PENDAHULUAN
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Caplak dan Klasifikasinya
Caplak adalah ektoparasit pengisap darah obligat pada vertebrata terutama mamalia,
burung dan reptil di seluruh dunia. Dilaporkan terdiri atas dua famili dari caplak, yaitu
Ixodidae (caplak keras) dan Argasidae (caplak lunak). Keduanya vektor penting bagi agen
patogen yang menyebabkan timbulnya berbagai agen pada manusia dan hewan di seluruh
dunia (Leliana dan Rizaisyah, 2015).
Menurut Ismanto dan Bina (2009), caplak (ticks) atau sengkenit, berdasarkan morfologi
tubuhnya bisa dibagi menjadi dua, yaitu caplak keras (hard ticks) dan caplak lunak (soft
ticks). Secara taksonomi caplak termasuk dalam:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Chelicerata
Class : Arachnida
Sub class : Acarina
Ordo : Parasitiformes
Sub ordo : Ixodida
Super family : Ixodoidea
Family : Ixodidae
Pada caplak lunak merupakan family Argasidae. Salah satu ciri utama yang membedakan
keduanya adalah scutum (lapisan kitin yang menebal dank eras) pada caplak keras stadium
dewasa, sedangkan pada caplak lunak tidak memiliki scutum (Ismanto dan Bina, 2009).
2.2 Fase Kehidupan Caplak
Siklus hidup yang dijalani caplak berupa telur-larva-nimfa-caplak dewasa. Caplak
dewasa setelah kawin akan menghisap darah sampai kenyang, lalu jatuh ke tanah dan
disinilah caplak bertelur. Larva yang baru menetas segera akan mencari inangnya dengan
pertolongan benda-benda sekitarnya serta bantuan alat olfaktoriusnya. Setelah mendapatkan
inangnya, caplak akan menghisap darah inang hingga kenyang (enggorged) lalu akan jatuh ke
tanah atau tetap tinggal pada tubuh inang tersebut dan segera berganti kulit (molting) menjadi
nimfa. Nimfa menghisap darah kembali, setelah kenyang akan jatuh ke tanah dan berganti
kulit menjadi caplak dewasa. Caplak betina setelah kenyang menghisap darah dapat
membesar sampai 20-30 kali ukuran semula. Satu siklus hidup berkisar antara 6 minggu
sampai tiga tahun. Caplak dewasa dapat bertelur sekitar 100-18.000 butir/caplak. Caplak
memerlukan ± 1 tahun untuk menyelesaikan satu siklus hidup di daerah tropis dan lebih dari
satu tahun di daerah lebih dingin (Suparmin, 2015).
2.3 5 Jenis Caplak Beserta Patogenesa dan Pengobatannya
2.3.1 Ixodes ricinus
Ixodes ricinus mengisap darah dan, kadang-kadang, infestasi berat yang dapat
menyebabkan anemia. Gigitan caplak dapat merusak inang di lokasi perlekatan yang
menyebabkan cedera lokal, yang dapat menyebabkan infeksi bakteri sekunder. Lesi yang
disebabkan selama makan dapat menyebabkan miasis (Taylor et al., 2016).
2.3.2 Ixodes hexagonus
Pada anjing dan kucing, dan wanita dewasa biasanya menempel di belakang telinga,
pada rahang, leher dan pangkal paha, menyebabkan dermatitis lokal dan risiko infeksi luka.
Caplak ini sering ditemukan bertanggung jawab ketika anjing berulang kali terinfeksi caplak,
khususnya di sekitar area kepala. Ini juga bisa menjadi hama yang lebih signifikan di tempat-
tempat di mana I. ricinus terdapat. Ixodes hexagonus adalah vektor biologis Borrelia spp. dan
ensefalitis tickborne (Taylor et al., 2016).
2.3.3 Dermacentor andersoni
Dermacentor andersoni yang tingkat infestasi tinggi dapat menyebabkan anemia.
Dermacentor andersoni dapat menyebabkan kelumpuhan, terutama pada anak sapi, dan
mungkin bertanggung jawab untuk transmisi anaplasmosis sapi, disebabkan oleh Anaplasma
marginale. Caplak ini juga mentransmisikan Colorado fever virus dan bakteri yang
menyebabkan tularaemia. Dermacentor andersoni adalah vektor utama dari Rickettsia
rickettsia di Amerika Serikat bagian barat (Taylor et al., 2016).
2.3.4 Dermacentor reticulatus
Dermacentor reticulatus adalah vektor untuk transmisi berbagai patogen. Ini sangat
penting sebagai ektoparasit ternak dan dapat ditemukan di punggung mereka pada awal
musim semi. Pada sapi merupakan vektor untuk Babesia divergens (redwater), B. ovis,
Theileria ovis, Coxiella burnetii (Q fever), Francisella tularensis (tularaemia), Brucella,
Rickettsia conorii dan Anaplasma ovis. Pada kuda itu adalah vektor dari Babesia caballi,
Theileria equi dan infeksius ensefalomielitis dari kuda. Pada anjing itu adalah vektor untuk
Babesia canis (Taylor et al., 2016).
2.3.5 Rhipicephalus appendiculatus
Caplak ini dianggap sebagai hama utama di daerah endemis. Infestasi yang parah pada
ternak dapat menyebabkan kerusakan parah telinga dan toksaemia. Darah berlebih
diekskresikan oleh caplak ini dapat menarik lalat yang mengarah ke myiasis sekunder. Gigitan
caplak dapat terinfeksi bakteri. Cairan saliva dan racun saliva bisa menghasilkan reaksi inang
seperti toksikosis. Infestasi berat dapat menyebabkan toksaemia fatal dan hilangnya resistensi
terhadap infeksi lain serta kerusakan parah pada telinga inang dan ekor. Rhipicephalus
appendiculatus adalah vektor dari East coast fever (Theileria parva), T. lawrencei, Nairobi
disease, Ehrlichia bovis, Hepatozoon canis, Rickettsia conorii dan Thogoto virus (Taylor et
al., 2016).
Pengobatannya adalah gigitan caplak harus dilepaskan dari tempat gigitannya dengan
hati-hati agar tidak ada bagian tubuh dari caplak, misalnya kepala, yang tertinggal di dalam
jaringan kulit di tempat gigitan. Untuk itu caplak dapat dilepaskan dengan menetesi tubuh
caplak dengan bahan-bahan kimia, misalnya kloroform, eter, iodium tincture atau benzene.
Pemberantasan caplak dilakukan dengan menggunakan isektisida yang sesuai. Hewan-hewan
yang sakit atau terinfeksi dengan parasit harus diobati dengan sempurna (Suparmin, 2015).
2.4 5 Jenis Pinjal Beserta Penyakit yang ditimbulkan dan Penanganannya
2.5 Fase Kehidupan Pinjal
Pinjal mengalami metamorfosis sempurna (holometabolous) yaitu telur, larva, pupa dan
dewasa. Pada kondisi ideal seluruh tahapan siklus tersebut bisa dicapai dalam waktu dua
sampai tiga minggu. Siklus dapat berkisar enam sampai 12 bulan. Panjang waktu siklus hidup
tergantung pada kondisi lingkungan, khususnya suhu dan kelembaban saat tahap larva dan
pupa. Pinjal betina bertelur tiga sampai 18 butir telur setiap harinya. Pinjal betina biasanya
bertelur di tubuh inang kemudian telur tersebut akan jatuh. Pada kondisi ideal larva akan
muncul setelah dua sampai 6 hari. Larva pinjal akan memakan sisa protein organik seperti
rambut, bulu, dan kotoran pinjal dewasa. Larva hidup sesuai dengan tempat peristirahatan
seharihari inang definitifnya seperti sarang, tempat persembuyian di lantai, reruntuhan
gudang, padang-padang rumput dan tempat sampah. Larva akan mengalami dua sampai tiga
kali pergantian kulit instar menjadi pupa yang terbungkus kokon setelah 10 sampai 21 hari.
Tahap pupa sangat bergantung pada suhu lingkungan, meskipun sedikit bergantung pada
kelembaban yang tinggi dibandingkan tahap sebelumnya. Setelah muncul kutikula pada
kokon, pinjal dewasa biasanya tetap di dalam kokon sampai mendapat rangsangan suhu atau
rangsangan lain yang disebabkan oleh inang. Pinjal yang sudah mendapatkan inang akan
mengisap darah inang sebelum melakukan perkawinan (Bashofi, 2013).
2.6 Siklus Hidup Tungau
Siklus hidup tungau mirip dengan pinjal, kecuali bahwa tungau dapat menjalani lebih dari
satu tahap nimfa. Tahap perkembangan tungau adalah tahap telur diikuti oleh tahaplarva
berkaki enam, tahap nimfa berkaki delapan, dan akhirnya tahap dewasa berkaki delapan
(Saphiro, 2011).
Tungau dan kutu adalah merupakan bagian dari Acarina, subkelas dari Kelas Arachnida.
Mayoritas klasifikasi membagi tungau dan kutu menjadi tiga subordo dan tujuh ordo.
Mayoritas Acarinae yang terkait dengan ruminansia kecil bersifat telur, bertelur di mana
embrio berada pada tahap awal perkembangan. Hingga empat tahap aktif (instar) terjadi
antara telur dan dewasa, bagian ini termasuk larva berkaki enam dan dua nimfa berleher
delapan (protonymph dan tritonymph) (Bates, 2012).
Siklus hidup dasar Acarinae telah dimodifikasi dengan berbagai cara. Sebagai contoh,
tritonymph tidak terjadi di Mesostigmatad dan hanya ada satu tahap nymphal dalam kutu
keras, sedangkan gen kutu lunak Argas dan Ornithodoros memiliki beberapa nimfa,
tergantung pada kualitas dan jumlah sebelumnya makan darah. Moulting berlangsung antara
masing-masing instar, berlangsung 12 -36 jam untuk tungau kudis domba (Psoroptes ovis)
(Bates, 2012).
2.7 3 Jenis Tungau (Morfologi, Patogenesa, Penyakit yang ditimbulkan dan Hewan
yang diserang)
2.7.1 Otodectes cynotis
Nama umum Otodectes cynotis adalah ear mite (Psoroptidae) yang merupakan kutu
yang menyerang hewan anjing dan kucing. Morfologi dengan ukuran dewasa 500-800
mikrometer. Siklus hidupnya berlangsung selama 18-21 hari. Penyakit yang ditimbulkan
adalah pruritus intens saluran telinga yang dapat diikuti oleh mutilasi diri, otitis media, dan
infeksi bakteri. Cara diagnosa tungau ini dengan melihat tungau pada pemeriksaan otoskopik
atau usap telinga. Tungau dapat dilihat di bawah mikroskop bedah atau ditempatkan pada
slide di bawah mikroskop (dewasa, nimfa, larva, dan telur). Tungau ini bersarang pada telinga
dan sesekali pada tubuh (Foreyt, 2001).