksil TBC. Rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya

(jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas

lantai yang terdapat didalam ruangan rumah. Jalan masuknya cahaya

alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca.

2. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan

alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, dan sebagainya.

Pengukuran pencahayaan menggunakan alat Lux meter. Secara teknis,

jumlah titik pengukuran pencahayaan tergantung pada luas ruangan.

Pencahayaan yang diukur adalah pencahayaan alamiah, berasal dari

sinar matahari secara langsung yang masuk melalui ventilasi,

jendela, pintu dan lubang angin. Berdasarkan Permenkes No. 1077

Tahun 2011 menyatakan bahwa persyaratan pencahayan di dalam

rumah minimal 60 Lux dengan syarat tidak menyilaukan. (Permenkes,

2011).

Dari penelitian tentang lingkungan fisik rumah dengan kejadian demam

berdarah dengue, hasil uji statistik menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pencahayaan dengan kejadian demam berdarah dengue di

Semarang dengan nilai p-value 0,001 < 0,05. Berdasarkan hasil penelitian dapat

dikatakan bahwa dimana orang yang tinggal dalam rumah dengan intensitas

cahaya dibawah 60 lux beresiko 16,714 kali terkena DBD dibandingkan orang

yang tinggal dalam rumah dengan intensitas cahaya di atas 60 lux. Intensitas

cahaya merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi aktifitas terbang nyamuk

karena cahaya yang rendah dan kelembaban tinggi merupakan kondisi yang baik

31
bagi nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti sangat senang beristirahat di tempat-tempat

yang agak gelap dalam ruang relatif lembab dengan intensitas cahaya yang rendah

(agak gelap) (Erna Sari, 2017).

2.4.3.3 Angka Bebas Jentik

Pemeriksaan Jentik Berkala adalah pemeriksaan tempat-tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh

petugas kesehatan atau kader atau petugas pemantau jentik (jumantik) (Depkes

RI,2010:2). PJB adalah kegiatan pemantauan di pemukiman atau tempat- tempat

umum/industri di desa/ kelurahan endemis dan sporadis pada tempat-tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes di 100 rumah/ bangunan yang dipilih secara

acak dilaksanakan 4 kali setahun (3 bulan sekali).

Program ini bertujuan untuk melakukan pemeriksaan jentik nyamuk

penular DBD dan memotivasi keluarga atau masyarakat dalam melakukan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD. PSN DBD adalah kegiatan

memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular DBD di tempat

perkembang biakannya.Program PJB dilakukan oleh kader, PKK, jumantik, atau

tenaga pemeriksa jentik lainnya. Kegiatan pemeriksaan jentik nyamuk termasuk

memotivasi masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD. Dengan kunjungan yang

berulang-ulang disertai dengan penyuluhan masyarakat tentang penyakit DBD

diharapkan masyarakat dapat melaksanakakn PSN DBD secara teratur dan terus

menerus.

32
Tata cara pelaksanaan PJB yaitu :

1. Dilakukan dengan cara mengunjungi rumah-rumah dan tempat-

tempat umum untuk memeriksa Tempat Penampungan Air (TPA),

non-TPA dan tempat penampungan air alamiah di dalam maupun

di luar rumah atau bangunan serta memberikan penyuluhan tentang

PSN DBD kepada keluarga dan masyarakat.

2. Jika ditemukan jentik, anggota kelurga atau pengelola tempat-

tempat umum diminta untuk ikut melihat atau menyaksikan

kemudian lanjutkan dengan PSN DBD (3M atau 3M plus).

3. Memberikan penjelasan dan anjuran PSN DBD kepada keluarga

dan petugas kebersihan tempat-tempat umum.

4. Mencatat hasil pemeriksaan jentik di Kartu Jentik

Rumah/bangunan yang ditinggalkan di rumah yang diperiksa serta

Formulir Juru Pemantau Jentik (JPJ-1) untuk pelaporan ke

puskesmas dan dinas yang terkait lainnya (Depkes RI, 2010:4)

5. Berdasarkan hasil pemantauan yang tertulis di formulir JPJ-1 maka

dapat dicari ABJ dan dicatat di formulir JPJ-2.

6. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk

Aedes aegypti adalah :

a. Angka Bebas Jentik (ABJ)

ABJ =

b. House Index (HI)

HI =

33
c. Container Index (CI)

CI =

d. Breteau Index (BI)

Breteau Index (BI) adalah jumlah container dengan jentik

dalam 100 rumah atau bangunan.

34
2.5 Kerangka Teori

Host (Manusia)

Umur

Nutrisi

Populasi

Mobilitas Kebiasaan
Penduduk menggantung pakaian Kejadian Demam
Perilaku Berdarah Dengue
Pendidikan
Kesehatan Kebiasaan penggunaan
obat/ anti nyamuk
Agent Virus Dengue Vektor Nyamuk Aedes
aegypti

Environment

Letak Geografis
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Musim
Sumber : Segitiga Epidemiologi, Notoatmodjo
Suhu
2011, Wahyu Mahardika 2009
Udara
Keberadaan
Letak Geografis
barang bekas

Pencahayaan 35

ABJ
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan

atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel

yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Konsep

adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan suatu

pengertian. Oleh sebab itu, konsep tidak dapat diamati dan dapat diukur, maka

konsep tersebut harus dijabarkan ke dalam variabel-variabel. Dari variabel itulah

konsep dapat diamati dan diukur. Jadi, dari uraian tersebut dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau

kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur)

melalui penelitian yang dimaksud (Notoatmodjo, 2012).

Variabel Independen Variabel Dependent

Keberadaan Barang Bekas


di sekitar rumah

Pencahayaan

Kejadian Demam
Angka Bebas Jentik (ABJ) Berdarah Dengue
(DBD)
Kebiasaan Menggantung
Pakaian

Kebiasaan Penggunaan
obat/ anti nyamuk

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

36
Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Berhubungan

3.2 Hipotesa Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang akan

diteliti. Hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salah

dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan

mengujinya (Sugiyono, 2013). Berikut adalah hipotesis penelitian :

Ha = Ada hubungan antara keberadaan barang bekas di sekitar rumah

dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.

Ha = Ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian DBD di wilayah

kerja Puskesmas Klagenserut.

Ha = Ada hubungan antara angka bebas jentik dengan kejadian DBD di

wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.

Ha = Ada hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian

DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.

Ha = Ada hubungan antara kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dengan

kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.

37
BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam

melakukan prosedur penelitian. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah penelitian analitik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode survei yang dilakukan dengan melakukan penyebaran kuesioner dan

wawancara kepada responden secara langsung dengan pendekatan case control.

Penelitian case control merupakan rancangan penelitian yang membandingkan

antara kelompok kasus dan kelompok kontrol untuk mengetahui proporsi kejadian

berdasarkan ada tidaknya paparan. Rancangan penelitian ini dikenal dengan sifat

retrospektif yaitu rancang bangun dengan melihat ke belakang dari suatu kejadian

yang berhubungan dengan kejadian kesakitan yang diteliti (Hidayat Alimul,

2012). Rancangan penelitian case control dapat digambarkan sebagai berikut:

Faktor Resiko +

Retrospektif (kasus) Efek +

Faktor Resiko - Populasi


(Sampel)
Faktor Resiko +

Retrospektif (kontrol) Efek -

Faktor Resiko –

Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Case Control

38
Tahap- tahap penelitian case control ini adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi variabel- variabel penelitian (faktor resiko dan efek)

b. Menetapkan subjek penelitian (populasi dan sampel)

c. Identifikasi kasus

d. Pemilihan subjek sebagai kontrol

e. Melakukan pengukuran retrospektif (melihat kebelakang) untuk

melihat faktor resiko

f. Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi antara variabel

objek penelitian dengan variabel- variabel control.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi

dalam penelitian ini adalah semua penderita Demam Berdarah Dengue dan bukan

DBD yang tercatat dalam catatan medik di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut

Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun dengan periode 1 Januari 2017- Juni 2018

(1 tahun terakhir) sebanyak 30 kasus dengan perbandingan 1 : 1 yang terdiri dari

populasi kasus sebanyak 30 responden dan populasi kontrol 30 responden. Jadi,

populasi dalam penelitian ini adalah 60 responden.

39
4.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang dapat diambil

dari suatu populasi dan diteliti secara rinci (Sujarweni, 2015). Kriteria sampel

yang diambil sebagai responden adalah kriteria inklusi yaitu karakteristik umum

subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti

sedangkan kriteria eksklusi yaitu menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena sebab (Nursalam, 2012). Sampel

dalam penelitian ini adalah total populasi yang diambil 30 responden untuk

kelompok kasus dan 30 responden kelompok pembanding atau kontrol adalah

keluarga yang anggotanya tidak/ belum pernah ada yang menderita kasus DBD

dengan perbandingan 1:1. Sehingga jumlah sampel yang memungkinkan pada

penelitian ini adalah 60 sampel. Sebenarnya, sampel yang lebih besar akan

memberikan hasil yang lebih akurat, tetapi memerlukan lebih banyak waktu,

tenaga, biaya, dan fasilitas-fasilitas lain (Notoatmodjo, 2012). Ada beberapa

kriteria sampel sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

setiap anggota populasi sebagai sampel penelitian ini adalah:

1) Untuk Kasus

a) Bertempat tinggal dan menetap di wilayah kerja

Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten

Madiun.

b) Pernah menderita penyakit Demam Berdarah Dengue dan

benar- benar terdiagnosa menderita DBD.

40
c) Dapat berkomunikasi dengan baik

2) Untuk Kontrol

a) Bertempat tinggal dan menetap di wilayah kerja

Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten

Madiun

b) Orang menderita penyakit dengan gejala yang sama DBD

tapi tidak terdiagnosa DBD.

c) Dapat berkomunikasi dengan baik

2. Kriteria Eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012).

1) Untuk Kasus

a) Pindah tempat tinggal saat dilakukan penelitian.

2) Untuk kontrol

a) Subyek tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian.

4.3 Teknik Sampling

Teknik sampling cara atau teknik-teknik tertentu dalam mengambil sampel

penelitian sehingga sampel tersebut sedapat mungkin menwakili populasinya.

Teknik sampling sampel diambil dengan menggunakan teknik total sampling.

Total sampling yaitu semua anggota populasi dijadikan sebagai sampel penelitian

(Notoatmodjo, 2012). Karena jumlah populasi yang kurang dari 100, maka

seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.

41
4.4 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja atau operasional adalah kegiatan penelitian yang akan

dilakukan untuk mengumpulkan data yang akan diteliti untuk mencapai tujuan

penelitian (Nursalam, 2013). Adapun kerangka kerja pada penelitian ini sebagai

berikut :

Populasi
Semua Penderita DBD dan Tidak Penderita DBD di wilayah kerja Puskesmas
Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun berjumlah 60 orang.

Sampel
Penderita DBD dan Tidak Penderita DBD di wilayah kerja Puskesmas
Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun sebanyak 30 orang sebagai
kasus dan 30 orang sebagai kontrol dengan perbandingan 1 : 1

Teknik Sampling
Total Sampling

Uji Validitas, Uji Reabilitas Kuesioner, dan Pengukuran

Pengumpulan Data
Wawancara, Observasi, dan Pengukuran

Pengolahan Data
Editing, Coding, Entry, Cleaning, Tabulating

Analisis data
Chi-square

Hasil Penelitian dan


Kesimpulan

Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian

42
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

4.5.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian mengandung pengertian ukuran atau ciri-ciri yang

dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki

oleh kelompok lain (Notoatmodjo, 2012). Variabel ini dibedakan menjadi dua

yaitu variabel independent (variabel bebas) dan variabel dependent (variabel

terikat).

4.5.1.1 Variabel Independen / Variabel Bebas

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2013).

Variabel Independen dalam penelitian ini adalah lingkungan ( keberadaan barang

bekas di sekitar rumah, pencahayaan, angka bebas jentik) dan perilaku ( kebiasaan

menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk ).

4.5.1.2 Variabel Dependen / Variabel Terikat

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya variabel bebas ( Sugiyono, 2013 ). Dalam penelitian ini

variabel dependen adalah kejadian Demam Berdarah Dengue.

4.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah menjelaskan semua variabel dan semua istilah

yang akan digunakan dalam penelitian secara optimal, sehingga mempermudah

pembaca, penguji dalam mengartikan makna penelitian (Nursalam, 2008).

Adapun definisi operasional penelitian ini akan diuraikan dalam tabel berikut :

43
Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel
Skala
No Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skor Kriteria
Data
1 Keberadaan Keberadaan barang Tindakan responden Kuesioner, Nominal 0= Tidak 0 = Kurang Baik <50%
barang bekas di bekas yang dapat dengan keberadaan observasi 1= Ya 1 = Baik ≥50%
sekitar rumah menampung air di luar barang bekas di luar (Sunyoto,Danang, 2013).
rumah (Nur Purwoko, rumah seperti kaleng
2012). bekas, batok kelapa,
ban bekas, drum dan
yang dapat
menampung air
lainnya.
(Nur Purwoko,
2012)
2. Pencahayaan Cahaya yang cukup Pencahayaan yang Lux meter Nominal 0= Tidak 0= Tidak memenuhi
untuk penerangan ruang minimal 1= Ya syarat (<60 lux)
di dalam rumah intensitasnya 60 lux 1 = memenuhi syarat
merupakan kebutuhan dan tidak (≥60 lux)
kesehatan (Taufiq, menyilaukan (Permenkes RI No.
2017) (Permenkes RI 1077/Menkes/Per/V/201
No.1077/Menkes/Per 1)
/V/2011)

44
Skala
No Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skor Kriteria
Data
3. Angka Bebas Ada tidaknya jentik Presentase jumlah Observasi Nominal 0= ada 0 = Kurang baik <70%
Jentik dalam tempat rumah yang tidak jentik 1= Baik 70-95%
penampung air di setiap ditemukan jentik 1= tidak ada (Depkes, 2013)
rumah (Rima, 2017) dengan jumlah jentik
rumah yang
diperiksa (Kemenkes
RI, 2011)

4. Kebiasaan Kebiasaan sehari- hari Tindakan responden Kuesioner, Nominal 0= Tidak 0 = Kurang Baik <50%
menggantung responden dalam menggantung observasi 1= Ya 1 = Baik ≥50%
pakaian menggantung pakaian pakaian bekas pakai (Sunyoto,Danang, 2013).
di dalam rumah (bukan di dalam rumah
di almari) (Widia Eka, (bukan di almari)
2009) (Widia Eka, 2009)

5. Kebiasaan Penggunaan insektisida Kegiatan untuk Kuesioner Nominal 0= Tidak 0 = Kurang Baik <50%
penggunaan atau bahan kimia untuk menghindari gigitan 1= Ya 1 = Baik ≥50%
obat/ anti menghindari gigitan nyamuk berupa (Sunyoto,Danang, 2013).
nyamuk nyamuk (Nur Purwoko, penggunaan
2012) relepant, obat
nyamuk bakar,
semprot, elektrik,
dan kelambu pada
pukul 09.00-10.00
dan 16.00-17.00.

45
Skala
No Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skor Kriteria
Data
(Nur Purwoko,
2012)

6. Kejadian Penyakit menular yang Dalam satu keluarga Kuesioner Nominal 0=Kasus 0=Kasus, Warga yang
Demam disebabkan oleh virus pernah mengalami 1=Kontrol tercatat sebagai penderita
Berdarah dengue melalui gigitan penyakit dan DBD di wilayah
Dengue nyamuk Aedes aegypti terdignosa Demam puskesmas Klagenserut
(Yeni, 2009) Berdarah Positif 1= Kontrol, Warga yang
(Yeni, 2009) tidak pernah tercatat
sebagai penderita DBD
di wilayah puskesmas
Klagenserut

46
4.6 Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena

alam maupun sosial yang diamati secara spesifik semua fenomena disebut

variabel penelitian (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini pengumpulan data

menggunakan sumber data primer, lembar kuesioner dan lembar observasi

dilakukan dengan pengamatan secara langsung terhadap responden, lingkungan

serta dilakukan pengukuran pencahayaan dalam rumah dengan menggunakan lux

meter.

4.6.1 Kuesioner

Kuesioner diartikan sebagai daftar pertanyaan yang tersusun dengan baik,

sudah matang, dimana responden tinggal memberikan jawaban. Kuesioner berisi

daftar pertanyaan terkait identitas responden dan variabel dalam penelitian yang

diajukan peneliti terhadap responden. Pertanyaan yang digunakan adalah angket

tertutup atau berstruktur dimana angket tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga

responden hanya tinggal memilih atau menjawab yang sudah ada (responden

hanya memberikan tanda (√) pada jawaban yang telah disediakan).

4.6.2 Uji Validitas

Pada pengamatan dan pengukuran observasi, harus diperhatikan beberapa

hal yang secara prinsip sangat penting yaitu uji validitas, reabilitas dan ketepatan

fakta dan kenyataan hidup (data) yang dikumpulkan dari alat dan cara

pengumpulan data maupun kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada

pengamatan atau pengukuran oleh pengumpul data (Nursalam, 2013).

47
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar

mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2012). Untuk mengukur validitas soal

menggunakan rumus korelasi product moment pearson. Hasil r hitung

dibandingkan r tabel dimana df = n-2 dengan sig 5%. Jika r tabel < r hitung maka

valid (Sujarweni, 2015).

Hasil uji validitas kuesioner dengan perbandingan r hitung dan r tabel

menunjukkan 15 pertanyaan yang valid dengan mengeluarkan soal yang tidak

valid terdiri dari variabel independen (keberadaan barang bekas, kebiasaan

menggantung pakaian, dan kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk) dari total

item 18 pertanyaan dengan menggunakan jumlah responden sebanyak 20 dimana

diperoleh dengan menggunakan rumus korelasi product moment pearson yang

hasil r hitung dibandingkan r tabel dimana df (degree of freedom) = n-2, jadi df =

20-2=18, maka r tabel 0,378. Hasil uji validitas diperoleh nilai r hitung antara

0,431 sampai 0,923 (Terlampir pada lampiran).

4.6.3 Uji Reabilitas

Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2012). Realibilitas

(keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam

menjaab hal yang berkaitan dengan kontruk kontruk pertanyaan yang merupakan

dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner. Uji reabilitas

dapat dilihat pada nilai cronbach alpha, jika nilai Alpha > 0,60 maka kontruk

pernyataan yang merupakan dimensi variabel adalah reliabel (Sujarweni, 2014).

48
Hasil uji reliabilitas dapat dilihat dari nilai Cronbach’s Alpha, dimana nilai

Cronbach’s Alpha > 0,60 maka kontruk pertanyaan adalah reliabel. Hasil uji

reliabilitas kuesioner menunjukkan kontruk dari masing-masing variabel

dinyatakan reliabel. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel independen

(keberadaan barang bekas, kebiasaan menggantung pakaian, dan kebiasaan

penggunaan obat/ anti nyamuk) mempunyai konsistensi internal yang tinggi

dibuktikan dengan nilai koefisiensi Cronbach’s Alpha yang lebih besar dari r tabel

yaitu 0,774 > 0,60. (Selanjutnya, hasil uji reabilitas menggunakan spss 16,

terlampir).

4.6.5 Pengukuran

Pengukuran ini digunakan untuk mengukur suatu benda yang tidak dapat

dibaca melainkan untuk mengetahui hasilnya harus diukur. Satuan dalam

pengukuran ini macam-macam. Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini

untuk mengetahui pencahayaan yang di dalam rumah yang dilakukan pada siang

hari (09.00-15.00) dengan menggunakan lux meter. Dengan prosedur kerja:

1) Siapkan alat Lux Meter

2) Tentukan titik pengukuran penerangan umum dengan titik potong

garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu

setinggi satu meter dari lantai. Jarak tertentu dibedakan berdasarkan

luas ruangan sebagai berikut:

a. Luas ruangan <10m2: titik potong garis horizontal panjang dan

lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1 (satu) meter.

49
b. Luas ruangan 10m2- 100 m2: titik potong garis horizontal panjang

dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3 (tiga) meter.

c. Luas ruangan > 100 m2: titik potong garis horizontal panjang dan

lebar ruangan adalah pada jarak setiap 6 (enam) meter.

3) Hidupkan alat lux meter dengan menekan tombol ON

4) Angka akan menunjukkan 000 (sebelum sensor cahaya dibuka) bukan

sensor cahaya

5) Perhatikan angka yang muncul pada layer lux meter

6) Angka yang berhenti paling lama menunjukkan besarnya intensitas

cahaya yang diukur

7) Kemudian catat angka yang muncul tersebut

8) Setelah selesai tekan tombol OFF

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.7.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut,

Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun.

4.7.2 Waktu Penelitian

Tabel 4.2 Waktu Penelitian

No Kegiatan Tanggal Pelaksanaan


1. Pengajuan Judul dan konsul 8 - 24 Februari 2018
Penyusunan dan bimbingan
2. 10 Maret 2018 - 11 Mei 2018
proposal
3. Ujian Proposal
19 Mei 2018
4. Revisi Proposal 22 Mei 2018 - 25 Mei 2018
5. Pengambilan Data 6 Juli 2018 - 10 Juli 2018
6. Penyusunan dan Bimbingan Skripsi 20 Juli 2018 - 1 Agustus 2018

50
7. Ujian Skripsi 8 Agustus 2018
8. Revisi Skripsi 10 Agustus 2018

4.8 Prosedur Pengumpulan Data


4.8.1 Cara Pengumpulan Data
1. Observasi

Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan

melakukan pengamatan secara langsung kepada responden penelitian

untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti. Pengumpulan

data dengan cara observasi ini dapat digunakan apabila objek

penelitian adalah benda atau proses kerja. Observasi di lapangan

secara langsung mengenai kebiasaan menggantung pakaian,

keberadaan barang bekas di sekitar rumah, angka bebas jentik.

2. Wawancara

Adalah suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data,

dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan

dari responden, berhadapan atau tatap muka dengan orang tersebut

(face to face). Wawancara untuk memperoleh data tentang kejadian

Demam Berdarah Dengue, mengenai kebiasaan menggantung pakaian,

kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk, keberadaan barang bekas di

sekitar rumah.

3. Pengukuran

Pengukuran merupakan kegiatan membandingkan nilai besaran yang

dikur dengan alat ukur yang telah ditetapkan sebagai satuan.

Pengukuran ini digunakan untuk mengukur suatu benda yang tidak

51
dapat dibaca melainkan untuk mengetahui hasilnya harus diukur.

Satuan dalam pengukuran ini macam-macam. Pengukuran yang

dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui pencahayaan yang di

dalam rumah dengan menggunakan lux meter.

4.8.2 Jenis Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh dari survei ke wilayah kerja Puskesmas

Klagenserut dan wawancara langsung kepada responden dengan

menggunakan lembar kuesioner dan lembar observasi, serta hasil

pengukuran pencahayaan di dalam rumah.

2. Data Sekunder

Data sekunder yang diperoleh melalui instansi kesehatan berupa

jumlah penderita DBD, profil kesehatan berupa data kesakitan DBD,

dan instansi pemerintah yaitu desa berupa data alamat penderita DBD

yang berada di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.

4.9 Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian diolah dan dianalisa

menggunakan SPSS for windows. Teknik pengolahan data yang dilakukan pada

penelitian yaitu meliputi : (Notoatmodjo, 2012)

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa atau pengecekan kembali data

maupun kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat

52
dilakukan pada tahap pengumpulan data, pengisian kuesioner, dan

setelah data terkumpul (Notoatmodjo, 2012).

2. Coding

Coding adalah kegiatan memberikan kode numerik (angka) terhadap

data yang terdiri dari beberapa kategori, coding atau mengkode data

bertujuan untuk membedakan berdasarkan karakter ( Notoatmodjo,

2012 ). Coding pada penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan

kode angka pada setiap jawaban untuk mempermudah dalam

pengolahan dan analisis data. Data yang masuk dalam pengkodingan

adalah kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan obat/

anti nyamuk, keberadaan barang bekas di sekitar rumah, pencahayaan,

dan ABJ.

Tabel 4.3 Koding Variabel Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan


kejadian DBD
NO Variabel Koding Kategori Kriteria
Keberadaan barang 0 Kurang baik <50%
1.
bekas di sekitar rumah 1 Baik ≥50%
Tidak
0 memenuhi <60%
2. Pencahayaan syarat
Memenuhi
1 ≥60%
syarat
0 Kurang baik <70%
3. Angka bebas jentik
1 Baik ≥70% - 95%
Kebiasaan 0 Kurang baik <50%
4.
menggantung pakaian 1 Baik ≥50%
Kebiasaan 0 Kurang baik <50%
5. penggunaan obat/ anti
1 Baik ≥50%
nyamuk

53
3. Entry

Mengisi masing-masing jawaban dari responden dalam bentuk “kode”

(angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau “software”

komputer (Notoatmodjo, 2012).

4. Cleaning

Mengecek kembali data yang sudah dimasukkan untuk melihat

kemungkinan adanya kesalahan- kesalahan, ketidaklengkapan, dan

sebagainya kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

5. Tabulating

Tabulating adalah mengelompokkan data setelah melalui editing dan

coding ke dalam suatu tabel tertentu menurut sifat-sifat yang

dimilikinya, sesuai dengan tujuan penelitian. Tabel ini terdiri atas

kolom dan baris. Kolom pertama yang terletak paling kiri digunakan

untuk nomer urut atau kode responden. Kolom yang kedua dan

selanjutnya digunakan untuk variabel yang terdapat dalam

dokumentasi. Baris digunakan untuk setiap responden.

4.9.1 Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya

menghasilkan distribusi frequensi dan presentase dari setiap variabel

(Notoatmodjo, 2010). Analisis yang telah dianalisis dilakukan dengan

distribusi frekuensi dari tiap tiap variabel independen (keberadaan

54
barang bekas di sekitar rumah, pencahayaan, angka bebas jentik

kebiasaan menggantug pakaian, kebiasaan penggunaan obat/ anti

nyamuk) dan dependen ( kejadian Demam Berdarah Dengue).

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadpa dua

variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo,

2010). Analisis ini dilakukan dengan uji statistik Chi-square dan

menggunakan SPSS versi 16 for Windows untuk mengetahui

hubungan yang signifikan dari kedua variabel, yaitu variabel

Independen (keberadaan barang bekas di sekitar rumah, pencahayaan,

angka bebas jentik kebiasaan menggantug pakaian, kebiasaan

penggunaan obat/ anti nyamuk) dan variabel dependen (kejadian

Demam Berdarah Dengue) berdasarkan pada tingkat signifikan

dengan derajat kepercayaan α = 0,05. Hubungan dikatakan bermakna

apabila nilai p<0,05 (Sugiyono, 2011).

Syarat Uji Chi Square adalah sebagai berikut :

a. Untuk tabel lebih dari 2 x 2, continuity correction untuk tabel 2 x 2

dengan expected count > 5.

b. Sedangkan Fisher’s exact digunakan untuk tabel 2 x 2 dengan

expected count < 5.

c. Semua pengamatan dilakukan dengan independen.

55
d. Setiap sel paling sedikit berisi frekuensi harapan 1 (satu). Sel- sel

dengan frekuensi harapan kurang dari 5 tidak melebihi 20% dari

total sel.

Hasil Uji Chi Square hanya dapat menyimpulkan ada/ tidaknya

perbedaan proporsi antar kelompok atau dengan kata lain hanya dapat

menyimpulkan ada/ tidaknya hubungan antara dua variabel kategorik.

Dengan demikian Uji Chi Square dapat digunakan untuk mencari

hubungan dan tidak dapat untuk melihat seberapa besar hubungannya

atau tidak dapat mengetahui kelompok mana yang memiliki resiko

lebih besar (Sujarweni, 2015).

Untuk mengetahui derajat hubungan, dikenal ukuran Risiko

Relatif (RR) dan Odds Ratio (OR). Odds Ratio dipakai untuk mencari

perbandingan kemungkinan peristiwa terjadi di dalam satu kelompok

dengan kemungkinan hal yang sama terjadi di kelompok lain. Rasio

odds adalah ukuran besarnya efek dan umumnya digunakan untuk

membandingkan hasil dalam uji klinik (Sujarweni, 2015). Interpretasi

Odds Ratio, sebagai berikut (Saryono, 2013) :

a. OR (Odds Ratio) < 1, artinya faktor yang diteliti merupakan faktor

protektif resiko untuk terjadinya efek.

b. OR (Odds Ratio) > 1, artinya faktor yang diteliti merupakan faktor

resiko.

c. OR (Odds Ratio) = 1, artinya faktor yang diteliti bukan merupakan

faktor resiko.

56
Berdasarkan hasil penelitian untuk tabel 2 x 2 menyatakan bahwa

nilai expected count > 5 dengan jumlah sel 0 (0%), maka nilai p- value

dilihat dari continuity correction.

4.10 Etika Penelitian

Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk tahap

kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang dieliti

(subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak dari hasil

penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012).

1) Informed consent (informasi untuk responden)

Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan

informan dengan memberikan lembar persetujuan melalui inform

consent, kepada responden sebelum penelitian dilaksanakan. Setelah

calon responden memahami penjelasan peneliti terkait penelitian ini,

selanjutnya peneliti memberikan lembar Informed consent untuk

ditandatangani oleh sampel penelitian.

2) Anonymity (Tanpa Nama)

Anonymity merupakan usaha menjaga kerahasiaan tentang hal-hal

yang berkaitan dengan data responen. Pada aspek ini peneliti tidak

mencantumkan nama responden melainkan inisial nama responden

dan nomor responden pada kuesioner.

3) Confidentiality (Kerahasiaan Informasi)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti. Pada aspek ini, data yang sudah

57
terkumpul dari responden bersifat rahasia dan penyimpanan dilakukan

di file khusus milik pribadi sehingga hanya peneliti dan responden

yang mengetahuinya.

58
BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut

5.1.1 Kondisi Umum Geografis

Wilayah kerja Puskesmas Klagenserut mencakup tujuh desa dari wilayah

Kecamatan Jiwan. Luas wilayah Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan adalah

1722,4 Ha yang terbagi dalam 7 desa yaitu: Desa Grobogan, Desa Wayut, Desa

Klagenserut, Desa Teguhan, Desa Ngetrep, Desa Bedoho, dan Desa Bibrik.

Secara fisik Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan memiliki batas-batas

wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Kecamatan Sawahan

b. Sebelah Timur : Kota Madiun

c. Sebelah Selatan : Kabupaten Magetan

d. Sebelah Barat : Desa Jiwan dan Desa Grobogan

Gambar 5.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut

Sumber: BPS Kabupaten Madiun 2017

59 59
5.1.2 Kondisi Geografis

Menurut data profil desa penduduk wilayah kerja Puskesmas Klagenserut

tahun 2016 yaitu sebanyak 24.210 jiwa, yang terdiri dari 11.909 jiwa penduduk

laki-laki dan 12.201 jiwa penduduk perempuan. Jumlah kepala keluarga di

wilayah kerja Puskesmas Klagenserut adalah sebanyak 8634 KK dengan jumlah

KK terbanyak adalah Desa Wayut sebanyak 1790 KK dan paling sedikit adalah

desa Bedoho sebanyak 375 KK. Komposisi penduduk terbesar adalah kelompok

umur 45-49 tahun, dimana jumlah penduduk laki-laki sebesar 1.217 jiwa dan

penduduk perempuan sebesar 1.214 jiwa. Sedangkan komposisi penduduk paling

sedikit adalah kelompok umur 0-1 tahun dimana jumlah penduduk laki-laki

sebesar 169 jiwa dan penduduk perempuan 165 jiwa.

5.1.2 Visi dan Misi Puskesmas Klagenserut

Sejalan dengan visi pembangunan kesehatan Nasional Puskesmas

Klagenserut yang merupakan salah satu unit pelaksana tingkat pertama serta

ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia mempunyai visi yaitu

“Terwujudnya Kecamatan Jiwan lebih sehat dan mandiri tahun 2020” yang

juga merupakan bagian terintegrasi dari visi pembangunan kesehatan Kabupaten

Madiun.

Gambaran masyarakat di Wilayah Puskesmas Klagenserut di masa depan

yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yakni masyarakat yang

hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan merata serta memiliki

60
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Puskesmas Klagenserut menyusun

beberapa misi antara lain:

1. Meningkatkan kesehatan keluarga melalui peningkatan pelayanan kesehatan,

pemberdayaan masyarakat sadar gizi

2. Mendorong kemandirian masyarakat dalam memelihara kesehatan untuk

berperilaku hidup bersih, sehat dan produktif serta mewujudkan sarana

kesehatan dan tenaga kesehatan yang berkualitas

3. Meningkatkan pencegahan dan pengendalian penyebarana penyakit serta

peningkatan kualitas penyehatan lingkungan

4. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata

5. Meningkatkan profesionalisme aparatur puskesmas dalam rangka optimalisasi

manajemen pelayanan kesehatan

6. Mengembangkan program inovasi dan produk layanan

5.1.3 MOTTO DAN JANJI LAYANAN

Motto dari Puskesmas Klagenserut adalah “Kepuasan Masyarakat adalah

Kebanggaan Kami”. Sementara janji layanan dari Puskesmas Klagenserut adalah

“Melayani dengan kesungguhan, keikhlasan dan keramahan”.

5.2 Hasil Penelitian

5.2.1 Karakteristik Data Umum

Hasil analisis karakteristik responden menurut umur, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, dan jenis pekerjaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

61
5.2.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Karakteristik responden berdasarkan umur responden dapat dilihat pada

tabel dibawah ini:

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

No. Umur Jumlah (N) Prosentase (%)


1 17 - 25 4 6,7 %
2 26 - 35 9 15,0 %
3 36 - 45 18 30,0 %
4 46 - 55 17 28,3 %
5 56 - 65 12 20,0 %
Total 60 100,0
Sumber: Data Primer, 2018.

Berdasarkan Tabel 5.1 diatas terlihat sebagian besar responden yang diteliti

adalah dalam kategori umur dewasa akhir 18 (30,0%) responden.

5.2.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin responden dapat

dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis Kelamin Jumlah (N) Prosentase (%)
Laki-laki 30 50,0
Perempuan 30 50,0
Total 60 100,0
Sumber: Data Primer, 2018.

Berdasarkan Tabel 5.2 diatas terlihat bahwa jenis kelamin responden ada

dua kategori yaitu laki- laki dan perempuan. Responden yang berkelamin laki-

laki sebanyak 30 responden (50%) dan responden berkelamin perempuan 30

responden (50%).

62
5.2.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Responden

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan responden dapat dilihat

pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Responden

Pendidikan
No Pendidikan Jumlah (N) Prosentase
(%)
1 Tidak Sekolah / Tidak 1
1,7
Tamat SD
2 Dasar 25 41,7
3 Menengah 30 50,0
4 Tinggi 4 6,7
Total 60 100,0
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan Tabel 5.3 diatas terlihat tingkat pendidikan responden yang

terbanyak adalah tingkat pendidikan menengah sebanyak 30 responden (50%).

5.2.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Responden

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan responden dapat dilihat

pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan
Jumlah Prosentase
No Pekerjaan
(N) (%)
1 Buruh 7 11.7
2 Petani 22 36.7
3 Pedagang 7 11.7
4 Pegawai Swasta 6 10.0
5 PNS 2 3.3
6 Tidak Bekerja 5 8.3
7 Lain – Lain 11 18.3
Total 60 100.0
Sumber: Data Primer, 2018

63
Berdasarkan Tabel 5.4 diatas terlihat bahwa jenis pekerjaan

responden paling banyak yaitu 22 responden (36,7%) sebagai petani.

5.2.2 Analisis Univariat Variabel Penelitian

Hasil analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan karakteristik

responden masing-masing variabel, baik variable independen dan variabel

dependen. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

5.2.2.1 Hasil Analisis Univariat Kejadian DBD

Dari hasil penelitian diperoleh data distribusi frekuensi berdasarkan

kejadian DBD dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian DBD


No. Kejadian DBD Jumlah (N) Prosentase (%)
Kasus 30 50,0
Kontrol 30 50,0
Total 60 100,0
Sumber: Data Primer, 2018.

Berdasarkan Tabel 5.5 diatas Kejadian DBD dibedakan menjadi 2 kategori,

dari 60 responden menunjukkan responden yang pernah mengalami DBD adalah

30 responden (50%) sedangkan responden yang tidak pernah DBD adalah 30

responden (50%).

5.2.2.2 Hasil Analisis Univariat Keberadaan Barang Bekas di Sekitar Rumah

Dari hasil penelitian diperoleh data distribusi frekuensi berdasarkan

keberadaan barang bekas di sekitar rumah dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

64
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keberadaan Barang Bekas
di Sekitar Rumah

Frekuensi Keberadaan
Jumlah Prosentase
No Barang Bekas di Sekitar
(N) (%)
Rumah
1 Kurang Baik 31 51,7
2 Baik 29 48,3
Total 60 100.0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Berdasarkan Tabel 5.6 diatas frekuensi keberadaan barang bekas di

sekitar rumah sebagian besar kategori responden yang kurang baik sebanyak 31

responden (51,7%).

5.2.2.3 Hasil Analisis Univariat Pencahayaan

Dari hasil penelitian diperoleh data distribusi frekuensi berdasarkan

pencahayaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pencahayaan

Frekuensi Prosentase
No Jumlah (N)
Pencahayaan (%)
1 TMS 33 55,0
2 MS 27 45,0
Total 60 100.0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Berdasarkan Tabel 5.6 diatas frekuensi pencahayaan diketahui sebagian

besar responden dengan pencahayaan di rumah yang tidak memenuhi syarat

sebanyak 33 (55,0%).

65
5.2.2.4 Hasil Analisis Univariat Angka Bebas Jentik

Dari hasil penelitian diperoleh data distribusi frekuensi berdasarkan

angka bebas jentik dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Angka Bebas Jentik

Prosentase
Kejadian DBD Jumlah (N)
(%)
1 Ada Jentik 18 30.0
2 Tidak ada jentik 42 70.0
Total 60 100.0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Berdasarkan Tabel 5.8 dapat diketahui dari 60 rumah yang disurvei

angka bebas jentik pada tempat-tempat penampungan air sebagian besar tidak

terdapat jentik sebanyak 42 (70%).

5.2.2.5 Hasil Analisis Univariat Kebiasaan Menggantung Pakaian

Dari hasil penelitian diperoleh data distribusi frekuensi berdasarkan

kebiasaan menggantung pakaian dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Menggantung


Pakaian

Frekuensi Kebiasaan Jumlah Prosentase


No
Menggantung Pakaian (N) (%)
1 Kurang Baik 38 63.3
2 Baik 22 36.7
Total 60 100.0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

66
Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui frekuensi kebiasaan menggantung

pakaian sebagian besar responden dengan kebiasaan menggantung pakaian

kategori kurang baik sebanyak 38 (63,3%).

5.2.2.6 Hasil Analisis Univariat Kebiasaan Penggunaan Obat/ Anti Nyamuk

Dari hasil penelitian diperoleh data distribusi frekuensi berdasarkan

kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Penggunaan


Obat/ Anti Nyamuk
Frekuensi
Jumlah Prosentase
No Penggunaan
(N) (%)
Obat/Anti Nyamuk
1 Kurang Baik 32 53.3
2 Baik 28 46.7
Total 60 100.0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Berdasarkan Tabel 5.10 dapat diketahui frekuensi kebiasaan penggunaan

obat/ anti nyamuk sebagian besar responden dalam kebiasaan penggunaan obat/

anti nyamuk kategori kurang baik sebanyak 32 (53,3%).

5.2.3 Analisis Bivariat Variabel Penelitian

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan dan besarnya nilai

odd ratio faktor risiko, dan digunakan untuk mencari hubungan antara variabel

bebas dan variabel teikat dengan uji satatistik yang disesuaikan dengan skala data

yang ada. Uji statistik yang digunakan Chi-Square dan penentuan Odds Ratio

(OR) dengan taraf kepercayaan (CI) 95 % dan tingkat kemaknaan 0,05. Berikut

adalah hasil analisis bivariat :

67
5.2.3.1 Hasil Analisa Hubungan Keberadaan Barang Bekas di Sekitar

Rumah dengan Kejadian DBD

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil dari tabulasi silang

tentang hubungan keberadaan barang bekas di sekitar rumah dengan kejadian

DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut, sebagai berikut:

Tabel 5.11 Hubungan Keberadaan Barang Bekas di Sekitar Rumah dengan


Kejadian DBD
Keberadaan Kejadian DBD
OR
Barang Bekas Kasus Kontrol P- Value
(95% CI)
Sekitar Rumah N % N %
Kurang Baik 22 73,3 9 30,0 6,417
Baik 8 26,7 21 70,0 0,002 (2,084-
Total 30 100,0 30 100,0 19,755)
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018.

Berdasarkan tabel 5.11 diatas dapat diketahui bahwa kejadian DBD lebih

banyak terjadi pada kelompok kasus daripada kelompok kontrol yang keberadaan

barang bekas di sekitar rumah dengan kriteria kurang baik sebanyak 22 (73,3%)

dan kelompok kontrol yang hanya 9 (30,0%). Berdasarkan uji Chi-Square yang

sudah dilakukan dilihat koreksi (continuity correction) dengan P Value Sig. 0.002

artinya ada hubungan antara keberadaan barang bekas disekitar rumah dengan

kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Dengan nilai OR sebesar

6,417 atau > 1 yang artinya bahwa responden yang di sekitar rumah terdapat

barang bekas pada kelompok kasus 6,417 kali lebih besar beresiko terkena DBD

dibandingkan dengan responden yang sekitar rumah tidak terdapat barang bekas

pada kelompok kontrol.

68
5.2.3.2 Hasil Analisa Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian DBD

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil dari tabulasi silang

tentang hubungan pencahayaan dengan kejadian DBD di wilayah kerja

Puskesmas Klagenserut, sebagai berikut:

Tabel 5.12 Hubungan Pencahayaan rumah dengan Kejadian DBD

Kejadian DBD
OR
Pencahayaan Kasus Kontrol P- Value
(95% CI)
N % N %
TMS 23 76,7 10 33,3 6,571
MS 7 23,3 20 66,7 0,002 (2,109-
Total 30 100,0 30 100,0 20,479)
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018.

Berdasarkan tabel 5.12 diatas dapat diketahui bahwa kejadian DBD lebih

banyak terjadi pada kelompok kasus daripada kelompok kontrol yang

pencahayaan rumah tidak memenuhi syarat sebanyak 23 (76,7%) dan rumah

kelompok kontrol yaitu 10 (33,3%) rumah. Berdasarkan uji Chi-Square yang

sudah dilakukan dilihat koreksi (continuity correction) dengan P Value Sig. 0.002

sehingga, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pencahayaan rumah

dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Dengan nilai OR

sebesar 6,571 atau > 1 yang artinya bahwa responden yang pencahayaan

rumahnya tidak memenuhi syarat pada kelompok kasus 6,571 kali lebih besar

beresiko terkena DBD dibandingkan dengan responden yang pencahayaan

rumahnya memenuhi syarat pada kelompok kontrol.

69
5.2.3.3 Hasil Analisa Hubungan Angka Bebas Jentik dengan Kejadian DBD

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil dari tabulasi silang

tentang hubungan angka bebas jentik dengan kejadian DBD di wilayah kerja

Puskesmas Klagenserut, sebagai berikut:

Tabel 5.13 Hubungan Angka Bebas Jentik dengan Kejadian DBD

Kejadian DBD
Angka Bebas OR
Kasus Kontrol P- Value
Jentik (95% CI)
N % N %
Ada Jentik 8 26,7 10 33,3
0,727
Tidak Ada 22 73,3 20 66,7
0,7 (0,240-
Jentik
2,206)
Total 30 100,0 30 100,0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Berdasarkan tabel 5.13 diatas dapat diketahui bahwa rumah kelompok

kasus yang terdapat jentik yaitu 8 (26,7%) lebih kecil dibandingkan rumah kontrol

yang terdapat jentik sebanyak 10 (33,3%) dan untuk rumah kasus yang tidak

terdapat jentik lebih banyak yaitu 22 (73,3%) dibandingkan rumah kontrol yang

tidak terdapat jentik yaitu 20 (66,7%). Berdasarkan uji Chi-Square yang sudah

dilakukan dilihat koreksi (continuity correction) dengan P Value Sig. 0.7 > 0.05

sehingga, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara angka bebas jentik

dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Menurut Depkes

(2013) angka bebas jentik dapat dikategorikan baik = 70-95%, kurang baik = ≤

70%, sehingga perhitungan ABJ dari masing- masing tempat dapat dikategorikan

baik dengan hasil perhitungan = x 100% =

70%

70
5.2.3.4 Hasil Analisa Hubungan Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan

Kejadian DBD

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil dari tabulasi silang

tentang hubungan kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD di

wilayah kerja Puskesmas Klagenserut, sebagai berikut:

Tabel 5.14 Hubungan Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan Kejadian


DBD
Kebiasaan Kejadian DBD
P- OR
Menggantung Kasus Kontrol
Value (95% CI)
Pakaian N % N %
Kurang Baik 25 83,3 13 43,3 6,538
Baik 5 16,7 17 56,7 0,003 (1,967-
Total 30 100,0 30 100,0 21,739)
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Berdasarkan tabel 5.14 diatas dapat diketahui bahwa kejadian DBD lebih

banyak terjadi pada kelompok kasus daripada kelompok kontrol yang memiliki

kebiasaan menggantung pakaian kurang baik terdapat 25 responden (83,3%) dan

pada kelompok kontrol yang hanya 13 responden (43,3%). Berdasarkan uji Chi-

Square yang sudah dilakukan dilihat koreksi (continuity correction) dengan P

Value Sig. 0.003 artinya bahwa ada hubungan antara kebiasaan menggantung

pakaian dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Dengan

nilai OR sebesar 6,538 > 1 yang artinya bahwa responden yang memiliki

kebiasaan menggantung pakaian pada kelompok kasus 6,538 kali lebih besar

beresiko terkena DBD dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan

menggantung pakaian pada kelompok kontrol.

71
5.2.3.5 Hasil Analisa Hubungan Kebiasaan Penggunaan Obat/ Anti Nyamuk

dengan Kejadian DBD

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil dari tabulasi silang

tentang hubungan kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dengan kejadian DBD

di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut, sebagai berikut:

Tabel 5.14 Hubungan Kebiasaan Kebiasaan Penggunaan Obat/ Anti


Nyamuk dengan Kejadian DBD

Kebiasaan Kejadian DBD


Penggunaan Kasus Kontrol OR
P- Value
Obat/ anti N % N % (95% CI)
nyamuk
Kurang Baik 21 70,0 11 36,7 4,030
Baik 9 30,0 19 63,3 0,02 (1,372-
Total 30 100,0 30 100,0 11,839)
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Berdasarkan tabel 5.14 diatas dapat diketahui bahwa kejadian DBD lebih

banyak terjadi pada kelompok kasus daripada kelompok kontrol yang memiliki

kebiasaan menggunakan obat/ anti nyamuk kurang baik terdapat 21 responden

(70,0%) dan pada kelompok kontrol yang hanya 11 responden (36,7%).

Berdasarkan uji Chi-Square yang sudah dilakukan dilihat koreksi (continuity

correction) dengan P Value Sig. 0.02 artinya bahwa ada hubungan antara

kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dengan kejadian DBD di wilayah kerja

Puskesmas Klagenserut. Dengan nilai OR sebesar 4,030 > 1 yang artinya bahwa

responden yang memiliki kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk pada

kelompok kasus 4,030 kali lebih besar beresiko terkena DBD dibandingkan

dengan responden yang memiliki kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk pada

kelompok kontrol.

72
5.3 Pembahasan

5.3.1 Hubungan Keberadaan Barang Bekas dengan Kejadian DBD

Berdasarkan analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square untuk

mengetahui hubungan keberadaan barang bekas disekitar rumah dengan kejadian

DBD diperoleh nilai P-Value Sig. 0.002 berarti ada hubungan yang signifikan

antara keberadaan barang bekas disekitar rumah dengan kejadian DBD di wilayah

kerja Puskesmas Klagenserut. Dan diketahui nilai OR sebesar 6,417 berarti bahwa

responden yang di sekitar rumah terdapat barang bekas pada kelompok kasus

6,417 kali lebih besar beresiko terkena DBD dibandingkan dengan responden

yang sekitar rumah tidak terdapat barang bekas pada kelompok kontrol.

Menurut Ferdiansyah (2016) lingkungan yang menjadi habitat nyamuk

Aedes aegypti adalah di genangan air bersih yang tidak berkontak langsung

dengan tanah dan tidak terkena sinar matahari langsung. Keberadaan barang bekas

seperti ban bekas, botol, plastik, dan barang-barang lain yang dapat menampung

air merupakan sarana yang memungkinkan untuk tempat perkembangbiakan

nyamuk semakin banyak barang bekas yang dapat menampung air, semakin

banyak tempat bagi nyamuk untuk bertelur dan berkembang biak, sehingga

semakin meningkat pula risiko kejadian DBD.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Lia Fentia (2017) mengenai

faktor lingkungan fisik dengan kejadian DBD menyatakan hasil p-value 0,003

artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lingkungan fisik dengan

kejadian penyakit DBD. Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian Luluk

73
(2017) yang meneliti hubungan faktor lingkungan fisik dan perilaku dengan

kejadian DBD hasil penelitian tersebut menunjukkan ada hubungan yang

bermakna antara keberadaan tempat perindukan dengan kejadian DBD. Hal ini

menunjukkan bahwa kondisi lingkungan yang buruk dan masih terdapat genangan

air serta dengan keberadaan barang bekas di luar rumah akan menjadi faktor

penyebaran DBD karena dapat memicu bersarangnya nyamuk Aedes aegypti.

Hal tersebut didukung ketika peneliti melakukan wawancara dengan

responden mengenai pemanfaatan dan perawatan keberadaan barang bekas serta

observasi langsung terdapat atau tidaknya barang bekas di sekitar rumah. Hasil

dari pertanyaan di kuesioner dan observasi, sebagian responden tidak

memanfaatkan dan tidak merawat barang bekas di sekitar rumah tidak pernah

DBD dan melakukan sebaliknya akan tetapi mengalami DBD. Hal ini juga dapat

dilihat hasil analisis dari kelompok kasus yaitu sebanyak 8 (26,7%) responden

dengan keberadaan barang bekas di sekitar kategori baik dan pada kelompok

kontrol sebanyak 9 (30,0%) responden dengan keberadaan barang bekas di sekitar

kategori kurang baik.

Hasil penelitian menunjukkan responden kategori baik dengan keberadaan

barang bekas di sekitar rumahnya karena dapat merawat barang bekas dengan cara

mengumpulkan, mendaur ulang dan meletakkan dengan tengkurap. Namun,

sebanyak 8 (26,7%) responden kategori baik kemungkinan dapat tertular DBD

karena keberadaan barang- barang bekas tempat- tempat umum disekitarnya yang

tidak terawat. Dalam penelitian ini, tempat- tempat umum yang terdekat dengan

rumah responden adalah sekolah yang jaraknya tidak lebih dari 100 meter.

74
Dengan demikian penularan DBD dapat terjadi selain dirumah dapat juga di

sekolah atau tempat- tempat umum lainnya. Mobilitas penduduk, memudahkan

penularan dari satu tempat ke tempat lain. Penyebaran berbagai tipe virus dengue

ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi

virus dengue yang berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain (Kemenkes

RI, 2010).

Dalam penelitian ini, keberadaan barang bekas dengan kategori kurang

baik sebanyak 9 (30,0%) responden namun tidak pernah mengalami DBD hal

tersebut dikarenakan bahwa responden meletakkan wadah yang dapat menampung

air dengan tengkurap, meskipun tidak menguras barang bekas yang dapat

menampung air dan tidak menyimpan barang- barang tersebut di ruangan yang

tertutup akan tetapi apabila barang bekas sudah menumpuk langsung dijual karena

tidak memiliki lahan untuk menguburnya. Sehingga dapat mengurangi tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Hal tersebut diharapkan, masyarakat

yang sudah melakukan kegiatan PSN di rumah dan lingkungannya, dapat

memberikan motivasi kepada yang lain untuk menyisihkan waktu melakukan PSN

yang berada di dalam maupun lingkungan.

5.3.2 Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian DBD

Berdasarkan analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square untuk

mengetahui hubungan pencahayaan dengan kejadian DBD didapatkan nilai P-

Value Sig. 0.002 berarti ada hubungan yang signifikan antara pencahayaan dengan

kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Dan diketahui nilai OR

sebesar 6,571 berarti bahwa responden yang pencahayaan rumah tidak memenuhi

75
syarart pada kelompok kasus 6,571 kali lebih besar beresiko terkena DBD

dibandingkan dengan responden yang pencahayaan rumah memenuhi syarat pada

kelompok kontrol.

Menurut Soekidjo (2011) rumah yang sehat memerlukan cahaya yang

cukup. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya

matahari di samping kurang nyaman juga merupakan media (tempat) yang baik

untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Persyaratan pencahayan di

dalam rumah minimal 60 Lux dengan syarat tidak menyilaukan. Kurangnya

pencahayaan atau sinar matahari didalam rumah menyebabkan rumah menjadi

teduh dan lembab dan keadaan ini merupakan tempat istirahat yang disenangi

nyamuk Aedes aegypti sp. sehingga jumlah nyamuk disekitar rumah bertambah

dan menyebabkan keluarga yang tinggal di rumah yang kurang pencahayaan

mempunyai risiko untuk terjadi penularan penyakit demam berdarah dengue

(Lestari, 2007).

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Erna Sari (2017) mengenai

hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian DBD. Hasil uji statistik chi

square menunjukkan p value sebesar 0,001 yang artinya ada hubungan bermakna

antara intensitas cahaya dalam rumah dengan kejadian DBD. Dimana orang yang

tinggal dalam rumah dengan intensitas cahaya dibawah 60 lux beresiko 16, 714

kali untuk terkena DBD dibandingkan orang yang tinggal dalam rumah dengan

intensitas cahaya di atas 60 lux. Penelitian lain yang mendukung penelitian ini

adalah penelitian Adyatma (2011) yang meneliti hubungan antara lingkungan fisik

rumah, tempat penmpungan air, dan sanitasi lingkungan dengan kejadian DBD.

76
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara pencahayaan dengan kejadian DBD.

Hal tersebut didukung ketika peneliti melakukan pengukuran

pencahayaan di dalam rumah responden. Hasil dari pengukuran sebagian rumah

responden pencahayaan rumahnya tidak memenuhi syarat. Hal ini juga dapat

dilihat hasil analisis dari kelompok kasus yaitu sebanyak 7 (23,3%) rumah

responden dengan pencahayaan memenuhi syarat dan kelompok kontrol sebanyak

10 (33,3%) rumah responden memiliki pencahayaan rumah tidak memenuhi

syarat.

Hasil penelitian ini menunjukkan rumah responden yang pencahayaan

memenuhi syarat sebanyak 7 (23,3%) rumah namun pernah mengalami DBD

karena rumah responden dipasang genteng kaca di ruangan tertentu sehingga

cahaya yang masuk ke rumah membuat rumah menjadi tidak gelap atau memiliki

pencahayaan yang cukup. Tetapi, dengan pencahayaan rumah yang cukup apabila

responden kurang melakukan aktivitas lebih banyak diam (tidak bergerak) maka

3,3 kali akan lebih banyak digigit nyamuk Aedes aegypti dibandingkan dengan

orang yang lebih aktif, dengan demikian orang yang kurang aktif akan lebih besar

resikonya untuk tertular virus dengue. Selain itu, frekuensi nyamuk menggigit

manusia juga dipengaruhi keberadaan atau kepadatan manusia, sehingga

diperkirakan nyamuk Aedes aegypti di rumah yang padat penghuninya, akan lebih

tinggi frekuensi menggigitnya terhadap manusia dibandingkan yang kurang padat

(Sofia, 2014).

77
Rumah responden yang pencahayaan tidak memenuhi syarat sebanyak 10

(33,3%) namun tidak pernah mengalami DBD disebabkan oleh rumah responden

banyak yang diplafon, akan tetapi memiliki kebiasaan membuka jendela ditujukan

untuk memudahkan terjadinya pertukaran udara dan juga memaksimalkan

masuknya cahaya matahari kedalam rumah, sehingga ini akan meminimalisir

nyamuk yang sangat suka ditempat yang gelap tanpa cahaya. Hal tersebut

diharapkan untuk rumah yang pencahayaan kurang agar sering membiasakan

untuk membuka pintu atau jendela agar cahaya dapat masuk ke rumah atau

memasang genteng kaca setiap ruangan.

5.3.3 Hubungan Angka Bebas Jentik dengan Kejadian DBD

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara angka

bebas jentik dengan kejadian DBD bahwa rumah kelompok kasus yang terdapat

jentik yaitu 8 (26,7%) lebih kecil dibandingkan rumah kontrol yang terdapat jentik

sebanyak 10 (33,3%). Berdasarkan uji Chi-Square yang sudah dilakukan dilihat

koreksi (continuity correction) dengan P Value Sig. 0.7 > 0.05 sehingga, dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara angka bebas jentik dengan kejadian

DBD. Dapat dilakukan perhitungan terhadap index- index jentik vektor demam

berdarah dengue. Perhitungan terhadap index- index jentik vektor DBD meliputi

angka bebas jentik adalah prosentasi rumah yang tidak ditemukan jentik dengan

jumlah rumah yang diperiksa.

Dari 60 rumah yang diperiksa pada tempat penampungan air seperti bak

mandi, kolam, dan tempayan diperoleh hasil untuk angka bebas jentik sebanyak

22 (73,3%) rumah tidak terdapat jentik pada kelompok kasus dan 20 (66,7%)

78
rumah tidak terdapat jentik pada kelompok kontrol, sedangkan 8 (26,7%) rumah

terdapat jentik pada kelompok kasus dan 10 (33,3%) rumah terdapat jentik pada

kelompok kontrol. Dengan perolehan hasil 70% dikategorikan baik.

Menurut Depkes (2013) angka bebas jentik dapat dikategorikan baik =

70-95%, kurang baik ≤ 70% dan termasuk dalam kepadatan tinggi dan memiliki

resiko penularan tinggi. Keberadaan jentik nyamuk yang hidup pada tempat

penampungan air sangat memungkinkan kejadian DBD. Pemeriksaan jentik

nyamuk program ini bertujuan untuk melakukan pemeriksaan jentik nyamuk

penular DBD dan memotivasi keluarga atau masyarakat dalam melakukan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD. PSN DBD adalah kegiatan

memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular DBD di tempat

perkembangbiakannya. PJB adalah kegiatan pemantauan di pemukiman atau

tempat- tempat umum/ industri (TTU/I) di desa/ kelurahan endemis dan sporadis

pada tempat- tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti di 100 rumah/

bangunan yang dipilih secara acak dilaksanakan 4 kali setahun (3 bulan sekali).

Program PJB dilakukan oleh kader, PKK, jumantik atau tenaga pemeriksa jentik

lainnya.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Agus Putra (2015)

mengenai pemetaan kejadian DBD berdasarkan angka bebas jentik dan jenis

infeksi virus dengue. Hasil uji statistik Fisher Exact Test diperoleh p- value

sebesar 1,000 yang berati tidak ada hubungan angka bebas jentik dengan kejadian

DBD. Dikarenakan untuk mendapatkan angka bebas jentik peneliti menggunakan

data sekunder yang diperoleh dari puskesmas sehingga perlu dipertanyakan

79
validitas data ABJ apakah pemeriksaan jentik dilakukan, sudah dilakukan dengan

benar. ABJ didapatkan pada saat Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) yang

dilakukan secara berkala minimal 3 bulan sekali oleh masing- masing puskesmas

terutama di desa/ kelurahan endemis (cross check) pada tempat- tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti di 100 sampel rumah/ bangunan yang

dipilih secara acak serta diulang untuk setiap siklus pemeriksaan.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan angka bebas jentik sebesar 42

rumah tidak terdapat jentik dan 18 rumah terdapat jentik pada kelompok kasus

dan kontrol. Sehingga menghasilkan prosentase 70% dengan kategori baik. Hasil

penelitian menunjukkan tidak ada hubungan angka bebas jentik dengan kejadian

ABJ hal tersebut disebabkan faktor lain yaitu masyarakat menyadari untuk

menutup tempat penampungan air dengan menggunakan penutup yang biasanya

menggunakan tampah atau penutup lainnya serta beberapa rumah kasus sudah

lebih protektif terhadap keberadaan jetik seperti tidak menggunakan lagi bak

mandi yang terlalu besar untuk keperluan sehari- hari, tetapi menggantinya

dengan ember yang ukuran lebih kecil agar lebih mudah dibersihkan dan

melaksanaan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) sudah dilakukan

oleh masyarakat yang berarti jika seseorang melakukan praktik PSN dengan benar

maka mereka telah melaksanakan praktik pencegahan (preventif) yang merupakan

aspek dari perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance) dan pelaksanaan

perilaku kesehatan lingkungan (Notoadmodjo, 2011). Hal lainnya juga disebabkan

karena periode waktu penelitian tidak bersamaan dengan kejadian DBD sehingga

80
tidak dapat dipastikan pada saat terjadinya kasus apakah ditemukan jentik atau

tidak.

Selain pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD, kader jumantik juga

memberikan motivasi keluarga dan masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD.

Dengan kunjungan yang berulang- ulang disertai penyuluhan diharapkan

masyarakat dapat melakukan PSN DBD secara teratur dan terus menerus.

Pengendalian DBD akan optimal jika semua wilayah meningkatkan kemampuan

penduduknya yang meliputi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat,

pimpinan lembaga pemerintah, dan organisasi kemasyarakatan sehingga mampu

mencegah dan melindungi diri dari penularan DBD melalui perubahan perilaku

dan kebersihan lingkungan yang baik yang ada di lingkungan dalam rumah

maupun luar rumah.

5.3.4 Hubungan Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan Kejadian DBD

Berdasarkan analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square untuk

mengetahui hubungan kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD

diperoleh nilai P Value Sig. 0.003 berati ada hubungan signifikan antara kebiasaan

menggantung pakaian dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas

Klagenserut. Dan diketahui nilai OR sebesar 6,538 yang artinya bahwa responden

yang memiliki kebiasaan menggantung pakaian pada kelompok kasus 6,538 kali

lebih besar beresiko terkena DBD dibandingkan dengan responden yang memiliki

kebiasaan menggantung pakaian pada kelompok kontrol.

81
Pakaian bekas pakai yang tergantung di dalam rumah, merupakan media

yang disenangi nyamuk penular DBD, yang merupakan salah satu faktor resiko

yang meningkatkan terjadinya penyakit DBD. Kebiasaan menggantung pakaian di

dalam rumah merupakan indikasi menjadi kesenangan nyamuk Aedes aegypti

beristirahat. Karena nyamuk Aedes aegypti senang hinggap pada pakaian yang

bergantungan dalam kamar untuk beristirahat setelah menghisap darah manusia

(Yatim, 2007). Kegiatan PSN dan 3M ditambahkan dengan cara menghindari

kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar merupakan kegiatan yang mesti

dilakukan untuk mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga

penularan penyakit DBD dapat dicegah atau dikurangi (Primadatu, 2012).

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Luluk (2017) mengenai

hubungan antara faktor lingkungan fisik dan perilaku dengan kejadian DBD. Hasil

uji statistik chi square menunjukkan p value sebesar 0,002 yang artinya ada

hubungan yang bermakna kebiasaan menggantung pakaian dikamar dengan

kejadian DBD, dan nilai OR sebesar 7,933 yang menunjukkan bahwa sampel

yang mempunyai kebiasaan menggantung pakaian dikamar memiliki resiko 7,933

kali lebih besar menderita DBD dibandingkan sampel yang tidak mempunyai

kebiasaan menggantung pakaian di kamar. Penelitian lain yang mendukung

penelitian ini adalah penelitian Elvin (2016) yang mengenai faktor- faktor yang

berhubungan dengan kejadian DBD. Hasil penelitian tersebut dari hasil uji

statistik Chi-Square menunjukkan bahwa p- value 0,021 yang berati ada

hubungan yang signifikan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan

kejadian DBD.

82
Hal tersebut didukung ketika peneliti melakukan wawancara dengan

responden mengenai kebiasaan menggantung pakaian serta observasi ada tidaknya

pakaian yang digantung. Hasil pertanyaan di kuesioner sebagian besar responden

memiliki kebiasaan menggantung pakaian dan terdapat pakaian yang digantung di

dalam rumah. Hal ini juga dapat dilihat hasil analisis dari kelompok kasus

sebanyak 5 (16,7%) responden memiliki kebiasaan menggantung pakaian baik

dan pada kelompok kontrol sebanyak 13 (43,3%) responden memiliki kebiasaan

menggantung pakaian kurang baik.

Hasil penelitian menunjukkan kebiasaan menggantung pakaian baik

sebanyak 5 (16,7%) responden namun pernah mengalami DBD disebabkan

responden tidak menggantung pakaian di dalam kamar dan dibelakang pintu tetapi

responden masih menggantung pakaian di dinding rumah dengan anggapan bahwa

hanya di belakang pintu dan di kamar yang menyebabkan tempat nyamuk istirahat

nyamuk Aedes aegypti. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai

dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku

setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang

mendukung tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2012). Kurangnya pengetahuan

atau pengetahuan yang salah di kelompok masyarakat akan berpengaruh terhadap

persepsi dan kepercayaan masyarakat, dimana masyarakat akan cenderung

melakukan persepsi yang salah pula.

Kebiasaan menggantung pakaian kurang baik sebanyak 13 (43,3%)

responden dan tidak pernah DBD dikarenakan dari kebiasaan menggantung

83
pakaian responden merupakan kebiasaan masyarakat yang sudah berlangsung dan

lama terjadi dan di dalam rumah responden terutama di kamar ditemukan baju

yang bergantungan di belakang pintu maupun dinding, serta ada juga pakaian

yang dibiarkan begitu saja berserakan di ruangan dengan jangka waktu yang lama

sehingga hal tersebut dikatakan kurang baik. Akan tetapi, dengan kebiasaan yang

kurang baik tersebut mereka menyeimbangkan dengan memelihara ikan pemakan

jentik di bak penampungan air seperti bak kamar mandi dan kolam. Sehingga,

dapat memutuskan siklus hidup nyamuk. Dengan demikian, untuk meminimalisir

kejadian DBD selain memutuskan rantai siklus hidup nyamuk dengan memelihara

ikan alangkah baiknya juga memberantas tempat peritirahatan nyamuk dengan

mengurangi kebiasaan menggantung pakaian. Sebaiknya, pakaian bekas pakai

diletakkan atau menyimpan dalam kotak box. Sebelumnya pakaian dijemur

dahulu sehingga baunya tidak melekat dibaju, kemudian ditutup rapat sehingga

nyamuk tidak hinggap/ beristirahat di tempat tersebut dan pakaian yang belum

dipakai dilipat rapi dan disimpan dalam almari.

5.3.5 Hubungan Kebiasaan Penggunaan Obat/ Anti Nyamuk dengan

Kejadian DBD

Berdasarkan analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square untuk

mengetahui hubungan hubungan antara kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk

dengan kejadian DBD diperoleh nilai P Value Sig. 0.02 berati bahwa ada

hubungan antara kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dengan kejadian DBD

di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Dan diketahui nilai OR sebesar 4,030,

berati responden yang memiliki kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk pada

84
kelompok kasus 4,030 kali lebih besar beresiko terkena DBD dibandingkan

dengan responden yang memiliki kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk pada

kelompok kontrol.

Menurut DEPKES RI (2011) selain memberantas sarang nyamuk, cara

agar tidak terkena penyakit DBD adalah menghindari gigitan nyamuk baik yang

berupa obat nyamuk semprot, bakar, elektrik, serta obat oles anti nyamuk

(rellepent) dengan membaluri kulit yang umum digunakan. Benda ini secara garis

besarnya dibagi menjadi dua kategori, penolak alami dan kimiawi. Produk

insektisida rumah tangga seperti obat nyamuk semprot/aerosol, bakar dan elektrik,

saat ini masih banyak digunakan sebagai alat pelindung diri terhadap gigitan

nyamuk merupakan penolak kimiawi, sedangkan penolak alami bisa dilakukan

dengan memasang kelambu/ kawat kasa pada ventilasi rumah. Rumah dengan

kondisi ventilasi tidak terpasang kasa nyamuk, akan memudahkan nyamuk untuk

masuk kedalam rumah utuk menggigit manusia dan tempat beristirahat. Pada

pemakaian nyamuk bakar jarang digunakan karena sering menyebabkan batuk

yang berkepanjangan pada pengguna, biasanya obat nyamuk bakar digunakan

hanya 1-2 jam sesudah magrib, hanya untuk mengusir sementara nyamuk-

nyamuk yang ada. Dengan tidak adanya nyamuk masuk ke ruang rumah maka

kemungkinan nyamuk untuk menggigit semakin kecil. Keadaan ventilasi rumah

yang tidak ditutupi kawat kasa akan menyebabkan nyamuk masuk ke dalam

rumah.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian I Gusti (2012) mengenai

faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian demam berdarah. Hasil uji

85
statistik chi square menunjukkan p value sebesar 0,00 yang artinya ada hubungan

yang bermakna kebiasaan menggunakan obat pembunuh nyamuk dengan kejadian

DBD. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sofia (2014) yang mengenai

hubungan kondisi lingkungan rumah dan perilaku keluarga dengan kejadian DBD

dengan dimana nilai p- value 0,870 yang berati tidak ada hubungan antara

kebiasaan menggunakan anti nyamuk dengan kejadian DBD. Bahwa kejadian

DBD tidak disebabkan penggunaan obat nyamuk di dalam rumah yang dilakukan

masyarakat melainkan hanya memasang kawat kasa pada ventilasi rumah tanpa

ada perlindungan nyamuk.

Hal tersebut didukung ketika peneliti melakukan wawancara dengan

responden mengenai kebiasaan menggunakan obat/ anti nyamuk. Hasil dari

pertanyaan di kuesioner sebagian responden tidak mempunyai kebiasaan

menggunakan obat/ anti nyamuk. Hal ini juga dapat dilihat hasil analisis dari

kelompok kasus sebanyak 9 (30,0%) responden dengan kebiasaan menggunakan

obat/ anti nyamuk baik dan pada kelompok kontrol sebanyak 11 (36,7%)

responden dengan kebiasaan menggunakan obat/ anti nyamuk kurang baik.

Hasil penelitian menunjukkan responden dengan memiliki kebiasaan

penggunaan obat/ anti nyamuk kategori baik sebanyak 9 (30,0%) responden

namun pernah mengalami DBD dikarenakan kebiasaan tidur responden pada pagi

hari karena dianggap pagi hari udara masih sejuk dan nyaman untuk tidur serta

sore hari setelah beraktifitas dan setelah mandi dengan badan yang segar mereka

tidur tanpa menggunakan anti nyamuk melainkan melindungi diri dengan selimut

86
saja. Kebiasaan nyamuk menggigit pada pagi hari jam 09.00-10.00 dan nyamuk

lebih banyak menggigit orang yang diam atau tanpa melakukan aktifitas.

Kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk kurang baik sebanyak 11

(36,7%) tidak dilakukan responden dengan kebiasaan pada saat aktifitas di luar

rumah yaitu tidak menggunakan obat pembunuh nyamuk atau pekerjaannya lebih

sering di luar rumah memiliki paparan terkena gigitan nyamuk. Hal itupun

terkadang tidak mereka lakukan karena mereka merasa lotion punya efek yang

tidak bagus bila sering terpajan di kulit mereka, membuat mereka harus selalu

mencuci tangan bila hendak ngemil atau makan- makanan ringan, seharusnya

memiliki peluang terjadinya DBD akan tetapi tidak pernah DBD dikarenakan

mereka memiliki hidup sehat dengan pola makan gizi seimbang guna menjaga

imunitas tubuh. Nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada

hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi

peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik,

maka tidak akan terinfeksi virus dengue. Dengan demikian, diharapkan

masyarakat untuk menanam tumbuh- tumbuhan yang baunya tidak disukai oleh

nyamuk di halaman rumah seperti lavender, geranium, dan biasanya yang mudah

ditemukan di pedesaan yaitu daun serei bila bergesekan akan mengeluarkan bau

yang tidak disukai nyamuk.

5.4 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang mungkin dapat

mempengaruhi hasil penelitian, yaitu sebagai berikut :

87
1. Ketersediaan waktu responden saat penelitian berlangsung. Keterbatasan

waktu wawancara antara peneliti dan responden, dikarenakan responden

memiliki aktivitas lain sehingga waktu yang diperlukan dalam mengorek

jawaban kurang, terutama terkait perilaku responden. Selain itu, saat

wawancara peneliti mengandalkan metode recall, sehingga kemungkinan

yang terjadi adalah recall bias yang dapat dilihat saat responden terkadang

cenderung berfikir dan sulit mengingat kebiasaan kesehariannya terutama

pada kelompok kasus sebelum sakit sehingga belum menggambarkan

perilaku yang sebenarnya. Namun, untuk meminimalisir hal tersebut peneliti

melakukan pengamatan menggunakan penglihatan dengan alat bantu senter

dan pengukuran dengan menggunakan alat luxmeter untuk memperkuat hasil

dari penelitian.

2. Dalam penelitian ini menggunakan uji non parametrik untuk mengetahui

hubungan antar variabel dependen dan independen dan untuk memperkuat

hasil penelitian, peneliti melengkapinya dengan teori dan penelitian terdahulu

yang mendukung penelitian ini.

88
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Pada bab ini akan dibahas kesimpulan dan saran dari hasil penelitian tentang

hubungan faktor lingkungan dan perilaku dengan kejadian Demam Berdarah

Dengue di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut adalah sebagai berikut:

1. Keberadaan barang bekas disekitar rumah responden kategori kurang baik

(51,7%), pencahayaan di rumah yang tidak memenuhi syarat (55,0%),

angka bebas jentik pada tempat-tempat penampungan air sebagian besar

tidak terdapat jentik (70%), kebiasaan menggantung pakaian kategori

kurang baik (63,3%), dan dalam kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk

kategori kurang baik (53,3%).

2. Ada hubungan antara keberadaan barang bekas dengan kejadian DBD di

wilayah kerja Puskesmas Klagenserut karena nilai p value Sig 0,002 <

0,05, OR= 6,417 (95% CI = 2,084-19,755).

3. Ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian DBD di wilayah kerja

Puskesmas Klagenserut karena nilai p value Sig 0,002 < 0,05, OR= 6,571

(95% CI = 2,109-20,479)

4. Angka bebas jentik dengan kejadian DBD dimana pemeriksaan jentik

hasilnya untuk angka bebas jentik sebanyak 42 yang terdiri dari 22 pada

kelompok kasus dan 20 pada kelompok kontrol tidak terdapat jentik,

sedangkan 18 yang terdiri dari 8 pada kelompok kasus dan 10 pada

kelompok kontrol terdapat jentik. Dalam hal ini angka bebas jentik di

89 89
wilayah kerja Puskesmas Klagenserut dengan 60 rumah yang diperiksa

dikategorikan baik.

5. Ada hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian

DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut karena nilai p value Sig

0,003 < 0,05, OR= 6,538 (95% CI = 1,967- 21,739).

6. Ada hubungan antara kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dengan

kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut karena nilai p

value Sig 0,02 < 0,05, OR= 4,030 (95% CI = 1,372- 11,839).

6.2 Saran

1. Bagi Instansi Kesehatan dan pemerintah

Penyuluhan atau upaya promotif dari instansi sudah dilaksanakan, akan

tetapi agar lebih ditingkatkan lagi dan diperjelas dalam metode

penyampaian serta meninjau kembali upaya penanggulangan dan

pemberantasan DBD pada peningkatan peran masyarakat melalui kegiatan

pemberdayaan.

Bagi Masyarakat

2. Gerakan PSN oleh masyarakat agar lebih ditingkatkan lagi dengan kerja

bakti membersihkan lingkungan sekitar guna memutus rantai penularan

DBD serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dengan

pola makan gizi seimbang guna menjaga imunitas tubuh.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti sarankan untuk melakukan penelitian selanjutnya diharapkan

dapat menganalisis faktor resiko yang lain seperti perilaku PSN dan

90
kondisi lingkungan rumah (suhu, kelembaban) terhadap kejadian DBD

serta dapat menyempurnakan penelitian ini sehingga hasil yang diperoleh

lebih mendalam dan maksimal.

91
DAFTAR PUSTAKA

A.Arsunan Arsin. 2013. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD) di


Indonesia. Makassar: Masagena Press.

Achmadi, Umar Fahmi. 2012. Dasar- dasar Penyakit Berbasis Lingkungan.


Jakarta : Rajawali Press.

Adyatma. 2011. Hubungan antara Lingkungan Fisik Rumah, Tempat


Penampungan Air dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian DBD di
Kelurahan Tidung Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Makassar. Jurnal
FKM Universitas Hasanuddin. http://repository.unhas.ac.id, diakses 25 Juli
2018

Alimul Hidayat, A. Aziz. 2012. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.
Jakarta : Salemba Medika.

Depkes RI, 2010. Penemuan dan Tatalaksana Penderita Demam Berdarah Dengue
(DBD). Jakarta: Depkes RI.

Dermala Sari. 2012. Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Responden dengan


Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)di Kecamatan Bebesen
Kabupaten Aceh Tengah. Skripsi. Universitas Indonesia.
https://repository.ui.ac., diakses 2 Mei 2018

Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun. Profil Kesehatan Kabupaten Madiun


2014,2015, 2016.

Djunaedi D. 2006. Demam Berdarah Dengue (DBD) Epidemiologi,


Imunopatologi, Patogenesis, Diagnosisi dan Penatalaksanaannya. Malang:
UMM Press.

Elvin Tirtasari A, Pitrah Asfian, Ainurafiq. 2016. Faktor- Faktor yang


Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di

92
Kelurahan 19 November Kecamatan Wandulako Kabupaten Kolaka. Jurnal
Penelitian. Universitas Halu Oleo. https://ID-faktor-faktor-yang-
berhubungan-dengan-ke.pdf, diakses 10 Mei 2018

Erna Sari, Nur Endah W, Retno Murwani. 2017. Hubungan Lingkungan Fisik
Rumah dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017. Universitas
Diponegoro.https://ejournal3.undip.ac.id, diakses 2 Mei 2018

Ferdiansyah. 2016. Gambaran Sanitasi Lingkungan, Tempat Penampungan Air


dan Keberadaan Jentik Aedes sp. Di Kelurahan Balleangin Kecamatan
Balocci Kabupaten Pangkep. Skripsi. Universitas Islam Negeri Alaudin
Makassar.http://repositori.uin-alauddin.ac.id, diakses 5 April 2018

Hadinegoro dan Satari. 2002. Demam Berdarah Dengue Naskah Lengkap


Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit
Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD. Jakarta: FK UI.

Hera, Y.T. 2009, Karakteristik Penderita Demam Berrdarah Dengue di RS


Kariadi Semarang. Skripsi : Universitas Negeri Semarang

I Gusti Putu Anom Surya, I ketut Aryana, I Wayan Jana. 2012. Faktor Faktor
Yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di
Kelurahan Abianbase Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Poltekes
Denpasar.http://poltekkesdenpasar.ac.id, diakses 25 Juli 2018

Kemenkes RI. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Dirjen


PP&PL. Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011tentang Pedoman
Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah.

93
Kementrian Kesehatan RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015, 2016.
Jakarta: Depkes RI.

Keri Lestari. 2007. Epidemiologi Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)


di Indonesia. Jurnal Farmaka Volume 5 Nomor 3 Desember 2007. Fakultas
Farmasi Universitas Padjajaran. https://ID-demam-berdarah-dengue-
epidemiologi-patog.pdf, diakses 2 Mei 2018

Lia Fentia. 2017. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik dan Perilaku Keluarga
Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja
Puskesmas Payung Sekaki Kota Pekanbaru. Jurnal Menara Ilmu Volume XI
Jilid I Nomor 76 Juli 2017. STIKes Tengku Maharatu.
http://joernal.umsb.ac.id, diakses 5 Mei 2018

Lisa Anggriani Tanjung. 2016. Hubungan Faktor Fisik Lingkungan Rumah dan
Karakteristik Penderita Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Wilayah Kerja Pskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan
Perjuangan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara Medan.
http://repository.usu.ac.id, diakses 5 April 2018

Luluk Lidya. 2017. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik dan Perilaku dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas
Sekaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang.https://journal.unnes.ac.id, diakses 2 April 2018

Luluk Masruroh, Nur Endah W, Resa Ana Dina. 2016. Hubungan Faktor
Lingkungn dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngawi. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016. Universitas
Diponegoro.https://ID-hubungan-faktor-lingkungan-dan-praktik-p.pdf,
diakses 2 Mei 2018

94
Monica Ester. 2012. Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, Pengobatan,
Pencegahan, dan Pengendalian. Jakarta: EGC.

Nadezul, H. 2007.Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah. Jakarta: Buku


Kompas.

Najmah. 2016. Epidemiologi Penyakit Menular. CV Trans Info Media. Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka


Cipta.

Notoatmodjo. S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nur Purwoko. 2012. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Skripsi. Universitas Indonesia.

Nursalam. 2013. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Primadatu. 2012. Hubungan Kepadatan Nyamuk Aedes Aegypti di Dalam Rumah


dengan Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) pada
Masyarakat di Kota Metro Provinsi Lampung. Fakultas Kesehatan
Masyarakat

Profil Puskesmas Klagenserut. 2017. Profil Kesehatan UPTD Puskesmas


Klagenserut. Kabupaten Madiun : Puskesmas Klagenserut

Rita Kusriastuti. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue.


Kementrian Republik Indonesia.

Sucipto, Cecep Dani. 2011. Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta: Gosyen


Publishing.

Saryono dan dwi Anggraeni, Mekar. 2013. Metodelogi Penelitian Kualitatif dan
Kuantiatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta. Nuha Medika.

95
Soegijanto S. 2003. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di
Era 2003. Surabaya: Airlangga University Press.

Soegijanto, Soegeng. 2006. Buletin Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi


Infeksi Virus Dengue. Surabaya: Airlangga University Press.

Sofia, Suhartono, Nur Endah Wahyuningsih. 2014. Hubungan Kondisi


Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga dengan Demam Berdarah
Dengue di Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Kesehatan Lingkungan Volume
13 No 1 April 2014. https://ID-hubungan-kondisi-lingkungan-rumah-dan-
perilaku-keluarga-dengan-kejadian-demam-be.pdf, diakses 2 Mei 2018

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2014. Statistika Untuk Penelitian, Cetakan ke 25. Bandung: Alfabeta

Sujarweni Wiratna. 2014. Metodelogi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta :


Gava Media.

Sujarweni Wiratna. 2015. Statistik Untuk Kesehatan. Yogyakarta: Gava Media.

Sunyoto, Danang. 2013. Teori, Kuesioner, dan Analisis Data Sumber Daya
Manusia (Praktik Penelitian). Yogyakarta : Center of Academic Publishing
Service.

Sutaryo. 2005. Mengenal Demam Berdarah. Yogyakarta: Medika.

Wahyu Mahardika. 2009. Hubungan Antara Perilaku Kesehatan Dengan


Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah Kerja Puskesmas
Cepring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang. https://Flib.unnes.ac.id, diakses 2 Mei 2018

Wati, Widia Eka. 2009. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan

96
Tahun 2009. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Surakarta:
Surakarta.https://www.beberapa-faktor-yang-berhubungan-dengan-
kejadian-demam-berdarah-dengue-dbd-di-ke, diakses 2 Mei 2018

World Health Organization. 2015. Fact Sheet Dengue and Severe Dengue. Online,
Health Statistic and Information System.

Yatim, F. 2007. Macam- macam Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya.


Jilid Dua. Jakarta: Pustaka Obar Populer.

97
LAMPIRAN

98
Lampiran 1

SURAT PERMOHONAN RESPONDEN

Assalamualaikum Wr.Wb.
Saya Ulis Wahyu Purnama Sari, mahasiswi jurusan Kesehatan Masyarakat
peminatan Kesehatan Lingkungan bermaksud akan melakukan penelitian tentang
“HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU DENGAN
KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KLAGENSERUT”. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk
memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di STIKES
Bhakti Husada Mulia Madiun. Pada penelitian ini, peneliti akan bertanya kepada
masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut. Kuesioner ini
berisikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat diisi selama 2-4 menit. Responden
diharapkan menjawab setiap pertanyaan dengan sejujur-jujurnya. Setiap jawaban
Anda akan dijaga kerahasiaannya dari siapapun dan tidak akan mempengaruhi
penilaian terhadap kinerja Anda, kemudian kuesioner akan disimpan oleh peneliti.
Akhir kata, saya mengucapkan terimakasih untuk kesediaan dan kerjasama
Anda menjadi responden pada penelitian ini.
Wassalamuálaikum Wr. Wb

Madiun, 2018

Ulis Wahyu P.S


Peneliti

99
Lampiran 2

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN

(INFORMED CONSENT)

Yang menandatangani di bawah ini, saya:

No. Responden :

Nama :

Alamat :

Setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan serta hak dan
kewajiban sebagai responden. Dengan ini menyatakan dengan sungguh- sungguh
bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian yang berjudul
“Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan Kejadian Demam
Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut”.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan penuh kesadaran tanpa ada
paksaan dari pihak lain. Saya percaya apa yang saya buat dijamin kerahasiaannya.

Madiun, 2018
Responden

(……………………..)

100
Lampiran 3

KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU
DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLAGENSERUT

Petunjuk Pengisian Kuesioner


1. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar dan jujur!
2. Berilah tanda centang (√ ) pada kolom pertanyaan yang sesuai!
3. Setelah mengisi jawaban pada kuesioner ini, mohon diperiksa kembali
agar pertanyaan yang belum terisi tidak terlewat (kosong)!
A. IDENTITAS RESPONDEN
1. No. Responden : ....................................................
2. Kelompok : ( kasus / kontrol ) coret salah satu
3. Nama Responden : ....................................................
4. Alamat : ....................................................
5. Umur : ....................................................
6. Jenis Kelamin : L / P (Lingkari Salah Satu)
7. Pendidikan Terakhir : (Lingkari Salah Satu)
a. Tidak sekolah/tidak tamat SD
b. SD/sederajat
c. SLTP/sederajat
d. SMA/SMK
e. Akademik/perguruan tinggi
8. Pekerjaan : (Lingkari Salah Satu)
a. Buruh e. PNS
b. Petani f. Tidak bekerja
c. Pedagang g. Lain-lain,...
d. Pegawai Swasta

101
PERTANYAAN
B. KEBIASAAN MENGGANTUNG PAKAIAN
Jawaban
NO. Pertanyaan
Ya Tidak
1. Apakah saudara atau keluarga setelah
memakai pakaian langsung dicuci?
2. Apakah saudara atau keluarga biasa
menggantung pakaian di dalam rumah?
3. Apakah saudara atau keluarga menggantung
pakaian di dalam almari?
4. Apakah saudara atau keluarga menggantung
pakaian di belakang pintu?
Menurut saudara apakah pakaian yang
menggantung bisa menjadi tempat
5.
beristirahatnya nyamuk Aedes aegypti?

C. KEBIASAAN PENGGUNAAN OBAT/ ANTI NYAMUK


Jawaban
NO. Pertanyaan
Ya Tidak
1. Apakah saudara atau keluarga memakai obat
dalam pencegahan gigitan nyamuk (obat
nyamuk bakar, lotion, elektrik, obat nyamuk
semprot )?
2. Apakah saudara atau keluarga biasa memakai
lotion anti nyamuk pada saat keluar pada pagi
hari dan sore hari (09.00-10.00 dan 16.00-
17.00)?
3. Apakah saudara atau keluarga menggunakan
kelambu pada saat tidur pagi hari atau sore
hari (09.00-10.00 dan 16.00-17.00)?
4. Apakah kondisi kelambu masih sempurna
(tidak sobek)?

102
Jawaban
NO. Pertanyaan
Ya Tidak
5. Apakah di rumah saudara menggunakan
kawat kasa?

D. KEBERADAAN BARANG BEKAS DI SEKITAR RUMAH


Jawaban
NO. Pertanyaan
Ya Tidak
Apakah saudara atau keluarga mengubur
1.
barang- barang bekas?
Apakah saudara atau keluarga anda mendaur
2.
ulang barang bekas?
Apakah saudara atau keluarga segera
3. melakukan 3M, jika di tempat saudara ada
barang bekas?
Apakah terdapat lahan di lingkungan rumah
4.
untuk mengubur barang-barang bekas?
Apakah barang bekas diletakkan dengan
5.
tengkurap?

103
Lampiran 4

HASIL OUTPUT VALIDITAS DAN RELIABILITAS

1. UJI VALIDITAS
Data Mentah Uji Validitas dan reliabilitas

Kebiasaan Menggantung Kebiasaan Penggunaan Keberadaan Barang


No. Pakaian Obat/Anti Nyamuk Bekas di Sekitar Rumah TOTAL
Responden
p1 p2 p3 p4 p5 p6 p1 p2 p3 p4 p5 p6 p1 p2 p3 p4 p5 p6
1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 7
2 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 5
3 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 16
4 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 14
5 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 15
6 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 16
7 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 12
8 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 13
9 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 5
10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1
11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 11
13 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 11
14 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 13
15 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17
16 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 4
17 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 3
18 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
19 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 4
20 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 6

104
Dari hasil analisis di dapat nilai skor item dengan skor total. Nilai ini kemudian
kita bandingkan dengan nilai R tabel. R tabel dicari pada signifikan 5% dengan
n=20 (df=n-2= 18), maka di dapat R tabel sebesar 0.378. Penentuan kevalidan
suatu instrumen diukur dengan membandingkan r-hitung dengan r-tabel. Adapun
penentuan disajikan sebagai berikut:

 r-hitung > r-tabel atau nilai sig r < 0,05 : Valid


 r-hitung < r-tabel atau nilai sig r > 0,05 : Tidak Valid
Jika ada butir yang tidak valid, maka butir yang tidak valid tersebut
dikeluarkan.
Tabel Rekapan hasil uji validitas
No Butir r-hitung r-tabel Interpretasi
1 0.471 0.378 Valid
2 0.923 0.378 Valid
3 0.868 0.378 Valid
4 0.751 0.378 Valid
5 0.436 0.378 Valid
6 0.303 0.378 Tidak Valid
7 0.923 0.378 Valid
8 0.668 0.378 Valid
9 0.072 0.378 Tidak Valid
10 0.471 0.378 Valid
11 0.802 0.378 Valid
12 0.751 0.378 Valid
13 0.431 0.378 Valid
14 0.923 0.378 Valid
15 0.455 0.378 Valid
16 0.923 0.378 Valid
17 0.843 0.378 Valid
18 0.174 0.378 Tidak Valid

105
2. UJI RELIABILITAS

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.755 16

Item-Total Statistics
Corrected
Scale Mean if Scale Variance Item-Total Cronbach's Alpha
Item Deleted if Item Deleted Correlation if Item Deleted
MP_p1 15.7000 118.221 .406 .748
MP_p2 15.7000 112.642 .928 .732
MP_p3 15.7500 113.355 .864 .734
MP_p4 15.6500 114.555 .750 .737
MP_p5 15.6000 118.568 .383 .749
PAN_p1 15.7000 112.642 .928 .732
PAN_p2 15.9000 115.989 .671 .741
PAN_p4 15.7000 118.221 .406 .748
PAN_p5 15.8000 114.168 .800 .736
PAN_p6 15.6500 114.555 .750 .737
KBB_p1 15.7500 118.408 .391 .748
KBB_p2 15.7000 112.642 .928 .732
KBB_p3 15.6000 118.042 .432 .747
KBB_p4 15.7000 112.642 .928 .732
KBB_p5 15.6000 113.726 .842 .735
TOTAL 7.5000 29.737 .990 .933

Dari hasil analisis di dapat nilai Alpha sebesar 0.755 > 0,61maka dapat
disimpulkan bahwa butir-butir instrument penelitian tersebut reliable.

106
Lampiran 5

107
108
Lampiran 6

109
Lampiran 7

Output Distribusi Frekuensi

Statistics
Jenis_Kelamin Pendidikan Pekerjaan Kategori_Umur
N Valid 60 60 60 60
Missing 0 0 0 0

Jenis_Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki-Laki 30 50.0 50.0 50.0
Perempuan 30 50.0 50.0 100.0
Total 60 100.0 100.0

Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak Sekolah / Tidak
1 1.7 1.7 1.7
Tamat SD
Dasar 25 41.7 41.7 43.3
Menengah 31 51.7 51.7 95.0
Tinggi 3 5.0 5.0 100.0
Total 60 100.0 100.0
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Buruh 7 11.7 11.7 11.7
Petani 22 36.7 36.7 48.3
Pedagang 7 11.7 11.7 60.0
Pegawai Swasta 6 10.0 10.0 70.0
PNS 2 3.3 3.3 73.3
Tidak Bekerja 5 8.3 8.3 81.7
Lain - Lain 11 18.3 18.3 100.0
Total 60 100.0 100.0

110
Kategori_Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Remaja Akhir 17-25 4 6.7 6.7 6.7
Dewasa Awal 26-35 9 15.0 15.0 21.7
Dewasa Akhir 36-45 18 30.0 30.0 51.7
Lansia Awal 46-55 17 28.3 28.3 80.0
Lansia Akhir 56-65 12 20.0 20.0 100.0
Total 60 100.0 100.0

Statistics
Kategori_
Barangbek Kategori_Penc Kategori_Pakai Kategori_Obat
Status as ahayaan ABJ an Nyamuk
N Valid 60 60 60 60 60 60
Missing 0 0 0 0 0 0

Status
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Kasus 30 50.0 50.0 50.0
Kontrol 30 50.0 50.0 100.0
Total 60 100.0 100.0

Kategori_Barangbekas
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Kurang Baik
31 51.7 51.7 51.7
<50%
Baik >= 50% 29 48.3 48.3 100.0
Total 60 100.0 100.0

Kategori_Pencahayaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid TMS <60 LUX 33 55.0 55.0 55.0
MS >= 60
27 45.0 45.0 100.0
LUX
Total 60 100.0 100.0

111
ABJ
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ada Jentik 18 30.0 30.0 30.0
Tidak ada
42 70.0 70.0 100.0
jentik
Total 60 100.0 100.0

Kategori_Pakaian
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Kurang Baik
38 63.3 63.3 63.3
<50%
Baik >= 50% 22 36.7 36.7 100.0
Total 60 100.0 100.0

Kategori_ObatNyamuk
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Kurang Baik
32 53.3 53.3 53.3
<50%
Baik >=50% 28 46.7 46.7 100.0
Total 60 100.0 100.0

112
Output Data Uji Chi – Square

1. KEBERADAAN BARANG BEKAS DI SEKITAR RUMAH

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kategori_Barangbekas * Status 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%

Kategori_Barangbekas * Status Crosstabulation


Status
Kasus Kontrol Total
Kategori_Barangbekas Kurang Baik <50% Count 22 9 31
Expected Count 15.5 15.5 31.0
% within Status 73.3% 30.0% 51.7%
Baik >= 50% Count 8 21 29
Expected Count 14.5 14.5 29.0
% within Status 26.7% 70.0% 48.3%
Total Count 30 30 60
Expected Count 30.0 30.0 60.0
% within Status 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 11.279a 1 .001
Continuity Correctionb 9.611 1 .002
Likelihood Ratio 11.664 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear
11.091 1 .001
Association
N of Valid Casesb 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,50.
b. Computed only for a 2x2 table

113
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kategori_Barangbekas (Kurang Baik <50% / Baik >=
6.417 2.084 19.755
50%)
For cohort Status = Kasus 2.573 1.368 4.836
For cohort Status = Kontrol .401 .221 .726
N of Valid Cases 60

2. PENCAHAYAAN

Kategori_Pencahayaan * Status Crosstabulation


Status
Kasus Kontrol Total
Kategori_Pencahayaan TMS <60 LUX Count 23 10 33
Expected Count 16.5 16.5 33.0
% within Status 76.7% 33.3% 55.0%
MS >= 60 LUX Count 7 20 27
Expected Count 13.5 13.5 27.0
% within Status 23.3% 66.7% 45.0%
Total Count 30 30 60
Expected Count 30.0 30.0 60.0
% within Status 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 11.380a 1 .001
Continuity Correctionb 9.697 1 .002
Likelihood Ratio 11.789 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear
11.191 1 .001
Association
N of Valid Casesb 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,50.
b. Computed only for a 2x2 table

114
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kategori_Pencahayaan (TMS <60 LUX / MS >= 60
6.571 2.109 20.479
LUX)
For cohort Status = Kasus 2.688 1.367 5.286
For cohort Status = Kontrol .409 .233 .719
N of Valid Cases 60

3. ANGKA BEBAS JENTIK

ABJ * Status Crosstabulation


Status
Kasus Kontrol Total
ABJ Ada Jentik Count 8 10 18
Expected Count 9.0 9.0 18.0
% within Status 26.7% 33.3% 30.0%
Tidak ada jentik Count 22 20 42
Expected Count 21.0 21.0 42.0
% within Status 73.3% 66.7% 70.0%
Total Count 30 30 60
Expected Count 30.0 30.0 60.0
% within Status 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .317a 1 .573
Continuity Correctionb .079 1 .778
Likelihood Ratio .318 1 .573
Fisher's Exact Test .779 .389
Linear-by-Linear
.312 1 .576
Association
N of Valid Casesb 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,00.
b. Computed only for a 2x2 table

115
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for ABJ (Ada Jentik / Tidak ada jentik) .727 .240 2.206
For cohort Status = Kasus .848 .470 1.533
For cohort Status = Kontrol 1.167 .693 1.964
N of Valid Cases 60

4. KEBIASAAN MENGGANTUNG PAKAIAN

Kategori_Pakaian * Status Crosstabulation


Status
Kasus Kontrol Total
Kategori_Pakaian Kurang Baik <50% Count 25 13 38
Expected Count 19.0 19.0 38.0
% within Status 83.3% 43.3% 63.3%
Baik >= 50% Count 5 17 22
Expected Count 11.0 11.0 22.0
% within Status 16.7% 56.7% 36.7%
Total Count 30 30 60
Expected Count 30.0 30.0 60.0
% within Status 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 10.335a 1 .001
Continuity Correctionb 8.684 1 .003
Likelihood Ratio 10.771 1 .001
Fisher's Exact Test .003 .001
Linear-by-Linear
10.163 1 .001
Association
N of Valid Casesb 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,00.
b. Computed only for a 2x2 table

116
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kategori_Pakaian (Kurang Baik <50% / Baik >= 50%) 6.538 1.967 21.739
For cohort Status = Kasus 2.895 1.296 6.467
For cohort Status = Kontrol .443 .270 .727
N of Valid Cases 60

5. KEBIASAAN PENGGUNAAN OBAT/ ANTI NYAMUK

Kategori_ObatNyamuk * Status Crosstabulation


Status
Kasus Kontrol Total
Kategori_ObatNyamuk Kurang Baik <50% Count 21 11 32
Expected Count 16.0 16.0 32.0
% within Status 70.0% 36.7% 53.3%
Baik >=50% Count 9 19 28
Expected Count 14.0 14.0 28.0
% within Status 30.0% 63.3% 46.7%
Total Count 30 30 60
Expected Count 30.0 30.0 60.0
% within Status 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.696a 1 .010
Continuity Correctionb 5.424 1 .020
Likelihood Ratio 6.829 1 .009
Fisher's Exact Test .019 .010
Linear-by-Linear
6.585 1 .010
Association
N of Valid Casesb 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,00.
b. Computed only for a 2x2 table

117
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kategori_ObatNyamuk (Kurang Baik <50% / Baik
4.030 1.372 11.839
>=50%)
For cohort Status = Kasus 2.042 1.128 3.697
For cohort Status = Kontrol .507 .295 .871
N of Valid Cases 60

118
Lampiran 8

119
120
121
122
123
124
125
126
127
Lampiran 9

128
Lampiran 10

Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Wawancara Kepada Responden

Gambar 2. Keberadaan barang bekas yang tidak dirawat

129
Gambar 3. Pengukuran pencahayaan rumah

Gambar 4. Melakukan observasi jentik nyamuk

Gambar 5. Tempat Penampung air yang ditutup

130
Gambar 6. Menggantung Pakaian dibalik pintu

Gambar 7. Tumpukan dan Gantungan baju di dalam kamar

131
Gambar 8. Menggantung pakaian di almari

Gambar 9. Kegiatan fogging

132
Lampirn 11

133

Anda mungkin juga menyukai