Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Spiritual

Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha pencipta, tergantung dengan
kepercayaan yang dianut oleh individu.

Spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang manusia dalam kehidupannya tanpa
memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan dasar tersebut meliputi: kebutuhan fisiologis, keamanan
dan keselamatan, cinta kasih, dihargai dan aktualitas diri. Aktualitas diri merupakan sebuah tahapan
Spiritual seseorang, dimana berlimpah dengan kreativitas, intuisi, keceriaan, sukacita, kasih sayang,
kedamaian, toleransi, kerendahatian serta memiliki tujuan hidup yang jelas (Maslow 1970, dikutip dari
Prijosaksono, 2003).

Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta (Hamid,
1999). Spiritual juga disebut sebagai sesuatu yang dirasakan tentang diri sendiri dan hubungan dengan
orang lain, yang dapat diwujudkan dengan sikap mengasihi orang lain, baik dan ramah terhadap orang
lain, menghormati setiap orang untuk membuat perasaan senang seseorang. Spiritual adalah kehidupan,
tidak hanya doa, mengenal dan mengakui Tuhan (Nelson, 2002).

Menurut Mickley et al (1992) menguraikan Spiritual sebagai suatu yang multidimensi yaitu dimensi
eksitensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan,
sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Spiritual sebagai konsep dua dimensi, dimensi vertikal sebagai hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha
Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan dengan
diri sendiri, dengan orang.

Berdasarkan konsep keperawatan, makna spiritual dapat dihubungkan dengan kata-kata : makna,
harapan, kerukunan, dan system kepercayaan (Dyson, Cobb, Forman,1997). Dyson mengamati bahwa
perawat menemukan aspek spiritual tersebut dalam hubungan dengan seseorang dengan dirinya
sendiri, orang lain dan dengan Tuhan. Menurut Reed (1992) spiritual mencakup hubungan intra, inter,
dan transpersonal. Spiritual juga diartikan sebagai inti dari manusia yang memasuki dan mempengaruhi
kehidupannya dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan perilaku serta dalam hubungannya dengan diri
sendiri, orang lain, alam ,dan Tuhan (Dossey & Guazetta, 2000).

Para ahli keperawatan menyimpilkan bahwa spiritual merupakan sebuah konsep yang dapat diterapkan
pada seluruh manusia. Spiritual juga merupakan aspek yang menyatu dan universal bagi semua
manusia. Setiap orang memiliki dimensi spiritual. Dimensi ini mengintegrasi, memotivasi,
menggerakkan, dan mempengaruhi seluruh aspek hidup manusia.
B. Karakateristik Spiritual

Adapun karakteristik spiritualitas menurut Hamid (2000) meliputi :

1. Hubungan dengan diri sendiri (kekuatan dalam atau self-reliance) meliputi: pengetahuan diri (siapa
dirinya, apa yang dapat dilakukannya) dan sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada
kehidupan/masa depan, ketenangan pikiran, harmoni atau keselarasan dengan diri sendiri.

2. Hubungan dengan alam (harmoni) meliputi: mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim
dan berkomunikasi dengan alam (bertanam, berjalan kaki), mengabadikan dan melindungi alam.

3. Hubungan dengan orang lain (harmonis atau suportif) meliputi: berbagi waktu, pengetahuan dan
sumber secara timbal balik, mengasuh anak, orang tua dan orang sakit, serta meyakini kehidupan dan
kematian (mengunjungi, melayat dll), dikatakan tidak harmonis apabila: konflik dengan orang lain,
resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.

4. Hubungan dengan ketuhanan (agamais atau tidak agamais) meliputi: sembahyang atau berdoa atau
meditasi, perlengkapan keagamaan dan bersatu dengan alam (hamid, 2000).

C. Dimensi Spiritual Pada Pasien Lansia

Menurut Koezier & Wilkinson, 1993 cit Hamid, 2000, dimensi spiritual adalah upaya untuk
mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau
mendapat kekuatan ketika sedang menghadapi stres emosional, penyakit fisik atau kematian. kekuatan
yang timbul diluar kekuatan manusia.

Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar,
berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional,
penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar
kekuatan manusia (Kozier, 2004).

Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama, Dimensi
eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada
hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa. Spirituaiitas sebagai konsep dua dimensi.
Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan
seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang
lain dan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimensi tersebut
(Hawari, 2002).

D. Perkembangan Spiritual Pada Pasien Lansia


Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan
berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh
generasi muda. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang
lain (saudara, sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang
lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam
kehidupan dan merasa berharga serta lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat
ditolak atau dihindarkan (Hamid, 2000).

Mubarak et.al (2006), perkembangan spiritual yang terjadi pada lanjut usia antara lain: 1)
agama/kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan; 2) lanjut usia makin matur dalam kehidupan
keagamaannya, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari. Perkembangan spiritual
pada usia 70 tahun menurut Fowler : universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah
berfikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan.

E. Konsep Kebutuhan Dasar Spiritual

1. Pengertian kebutuhan dasar spiritual

Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan
rnemenuhi kewajiban agamas serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan,
mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan.

Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan
dicintai, serta kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf (Kozier, 2004).

Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan
memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai,
menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan. dapat disimpulkan kebutuhan spiritual
merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai
serta rasa keterikatan dan kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf. (Hamid, 2000)

Menginventarisasi 10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia (Clinebell dalam Hawari, 2002), yaitu :

a. Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara terus-menerus diulang guna
membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah.

b. Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan untuk menemukan makna hidup dalam
membangun hubungan yang selaras dengan Tuhannya (vertikal) dan sesama manusia (horisontat) serta
alam sekitaraya

c. Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian, pengalaman agama
integratif antara ritual peribadatan dengan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.
d. Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan hubungan dengan Tuhan,
tujuannya agar keimanan seseorang tidak melemah.

e. Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa. rasa bersaiah dan berdosa ini merupakan beban
mental bagi seseorang dan tidak baik bagi kesehatan jiwa seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal
yaitu pertama secara vertikal adalah kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah, dan berdosa kepada
Tuhan. Kedua secara horisontal yaitu bebas dari rasa bersalah kepada orang lain

f. Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri {self acceptance dan self esteem), setiap orang ingin
dihargai, diterima, dan diakui oleh lingkungannya.

g. Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa depan. Bagi orang
beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka pendek (hidup di dunia) dan jangka panjang (hidup di
akhirat). Hidup di dunia sifatnya sementara yang merupakan persiapan bagi kehidupan yang kekal di
akhirat nanti.

h. Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi sebagai pribadi yang utuh. Di
hadapan Tuhan, derajat atau kedudukan manusia didasarkan pada tingkat keimanan seseorang. Apabila
seseorang ingin agar derajatnya lebih tinggi dihadapan Tuhan maka dia senantiasa menjaga dan
meningkatkan keimanannya.

Secara ringkas dapat dinyatakan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualnya apabila mampu
(Hamid, 2000) :

1. Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di dunia/kehidupan.

2. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan.

3. Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta.

4. Membina integritas personal dan merasa diri berharga.

5. Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan.

6. Mengembangkan hubungan antar manusia yang positif.

2. Pengkajian kebutuhan dasar spiritual pada pasien lansia

Dalam pengkajian terhadap lansia perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin
dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam keadaan sakit atau mendeteksi
kematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian, DR. Tony
styobuhi mengemukakn bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh
berbagai macam factor, seperti ketidak pastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan
kegelisahan kumpul lagi bengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian
setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara
dalam mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga
perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada
orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.

Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan seseorang merupakan factor
yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk melapangkan dada
klien lanjut usia. Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap
fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.
Mengingatkan klien lansia apakah sudah beribadah, bagaimana perasaan lansia setelah beribadah,
melakukan hal-hal yang berhubungan dengan beribadah lainnya (berdoa, pergi ketempat beribadah,
berpuasa, berdoa bersama atau pengajian, membaca kitab suci atau al’quran dan lain-lain).

F. Bagaimana sikap pasien lansia sesuai tingkat perkembangan lansia mengahadapi sakit dan kematian.
Jelaskan alasannya?

Pada kelompok lansia saat menghadapi sakit dan kematian, lansia lebih cenderung :

1. Mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama

2. Berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh
generasi muda.

3. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain (saudara,
sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri.

4. Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk
menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta lebih dapat
menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan (Hamid, 2000).

Alasannya : karena pada kelompok lansia lebih cenderung memikirkan aspek spiritual keagamaan yang
lebih utama dari aspek-aspek yang lain, sehingga kelompok lansia lebih focus pada satu aktivitas spiritual
keagamaan untuk mendekatkan dirinya dengan Tuhannya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada kelompok lansia saat menghadapi sakit dan kematian, lansia lebih cenderung : Mempunyai lebih
banyak waktu untuk kegiatan agama, berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti
nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda, perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif
serta menghadapi kematian orang lain (saudara, sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri,
perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi
kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta lebih dapat menerima kematian
sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan (Hamid, 2000).

B. Saran

Sebagai perawat professional kita harus melakukan hal yang memang dibutuhkan oleh pasien termasuk
salah satunya adalah melakukan asuhan keperawatan spiritual, jangan hanya mementingkan
kepentingan bisnis yang berorientasi pada material saja

DAFTAR PUSTAKA

Govier. (2000). Spiritual care in nursing: A systematic approach. Nursing standard, 1, (1), diambil pada
tanggal 20 September 2007 dari http://www.nursing-standard.co.uk/archives/ns/vol-14-
17/pdfs/res.pdf.

Henderson, V. (2006). The concepts of nursing. Journal of advance nursing, 53, (1), 25-31. Diambil pada
24 Desember 2009 dari jam 20.00 WIB dari
http://www.journalofadvancednursing.com/docs/jan_1978.pdf.

Makhija (2002). Spiritual nursing. Nursing journal of India. (June, 2002). Diambil pada tanggal 10
Februari 2008 dari http://findarticles.com/p/articles/mi_qa4036/is_ 200206/ai_n9120374.

Oswald (2004). Nurses’ perceptions of spirituality and spiritual care. Diambil pada 27 Desember 2008
jam 14.20 WIB dari http://proquest.umi.com/pqdweb

Rankin & DeLashmutt (2006). Finding spirituality and nursing presence: The student’s challenge. Journal
of holistic nursing. (Vol 24; number 4). December 2006. Diambil pada tanggal 21 September 2007 dari
http://jhn.sagepub.com/cgi/content/abstract/24/4/282
Rieg, Mason & Preston (2006). Spiritual care: Practical guidelines for rehabilitation nurses. Nov/Dec
2006. Vol. 31. Diambil pada tanggal 15 Februari 2008 dari http://proquest.umi.com/pqdweb?
index=15&did=1166454341&SrchMode=1&sid=2&Fmt=3&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VName
=PQD&TS=1190364522&clientId=45625.

Taylor, Lilis & LeMone. (1997). Fundamentals of nursing: The art and science of nursing care. (3rd Ed.).
Philadelphia: Lippincott.

Xiaohan, L. (Maret 2005). Basic concepts in nursing science. China: School of Nursing China Medical
University. Diambil pada 26 Desember 2009 jam 15.17 WIB dari
www.cmu.edu.cn/course/upl_files/17/200761104241915.doc.

Anda mungkin juga menyukai