Anda di halaman 1dari 21

THALASEMIA

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 6

1.Febriyanti Nalole
2.Firanti Nurdjafar
3.Fitrananda Napu
4.Fitriyanty Oktaviani
5.Hendra Jamil
6.Ijul Adhi Satria
7.Indriani Tamilihu
8.Izrak Habu
9.Laras Siswati Aliwu
10. Sultika Kaluku
11. Tiansi Hasan

FAKULTAS ILMU KESSEHATAN


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena kita telah di
berikan suatu nikmat yaitu kesehatan sehingga kita dapat membuat tugas yang berjudul
“THALASEMIA” serta tak lupa salawat beriring salam kita kirimkan kepada junjungan kita
Nabi muhammad SAW karna berkat perjunjungan beliau kita sama-sama dapa merasakan alam
yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti saat ini.

Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah kami ini. Terutama pada “ibu Nurliah M.kep” Serta kepada teman-teman
yang telah membantu dalam penyusunan makalah kali ini.

Jika di kemudian hari terdapat keselahan kami mohon maaf sebesar besarnya serta kami
mohon kritik dan saran dari segenap pembaca sekalian. Demikian yang kami ucapkan lebih dan
kurang kami ucapkan terima kasih

Gorontalo, 18 Januari 2020

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………....i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….….....ii

BAB I KONSEP MEDIS

1.1 Pengertian…………………………………………………………………………………......1
1.2 Penyebab……………………………………………………………………….................…...1
1.3 Patofisiologi…………………………………………………………………………………...2
1.4 Manifestasi klinis……………………………………………………………………….……..3
1.5 Pathway……………………………………………………………………………………….3
1.6 Pemeriksaan penunjang……………………………………………………………………….5
1.7 Komplikasi…………………………………………………………………………….………6
1.8 Penatalaksanaan……………………………………………………………………………….6

BAB II KONSEP KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian …………………………………………………………………………….......….8


2.2 Penyimpangan kdm…………………………………………………………………………...9
2.3 Diagnosa keperawatan…………..………….………………………………………………..11

BAB III RENCANA INTERVENSI (SDKI,SLKI,SIKI)

BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
KONSEP MEDIS

1.1 PENGERTIAN
Thalasemia adalah penyakit genetik (turunan) yang menyerang sel darah merah
sehingga sel darah merah menjadi mudah rusak dan rapuh. Secara normal umur sel darah merah
adalah 120 hari tetapi pada kasus ini umurnya menjadi sangat pendek yaitu bisa kurang dari 1/2-
nya. Di Indonesia sendiri, tidak kurang dari 1.000 anak kecil menderita penyakit ini. Sedang
mereka yang tergolong thalasemia trait jumlahnya mencapai sekitar 200.000 orang. Thalasemia,
meski terdapat di banyak negara, memang secara khusus terdapat pada orang-orang yang berasal
dari kawasan Laut Tengah, Timur Tengah, atau Asia. Jarang sekali ditemukan pada orang-orang
dari Eropa Utara ( Brozovic M, Henthorn J. , 1995 : 249).
Talasemia secara relatif merupakan anemia yang umum pada orang keturunan Laut
Tengah, terutama mereka dari Italia, Sisilia, Siprus an Yunani. Talasemia merupakan tipe anemia
hemolitik cacat primer pada sintesis hemoglobin, di mana eritrosit secara abnormal cenderung
mengalami hemolisis ( Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2,1994).Talasemia merupakan
sindrom kelainan yag diwariskan dan masuk dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan
yang disebabkan gangguan sintesis Hb akibat mutasi didalam ataudekat gen globin.(Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Aru W. Sudoyo.dkk.2009)
Talasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai oleh
penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih diklasifikasikan
menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) ; dua kategori mayor adalah alfa-dan beta-
thalasemia, alfa-t, thalasemia yang disebabkan oleh penurunan kecepatan sintesis rantai alfa
hemoglobin.(Kamus Dorlan,2000 )

1.2 PENYEBAB
Thalasemia, menurut pakar hematologi dari Rumah Sakit Leukas Stauros, Yunani, dr
Vasili Berdoukas, merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kerusakan DNA dan penyakit
turunan. Penyakit ini muncul karena darah kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin
sehingga tubuh tidak mampu memproduksi sel darah merah secara normal. Hemoglobin yang
terdapat dalam sel darah merah, mengandung zat besi (Fe). Kerusakan sel darah merah pada
penderita thalasemia mengakibatkan zat besi akan tertinggal di dalam tubuh. Pada manusia
normal, zat besi yang tertinggal dalam tubuh digunakan untuk membentuk sel darah merah baru.
Pada penderita thalasemia, zat besi yang ditinggalkan sel darah merah yang rusak itu menumpuk
dalam organ tubuh seperti jantung dan hati (lever). Jumlah zat besi yang menumpuk dalam tubuh
atau iron overload ini akan mengganggu fungsi organ tubuh. Menurut Berdoukas, penumpukan
zat besi terjadi karena penderita thalasemia memperoleh suplai darah merah dari transfusi darah.
Penumpukan zat besi ini, bila tidak dikeluarkan, akan sangat membahayakan karena dapat
merusak jantung, hati, dan organ tubuh lainnya, yang pada akhirnya bisa berujung pada
kematian. Penderita thalasemia tidak bisa memproduksi rantai globin sehingga tidak bisa
memproduksi hemoglobin dan sel darah merahnya mudah rusak. (Cappellini N, 2000:201).
Menurut Berdoukas, tidak sedikit penderita thalasemia yang meninggal dunia akibat
penimbunan zat besi pada organ jantung. Walau penimbunan zat besi akibat transfusi darah
terjadi di berbagai organ ( paling banyak di hati ). Namun karena jantung mempunyai daya
kompensasi yang kurang di banding organ lain, maka banyak penderita thalasemia meninggal
karena komplikasi jantung.
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Penderita
memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut
hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini. Thalasemia
digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena.

1.3 PATOFISIOLOGI
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen
globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau tidak
ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel darah merah
sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan
sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari).
(Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua
rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta thalasemia yaitu
tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan
kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai
alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin
defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal
ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau
hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai beta dan
gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi,
yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil
badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif.
Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan
edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi,
2001 )
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino tersebut. Bisa
terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan
kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Suriadi,2001)
1.4 MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :
a. Thalasemia Mayor:
1. Pucat
2. Lemah
3. Anoreksia
4. Sesak napas
5. Peka rangsang
6. Tebalnya tulang cranial
7. Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
8. Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
9. Disritmia
10. Epistaksis
11. Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
12. Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
13. Kadar besi serum tinggi
14. Ikterik
15. Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar.
 b. Thalasemia Minor
1. Pucat
2. Hitung sel darah merah normal
3. Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar normal
Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

1.5 PATHWAY

Kelainan genetik
- Gangguan rantai peptide
- Kesalahan letak asam amino polipeptida

Rantai β dalam molekul Hb

G3 Eritrosit Mbw O2

Kompensator naik pada rantai α


Β produksi terus-menerus

Hb defectife

Ketidakseimbangan polipeptida

Eritrosit tidak stabil

Hemolisis anemia berat

Suplai O2 kejar berkurang pembentukan eritrosit

Perfusi
Ketidakseimbangan perifer tidak
antara suplay O2 dan kebut hemosiderosis
efektif

kelemahan

Intoleransi anoreksia
aktivitas

Resiko nutrisi
1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive
test. 
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan
Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a) Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat
membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining. 
b) Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan
eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang
dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi
mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF
berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu
penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive
rate  18.40% dan false negative rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).
c) Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi
mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode
matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).
d) Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah
eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)²,
RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya
digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β
(Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13
cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada
penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak
ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke
rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).
2.     Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada
dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2%
(anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai
abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor
Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor
Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb
C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan
menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan
penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini
berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan
variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2
(Wiwanitkit, 2007).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular
diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan
mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

1.6 KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain
lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar
mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme
seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal
jantung (Hassan dan Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus
dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi
melanin (Herdata, 2008)

1.7 PENATALAKSANAAN
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
 Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi
darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut
hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine
(Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating
agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi
yang lama dapat juga diberikan secara  subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
 Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan
rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
 Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan
asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan
obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan
bisa menyebabkan keracunan.         Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.
Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas, 2002; Herdata,
2008)
            1.      Medikamentosa
 Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum
sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali
transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui
pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai
transfusi darah.
 Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek
kelasi besi.
  Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
 Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah 
2. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
 limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan
tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
 hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan
suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia
dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa
ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti
pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan
cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
3. Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi,
dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah
dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

2.1 PENGKAJIAN
1.      Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki,
yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan
merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2.      Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan,
biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
3.      Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah
dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4.      Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang
sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini
terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya
dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis
dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia
minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5.      Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak
sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6.      Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila
beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7.      Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita
thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita
thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena
berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
8.      Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka
ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir.
Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9.      Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
a. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya
yang normal.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala
membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
e. Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran
jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal.
Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut
pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap
adolesense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah,
maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam
jaringan kulit (hemosiderosis).

2.2 PENYIMPANGAN KDM

Kelainan genetik
- gangguana rantai peptide
- kesalahan letak asam amino polipeptida

rantai β dalam molekul Hb

G3 eritrosit Mbw O2

Kompensator naik pada rantai α

β produksi terus-menerus
Hb defectife

Ketidakseimbangan polipeptida

Eritrosit tidak stabil

Hemolisis anemia

Suplai O2 kejar berkurang pembentukan eritrosit

Ketidakseimbangan
antara suplay O2 dan kebut Perfusi perifer hemosiderosis
tidak efektif

kelelahan
Introleransi
aktivitas
anoreksia

Resiko nutrisi
2.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
2. Perfusi perifer tidak efektif behubungan dengan bekurangnya komponen seluler yang
menghantarkan oksigen/nutrisi
3. Resiko nutrisi berhubangan dengan anoreksia
BAB III
RENCANA INTERVENSI (SDKI, SLKI, SIKI)

NO Dx Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
D.0058 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan I.05178
Kategori: Fisiologis keperawatan selama Manajemen Energi
Sbkategori: Aktifitas/Iatrahat 3x24jam diharapkan Tindakan
Definisi : toleransi aktifitas membaik Observasi
Ketidakcukupan energy untuk dengan kriteria hasil:  Indentifikasi gangguan
melakukan aktifitas sehari- 1. Frekuensi nadi: fungsi tubuh yang
hari. meningkat mengakibatkan
Penyebab: 2. Saturasi oksigen: kelelahan
1. Ketidakseimbangan meningkat  Monitor kelelahan fisik
anatar suplai dan 3. Kecepatan berjalan: dan emosional
kebutuhan oksigen Menigkat  Monitor pola dan jam
2. Tirah baring 4. Perasaan lemah: tidur
3. Imobilitas menurun  Monitor lokasi dan
4. Gaya hidup monoton 5. Aritmia saat ketidaknyamanan
Kelemahan aktivitas: menurun selama melakukan
5. kelemahan 6. Aritmia setelah aktivitas
aktivitas: menurun Terapeutik
7. Tekanan darah:  Sediakan lingkungan
Membaik nyaman dan rendah
8. Frenkuensi napas: stimulus(mis. Cahaya,
membaik suara, kungjungan)
 Lakukan latihan rentang
gerak pasif/ atau aktif
 Berikan aktivitas
distraksi yang
menenagkan
 Fasilits duduk disisi
tempat tidur
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjukrkan melakukan
aktivitas secara bertahab
 Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
 Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang.
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

D.0032 Resiko deficit nutrisi Setelah dilakukan tindakan I.03111


Kategori: fisiologis keperawatan diharapkan Menajemen gangguan makan
Subkategori: nutrisi dancairan asupan nutrisi dapat Tindakan
Difinisi dipenuhi dengan kriteria Observasi
Berisiko mengalami asupan hasil:  Monitor asupan dan
nutrisi tidak cukup untuk 1. Porsi makanan yang keluarnya makanan dan
memenuhi kebutuhan dihabiskan: cairan serta kebutuhan
metabolisme meningkat kalori
2. Pengetahuan tentang Terapeutik
pemilihan makanan  Timbang berat badan
yang sehat: secara rutin
meningkat  Diskusikan perilaku
3. Frekuesi makan: makan dan jumlah
membaik aktifitas fisik (termasuk
4. Nafsu makan: olahraga) yang sesuai
membaik  Rencanakan program
pengobatan untuk
perawatan dirumah
(mis.medis, konseling)
Edukasi
 Anjurkan membuat
catatan harian tentang
perasaan dan situasi
pemicu pengeluaran
makanan (mis.
Pengeluaran yang
disengaja, muntah,
aktifitas berlebihan)
 Anjurkan pengaturan
diet yang tepat
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang target berat
badan, kebutuhan kalori
dan pilihan makanan.
D.0009 Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan I.02079
Kategori: fisiologis keperawatan diharapkan Perawatan sirkulasi
Subkategori: sirkulasi keadekuatan aliran darah Tindakan
Definisi: untuk menunjang fungsi Observasi
Penurunan sirkulasi darah jaringan dengan kriteria  Periksa sirkulasi perifer
pada level kapiler yang dapat hasil: (mis.nadi perifer, edema,
mengganggu 1. Denyut nadi perifer: pengisian kapiler, warna,
metabolisme tubuh meningkat suhu)
Penyebab: 2. Warna kulit pucat:  Identifikasi factor
1. Hiperglikemia menurun gangguan sirkulasi
2. Penurunan kosentrasi 3. Nyeri ekstermitas: (mis.diabetes, perokok,
haemoglobin menurun orang tua, hipertensi dan
3. Peningkatan tekanan 4. Kelemahan otot: kadar kolestrol tinggi)
darah menurun  Monitor kemerahan,
4. Kekurangan volume 5. Kram otot: menurun panas, nyeri atau
cairan 6. Nekrosis: menurun bengkak pada
5. Penurunan aliran arteri 7. Turgor kulit: cukup ekstremitas
dan/atau vena baik Terapeutik
6. Kurang aktifitas fisik 8. Tekanan darah  Hindari pemasangan
sistolik: cukup baik infus atau pengambilan
9. Tekanan darah darah diarea
diastolic: cukup baik keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran
tekanan darah pada
bagian ekstremitas
dengan keterbatasan
perfusi
 Lakukan pencegahan
infeksi
 Lakukan perawatan kaki
dan kuku
Edukasi
 Anjurkan berhenti
merokok
 Anjurkan berolahraga
rutin
 Anjurkan obat penurun
tekanan darah secara
teratur
 Anjurkan program
rehabilitas vascular

BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Talasemia adalah penyakit kelainan darah bisa dikarenakan keturunan yang ditandai
dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). Penyebaran penyakit talasemia antara lain di Mediterania seperti Italia, Yunani,
Afrika bagian utara, kawasan Timur Tengah, India Selatan, Sri Langka sampai Asia Tenggara.
Mekanisme talasemia yaitu tubuh tidak dapat memproduksi rantai protein hemoglobin yang
cukup. Hal ini menyebabkan sel darah merah gagal terbentuk dengan baik dan tidak dapat
membawa oksigen. Gen memiliki peran dalam mensintesis rantai protein hemoglobin. Jika gen –
gen ini hilang atau diubah atau terganggu maka talasemia dapat terjadi.
Adapun tanda dan gejala talasemia yaitu lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai
dengan umur, berat badannya kurang, gizi buruk, perut membuncit, muka yang mongoloid, kulit
tampak pucat kuning – kekuningan dan jantung mudah berdebar – debar. Talasemia dibedakan
menjadi 2 berdasarkan terganggunya rantai globin dan secara klinis. Penyebab talasemia yaitu
gangguan genetik; kelainan struktur hemoglobin; produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai
polipeptida terganggu; terjadi kerusakan eritrosit dan deoksigenasi. Pendeteksian penyakit
talasemia bisa dengan meriksa darah secara rutin serta untuk pencegahan dan pengobatanya
dengan menghindari makanan yang di asinkan, tranfusi darah, terapi khelasi besi maupun
suplemen asam folat juga transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca.

DAFTAR PUSTAKA
Henthorn J, Brozovic M. 1995. Investigation of Abnormal Hemoglobins and Thalassemia. Dacie
JV : Churchill Livingstone Edinburgh.

Cohen A, Cappellini N. 2000. Guidelines for the Clinical Management of Thalassaemia. New


York:Thalassaemia International Federation.

A, Eleftheriou. 2000. Clinical Management of Thalassaemia. New York : Thalassaemia


International Federation.

Miller. 1997. Blood Disease of Infancy and Childhood. St. Louis : Mosby Co.

DB, Nathan. 2000. Hematology of Infancy and Childhood. Philadelphia : W

Anda mungkin juga menyukai