Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan baik.
Adapun judul tugas yang diberikan pada kelompok dua (2) adalah “Dampak Toksisitas
Na dan Cl Pada Tanaman Tercekam Salinitas”dans ebagai salah satu syarat untuk memenuhi
Komponen Penilaian Mata kuliah Fisiologi Stress Tumbuhan di Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu sebagai Dosen
Pembimbing Mata Kuliah.
Team menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurna, oleh karena itu team
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan proposal ini. Akhir kata,
semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Team Penulis
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Fisiologi berasal dari bahasa latin, physis berarti alam (nature) dan logos berarti ilmu.
Menurut Gardener et al , 1991 menyatakan bahwa fisiologi tumbuhan merupakan ilmu yang
berhubungan dengan proses, fungsi dan respon tumbuhan terhadap perubahan lingkungan, serta
pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sedangkan menurut Lakitan dan
Benyamin (1996) menyatkan bahwa fisiologi tumbuhan merupakan salah satu cabang ilmu
biologi yang mempelajari proses metabolisme di dalam tubuh tumbuhan selama proses tubuhan
tersebut masih hidup. Laju proses-proses metabolisme ini di pengaruhi oleh (dapat pula
tergantung pada) faktor-faktor lingkungan mikro di sekitar tumbuhan tersebut.
Fisiologi tumbuhan juga menjabarkan tentang sinar matahari dimanfaatkan oleh tumbuhan
untuk menghasilkan karbohidrat dari bahan baku anorganik berupa air dan karbondioksida,
tentang proses penyebab terjadinya cekaman (stress) fisiologi tumbuhan terhadap lingkungan
(abiotik dan biotic) serta proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Prinsip besar yang terkandung di dalam fisiologi tumbuhan, yaitu adanya kisaran tertentu
pada mahluk hidup (tumbuhan) terhadap faktor lingkungannya. Prinsip tersebut dinyatakan
sebagai Hukum Toleransi Shelford yang berbunyi “Setiap organisme mempunyai suatu
minimum dan maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran
toleransi organisme itu terhadap kondisi faktor lingkungannya” (Dharmawan, 2005).
Cekaman lingkungan merupakan faktor yang paling membatasi produktivitas pertanian di
seluruh dunia. Cekaman lingkungan tidak hanya berdampak pada tanaman namun juga terhadap
hambatan secara signifikan pada pengenalan tanaman- tanaman ke wilayah/lahan yang memiliki
cekaman lingkungan. Cekaman lingkungan terkait dengan suhu, unsure hara, cahaya, salinitas
dan kekeringan, (Duncan 2000; Cherry et al. 2000).
Berbagai upaya dilakukan untuk mengembangkan tanaman yang toleransi terhadap
cekaman (stress) lingkungan Pemahaman tentang mekanisme yang mengatur bentuk dan fungsi,
dan pentingnya proses fisiologi tanaman, ekologi dan pertanian
Pada kondisi stress fisiologis ini, populasi akan menurun. Apabila kondisi stress ini terus
berlangsung dalam waktu yang lama dan telah mencapai batas toleransi kelulushidupan, maka
organisme tersebut akan mati.
Gambar 1.
Pada gambar 1, terlihat bahwa setiap makhluk hidup memiliki range of optimum atau
kisaran optimum terhadap factor lingkungan untuk pertumbuhannya. Kondisi di atas ataupun di
bawah batas kisaran toleransi itu, makhluk hidup akan mengalami stress fisiologis. Pada kondisi
stress fisiologis ini, populasi akan menurun. Apabila kondisi stress ini terus berlangsung dalam
waktu yang lama dan telah mencapai batas toleransi kelulushidupan, maka organism tersebut
akan mati
BAB II
CEKAMAN FISIOLOGIS PADA TUMBUHAN
SALINITAS
Pengertian Salinitas
Salinitas merupakan suatu kadar kelarutan atau kandungan garam pada tanah ataupun air
dengan kata lain mengacu pada kandungan garam didalam tanah yang dinyatakan dalam gram
per kilogram air (ppt atau %)(Yuni et al 2018).
Tanah salin di dunia meliputi “salt marshes” di zona temperate, dan daerah pasang surut
(mangrove swamps) di daerah subtropik dan tropic. Di Indonesia tanah salinitas terdapat di di
daerah semi-arid dan arid. Lahan salin di daerah semi-arid dan arid adalah lahan yang secara
alami mempunyai kandungan garam tinggi yang disebabkan oleh tanah dan air tanah. Garam
yang dominan dalam tanah salin adalah NaCl, Na2SO4, CaCl, Mg2SO4, dan MgCl (Ghafoor et
al. 2004), Pada kebanyakan spesies, pengaruh jenis-jenis garam umumnya tidak khas terhadap
tumbuhan tanaman tetapi lebih tergantung pada konsentrasi total garam. Salinitas tidak
ditentukan oleh garam Na Cl saja tetapi oleh berbagai jenis garam yang berpengaruh dan
menimbulkan stres pada tanaman. Dalam konteks ini tanaman mengalami stres garam bila
konsentrasi garam yang berlebih cukup tinggi sehingga menurunkan potensial air sebesar 0,05 –
0,1 Mpa.
Toleransi terhadap salinitas adalah beragam dengan spektrum yang luas diantara spesies
tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran. Follet et al, (1981) mengajukan lima
tingkat pengaruh salinitas tanah terhadap tanaman, mulai dari tingkat non-salin hingga tingkat
salinitas yang sangat tinggi, seperti iberikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh Tingkat Salinitas terhadap Tanaman (Follet et al, 1981)
Tingkatan Salinitas Konduktivitas Pengaruh Terhadap Tanaman
Non Salin 0–2 Dapat diabaikan
Rendah 2–4 Tanaman yang peka terganggu
Sedang 4–8 Kebanyakan tanaman terganggu
Tinggi 8 – 16 Tanaman yang toleran belum
terganggu
Sangat Tinggi 16 Hanya beberapa jenis tanaman
toleran yang dapat tumbuh
Terdapat lima tingkat pengaruh salinitas tanah terhadap tanaman, mulai dari tingkat non-
salin hingga tingkat salinitas yang sangat tinggi. Golongan tanaman berdasarkan responnya
terhadap kadar NaCl dapat dibedakan menjadi :
1. Halophytes : tanaman yang pertumbuhannya optimal pada konsentrasi NaCl tinggi (100 – 300
mM NaCl/l). Contoh atriplex, salicornia, spartina, leptochloa.
2. Halophylic : tanaman yang pertumbuhannya sedikit meningkat dengan konsentrasi NaCl
tinggi. Contoh: bit gula
3. Salt tolerance crops spesies : pertumbuhannya sedikit terhambat pada konsentrasi NaCl tinggi.
Contoh : barley.
4. Salt sensitive crop spesies : pertumbuhannya sangat terhambat pada konsentrasi NaCl tinggi.
Contoh : buncis
Klasifikasikan tanah menurut salinitas atas tiga kelompok berdasarkan hasil pengukuran
daya hantar listrik larutan pada tanah tersebut yaitu
1. Tanah salin dengan daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5 dan Na-dd < 15%
dengan kondisi fisik normal. Kandungan garam larutan dalam tanah dapat menghambat
perkecambahan, penyerapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman;
2. Tanah sodik dengan daya hantar listrik < 4,0 mmhos/cm, pH > 8,5 dan Nadd > 15%
dengan kondisi fisik buruk. Garam yang terlarut dalam tanah relatip rendah, dan keadaan
tanah cenderung terdispersi dan tidak permeable terhadap air hujan dan air irigasi.
3. Tanah salin sodik dengan daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5 dan Nadd > 15%
dengan kondisi fisik normal. Keadaan tanah umumnya terdispersi dengan permeabilitas
rendah dan sering tergenang jika diairi.
Untuk air, salinitas berdasarkan USDA (1954) ditentukan dalam empat tingkat meliputi :
1) Salinitas rendah dengan daya hantar listrik < 250 mmhos/cm. Dapat digunakan untuk
mengairi semua tanaman.
2) Salinitas sedang dengan daya hantar listrik 250-750 mmhos/cm. Dapat digunakan untuk
mengairi tanaman yang taraf kepekaannya rendah sampai sedang.
3) Salinitas tinggi dengan daya hantar listrik 750-2250 mmhos/cm. Dapat digunakan untuk
mengairi tanaman yang toleran.
4) Salinitas sangat tinggi dengan daya hantar listrik < 2250 mmhos/cm.
Tanah salin memiliki daya hantar listrik (EC=electric conductivity) lebih dari 4 ds/m,
setara dengan 40 mM NaCl dalam larutan tanah. Pada kondisi salin, pertumbuhan dan
perkembangan tanaman terhambat karena akumulasi berlebihan Na dan Cl dalam sitoplasma,
menyebabkan perubahan metabolisme di dalam sel. Aktivitas enzim terhambat oleh garam.
Kondisi tersebut juga mengakibatkan dehidrasi parsial sel dan hilangnya turgor sel karena
berkurangnya potensial air di dalam sel. Berlebihnya Na dan Cl ekstraselular juga mempengaruhi
asimilasi nitrogen karena tampaknya langsung menghambat penyerapan nitrat (NO3) yang
merupakan ion penting bagi tanaman. Larutan garam yang tinggi dapat menghambat penyerapan
(up take) air dan hara oleh tanaman seiring dengan terjadinya peningkatan tekanan osmotik.
Secara khusus, kegaraman yang tinggi menimbulkan keracunan tanaman, terutama oleh ion Na+
dan Cl-. Studi mengenai respon tanaman terhadap salinitas penting dalam usaha teknik penapisan
(screening) tanaman yang efektif. Salinitas mempengaruhi proses fisiologis yang berbeda-beda.
Pada setiap tanaman. Pada tanaman pertanian seperti jagung, kacang merah, kacang polong,
tomat dan bunga matahari, pertumbuhan dan berat kering mengalami penurunan jika tanaman
ditumbuhkan dalam media salin. Pada kacang merah, pelebaran daun terhambat oleh cekaman
salinitas karena berkurangnya tekanan turgor sel. Berkurangnya pelebaran daun dapat berakibat
berkurangnya fotosintesis maupun produktivitas.
(Din tambahi Cl )
1. Mekanisme Morfologi
Bentuk adaptasi morfologi dan anatomi yang dapat diturunkan dan unik dapat ditemukan
pada halofita yang mengalami evolusi melalui seleksi alami pada kawasan pantai dan rawa-rawa
asin. Salinitas menyebabkan perubahan struktur yang memperbaiki keseimbangan air tanaman
sehingga potensial air dalam tanaman dapat mempertahankan turgor dan seluruh proses biokimia
untuk pertumbuhan dan aktivitas yang normal. Perubahan struktur mencakup ukuran daun yang
lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun, peningkatan sukulensi, penebalan
kutikula dan lapisan lilin pada permukaan daun, serta lignifikansi akar yang lebih awal (Harjadi
dan Yahya, 1988). Ukuran daun yang lebih kecil sangat penting untuk mempertahankan turgor.
Sedangkan lignifikansi akar diperlukan untuk penyesuaian osmose yang sangat penting untuk
memelihara turgor yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dan aktivitas normal.
Respon perubahan struktural dapat beragam pada berbagai jenis tanaman dan tipe
salinitas. Salinitas klorida umumnya menambah sukulensi pada banyak spesies tanaman.
Sukulensi terjadi dengan meningkatnya konsentrasi SO4. Dengan adaptasi struktural ini
konduksi air akan berkurang dan mungkin akan menurunkan kehilangan air pada transpirasi.
Namun pertumbuhan akar yang terekspos pada lingkungan salin biasanya kurang terpengaruh
dibandingkan dengan pertumbuhan tajuk atau buah. Hal ini diduga terjadi akibat perbaikan
keseimbangan dengan mempertahankan kemampuan menyerap air.
Mekanisme Fisiologi
Bentuk adaptasi dengan mekanisme fisiologi terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain sebagai
berikut :
a. Osmoregulasi (pengaturan potensial osmosis)
Pada kondisi cekaman garam, tanaman berusaha menjaga tekanan turgor dan penyerapan
air untuk mempertahankan potensial air internal di bawah potensial air tanah (Tester dan
Davenport 2003). Tanaman yang toleran terhadap salinitas dapat melakukan penyesuaian
dengan menurunkan potensial osmosis tanpa kehilangan turgor. Laju penyesuaian ini relatip
tergantung pada spesies tanaman. Penyesuaian dilakukan dengan penyerapan ataupun dengan
pengakumulasian ion-ion dan sintetis solutesolute organik di dalam sel. Dua cara ini dapat
bekerja secara bersamaan walaupun mekanisme yang lebih dominan dapat beragam diantara
berbagai spesies tanaman (Maas dan Nieman, 1978 dalam Basri, H., 1991).
Osmoregulasi pada kebanyakan tanaman melibatkan sintetis dan akumulasi solute
organik yang cukup untuk menurunkan potensial osmotik sel dan meningkatkan tekanan turgor
yang diperlukan bagi pertumbuhan. Senyawa-senyawa organik berbobot molekul rendah yang
sepadan dengan aktivitas metabolik dalam sitoplasma seperti asam-asam organik, asam-asam
amino dan senyawa gula nampaknya disintesis sebagai respon langsung terhadap menurunnya
potensial air eksternal. Senyawa-senyawa tersebut juga melindungi enzim-enzim terhadap
penghambatan atau penonaktipan pada aktivitas air internal yang rendah. Osmotika organik yang
utama dalam tanaman glikofita tingkat tinggi ternyata asam-asam organik dan senyawa-senyawa
gula. Asam malat paling sering menyeimbangkan pengambilan kation yang lebih. Dalam
tanaman halofita, oksalat adalah asam organik yang menyeimbangkan akibat kelebihan kation.
Demikian juga pada beberapa tanaman lainnya, akumulasi sukrosa yang berkontribusi terhadap
penyesuaian osmotika merupakan respon terhadap salinitas (Harjadi dan Yahya, 1988).
Untuk menjaga keseimbangan ion dalam vakuola dan agar tidak mempengaruhi reaksi
biokimia dalam sel, maka sitoplasma mengakumulasi senyawa yang mempunyai berat molekul
rendah (Zhifang dan Loescher 2003). Senyawa organik terlarut seperti asam amino, gula, poliol,
betain dan ektoin serta turunan dari beberapa senyawa tersebut bersifat netral (Koyro 2004)
sehingga tidak mempengaruhi reaksi biokimia dalam sel. Mekanisme ini dapat bekerja secara
bersama-sama walaupun mekanisme yang lebih dominan dapat beragam antarspesies.