Anda di halaman 1dari 18

DAMPAK TOKSISITAS NA DAN CL PADA TANAMAN TERCEKAM SALINITAS

TUGAS FISIOLOGI STRESS TANAMAN

RASISKA TARIGAN/ 197001003


ARDINA / 197001010

MATA KULIAH FISIOLOGI DAN PERILAKU SERANGGA


PROGRAM STUDI MAGISTER AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan baik.

Adapun judul tugas yang diberikan pada kelompok dua (2) adalah “Dampak Toksisitas
Na dan Cl Pada Tanaman Tercekam Salinitas”dans ebagai salah satu syarat untuk memenuhi
Komponen Penilaian Mata kuliah Fisiologi Stress Tumbuhan di Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu sebagai Dosen
Pembimbing Mata Kuliah.

Team menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurna, oleh karena itu team
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan proposal ini. Akhir kata,
semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, April 2020

Team Penulis
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Fisiologi berasal dari bahasa latin, physis berarti alam (nature) dan logos berarti ilmu.
Menurut Gardener et al , 1991 menyatakan bahwa fisiologi tumbuhan merupakan ilmu yang
berhubungan dengan proses, fungsi dan respon tumbuhan terhadap perubahan lingkungan, serta
pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sedangkan menurut Lakitan dan
Benyamin (1996) menyatkan bahwa fisiologi tumbuhan merupakan salah satu cabang ilmu
biologi yang mempelajari proses metabolisme di dalam tubuh tumbuhan selama proses tubuhan
tersebut masih hidup. Laju proses-proses metabolisme ini di pengaruhi oleh (dapat pula
tergantung pada) faktor-faktor lingkungan mikro di sekitar tumbuhan tersebut.
Fisiologi tumbuhan juga menjabarkan tentang sinar matahari dimanfaatkan oleh tumbuhan
untuk menghasilkan karbohidrat dari bahan baku anorganik berupa air dan karbondioksida,
tentang proses penyebab terjadinya cekaman (stress) fisiologi tumbuhan terhadap lingkungan
(abiotik dan biotic) serta proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Prinsip besar yang terkandung di dalam fisiologi tumbuhan, yaitu adanya kisaran tertentu
pada mahluk hidup (tumbuhan) terhadap faktor lingkungannya. Prinsip tersebut dinyatakan
sebagai Hukum Toleransi Shelford yang berbunyi “Setiap organisme mempunyai suatu
minimum dan maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran
toleransi organisme itu terhadap kondisi faktor lingkungannya” (Dharmawan, 2005).
Cekaman lingkungan merupakan faktor yang paling membatasi produktivitas pertanian di
seluruh dunia. Cekaman lingkungan tidak hanya berdampak pada tanaman namun juga terhadap
hambatan secara signifikan pada pengenalan tanaman- tanaman ke wilayah/lahan yang memiliki
cekaman lingkungan. Cekaman lingkungan terkait dengan suhu, unsure hara, cahaya, salinitas
dan kekeringan, (Duncan 2000; Cherry et al. 2000).
Berbagai upaya dilakukan untuk mengembangkan tanaman yang toleransi terhadap
cekaman (stress) lingkungan Pemahaman tentang mekanisme yang mengatur bentuk dan fungsi,
dan pentingnya proses fisiologi tanaman, ekologi dan pertanian
Pada kondisi stress fisiologis ini, populasi akan menurun. Apabila kondisi stress ini terus
berlangsung dalam waktu yang lama dan telah mencapai batas toleransi kelulushidupan, maka
organisme tersebut akan mati.

Gambar 1.

Pada gambar 1, terlihat bahwa setiap makhluk hidup memiliki range of optimum atau
kisaran optimum terhadap factor lingkungan untuk pertumbuhannya. Kondisi di atas ataupun di
bawah batas kisaran toleransi itu, makhluk hidup akan mengalami stress fisiologis. Pada kondisi
stress fisiologis ini, populasi akan menurun. Apabila kondisi stress ini terus berlangsung dalam
waktu yang lama dan telah mencapai batas toleransi kelulushidupan, maka organism tersebut
akan mati
BAB II
CEKAMAN FISIOLOGIS PADA TUMBUHAN

A. Cekaman Fisiologis Pada Tumbuhan


Cekaman (stress) pada tumbuhan didefinisikan sebagai faktor luar yang tidak
menguntungkan yang berpengaruh buruk terhadap tanaman (Fallah, 2006). Campbell (2003)
menyatakan bahwa cekaman dapat diartikan sebagai kondisi lingkungan yang dapat memberi
pengaruh buruk pada pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan.
Salisburry dan Ross (1992) juga menyatakan bahwa cekaman fisiologi pada tumbuhan
merupakan segala perubahan kondisi lingkungan yang mungkin akan menurunkan atau
merugikan pertumbuhan atau perkembangan tumbuhan atau fungsi normalnya. Cekaman
terjadi karena adanya perubahan yang menyimpang dari proses fisiologi yang dihasilkan dari
satu atau kombinasi faktor-faktor biologi dan lingkungan. Cekaman dapat terjadi melalui
beberapa sumber yang ada di lingkungan.
Setiap perubahan faktor lingkungan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Penyimpangan dari faktor dari faktor dari optimal belum tentu stres untuk tanaman
yang fleksibel disesuaikan dengan lingkungan. Cekaman (Stress) tanaman dalam fisiologis,
adalah kondisi yang disebabkan oleh faktor-faktor yang cenderung mengubah keseimbangan
(Gaspar, et al 2002), karena tanaman memiliki kapasitas terbatas pada tempat di mana
tumbuh,untuk menghindari perubahan lingkungan tak terduga. Cekaman lingkungan
dikatergorikan atas 2 yaitu 1) Cekaman (stress) abiotik, dan 2) Cekaman (stress) biotik. Stres
abiotik menyebabkan kehilangan produksi tanaman bahkan tanaman mati. Cekaman (Stress)
lingkungan abiotik antara lain : radiasi, salinitas, banjir, kekeringan, suhu ekstrem, logam
berat, dll. Sedangkan serangan patogen
Tumbuhan telah mengembangkan berbagai mekanisme untuk mengatasi ancaman
tekanan biotik dan abiotik ini. Mereka merasakan lingkungan stres eksternal, distimulasi dan
kemudian menghasilkan respons seluler yang sesuai. Mereka melakukan ini dengan
rangsangan yang diterima dari sensor yang terletak di permukaan sel atau sitoplasma dan
ditransfer ke transkrip yang terletak di inti sel tanaman, dengan bantuan berbagai jalur
transduksi sinyal. Hal ini menyebabkan perubahan transkripsional diferensial yang membuat
tanaman toleran terhadap stres. Jalur pensinyalan bertindak sebagai penghubung dan
memainkan peran penting antara stress lingkungan stres dan respon biokimia dan fisiologis
yang dihasilkan tanaman.
Tabel 1. Beberapa sumber Cekaman Lingkungan (Stress) Pada Tanaman berdasarkan fisika,
kimia dan biologi (Nisen and Orcutt, 1996)

Fisika Kimia Biologi


Kekeringan Polusi Udara Kompetisi
Suhu Logam Berat Allopati
Radiasi Pestisida Herbivora
Banjir Racun Penyakit
Angin pH Tanah Jamur Patogen
Medan Gaya Salinitas Virus
Menurut Sipayung (2006), kerusakan yang timbul akibat stres dapat dikelompokkan
dalam 3 jenis kerusakan sebagai berikut.
a. Kerusakan stres langsung primer
b. Kerusakan stres tak langsung primer
c. Kerusakan stres sekunder (dapat terjadi juga stres tersier)
Tanaman mengimbangi efek kerusakan dari cekaman (stress) lingkungan melalui
berbagai mekanisme yang beroperasi lebih dari skala waktu yang berbeda, tergantung pada sifat
dari cekaman dan proses fisiologis yang terpengaruh. Respon ini bersama-sama memungkinkan
tanaman untuk mempertahankan tingkat yang relatif konstan dari proses fisiologis, meskipun
terjadinya cekaman secara berkala dapat mengurangi kinerja tanaman tersebut. Jika tanaman
akan mampu bertahan dalam lingkungan yang tercekam, maka tanaman tersebut disebut stress
resistensi .
Mekanisme yang memungkinkan kelangsungan hidup stres disebut
mekanisme resistensi. Mekanisme ketahanan tanaman terbagi atas 3 yaitu :
1. Mekanisme menghindari (Avoidance) : Mekaisme dengan melibatkan pengurangan
aktivitas metabolisme dengan menghindari kontak pada kondisi cekaman,
2. Mekanisme Toleransi yaitu mekanisme yang mempertahankan aktivitas metabolisme
yang tinggi dengan kondisi tekanan di bawah kondisi ringan.
stres dan mengurangi aktivitas di bawah stres berat. Sebaliknya,
3. Mekanisme Adaptasi (Acclimation) yaitu Mekanisme yang melibatkan kemampuan
bertahan dari kondisi cekaman dengan melibatkan perubahan fisiologi dan gen tanam
sebagai respon dari adanya cekaman. ( Gambar 2).
BAB III

SALINITAS
Pengertian Salinitas

Salinitas merupakan suatu kadar kelarutan atau kandungan garam pada tanah ataupun air
dengan kata lain mengacu pada kandungan garam didalam tanah yang dinyatakan dalam gram
per kilogram air (ppt atau %)(Yuni et al 2018).
Tanah salin di dunia meliputi “salt marshes” di zona temperate, dan daerah pasang surut
(mangrove swamps) di daerah subtropik dan tropic. Di Indonesia tanah salinitas terdapat di di
daerah semi-arid dan arid. Lahan salin di daerah semi-arid dan arid adalah lahan yang secara
alami mempunyai kandungan garam tinggi yang disebabkan oleh tanah dan air tanah. Garam
yang dominan dalam tanah salin adalah NaCl, Na2SO4, CaCl, Mg2SO4, dan MgCl (Ghafoor et
al. 2004), Pada kebanyakan spesies, pengaruh jenis-jenis garam umumnya tidak khas terhadap
tumbuhan tanaman tetapi lebih tergantung pada konsentrasi total garam. Salinitas tidak
ditentukan oleh garam Na Cl saja tetapi oleh berbagai jenis garam yang berpengaruh dan
menimbulkan stres pada tanaman. Dalam konteks ini tanaman mengalami stres garam bila
konsentrasi garam yang berlebih cukup tinggi sehingga menurunkan potensial air sebesar 0,05 –
0,1 Mpa.
Toleransi terhadap salinitas adalah beragam dengan spektrum yang luas diantara spesies
tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran. Follet et al, (1981) mengajukan lima
tingkat pengaruh salinitas tanah terhadap tanaman, mulai dari tingkat non-salin hingga tingkat
salinitas yang sangat tinggi, seperti iberikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh Tingkat Salinitas terhadap Tanaman (Follet et al, 1981)
Tingkatan Salinitas Konduktivitas Pengaruh Terhadap Tanaman
Non Salin 0–2 Dapat diabaikan
Rendah 2–4 Tanaman yang peka terganggu
Sedang 4–8 Kebanyakan tanaman terganggu
Tinggi 8 – 16 Tanaman yang toleran belum
terganggu
Sangat Tinggi  16 Hanya beberapa jenis tanaman
toleran yang dapat tumbuh

Terdapat lima tingkat pengaruh salinitas tanah terhadap tanaman, mulai dari tingkat non-
salin hingga tingkat salinitas yang sangat tinggi. Golongan tanaman berdasarkan responnya
terhadap kadar NaCl dapat dibedakan menjadi :
1. Halophytes : tanaman yang pertumbuhannya optimal pada konsentrasi NaCl tinggi (100 – 300
mM NaCl/l). Contoh atriplex, salicornia, spartina, leptochloa.
2. Halophylic : tanaman yang pertumbuhannya sedikit meningkat dengan konsentrasi NaCl
tinggi. Contoh: bit gula
3. Salt tolerance crops spesies : pertumbuhannya sedikit terhambat pada konsentrasi NaCl tinggi.
Contoh : barley.
4. Salt sensitive crop spesies : pertumbuhannya sangat terhambat pada konsentrasi NaCl tinggi.
Contoh : buncis

Klasifikasikan tanah menurut salinitas atas tiga kelompok berdasarkan hasil pengukuran
daya hantar listrik larutan pada tanah tersebut yaitu
1. Tanah salin dengan daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5 dan Na-dd < 15%
dengan kondisi fisik normal. Kandungan garam larutan dalam tanah dapat menghambat
perkecambahan, penyerapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman;
2. Tanah sodik dengan daya hantar listrik < 4,0 mmhos/cm, pH > 8,5 dan Nadd > 15%
dengan kondisi fisik buruk. Garam yang terlarut dalam tanah relatip rendah, dan keadaan
tanah cenderung terdispersi dan tidak permeable terhadap air hujan dan air irigasi.
3. Tanah salin sodik dengan daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5 dan Nadd > 15%
dengan kondisi fisik normal. Keadaan tanah umumnya terdispersi dengan permeabilitas
rendah dan sering tergenang jika diairi.

Untuk air, salinitas berdasarkan USDA (1954) ditentukan dalam empat tingkat meliputi :
1) Salinitas rendah dengan daya hantar listrik < 250 mmhos/cm. Dapat digunakan untuk
mengairi semua tanaman.
2) Salinitas sedang dengan daya hantar listrik 250-750 mmhos/cm. Dapat digunakan untuk
mengairi tanaman yang taraf kepekaannya rendah sampai sedang.
3) Salinitas tinggi dengan daya hantar listrik 750-2250 mmhos/cm. Dapat digunakan untuk
mengairi tanaman yang toleran.
4) Salinitas sangat tinggi dengan daya hantar listrik < 2250 mmhos/cm.

USDA juga mengklasifikasikan air menurut nisbah jerapan Na menjadi empat


kelompok yaitu :
1) Air berkadar Na rendah dengan nilai nisbah jerapan Na < 10. Digunakan untuk mengairi
semua tanaman.
2) Air berkadar Na sedang dengan 35 nilai nisbah jerapan Na antara 10-18. Digunakan
untuk mengairi tanaman pada tanah bertekstur halus atau ber KTK tinggi.
3) Air berkadar Na tinggi dengan nilai nisbah jerapan Na antara 18-26. Digunakan untuk
mengairi tanaman yang toleran.
4) Air berkadar Na sangat tinggi dengan nilai nisbah jerapan Na > 26. Tidak digunakan
untuk mengairi tanaman.
Sedangkan untuk salinitas air tanah akibat intrusi air laut, Levitt mengklasifikasikan air
tanah atas enam tingkat instrusi air asin yaitu :
1. Tanpa intrusi, nisbah Cl/(CO3+HCO3) < 0,5. Mutu air baik
2. Sedikit intrusi, nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 0,5 – 1,3. Mutu air cukup baik.
3. Intrusi sedang, nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 1,3 - 2,8. Mutu air sedang.
4. Intrusi tinggi, nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 2,8 – 6,6. Mutu air buruk.
5. Intrusi sangat tinggi, nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 6,6 – 15,5. Mutu air sangat jelek.
6. Air laut, nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 200
Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan menghambat pembesaran dan
pembelahan sel, produksi protein serta penambahan biomassa tanaman. Tanaman yang
mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung
tetapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala pertumbuhan tanaman
pada tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak normal
seperti daun mengering di bagian ujung dan gejala khlorosis. Gejala ini timbul karena
konsentrasi garam terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya potensial larutan tanah
sehingga tanaman kekurangan air.
Kendala lain yang dialami tanaman pada kadar NaCl tinggi adalah toksik Na+, toksik
Cl-, ketidakseimbangan ion hara yaitu Na+ tinggi sedangkan K, Ca dan Mg rendah, Cl- tinggi
sedangkan NO3 - dan PO4 - rendah. Kendala lain pada tanah salin adalah terjadinya defisit air.
(Zang et al 2016)
BAB IV.
PENGARUH STRES GARAM PADA TANAMAN

Tanah salin memiliki daya hantar listrik (EC=electric conductivity) lebih dari 4 ds/m,
setara dengan 40 mM NaCl dalam larutan tanah. Pada kondisi salin, pertumbuhan dan
perkembangan tanaman terhambat karena akumulasi berlebihan Na dan Cl dalam sitoplasma,
menyebabkan perubahan metabolisme di dalam sel. Aktivitas enzim terhambat oleh garam.
Kondisi tersebut juga mengakibatkan dehidrasi parsial sel dan hilangnya turgor sel karena
berkurangnya potensial air di dalam sel. Berlebihnya Na dan Cl ekstraselular juga mempengaruhi
asimilasi nitrogen karena tampaknya langsung menghambat penyerapan nitrat (NO3) yang
merupakan ion penting bagi tanaman. Larutan garam yang tinggi dapat menghambat penyerapan
(up take) air dan hara oleh tanaman seiring dengan terjadinya peningkatan tekanan osmotik.
Secara khusus, kegaraman yang tinggi menimbulkan keracunan tanaman, terutama oleh ion Na+
dan Cl-. Studi mengenai respon tanaman terhadap salinitas penting dalam usaha teknik penapisan
(screening) tanaman yang efektif. Salinitas mempengaruhi proses fisiologis yang berbeda-beda.
Pada setiap tanaman. Pada tanaman pertanian seperti jagung, kacang merah, kacang polong,
tomat dan bunga matahari, pertumbuhan dan berat kering mengalami penurunan jika tanaman
ditumbuhkan dalam media salin. Pada kacang merah, pelebaran daun terhambat oleh cekaman
salinitas karena berkurangnya tekanan turgor sel. Berkurangnya pelebaran daun dapat berakibat
berkurangnya fotosintesis maupun produktivitas.

Toksisitas Ion Spesifik


Salah satu penyebab menurunnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi cekaman salinitas
adalah penyerapan Na+ dan Cl- diatas tingkat optimal, yang biasa disebut toksisitas ion spesifik
(Chinnusamy et al. 2005). Natrium (Na) merupakan unsur nonesensial tetapi sangat dibutuhkan,
sedangkan khlor (Cl) adalah hara mikro penting, kedua ion tersebut akan terakumulasi terutama
pada daun bersifat toksik pada konsentrasi berlebihan (Dogar 2012). Kedua ion tersebut juga
berkompetisi dengan ion-ion unsur hara K+, NO3–, H2PO4– pada situs pengikatan sel dan
transport protein dalam sel akar. Konsentrasi Na+ yang tinggi dalam larutan tanah menekan aktivitas ion
hara dan menyebabkan nisbah Na+/Ca2+ atau Na+/K+yang ekstrim (Kristiono et al, 2013).

Efek Na terhadap Tanaman.


Ion Na+ merupakan kation dominan pada lingkungan tanah tercekam salinitas.
Mekanisme masuknya Na + melintasi membran dan bertindak ebagai pesaing
pengambilan K + (Schroeder et al., 1994) dimana mekanisme penyerapan untuk kation tersebut
adalah sama. Akar tanaman menggunakan dua sistem untuk serapan K + yaitu 1) afinitas tinggi
K+, dan 2) memiliki afinitas K+ yang lebih rendah,. Yang pertama pengambilan pada konsentrasi
K+ rendah, tetapi dihambat oleh Na+ (Rains & Epstein, 1967) dan pada system keduakonsentrasi
K+ eksternal yang tinggi memiliki selektivitas K+ / Na+ Masuknya Na + ke dalam tanaman terjadi
melalui afinitas rendah daripada sistem serapan K + afinitas tinggi (Rains & Epstein, 1967).
Selain itu, sedikit yang diketahui tentang penggunaan intraseluler dan akumulasi vakuola Cl-.
Agaknya, genotipe yang paling disesuaikan dengan penyerapan ion yang diatur garam di
membran plasma pada tingkat yang setidaknya sesuai dengan kapasitas untuk kompartemen
vakuolar
Efek dari kelebihan Na+ pada tanaman sering kali buruk, terbatasnya akumulasi NaCl
sebagai adaptasi toleransi bagi sel tanaman dikarenakan potensi racun dari ion Na+. Bahkan
Halobacteria yang merupakan bakteri halofilik megakumulasi K+ dan Cl- sebagai bentuk
adaptasinya bukan dengan kation Na+. .Melimpahnya ion-ion Na+ menurut Purwaningrahayu
(2016) akan membuat pertumbuhan tanaman menjadi tidak optimal jika terakumulasi terlalu
banyak dalam tanaman yang menyebabkan tosik atau menggangu proses fisiologi dan biokimia
pada tanaman.
Effek jumlah Na+ dalam jumlah banyak yang menunjukkan terjadi toksinitas yaitu :
1. Terjadi kompetisi pengambilan ion K+ dan Na+ pada tanaman. Ion K+ berfungsi untuk
mengatur osmotic sel pada tanaman sehingga menyebabkan terganggunya pertumbuhan
tanaman .
2. Penyerapan air yang terhambat akan menggangu proses fotosintesis yaitu menutupnya stomata
sehingga suplai CO2 pada kloroplas akan menurun (Gama, et al., 2007). Pada tanaman non
halophita fungsi stomata dirusak oleh ion Na+ dalam hal ini member kontribusi besar
menyebabkan pertumbuhan tanman tidak normal.
3. Kerusakan membran permeable sel perakaran sehingga terjadi penurunan jumlah anakan,
menghambat pertumbuhan akar dan daun yang secara langsung menurunkan produksi
tanman (Chnen et al 2017). Menurut Mindari et al 2011 menyatakan bahwa tingginya
akumulasi Na+ menyebabkan akar mengalami cekaman tidak dapat melakukan
pembelahan dan ekspansi secara normal dikarenakan jumlah ion K+ menjadi sedikit.
4. Meningkatnya konsentrasi Na+ dalam tanah menurunkan kandungan K+ dan Ca2+ pada
jaringan tanaman sehingga menggagu aktifitas dan integritas membran sel sehingga
terjadi perubahan morfologi dan anatomi tanaman (Cakmak, 2005).
Penurunan konsentrasi kalium (K) dalam jaringan tanaman mungkin disebabkan oleh
antagonisme penyerapan Na dan K pada akar sehingga menghambat penyerapan K,
terhambatnya transport K dalam xylem. Kalium berperan penting sebagai katalisator berbagai
enzim. Berkurangnya K menyebabkan aktivitas enzim seperti nitrat reduktase yang mengubah
NO3 menjadi NH3 (penyusun protein) akan menurun.

Efek Cl terhadap Tanaman


Ion Cl- merupakan mikronutrien essensial yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah
yang sangat sedikit. Klorida berfungsi mengatur aktivitas enzim dalam sitoplasma dan
merupakan faktor pendamping dalam fotosintesis dan bertindak sebagai counter anion untuk
menstabilkan protein membrane dan terlibat dalam pengaturan pH dan tugor (Xu et al, 2000).
Namun bila klorida (Cl-) berada pada konsentrasi tinggi dengan konsentrasi kritis untuk
toksisitas 4-7 mg g-1 untuk tanaman sensitive terhadap Cl- dan 15-50 mg g-1 untuk spesies
tanaman toleran. (Teakle et al., 2007), dapat menyebabkan klorosis daun dan depresi fotosintesis
sehingga berdampak terhadap laju pertumbuhan tanaman.

(Din tambahi Cl )

Mekanisme Ketahanan terhadap Cekaman Salinitas

Respons tanaman terhadap salinitas bervariasi tergantung tingkat salinitas, lamanya


cekaman dan tahap perkembangan. Respons tanaman terhadap ketahanan garam sebagai
mekanisme toleransi (tolerance) dan mekanisme penghindaran (avoidance). Pada umumnya
mekanisme tersebut efektif pada tingkat salinitas rendah hingga sedang
Mekanisme toleransi tanaman terhadap garam dapat dilihat dalam dua bentuk adaptasi
yaitu dengan mekanisme morfologi dan mekanisme fisiologi. Mekanisme toleransi yang paling
jelas adalah dengan adaptasi morfologi.

1. Mekanisme Morfologi
Bentuk adaptasi morfologi dan anatomi yang dapat diturunkan dan unik dapat ditemukan
pada halofita yang mengalami evolusi melalui seleksi alami pada kawasan pantai dan rawa-rawa
asin. Salinitas menyebabkan perubahan struktur yang memperbaiki keseimbangan air tanaman
sehingga potensial air dalam tanaman dapat mempertahankan turgor dan seluruh proses biokimia
untuk pertumbuhan dan aktivitas yang normal. Perubahan struktur mencakup ukuran daun yang
lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun, peningkatan sukulensi, penebalan
kutikula dan lapisan lilin pada permukaan daun, serta lignifikansi akar yang lebih awal (Harjadi
dan Yahya, 1988). Ukuran daun yang lebih kecil sangat penting untuk mempertahankan turgor.
Sedangkan lignifikansi akar diperlukan untuk penyesuaian osmose yang sangat penting untuk
memelihara turgor yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dan aktivitas normal.
Respon perubahan struktural dapat beragam pada berbagai jenis tanaman dan tipe
salinitas. Salinitas klorida umumnya menambah sukulensi pada banyak spesies tanaman.
Sukulensi terjadi dengan meningkatnya konsentrasi SO4. Dengan adaptasi struktural ini
konduksi air akan berkurang dan mungkin akan menurunkan kehilangan air pada transpirasi.
Namun pertumbuhan akar yang terekspos pada lingkungan salin biasanya kurang terpengaruh
dibandingkan dengan pertumbuhan tajuk atau buah. Hal ini diduga terjadi akibat perbaikan
keseimbangan dengan mempertahankan kemampuan menyerap air.

Mekanisme Fisiologi

Bentuk adaptasi dengan mekanisme fisiologi terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain sebagai
berikut :
a. Osmoregulasi (pengaturan potensial osmosis)
Pada kondisi cekaman garam, tanaman berusaha menjaga tekanan turgor dan penyerapan
air untuk mempertahankan potensial air internal di bawah potensial air tanah (Tester dan
Davenport 2003). Tanaman yang toleran terhadap salinitas dapat melakukan penyesuaian
dengan menurunkan potensial osmosis tanpa kehilangan turgor. Laju penyesuaian ini relatip
tergantung pada spesies tanaman. Penyesuaian dilakukan dengan penyerapan ataupun dengan
pengakumulasian ion-ion dan sintetis solutesolute organik di dalam sel. Dua cara ini dapat
bekerja secara bersamaan walaupun mekanisme yang lebih dominan dapat beragam diantara
berbagai spesies tanaman (Maas dan Nieman, 1978 dalam Basri, H., 1991).
Osmoregulasi pada kebanyakan tanaman melibatkan sintetis dan akumulasi solute
organik yang cukup untuk menurunkan potensial osmotik sel dan meningkatkan tekanan turgor
yang diperlukan bagi pertumbuhan. Senyawa-senyawa organik berbobot molekul rendah yang
sepadan dengan aktivitas metabolik dalam sitoplasma seperti asam-asam organik, asam-asam
amino dan senyawa gula nampaknya disintesis sebagai respon langsung terhadap menurunnya
potensial air eksternal. Senyawa-senyawa tersebut juga melindungi enzim-enzim terhadap
penghambatan atau penonaktipan pada aktivitas air internal yang rendah. Osmotika organik yang
utama dalam tanaman glikofita tingkat tinggi ternyata asam-asam organik dan senyawa-senyawa
gula. Asam malat paling sering menyeimbangkan pengambilan kation yang lebih. Dalam
tanaman halofita, oksalat adalah asam organik yang menyeimbangkan akibat kelebihan kation.
Demikian juga pada beberapa tanaman lainnya, akumulasi sukrosa yang berkontribusi terhadap
penyesuaian osmotika merupakan respon terhadap salinitas (Harjadi dan Yahya, 1988).
Untuk menjaga keseimbangan ion dalam vakuola dan agar tidak mempengaruhi reaksi
biokimia dalam sel, maka sitoplasma mengakumulasi senyawa yang mempunyai berat molekul
rendah (Zhifang dan Loescher 2003). Senyawa organik terlarut seperti asam amino, gula, poliol,
betain dan ektoin serta turunan dari beberapa senyawa tersebut bersifat netral (Koyro 2004)
sehingga tidak mempengaruhi reaksi biokimia dalam sel. Mekanisme ini dapat bekerja secara
bersama-sama walaupun mekanisme yang lebih dominan dapat beragam antarspesies.

b. Kompartementasi dan Sekresi Garam


Penyerapan ion dan kompartementasi sangat penting karena cekaman garam mengganggu
keseimbangan ion dalam jaringan. Tanaman membatasi kelebihan garam dalam vakuola atau kompartementasi
ion pada jaringan yang berbeda untuk menjaga fungsi metabolism (Zhu 2003). Ada beberapa strategi yang
digunakan tanaman untuk menghindari kerusakan sel yaitu dengan menurunkan rasio K +/Na+, mengurangi
masuknya Na+ ke dalam sel,
mengeluarkan Na+ dari sel, atau kompartementasi
Na+ dalam vakuola sehingga tidak mengganggu
fungsi sel dan mengurangi toksisitas
(Surekha et al. 2005).
Senyawa organik terlarut dalam mekanisme
kompartementasi memiliki fungsi untuk melindungi
struktur sel. Glisin betain melindungi tilakoid
dan integritas membran plasma akibat
cekaman salin. Senyawa organik terlarut
umumnya berupa gula sederhana terutama
sukrosa dan glukosa, gula alkohol (gliserol, metal
inositol), gula kompleks (trehalosa, rafinosa,
fruktan). Senyawa lainnya berupa turunan
asam amino kuarter (prolin, glisin betain), amin
tersier (1,4,5,6-tetrahidro-2 metil-4-karboksi
pirimidin), dan senyawa sulfonium (dimetil
sulfonium propironat) (Zhifang dan Loescher
2003). Tanaman yang toleran salinitas tinggi
akan mengakumulasi glisin betain dalam konsentrasi
tinggi, dan yang sensitif akan mengakumulasi
glisin betain dalam tingkat rendah
(Rhodes et al. 1989). Poliol berfungsi sebagai
zat terlarut kompatibel dengan berat molekul
rendah dan sebagai pembersih oksigen radikal.
Konsentrasi prolin meningkat seiring meningkatnya
salinitas sebagai adaptasi perubahan
pola metabolisme. Prolin berperan penting dalam
respons tanaman terhadap cekaman garam
(Gaspar et al. 2002) untuk mengatur potensial
osmotik dalam sitoplasma (Arshi et al. 2005;
Bartel 2005). Menurut Tonon et al. (2004) dan
Sotiropoulos (2007) pada beberapa spesies
tanaman termasuk kedelai yang terpapar cekaman
garam terjadi peningkatan kandungan
prolin untuk melindungi membran plasma dan
protein.
Banyak halofita dan beberapa glikofita telah
mengembangkan struktur kelenjar garam dari
daun dan batang. Sel tanaman menjadi toleran
terhadap konsentrasi garam tinggi dengan mendesak
ion-ion beracun dalam vesikel untuk keperluan
penyesuaian osmotik tanpa menghambat
metabolisme. Daun halofit dan glikofit ber-
Proses-proses metabolisme dari halofita biasanya dapat toleran terhadap garam.
Kemampuan mengatur konsentrasi garam dalam sitoplasma melalui transpor membran dan
kompartementasi merupakan aspek terpenting bagi toleransi garam. Kondisi in vivo menjaga
enzim terhadap penonaktipan oleh garam dengan memompakan garam ke luar dari sitoplasma.
Garam disimpan dalam vakuola, diakumulasi dalam organelorganel atau diekskresi ke luar
tanaman. Banyak halofita dan beberapa glikofita telah mengembangkan struktur yang disebut
gland garam dari daun dan batang. Dengan mendesak ion-ion beracun dalam visicle untuk
keperluan penyesuaian osmotik tanpa menghambat metabolisme, sel tanaman menjadi dapat
toleran terhadap jumlah garam yang lebih besar. Dalam beberapa hal, daun halofita dan glikofita
berkayu merupakan bentuk kompartementasi yang dapat digugurkan untuk mencegah translokasi
garam ke dalam jaringan yang lebih sehat. Penyesuaian osmotik dan keseimbangan garam dalam
tanaman terus menerus berubah responnya terhadap lingkungan, dan merupakan inang faktor-
faktor internal yang mencakup potensial air, pertumbuhan dan differensiasi, metabolisme mineral
dan hormon.

Anda mungkin juga menyukai