Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN

PRAKTIKUM PERMESINAN DAN COR

Chrisna Yunisa Syaifulloh 1421700182

PRODI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM PERMESINAN DAN COR

Disusun Oleh:

Chrisna Yunisa Syaifulloh (1421700182)

Disetujui

Kepala Laboratorium Dosen Pembimbing


Permesinan dan Cor

Ir.Djoko Sulistyono,.MT Royyan Firdaus, ST,.MT

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan rasa puji syukur ke hadirat Allah SWT,akhirnya saya dapat
menyelesaikan buku laporan praktikum ini. Buku laporan ini saya susun berdasarkan data-
data yang kami dapatkan selama kami menjalankan praktikum Permesina dan Cor.
Praktikum Perrmesinan dan Cor merupakan suatu syarat salah satu kurikulum yang harus
dipenuhi oleh setiap mahasiswa jurusan Teknik Mesin UNTAG Surabaya, dimana
mahasiswa diharapkan dapat membandingkan teori yang diperoleh selama kuliah dengan
praktikum yang ada di laboratorium Permesinan dan Cor.
Saya menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari semua pihak,
praktikum ini tidak dapat berjalan dengan baik. Untuk itu saya ucapkan terima kasih
kepada:
- Bapak Ichlas Wahid, ST.,MT. selaku Kaprodi Teknik Mesin
- Bapak Royyan Firdaus, ST.,MT. selaku Dosen Pembimbing
- Bapak Ir.Djoko Sulistyono,.MT. selaku Kepala Laboratorium Permesinan dan
Cor
- Para Asisten laboratorium Permesina dan Cor
- Serta rekan-rekan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu hingga terselesaikannya laporan ini.
Saya sadar bahwa buku laporan ini masih banyak kekurangan-kekurangan, karena
itu bagi para pembaca saya harapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
sempurnanya penulisan laporan ini.

Surabaya, Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan............................................................................................................i
Kata Pengantar....................................................................................................................ii
Daftar Isi.............................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum.....................................................................................1
BAB II Dasar Teori
2.1 Menetapkan kup, drag dan permukaan pisah............................................2
2.2 Penentuan tambahan penyusutan..............................................................2
2.3 Penentuan tambahan penyelesaian mesin..................................................3
2.4 Bahan-bahan untuk pola............................................................................5
2.5 Pemeriksaan dari pola...............................................................................6
2.6 Sistem Saluran...........................................................................................7
2.7 Bahan-bahan/ Kelengkapan......................................................................8
2.8 Langkah Praktikum...................................................................................8
BAB III Praktikum Pembuatan Cetakan, Inti , Penambah dan Sistem Saluran
3.1 Tujuan Praktikum......................................................................................10
3.2 Dasar Teori................................................................................................10
3.3 Bahan-bahan/ kelengkapan.......................................................................12
3.4 Langkah Praktikum...................................................................................13
BAB IV Praktikum Peleburan, Penuangan, dan Analisa Cacat Permukaan
4.1 Tujuan Praktikum......................................................................................14
4.2 Dasar Teori................................................................................................14
4.3 Bahan-bahan/ kelengkapan.......................................................................18
4.4 Langkah Praktikum...................................................................................18
BAB V Praktikum Peleburan, Penuangan, dan Analisa Cacat Permukaan
5.1 Data Hasil Praktikum................................................................................20
5.2 Data Praktikum pembuatan cetakan..........................................................23
iii
BAB VI Kesimpulan
6.1 Kesimpulan pembuatan cetakan................................................................25
6.2 Kesimpulan peleburan...............................................................................25

iv
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Proses pengecoran (casting) adalah salah satu teknik pembuatan produk dimana
logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian dituangkan ke dalam rongga
cetakan yang serupa dengan bentuk asli dari produk cor yang akan dibuat.
Pengecoraan juga dapat diartikan sebagai suatu proses manufaktur yang menggunakan
logam cair dan cetakan untuk menghasilkan bagian-bagian dengan bentuk yang
mendekati geometri akhir produk jadi. Banyak sekali benda-benda di sekitar yang
proses produksinya melalui proses pengecoran logam, mulai dari benda hasil teknologi
tinggi seperti proses block cylinder mesin, torak, velg, sampai benda-benda sederhana
seperti peralatan rumah tangga, penutup saluran air, pot bunga dan lainnya.
Pengecoran dengan metode investment dapat menghasilkan produk dengan geomtri
yang hampir mencapai final. Pengecoran investment ini dapat diaplikasikan pada
beragam jenis material untuk menghasilkan bentuk produk yang rumit dengan tingkat
yang tinggi seperti patung, perhiasan, kaligrafi dan sebagainya.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Membuat perencanaan pola untuk pengecoran (benda kerja, inti, penambah
dan sistem saluran).
2. Merubah gambar perencanaan menjadi benda kerja.
3. Mewujudkan gambar untuk pengecoran menjadi model (benda kerja, inti
penambah, inti, dan saluran turun).

1
BAB II
Dasar Teori

2.1 Menetapkan kup, drag dan permukaan pisah


Penentuan kup, drag dan permukaan pisah adalah hal yang paling penting untuk
mendapat coran yang baik, dengan membutuhkan pengalaman yang luas dan pada
umumnya harus memenuhi ketentuan-ketentuan dibawah ini:
1. Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan, permukaan pisah lebih baik
satu bidang pada dasarnya kup dibuat agak dangkal.
2. Penempatan inti harus mudah. Tempat inti dalam cetakan utama harus
diletakkan secara teliti.
3. Sistem saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan aliran logam
cair.
4. Terlalu banyak permukaan pisah akan mengambil banyak waktu dalam
proses pembuatan cetakan yang menyebabkan tonjolan-tonjolan sehingga
pembuatan pola menjadi molor. Penghematan jumlah permukaan pisah itu
harus dipertimbangkan.

2.2 Penentuan tambahan penyusutan


Karena coran menyusut pada waktu pembekuan dan pendinginan maka
pembuat pola perlu mempergunakan “mistar susut” yang telah diperpanjang
sebelumnya sebanyak tambahan penyusutan pada ukuran pola. Besarnya penyusutan
sering hiddoisopps sesuai dengan bahan coran, bentuk, tempat, tebalnya coran, ukuran
dan kekuatan inti. Kemudian mengingat bentuknya kadang-kadang mistar susut
dirubah sesuai dengan arah tegak dan mendatar oleh karena itu persyaratan harus
dituliskan pada gambar untuk pengecoran.

2
Tabel Tambahan Penyusutan & Penyelesaian Mesin

2.3 Penentuan tambahan penyelesaian mesin


Tempat dimana memerlukan penyelesaian mesin setelah pengecoran dibuat
dengan kelebihan tebal seperlunya. Kelebihan tebal ini berbeda menurut bahan, ukuran,
arah kup dan drag dan keadaan pekerjaan mekanik.
1. Kemiringan pola
Permukaan-permukaan tegak dari pola dimiringkan mulai dari
permukaan pisah. Untuk memudahkan penegakan pola dari cetakan,
meskipun dalam hal mempergunakan pola logam, pola ditarik dengan
pengarah pena-pena. Bagan membutuhkan kemiringan 1/200, demikian
juga pola kayu membutuhkan kemiringan 1/30 sampai 1/100.
2. Tambahan Pelenturan
Penyusutan coran pada waktu pembekuan dan pendinginan
kadang-kadang bukan saja mengecilkan keseluruhannya tetapi juga
mengakibatkan pelenturan yang tergantung pada bentuknya.
Untuk menghindari pelenturan pada coran, maka pola dengan
sengaja dilenturkan dengan membuat petunjuk dalam rencana
pembuatan pola, agar disimpangkan kearah yang bertekanan, seperti
dengan jalan menempatkan rusuk-rusuk atau penambahan tebal sesuai

3
dengan besar pelenturan yang diharapkan. Tambahan tersebut
dinamakan tambahan pelenturan.
3. Telapak inti
Inti biasanya mempunyai telapak inti untuk maksud-maksud sebagai
berikut:
a. Menempatkan inti, membawa dan menempatkan letak dari inti
pada dasarnya dibuat dengan menyisipkan bagian dari inti.
b. Menyalurkan udara dan gas-gas dari cetakan yang keluar
melalui inti kalau cetakan telah terisi penuh oleh logam, gas-
gas dari inti dibawa keluar melalui telapak inti.
c. Memegang inti kalau cetakan telah terisi penuh oleh logam,
mencegah bergesernya inti dan memegang inti terhadap daya
apung dari logam cair.
Penentuan bentuk dan ukuran dari telapak inti harus direncanakan
dengan teliti untuk penyederhanaan cetakan dan agar didapat coran yang
baik serta menaikkan produktivitas. Telapak inti mempunyai beberapa
macam bentuk seperti tersebut dibawah:
a. Telapak inti mendatar bertumpu dua. Dalam hal ini inti dipasang
mendatar dan ditahan pada kedua ujungnya pada telapak inti.
b. Telapak inti dasar tegak. Dalam hal ini inti ditahan tegak oleh
telapak inti pada alasnya yang cukup menstabilkan inti.
c. Telapak inti tegak bertumpu dua. Dengan hanya satu alas telapak
inti tidak cukup untuk menstabilkan inti, maka telapak inti dipasang
pada drag dan juga pada kup untuk mencegah jatuhnya inti.
d. Telapak inti untuk penghalang (sebagian) pola yang tidak dapat
ditarik ke arah tegak lurus pada permukaan pisah karena ada
tonjolan yang jauh dari permukaan pisah, dan lagi sukar untuk
menempatkan inti secara biasa, maka telapak inti dipasang di bagian
paling luar.
e. Telapak inti untuk penghalang yang menggantung. Dalam hal ini
cetakan mempunyai tonjolan pada permukaan pisahnya. Kup
dijadikan telapak inti secara keseluruhan dan permukaan yang

4
menonjol dibuat oleh inti untuk menyederhanakan pembuatan
cetakan.
f. Telapak inti lebih. Dalam hal ini permukaan pisah dan letak garis
tengah dari inti adalah berbeda, sehingga telapak inti dilebihkan
sampai permukaan pisah.
g. Telapak inti panjang. Dalam hal ini inti harus ditahan oleh hanya
satu ujung, dengan telapak inti cukup bisa untuk menstabilkannya.
h. Telapak inti berhubungan. Telapak inti ini dibuat dengan
menghubungkan lebih dari satu telapak inti untuk memperbaiki
penyanggaan inti-inti.

2.4 Bahan-bahan untuk pola


Bahan-bahan yang dipakai untuk pola ialah kayu, resin atau logam. Dalam
hal khusus dipakai “plester” atau lilin.
1. Kayu
Kayu yang dipakai untuk pola adalah kayu saru, kayu aras, kayu
pinus, kayu mahoni, kayu jati dan lain-lain.
Kayu disini digunakan sebagai frame balok yang nantinya akan
menjadi pembatas dari cetakan yang kita buat. Dan frame dari kayu ini
harus berpasangan yaitu di bagian atas dan bawah
2. Resin Sintesis
Dari berbagai macam resin sintesis, hanya resin epoksilah yang
banyak dipakai. Ia mempunyai sifat-sifat penyusutan yang kecil pada waktu
mengeras, tahan aus yang tinggi, memberikan pengaruh yang lebih baik
dengan menambah pengencer zat pembalut atau zat penggemuk menurut
penggunaannya.
Resin polistirena (polistirena berbusa) dipakai sebagai bahan untuk
pola yang dibuang setelah dipakai dalam cara pembuatan cetakan yang
lengkap. Pola dibuat dengan menambahkan zat pembuat busa pada
polisterina untuk membuat berbutir bentuk dan membuat busa.
3. Bahan untuk pola logam
Bahan yang lazim dipakai untuk pola logam adalah besi cor.
Biasanya dipakai besi cor kelabu karena sangat tahan aus, tahan panas
5
(untuk pembuatan cetakan kulit) dan tidak mahal, kadang-kadang besi cor
liat dipakai agar lebih kuat. Paduan tembaga juga biasa dipakai untuk pola
cetakan kulit agar dapat memanaskan bagian cetakan yang tebal secara
merata. Allumunium adalah ringan dan mudah diolah, sehingga sering
dipakai untuk pelat pola atau pola untuk mesin pembuat cetakan. Baja
khusus dipakai untuk pena atau pegas bagian dari pola yang memerlukan
keuletan.

2.5 Pemeriksaan dari pola


Pembuatan pola adalah membuat bentuk dari sebuah gambar pada bidang
dengan memperhitungkan berbagai persyaratan dalam pengecoran. Karena itu
pemeriksaan pola boleh dikatakan sukar. Pemeriksaan ini memerlukan
penentuan urutan :
1. Pemeriksaan gambar dari referensi pola
Pemeriksaan dari gambar yaitu bahan coran, jumlah produksi, macam
pola, tambahan penyusutan, tambahan penyelesaian mesin, tambahan
pembetulan, permukaan pisah, bentuk telapak inti, tahanan tekanan hidrolis
atau perlakuan panas, semua itu harus dimengerti.
2. Pemeriksaan dengan pengelihatan
Pemeriksaan dengan pengelihatan dilakukan sejak dari pola sampai telapak
inti. Rencana, pandangan muka pandangan samping dari gambar
ditempatkan disamping pola pada arah yang sama, di cek dengan memutar
dan membandingkannya. Pengecekan dilakukan dimulai dari garis tengah
untuk bagian-bagian utama, kemudian dari kiri ke kanan dan akhirnya dari
atas ke bawah.
3. Pemeriksaan ukuran
Setelah mempersiapkan mistar susut, pengukur permukaan, jangka ukur
dan alat pengukur umum lainnya yang diperlukan untuk pemeriksaan, maka
pemeriksaan ukuran dilakukan garis tengah atau permukaan pisah
ditentukan sebagai garis asal dan setiap ukuran yang dinyatakan dalam
gambar dicek dengan pengukuran tentu saja dengan tidak melupakan urutan
yang sama seperti pada pemeriksaan dengan pengelihatan.

6
2.6 Sistem Saluran
1. Istilah-istilah dan fungsi dari sistem saluran
Sistem saluran adalah jalan masuk bagi coran logam yang dituangkan
kedalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama dari cairan tuang dimana
logam cair dituangkan dari ladel sampai saluran masuk kedalam rongga
cetakan. Nama-nama itu ialah : cairan tuang, saluran turun, pengalir dan
saluran masuk.
Cawan tuang merupakan penerima yang menerima cairan logam langsung
dari ladel, saluran turun adalah saluran yang pertama yang membawa cairan
logam dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Pengalir adalah
saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian-bagian yang
cocok pada cetakan. Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam
cair dari pengalir kedalam rongga cetakan.
1. Bentuk dari bagian-bagian sistem saluran
a. Cawan tuang
Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dalam
saluran turun dibawahnya. Cawan tuang harus mempunyai kontruksi
yang dapat melelehkan kotoran yang terbawa dalam logam cair dari
ladel. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Kalau
perbandingan antara tinggi logam cair dalam cawan tuang dan
diameter cawan harganya terlalu kecil, umpamanya kurang dari 3,
maka akan terjadi pusaran-pusaran dan timbullah terak atau kotoran
yang terapung pada permukaan logam cair.
b. Saluran turun
Saluran turun dibuat lurus dan tegak dengan irisan berupa
lingkaran, kadang-kadang irisannya sama dari atas sampai bawah
atau mengecil dari atas kebawah. Yang pertama dipakai kalau
dibutuhkan pengisian yang cepat dan lancar, sedangkan yang kedua
dipakai apabila diperlukan penahanan kotoran sebanyak mungkin.
Saluran turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan
7
mempergunakan satu barang atau dengan memasang bumbung tahan
panas yang dibuat dari Samot. Samot ini cocok untuk membuat
saluran turun yang panjang.

c. Pengalir
Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau
setengah lingkaran sebab irisan demikian mudah dibuat pada
permukaan pisah, lagi pula pengalir mempunyai luas permukaan
yang terkecil untuk satu luas irisan tertentu sehingga lebih efektif
untuk pendinginan yang lambat. Pengalir lebih baik sebesar mungkin
untuk melambatkan pendingan logam cair. Tetapi kalau terlalu besar
tidak ekonomis. Karena itu ukuran yang cocok harus dipilih sesuai
dengan panjangnya.
d. Saluran masuk
Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dan pada
irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga
cetakan. Bentuk irisan saluran masuk biasanya berupa bujur sangkar,
trapesium, segitiga atau setengah lingkaran yang membesar ke arah
rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan.

2.7 Bahan-bahan/ Kelengkapan


Bahan-bahan dan kelengkapan yang digunakan meliputi :
1. Kayu, lem kayu, triplek, paku
2. Gergaji, pahat profil, palu
3. Amplas, serbuk ungkal atau grafit

2.8 Langkah Praktikum


a. Sebelum praktikum
1. Menentukan pilihan benda jadi yang diinginkan
2. Menyiapkan bahan dan peralatan yang diperlukan (kayu pilih yang kering)
b. Saat praktikum
1. Membuat gambar perencanaan pola
2. Menentukan permukaan pisah dan penempatan sistim saluran.
8
Permukaan pisah kita letakkan pada bagian tengah dari pola sedangkan
penempatan sistem saluran diletakkan pada bagian atas dari cetakan, seperti
terlihat pada gambar di bawah ini
3. Melakukan pembuatan model / pola
4. Mengamplas permukaan model
5. Melapisi atau melumuri model dengan serbuk ungkal kering (boleh
memakai grafit)

9
BAB III
PRAKTIKUM PEMBUATAN CETAKAN , INTI , PENAMBAH DAN SISTEM
SALURAN

3.1 Tujuan Praktikum


1. Merencanakan urut-urutan proses pembuatan cetakan, dan sistem saluran.
2. Menentukan letak penambah dan saluran turun.
3. Membuat cetakan dan sistem saluran dengan komposisi yang sudah ditentukan.
4. Memberi perlakuan (pengeringan, pelapisan).

3.2 Dasar Teori


1. Susunan pasir cetak
Bentuk butir dari pasir cetak digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu
butir pasir bundar, butir pasir kristal dan sebagainya. Jenis butir pasir bulat
baik sebagai pasir cetak karena memerlukan jumlah pengikat yang lebih
sedikit untuk mendapat kekuatan dan permukaannya baik karena mampu
alirnya baik sekali. Pasir berbutir kristal kurang baik untuk pasir cetak
sebab akan pecah menjadi butir-butir kecil pada permukaan serta
memberikan ketahanan api dan permeobilitas yang buruk pada cetakan, dan
selanjutnya membutuhkan pengikat dalam jumlah banyak.Pasir cetak
biasanya kumpulan dari butir-butir yang berukuran bermacam-macam.
Tetapi kadang-kadang terdiri dari butir-butir tersaring yang mempunyai
ukuran seragam. Besar butir yang diinginkan adalah sedemikian hingga dua
pertiga dari butir-butir pasir. Lebih baik tidak memakai butir yang seragam.
a. Tanah lempung (Bentonit)
Tanah ini mengandung kadinit, ilit dan monmorilnit juga
kwarsa, felser, mika dan kotoran lainnya. Kalau diberi air menjadi
lembek bila kebanyakan akan menjadi seperti pasta. Bila lempung
kehilangan kadar airnya sifat lekatnya menjadi sangat berkurang.
10
Ukuran dari butir-butir tanah lempung sekitar 0,005mm sampai
0,02 mm. Untuk coran yang besar dan cetakan pasir kering,
dipakai pasir silika yang telah dicampur dengan tanah lempung
yang mempunyai derajat tahan api tinggi. Kadang-kadang
diberikan bentanit, yaitu satu jenis dari tanah lempung. Bentanit
terdiri dari butir-butir halus dari 10 sampai 0,01 μ yang jadi
penyusun.
b. Pengikat 1 cm
Biasanya dibuat dari pasir yang dibubuhi minyak noledi
pengering 1,5 – 3,0% seperti minyak biji romi (lin seed oil),
minyak biji kol dan dipanggang pada temperatur 200 – 250°C.
Mereka disebut inti minyak. Mereka tidak menyerap air dan
mudah ambil pada waktu pembongkaran. Tetapi pasir dengan
hanya dibubuhi minyak saja kekuatannya pada temperatur tinggi
tidak cukup, sehingga perlu dibubuhkan sedikit benkonik dan
kongi supaya mudah dibentuk dan diolah meskipun pada
temperatur kamar. Sebagai tambahan pada tanah lempung kadang-
kadang dibubuhkan deterkrin yang dibuat dari kanji sebagai
pengikat pembantu. Detokrin bersifat lekat meskipun kadar airnya
rendah, sehingga ia dipakai sebagai penstabil dari butir pasir pada
permukaan cetakan basah atau kering. Selain dari itu air-kaca,
resin atau semen dipakai sebagai pengikat tertentu / khusus.

2. Mempersiapkan pasir cetak


a. Perputaran pasir
Pasir cetak digunakan berulangkali dengan tidak tergantung
pada bahan logam cair. Pasir cetak disiapkan menjadi keadaan dapat
dipakai kembali dengan mencampur pasir baru dan pengikat baru
setelah kotoran-kotoran dibuang. Perlu diingat bahwa debu halus dan
kotoran, pencampuran dan pendinginan pasir cetak.
Pencampuran adalah langkah yang paling penting dalam
pengolahan pasir. casting, air dan bahan tambahan dibutuhkan pada
pasir cetak, selanjutnya pengukuran yang tepat dari jumlah mereka
11
dan pencampurannya sambil mendapat distribusi yang mereka dari
bahan-bahan tambahan itu sangatlah penting. Pencampuran yang tidak
baik tidak memberikan kekuatan yang cukup pada pasir.

b. Penggilingan pasir
Pasir cetak diolah oleh gilingan menurut macam pengikat.
Biasanya menggunakan pasir dengan lempung sebagai pengikat dan
pengaduk pasir dipakai untuk pasir dengan pengikat seperti minyak
pengering. Penggiling pasir biasanya mempunyai dua rol, berputar
didalam tangki yang menyetak persis bersama pengikat dengan
menekannya ke dasar atau ke kiri tangki.
c. Pengayakan
Dalam mendapatkan kembali pasir cetak ayakan dipakai untuk
menyisihkan kotoran & butir-butir pasir yang besar.
d. Lapisan Cetakan
Sesudah pola dicetak dari cetakan, grafit atau bubuk mika
dicampur air dicorkan diatas disemprotkan pada permukaan cetakan
dengan maksud sebagai berikut:
1. Mencegah fusi dan penetrasi logam
2. Mendapatkan permukaan coran yang halus
3. Membuang pasir inti dan pasir cetak dengan mudah pada waktu
pembongkaran.
4. Meniadakan cacat-cacat disebabkan pasir, umpamanya sirip.
Untuk mencapai maksud diatas bahan pelapis harus mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut :
1. Sifat tahan panas untuk dapat menerima temperatur penuangan
2. Pelapis setelah kering, harus cukup kuat, tidak rusak karena
logam cair.
3. Tebal pelapis yang cukup agar dapat mencegah penetrasi logam
3.3 Bahan-bahan/ kelengkapan
Bahan-bahan dan kelengkapan yang digunakan meliputi :

12
1. Pasir silica, pasir bentonit, air (dengan perbandingan silika 5 : 1 bentonit & air
125 ml)
2. Rangka cetak, penyapu, mesin pengaduk, wadah kalam, penumbuk, timbangan,
cethok.
3. Kuas, serbuk ungkal atau grafit

3.4 Langkah praktikum


Sebelum praktikum
1. Siapkan bahan dan peralatan yang diperlukan
a. Bahan yang digunakan untuk membuat cetakan
Saat praktikum
Pembuatan cetakan coran, inti, penambah dan sistem saluran
 Timbang bahan-bahan.
 Buat rangka cetak
 Papan cetakan diletakkan, pada lantai yang rata dengan pasir
yang tersebar mendatar.
 Pola dan rangka cetakan untuk drag diletakkan diatas papan
cetakan rangka cetakan harus cukup besar sehingga tebalnya pasir 30
sampai 50 mm. Letak saluran turun ditentukan lebih dahulu.
 Pasir muka yang telah diayak ditaburkan untuk menutupi
permukaan pola dalam rangka cetak. Lapisan pasir muka dibuat setebal 30
mm.
 Pasir cetak ditimbun diatasnya dan dipadatkan dengan
penumbuk. Dalam penumbukan ini harus dilakukan hati-hati agar pola tidak
terdorong langsung oleh penumbuk. Kemudian pasir yang tertumpuk
melewati tepi atas dari rangka cetakan digaruk dan cetakan diangkat
bersama pola dari papan cetakan.
 Cetakan dibalik dan diletakkan pada papan cetakan, dan
setengah pola lainnya bersama-sama rangka cetakan untuk kup dipasang
diatasnya. Kemudian bahan pemisah ditaburkan di permukaan pisah dan
permukaan pola.
 Batang saluran turun atau pola untuk penambah dipasang,
kemudian pasir muka dan pasir cetak dimasukkan dalam rangka cetakan
13
dan dipadatkan. Kalau rangka-rangka cetak tidak mempunyai pen &
kuping, maka rangka-rangka cetakan harus ditandai agar tidak keliru dalam
penutupannya. Selanjutnya kup dipisahkan dari drag dan dicetakan
mendatar pada papan cetakan.
 Pengalir dan saluran dibuat dengan menggunakan spatula.
Pola untuk penyalur dan saluran dipasang sebelumnya yang bersentuhan
dengan pola utama. Jadi tidak perlu dibuat dengan spatu

14
BAB IV
PRAKTIKUM PELEBURAN, PENUANGAN DAN ANALISA CACAT PERMUKAAN

4.1 Tujuan Praktikum


a. Untuk mengetahui temperatur peleburan alumunium.
b. Untuk mengetahui temperatur dan waktu penuangan.
c. Untuk mengetahui waktu pembekuan.
d. Analisa cacat pada permukaan hasil coran.

4.2 Dasar Teori


Tanur krus besi cor, tanur krus, dan tanur nyala api dipakai untuk mencairkan
paduan aluminium cor terutama untuk peleburan paduan Al – Si dipergunakan krus
karbon, karena penambahan kadar besi memperburuk sifat mekanik dan ketahanan
korosi. Peleburan dengan krus besi cor dan krus karbon dilakukan sebagai berikut :
pertama dihasilkan skrap, kemudian logam baru dan paduan dasar magnesium harus
seperti alat untuk pemberi fosfor. Mg kemudian akan mencair sedangkan Mg yang
terapung akan teroksidasi.
1. Penuangan dan Temperatur Penuangan

Temperatur penuangn banyak mempengaruhi kualitas coran yang akan


dicetak. Jika temperatur penuangn terlalu rendah akan menyebabkan waktu
pembekuan yang pendek, cairan yang buruk, dan menyebabkan cacat coran seperti
rongga penyusutan, rongga udara,salah alir, dan sebagainya. Temperatur yang
cocok adalah 12000 C untuk coran yang tebal, 11500 C untuk coran yang berukuran
sedang, dan 11000 C untuk coran yang tipis.

Dalam penuangan perlu dilakukan dengan tenang dan cepat. Sebelum


penuangan cauan tuang harus terisi penuh dengan logam cair. Waktu penuangan
yang cocok perlu ditentukan dengan mempertimbangkan berat dan tebal coran,
sifat cetakan, dsb.

 Waktu tuang (t)

t= k √W ,
dimana :
15
t= waktu tuang (detik)
k= konstanta bahan
besi tuang : 1,1
baja cor : 1,2
aluminium : 1,4 – 1,6
W = Berat coran (kg)
 Kapasitas penuangan persatuan waktu (Q)
M
Q = txy ,
dimana :
Q = kapasitas penuangan (mm3/ detik)
M = berat coran + berat gating system
t = waktu tuang (detik)
γ = berat jenis bahan coran (kg/mm3
- Kecepatan rata-rata aliran logam cair (V)

v= c √ 2 .g .h ,
dimana :
v= kecepatan rata-rata aliran logam cair (mm/detik)
c= 1 untuk saluran sederhana
g= percepatan gravitasi (mm/detik2)
h= panjang saluran (mm)

2. Penggolongan Sistem Saluran


Berbagai macam sistem saluran yang dipakai menurut bentuk coran. Ada
saluran pisah, saluran langsung, saluran bawah, saluran pensil, saluran
bertingkat dan sebagainya.
a. Saluran pisah.
Mempunyai saluran masuk pada permukaan pisah dari cetakan, dari
mana logam cair dijatuhkan kedalam rongga cetakan.

b. Saluran langsung.

16
Saluran tegak yang yang terbuka langsung pada bagian atas rongga.
Logam cair yang jatuh kedalam rongga akan mengganggu logam yang
terdahulu tertuang, sistem ini lebih ekonomis dan lazim karena sisstem
saluran ini mudah dibuart dan pendek.
c. Saluran bawah.
Mempunyai saluran masuk pada bagian bawah dari rongga cetakan.
Karena itu saluran ini mempunyai saluran turun tegak panjang disambung
dengan pengalir horizontal dan saluran masuk sering dibuat membelok
keatas, kadang-kadang dipakai saluran cincin dan saluran terompet. Sistem
saluran bawah menyebabkan logam cair naik yang tidak terganggu dalam
cetakan, oleh karena itu diperlukan laju penuangan yang cepat.
d. Saluran pensil
Sistem saluran yang mana logam cair dijatuhkan ke bawah melalui
beberapa lubang pada dasar dari cawang tuang. Sisitem saluran ini cocok
untuk coran yang panjang dan tipis seperti pipa. Kalau saluran pensil
dipasang diujung atas dari cetakan pipa tegak dan logam dituang, maka
cetakan diisi secara merata dari bawah dan akan didapat pipa yang baik.
e. Saluran bertingkat.
Mempunyai saluran turun yang dihubungkan dengan beberapa saluran
masuk. Logam cair mengalir ke dalam rongga dari saluran masuk yang
terbawah dan kemudian dari saluran masuk kedua berikutnya dan saluran
ketiga dan seterusnya. Oleh karena itu logam cair yang paling panas secara
tetap diisikan keatas logam di dalam rongga. Tetapi saluran demikian dapat
memberikan aliran logam tidak seperti tersebut diatas, kecuali dibuat
secara sempurna. Dalam hal ini, logam cair hanya diberikan dari saluran
bawah saja sampai saat terakhir sehingga hasil yang diharapkan tercapai.
f. Saluran baji.
Dibuat seperti celah pada bagian atas coran, dipakai untuk coran biasa
dengan ketebalan merata. Logam cair diberikan sedikit demi sedikit
dengan tidak terganggu melalui celah dan bagian atas logam lebih panas
daripada pada bagian bawah, sehingga rongga penyusutan kecil.

17
Dari berbagai macam saluran tersebut diatas, sehingga cara penuangan secara
kasar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Penuangan atas.
Penuangan atas menyebabkan kecepatan tuang yang tinggi dan hasil
permukaan kasar karena cipratan, oleh karena itu penuangan atas laju
penuangan harus rendah pada permulaaan dan kemudian dinaikkan secara
perlahan-lahan.
2. Penuangan bawah
Penuangan bawah memberikan kecepatan naik yang kecil dari cairan
coran dengan aliran yang tenang

Mengetahui Penyebab Dari Cacat Permukaan Hasil Coran Dan Cara


Mengatasinya
 Cacat rongga udara
Rongga udara dapat muncul pada permuakaan atau dalam coran. Cacat
rongga udara secara kasar dibedakan menjadi dua yaitu disebabkan dari gas
logam cair dan gas dari cetakan.
Penyebab utama dari rongga udara adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.


1. cairan logam harus benar-benar bersih
2. tinggi penuangan harus disesuaikan
18
3. jumlah gas harus diusahakan sekecil mungkin

4.3 Bahan-bahan/ Kelengkapan


Bahan-bahan dan kelengkapan yang digunakan meliputi :
1. Dapur, kompor, kowi, ladel, cetakan dan bahan bakar
2. Aluminium

4.4 Langkah Praktikum


Sebelum praktikum
1. Siapkan bahan dan peralatan yang digunakan (dapur, kompor, kowi).
2. Tentukan berat bahan yang akan dilebur (dalam hal ini aluminium)
Saat praktikum
1. Timbang bahan
Menimbang Aluminium dengan berat sebesar 10,3 kg
2. Masukkan aluminium dalam kowi
3. Nyalakan kompor
4. Catat titik lebur alumunium
Dari praktikum yang telah dilaksanakan titik lebur aluminium adalah : di atas
6000 C
Temperatur tersebut sesuai dengan digram fasa Alumunium berikut.

19
5. Tentukan temperatur penuangan
Adapun temperatur penuangan yang ditetapkan adalah : 7000 C
6. Tuangkan dalam cetakan
7. Catat waktu penuangan
Waktu untuk penuangan membutuhkan sekitar : 2,11 dt
Catat waktu pembekuan
Untuk pembekuan dibutuhkan waktu sekitar 50 dt
8. Bongkar cetakan
Lakukan analisa cacat permukaan coran

20
BAB V
Data Hasil Praktikum

5.1 Data Hasil Praktikum


Data Waktu dan Temperatur Pengecoran

WAKTU TEMPERATUR(˚C) KETERANGAN

06.00 106 Padat

06.15 179 Padat

06.30 292 Padat

06.45 436 Padat

07.00 449 Padat

07.15 476 Padat


07.30 523 Padat

07.45 598 Padat-cair

08.00 635 Padat-cair

08.15 689 Padat-cair

08.30 757 Cair


21
08.45 782 Cair

09.00 790 Cair


Dimensi Hasil Pengecoran

Data Terukur

Temperatur Peleburan : 757 ˚C

Panjang saluran (runner+riser+panjang cavity) : runner = 40mm, riser = 35mm, panjang

cavity = 69
22
Panjang saluran = 40 + 35 + 69

= 144 mm

Waktu tuang : 7 second

Waktu pembekuan : 1 menit 13 detik

Panjang hasil coran (cavity) : 26+17+26=69 mm

Dimensi hasil coran (volume) : π/4.D12.p + π/4.D22.p + π/4.D32.p

= ¿/4.362.26) + ¿/4.282.17) + ¿/4.322.26)

= 26,5 + 10,5 + 21

= 58 mm3

Berat hasil coran : 235 gram

Gambar Saluran Sand Casting

23
5.2 Data Praktikum pembuatan cetakan
 Bahan-bahan dan kelengkapan yang digunakan meliputi :
 Pasir silica, pasir bentonit, air (dengan perbandingan silika 5 : 1
bentonit & air 125 ml)
 Rangka cetak, penyapu, mesin pengaduk, wadah, penumbuk,
timbangan, cethok.
 Kuas dan bedak

 Berikut adalah foto proses pembuatan cetakan:

24
BAB VI
Kesimpulan

6.1 Kesimpulan pembuatan cetakan


Dari praktikum pembuatan cetakan, inti, penambah dan sistem saluran yaitu bahan
atau tanah liat dari pembuatan cetakan pencampurannya harus pas agar cetakan tidak
rusak/ retak sewaktu dikeringkan.
Untuk bagian inti, penambah dan sistem saluran masuk hendaknya diperhatikan
dengan baik jangan sampai ada yang tersumbat oleh kotoran atau sisa tanah liat cetakan.
Diameter atas atau bawah harus sesuai untuk mempermudah cairan/ coran masuk kedalam
cetakan, sehingga hasil cetakan bisa sesuai dengan yang diharapkan.

6.2 Kesimpulan peleburan


1. Temperatur peleburan
2. Aluminium mulai melebur/meleleh pada suhu 5980C
3. Temperatur penuangan
4. Adapun temperatur penuangan coran aluminium adalah 760oC
5. Waktu penuangan
6. Untuk waktu penuangan membutuhkan waktu 7 detik
7. Waktu pembekuan
8. Waktu pembekuan coran adalah 1 m 35 detik
9. Cacat pada permukaan hasil coran
10. Cacat yang timbul antara lain :
25
a. Permukaan cetakan tidak rata
b. Terbentuk sirip pada permukaan coran

26

Anda mungkin juga menyukai