Anda di halaman 1dari 3

EPILEPSI

Definisi

Epilepsi merupakan penyakit pada otak akibat peningkatan kerentanan sel neuron terhadap
kejadian kejang epileptik yang berdampak pada aspek neurobiologis, psikologis, kognitif, dan
sosial individu. Epilepsi dapat ditegakkan pada salah satu kondisi berikut:

(1) Terdapat minimal dua episode kejang tanpa diprovokasi

(2) Terdapat satu episode kejang tanpa diprovokasi, namun risiko rekurensi dalam 10 tahun
sama dengan risiko rekurensi setelah dua episode kejang tanpa provokasi

(3) Sindrom epilepsi (berdasarkan pemeriksaan elektroensefalografi).

Secara umum, epilepsi hanya terjadi pada kurang dari sepertiga kasus kejang pada anak,
sementara sisanya merupakan kejang yang dipicu demam, kelainan metabolik, trauma,
infeksi, toksin, maupun psikiatrik.

Epidemiologi

Sebagian besar epilepsi terjadi pada masa anak - anak, namun banyak anak mengalami remisi
ketika dewasa. Di amerika serikat, sebanyak 3 juta orang mengalami epilepsi dan 200.000
kasus baru didiagnosis setiap tahunnya. Angka kejadian epilepsi sedikit lebih tinggi pada laki
- laki dibanding perempuan. Usia <2 tahun adalah kelompok usia dengan insidens tertinggi.

Patofisologi

Terjadi ledakan lepas muatan listrik dengan frekwensi tinggi dan sekelompok sel saraf yang
disebabkan ketidak seimbangan glutaman dengan GABA dengan didahului pergeseran
depolarisasi terus menerus dan potensial membran dan ketidak seimbangan kelompok sel
saraf perangsang dan penghambat. Mekanisme terjadinya epilepsi ditandai dengan gangguan
paroksimal akibat penghambatan neuron yang tidak normal atau ketidakseimbangan antara
neurotransmiter eksitatori dan inhibitori. Defisiensi neurotransmiter inhibitori seperti Gamma
Amino Butyric Acid (GABA) atau peningkatan neurotransmiter eksitatori seperti glutamat
menyebabkan aktivitas neuron tidak normal. Neurotransmiter eksitatori (aktivitas pemicu
kejang) yaitu, glutamat, aspartat, asetil kolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas
kortikotripin, purin, peptida, sitokin dan hormon steroid. Neurotransmiter inhibitori (aktivitas
menghambat neuron) yaitu, dopamin dan Gamma Amino Butyric Acid (GABA). Serangan
kejang juga diakibatkan oleh abnormalitas konduksi kalium, kerusakan kanal ion, dan
defisiensi ATPase yang berkaitan dengan transport ion, dapat menyebabkan ketidak stabilan
membran neuron.

Aktivitas glutamat pada reseptornya (AMPA) dan (NMDA) dapat memicu pembukaan kanal
Na+. Pembukaan kanal Na ini diikuti oleh pembukaan kanal Ca2+, sehingga ion - ion Na+
dan Ca2+ banyak masuk ke intrasel. Akibatnya, terjadi pengurangan perbedaan polaritas pada
membran sel atau yang disebut juga dengan depolarisasi. Depolarisasi ini penting dalam
penerusan potensial aksi sepanjang sel syaraf. Depolarisasi berkepanjangan akibat
peningkatan glutamat pada pasien epilepsi menyebabkan terjadinya potensial aksi yang terus
menerus dan memicu aktivitas sel - sel syaraf. Beberapa obat - obat antiepilepsi bekerja
dengan cara memblokade atau menghambat reseptor AMPA (alpha amino 3 Hidroksi 5
Methylosoxazole 4 propionic acid) dan menghambat reseptor NMDA (N methil D aspartat).
Interaksi antara glutamat dan reseptornya dapat memicu masuknya ion - ion Na+ dan Ca2+
yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya potensial aksi. Namun felbamat
(antagonis NMDA) dan topiramat (antagonis AMPA) bekerja dengan berikatan dengan
reseptor glutamat, sehingga glutamat tidak bisa berikatan dengan reseptornya. Efek dari kerja
kedua obat ini adalah menghambat penerusan potensial aksi dan menghambat aktivitas sel-sel
syaraf yang teraktivasi. Patofisiologi epilepsi meliputi ketidakseimbangan kedua faktor ini
yang menyebabkan instabilitas pada sel-sel syaraf tersebut.

Daftar Pustaka

Irani, Vidia, M., 2009, Gambaran Efektivitas Antiepilepsi Pada Pasien Epilepsi Yang
Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, 41-70.

Nordli, D.R., Pedley, De Vivo, 2006, Buku Ajar Pediatri Rudolph volume 3, EGC, Jakarta,
1023, 1034, 2135-2138.

Wibowo, S., dan Gofir, A., 2006, Obat Antiepilepsi, Pustaka Cendekia Press, Yogyakarta, 85.

Tim Pedoman Diagnosis dan Terapi BAG/SMF Ilmu Penyakit Saraf, 2006, Buku Pedoman
dan Terapi (PDT), Edisi III, Universitas Airlangga Surabaya, Surabaya, hal. 63
Kapita Selekta Kedokteran, 2014, Arifputera A, Calistania C, Klarisa C, Priantono D, et.al,
Ed.4, Jakarta: Media Aesculapius, hal. 98

Anda mungkin juga menyukai