Anda di halaman 1dari 14

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (AAS)

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Peserta didik dapat menerapkan analisis dengan metode spektrofotometri

B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI

1. Menerapkan prinsip dan konsep dasar analisis spektrofotometri


Serapan Atom

2. Menerapkan Hukum Lambert Beer

3. Menganalisis prosedur kerja analisis spektrofotometri serapan atom

4. Melaksanakan analisis dengan metode spektrofotometri serapan

atom

5. Mengolah data analisis dengan metode spektrofotometri serapan

atom

1. Identifikasi Sifat dan Karakteristik Sampel

Sektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metoda analisis


untuk penentuan unsur-unsur logam atau metaloid berdasarkan pada
penyerapan (absorbsi) radiasi oleh atom bebas dari unsur tersebut.

Jenis – Jenis Spektrofotometri :

Adapun sifat dan karakteristik sampel yang bias diukur dengan AAS
adalah :
1. Sampel yang diukur dalam bentuk senyawa logam atau metaloid yang
diubah menjadi atom

2. Sampel yang diukur dalam bentuk larutan jernih yang cukup stabil
dengan tingkat keasaman yang rendah untuk mencegah korosi
3. Analisis sampel dilakukan pada konsentrasi rendah

2. Konsep dan Prinsip Dasar AAS

Absorpsi atom dan spektra emisi memiliki pita yang sangat sempit di
bandingkan spektrometri molekular. Emisi atom adalah proses di mana
atom yang tereksitasi kehilangan energi yang disebabkan oleh radiasi
cahaya.

Sedangkan Absorpsi atom merupakan proses di mana atom dalam keadaan


energi rendah menyerap radisi dan kemudian tereksitasi.
Energi yang di absorpsi oleh atom disebabkan oleh adanya interaksi antara
satu elektron dalam atom dan vektor listrik dari radiasi elektromagnetik.
Ketika menyerap radiasi, elektron mengalami transisi dari suatu keadaan
energi tertentu ke keadaan energi lainnya.
Misalnya dari orbital 2s ke orbital 2p. Pada kondisi ini, atom-atom di
katakan berada dalam keadaan tereksitasi (pada tingkat energi tinggi) dan
dapat kembali pada keadaan dasar (energi terendah) dengan melepaskan
foton pada energi yang sama.

Atom dapat mengadsorpsi atau melepas energi sebagai foton hanya jika
energy foton (hν) tepat sama dengan perbedaan energi antara keadaan
tereksitasi (E) dan keadaan dasar.
Panjang gelombang yang diserap oleh atom dalam keadaan dasar akan sama
dengan panjang gelombang yang diemisikan oleh atom dalam keadaan
tereksitasi, apabila energi transisi kedua keadaan tersebut adalah sama tetapi
dalam arah yang berlawanan.

Interaksi Antara Energi (Radiasi) dengan Atom Bebas


3. Penerapan Hukum Lamber Beer
Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu
sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian
cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding
lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Hubungan
antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari:
Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium
transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan
bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorbsi.
Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara
eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar
tersebut.
Hukum ini dinyatakan dengan Hukum Lambert beer, yang berbunyi :
“jumlah radiasi cahaya yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu
larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan
tebal larutan”.

I =Io X 10−abc

I
Atau : T = Io = 10 −abc

Io
Jika : -log T = A dan Log I = a.b.c

Maka : A = a. b. c

Dimana : A = Absorbansi
a = Tetapan absortivitas
b = Tebal larutan
c = konsentrasi larutan

4. Teknik Pembuatan Larutan Standar

 Memperhitungkan konsentrasi larutan standar masuk dalam range linier


 Pembuatan larutan standar dapat dilakukan dengan cara pengenceran
larutan induk dengan menggunakan labu takar pada volume tertentu.
 Deretan larutan standar minimal 3 varian, biasanya dibuat 5 varian
5. Prosedur atau Teknik Kerja AAS

Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen yaitu:


o Unit atomisasi (atomisasi dengan nyala dan tanpa nyala)
o Sumber radiasi
o Sistem pengukur fotometri

SISTEM DASAR PERALATAN AAS

Sistem peralatan AAS harus memenuhi persyaratan sbb.:


Ø Dapat membuat atom bebas, dari unsur yang terlarut
Ø Atom-atom bebas yang terjadi dapat mengabsorbsi radiasi dimana
besarnya absorbsi sebanding dengan jumlah atom bebas tersebut
Ø Jumlah atom yang terjadi sebanding dengan unsur dalam larutan
tersebut
Ø Efisiensi, yaitu dari sedikit larutan dapat dihasilkan atom bebas yang
sebanyak mungkin
1.1 Sumber Sinar

Sumber radiasi untuk AAS paling umum adalah hollow cathode lamp
(lampu katoda berongga) yang terdiri dari anoda tungsten dan katoda
silindris yang di seal dalam tabung gelas yang diisi gas iner neon (Ne) atau
argon (Ar) pada tekanan 1 - 5 torr.

Gambar Skema lampu katoda berongga (HCL)

1.2. Sistem Pengatoman (Atomizer)

Alat untuk membuat atom-atom bebas disebut atomizer


Atomizer terdiri atas Nebulizer (sistem pengabut), spray chamber dan burner
(system pembakar)
− Larutan unsur mula-mula disedot ke dalam nebulizer
− Larutan diubah menjadi kabut (aerosol) dalam spray chamber
− Tambahan gas membentuk campuran gas-oksigen-fuel
dinyalakan di burner, maka terjadilah pengatoman

 Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir


kabut dengan ukuran partikel 15 – 20 µm) dengan cara menarik larutan
melalui kapiler (akibat efek dari aliran udara) dengan pengisapan gas bahan
bakar dan oksidan, disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-partikel
kabut yang halus kemudian bersama-sama aliran campuran gas bahan
bakar, masuk ke dalam nyala, sedangkan titik kabut yang besar dialirkan
melalui saluran pembuangan.
 Spray chamber berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara
gas oksidan, bahan bakar dan aerosol yang mengandung contoh sebelum
memasuki burner.

 Burner merupakan sistem tempat terjadi atomisasi yaitu pengubahan


kabut/uap garam unsur yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal
dalam nyala.
1. Larutan sampel
2. Kapiler
3. Glass bead
4. Suplai gas oksigen
5. Spray chamber :
menghomogenkan camp oksigen-fuel-aerosol+sampel

Pembuatan Atom Bebas


Dalam AAS, pemanasan 2000 °C (atau lebih) untuk atomisasi

Proses dalam Atomizer larutan KCl sbb.:


Larutan KCl Partikel (padat) KCl
panas
KCl padat KCl Cair Uap KCl
panas panas
KCl Uap Atom K + Atom Cl (Reaksi pengatoman)

Suhu harus tepat, karena terlalu tinggi akan terjadi ionisasi :


Atom K Ion K+ + e-

Ada tiga cara atomisasi (pembentukan atom) dalam AAS :


1. Atomisasi dengan nyala

            Suatu senyawa logam yang dipanaskan akan membentuk atom logam
pada suhu ± 1700 ºC atau lebih. Sampel yang berbentuk cairan akan dilakukan
atomisasi dengan cara memasukan cairan tersebut ke dalam nyala campuran gas
bakar. Tingginya suhu nyala yang diperlukan untuk atomisasi setiap unsur
berbeda. Beberapa unsur dapat ditentukan dengan nyala dari campuran gas yang
berbeda tetapi penggunaan bahan bakar dan oksidan yang berbeda akan
memberikan sensitivitas yang berbeda pula.

Syarat-syarat gas yang dapat digunakan dalam atomisasi dengan nyala:

 Campuran gas memberikan suhu nyala yang sesuai untuk atomisasi unsur
yang akan dianalisa
 Tidak berbahaya misalnya tidak mudah menimbulkan ledakan.
 Gas cukup aman, tidak beracun dan mudah dikendalikan
 Gas cukup murni dan bersih (UHP)

Campuran gas yang paling umum digunakan adalah


 Udara : C2H2/Asetilen (suhu nyala 1900 – 2000 ºC)
Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai dalam AAS. Nyala ini
dapat mengatomisasi hampir semua elemen. Oksida-oksida yang stabil
seperti Ca, Mo juga dapat analisa menggunakan jenis nyala ini dengan
memvariasikan rasio jumlah bahan bakar terhadap gas pengoksidasi.

 N2O/ Nitrous Oksida : C2H2/Asetilen (suhu nyala 2700 – 3000 ºC)


Jenis nyala ini sangat baik digunakan untuk menganalisa sampel yang
banyak mengandung logam-logam oksida seperti Al, Si. Ti, W.

 Udara : C3H8 /Propana (suhu nyala 1700 – 1900 ºC)


Jenis nyala ini relatif lebih dingin dibandingkan jenis nyala lainnya.
Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang baik jika elemen yang akan
diukur mudah terionisasi seperti Na, K, Cu.

Banyaknya atom dalam nyala tergantung pada suhu nyala. Suhu nyala
tergantung perbandingan gas bahan bakar dan oksidan.

Hal-hal yang harus diperhatikan pada atomisasi dengan nyala :

1.  Standar dan sampel harus dipersiapkan dalam bentuk larutan dan cukup
stabil. Dianjurkan dalam larutan dengan keasaman yang rendah untuk
mencegah korosi.
2.  Atomisasi dilakukan dengan nyala dari campuran gas yang sesuai
dengan unsur yang dianalisa.
3.  Persyaratan bila menggunakan pelarut organik :
•Tidak mudah meledak bila kena panas
•Mempunyai berat jenis > 0,7 g/mL
•Mempunyai titik didih > 100 ºC
•Mempunyai titik nyala yang tinggi
•Tidak menggunakan pelarut hidrokarbon
Pembuatan atom bebas dengan menggunakan nyala (Flame AAS)

Contoh:   Suatu larutan MX, setelah dinebulisasi ke dalam spray chamber


sehingga terbentuk aerosol kemudian dibawa ke dalam nyala oleh campuran
gas oksidan dan bahan bakar akan mengalami proses atomisasi.

2. Atomisasi tanpa nyala

Atomisasi tanpa nyala dilakukan dengan mengalirkan energi listrik pada batang
karbon   (CRA – Carbon Rod Atomizer) atau tabung karbon (GTA – Graphite
Tube Atomizer) yang mempunyai 2 elektroda. Sampel dimasukan ke dalam
CRA atau GTA. Arus listrik dialirkan sehingga batang atau tabung menjadi
panas (suhu naik menjadi tinggi) dan unsur yang dianalisa akan teratomisasi.
Suhu dapat diatur hingga 3000 ºC. pemanasan larutan sampel melalui tiga
tahapan yaitu :
 Tahap pengeringan (drying) untuk menguapkan pelarut
 Pengabuan (ashing), suhu furnace dinaikkan bertahap sampai terjadi
dekomposisi dan penguapan senyawa organik yang ada dalam sampel
sehingga diperoleh garam atau oksida logam
 Pengatoman (atomization)

3. Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida

            Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida dilakukan untuk unsur


As, Se, Sb yang mudah terurai apabila dipanaskan pada suhu lebih dari 800 ºC
sehingga atomisasi dilakukan dengan membentuk senyawa hibrida berbentuk
gas atau yang lebih terurai menjadi atom-atomnya melalui reaksi reduksi oleh
SnCl2 atau NaBH4, contohnya merkuri (Hg).
1.3. Monokromator

             Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi

atom di dalam nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi
diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya.
Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh monokromator.
Monokromator berfungsi untuk memisahkan radiasi resonansi yang telah
mengalami absorpsi tersebut dari radiasi-radiasi lainnya. Radiasi lainnya berasal
dari lampu katoda berongga, gas pengisi lampu katoda berongga atau logam
pengotor dalam lampu katoda berongga.

Monokromator pada AAS memiliki fungsi yang sama seperti pada


spektrofotometer biasa, yakni untuk mengubah sinar polikromatis menjadi sinar
monokromatis. Sinar yang ditransmisikan dari penyerapan oleh atom akan
melalui monokromator, lalu dipecah menjadi sinar monokromatis.
Monokromator terdiri atas sistem optik yaitu celah, cermin dan prisma.    

Lensa/Cermin Lensa/Cermin

1.4. Detektor
Celah masuk Celah keluar
Detektor dalam AAS berfungsi untuk mengubah sinar yang ditransmisikan
menjadi bentuk sinyal listrik, sinyal listrik ini akan dibaca sebagai absorbans.
Detektor yang digunakan dalam AAS biasanya merupakan detektor
Photomultiplier tube yang lebih peka dari pada phototube dan responnya
sangat cepat (10-3 detik)
Bagan phototube

Ada dua macam detektor sebagai berikut:


 Detector Cahaya atau Detector Foton
Detector foton bekerja berdasarkan efek fotolistrik, dalam hal ini setiap
foton akan membebaskan elektron (satu foton satu elektron) dari bahan
yang sensitif terhadap cahaya. Bahan foton dapat berupa Si/Ga, Ga/As,
Cs/Na.

 Detector Infra Merah dan Detector Panas


Detector infra merah yang lazim adalah termokopel. Efek termolistrik akan
timbul jika dua logam yang memiliki temperatur berbeda disambung jadi
satu.

1.5. Pencatat/Readout

Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang dapat
menggambarkan secara otomatis kurva absorpsi.

Anda mungkin juga menyukai