Anda di halaman 1dari 11

TUGAS UPAYA PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER DAN TERSIER

PADA SISTEM REPRODUKSI DENGAN PERSIAPAN KEMO TERAPI


Dosen Pengampu : Ns.Neneng Aria N.,S.Kep., M.kep

DISUSUN OLEH:

Muhamad Rohman (CKR0180214)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


KAMPUS 2 SEKOLAH TINGGI ILMUKESEHATAN KUNINGAN
2020
1. Definisi Kanker Serviks
Kanker serviks adalah penyakit keganasan primer pada serviks uterus. Dimana serviks
adalah bagian dari uterus yang bentuknya silindris, diproyeksikan ke dinding vagina
anterior bagian atas dan berhubungan dengan vagina melalui sebuah saluran yang
dibatasi ostium uterus eksternum dan internum. Kanker serviks dapat berasal dari
permukaan ektoserviks atau endoserviks.
2. Epidemiologi
Kanker serviks masih merupakan kanker yang menduduki urutan pertama dari kejadian
kanker serviks secara keseluruhan ataupun dari kejadian kanker pada wanita. Karena
HPV yang merupakan faktor etiologi maka kanker serviks mempunyai beberapa faktor
risiko yang umumnya terkait dengan suatu penyakit akibat hubungan seksual.
Penyimpangan pola kehidupan seksual merupakan faktor risiko yang sangat berperan.
Faktor lain yang dianggap merupakan faktor risiko antara lain faktor hubungan seksual
pertama kali pada usia muda, faktor kebiasaan merokok dan pemakaian kontrasepsi
secara hormonal.
3. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus HPV (human papilloma virus). Lebih
dari 90% kanker serviks jenis skuamosa mengandung DNA virus HPV dan 50% kanker
serviks berhubungan dengan HPV tipe 16. Penyebaran virus ini terutama melalui
hubungan seksual. Dari banyak tipe HPV, tipe 16 dan 18 mempunyai peranan yang
penting melalui sekuensi gen E6 dan E7 dengan mengkode pembentukan protein-protein
yang penting dalam replikasi virus. Lebih dari 20 tipe HPV yang berbeda mempunyai
hubungan dengan kanker servikal. Onkoprotein dari E6 akan mengikat dan menjadikan
gen penekan tumor (p53) menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E7 akan berikatan
dan menjadikan produk gen retinoblastoma (pRb) menjadi tidak aktif. Pada penelitian
kasus-kontrol, prevalensi infeksi HPV pada kanker serviks jenis karsinoma sel skuamosa
dijumpai sejumlah 78,4-98,1 % (metaanalisa 12 negara). Pada penelitian kasus-kontrol
lainnya juga dijumpai adanya infeksi HPV pada lesi prakanker dan kanker invasif.
Kejadian infeksi HPV risiko tinggi dijumpai sejumlah 80% pada NIS II, 90% pada NIS
III dan sejumlah 98% pada karsinoma serviks invasif. Berdasarkan hasil temuan pada
penelitian epidemiologi, tipe HPV diklasifikasikan dalam tiga klasifikasi yaitu risiko
tinggi, kemungkinan risiko tinggi dan risiko rendah.
Tabel 2.2. Tipe HPV berdasarkan epidemiologi
Golongan Tipe HPV
Risiko tinggi 16,18,31,33,35,39,45,51,52,56,58,59
Kemungkinan risiko tinggi 26,53,66,68,73,82
Risiko rendah 6,11,40,42,43,44,54,61,70,72,81

 Faktor Risiko
Ada beberapa faktor resiko untuk terjadinya kanker serviks yaitu:
a. Faktor demografi
 Ras : di Amerika Serikat, insiden kanker serviks paling banyak dijumpai pada wanita
Amerika latin, Amerika Afrika, dan penduduk asli.
 Status ekonomi rendah dan tingkat pendidikan yang rendah : prevalensi kanker serviks
lebih tinggi pada wanita sosio-ekonomi rendah.
 Usia : kanker serviks lebih banyak dijumpai pada wanita usia tua.
b. Faktor kebiasaan
 Jarang atau tidak pernah pap smear
 usia saat berhubungan seksual pertama kali : jika pertama kali berhubungan seksual
sebelum usia 18 tahun, resiko relatif menjadi kanker serviks adalah 1,6.
 Pasangan seksual lebih dari satu : wanita dengan riwayat lebih dari enam pasangan
seksual memiliki resiko relatif menjadi kanker serviks sebanyak 2,2 kali .
 Pasangan laki-laki yang memiliki pasangan seksual lebih dari satu .
 Merokok : merokok meningkatkan resiko relatif menjadi kanker serviks sebesar 1,7
kali. Mekanisme keerjanya bisa langsung (aktivitas mutasi mucus serviks ditunjukkan
pada perokok) atau melalui efek imunosupresif dari merokok.
 Malnutrisi.

c. Faktor medis
 Paritas : insiden kanker serviks lebih banyak dijumpai pada wanita multipara (RR =
1,5 – 5,0).
 Imunosupresi.
 Penyakit menular seksual : Human papillomavirus, herpes, dan Human
immunodeficiency virus (HIV)
4. Gejala Klinis
Pada fase permulaan kanker serviks, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas
dan dignosis biasanya dibuat secara kebetulan (skrining kesehatan penduduk). Tanda dini
kanker serviks tidak spesifik seperti adanya sekret vagina yang agak banyak dan agak
berbau, kadang-kadang dengan bercak perdarahan. Pada umumnya tanda yang sangat
minimal ini sering diabaikan oleh penderita. Pada fase lebih lanjut sebagai akibat
nekrosis dan perubahan-perubahan proliferatif jaringan serviks timbul keluhan-keluhan
sebagai berikut: Perdarahan setelah bersenggama yang kemudian bertambah menjadi
metroragia, menoragia, hingga menometroragia, keputihan bercampur darah dan berbau
dan tanda-tanda anemia. Sedangkan gejala khusus yang dijumpai yaitu keluar cairan dari
kemaluan berupa darah bercampur dengan keputihan dan berbau khas. Gejala lain
tergantung dari luasnya proses seperti nyeri, edema, dan gejala yang sesuai dengan organ
yang terkena. Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar keluar dari serviks dan
melibatkan jaringan di rongga pelvis dapat dijumpai tanda lain seperti nyeri yang
menjalar ke pinggul atau kaki. Beberapa penderita mengeluhkan nyeri berkemih,
hematuria, perdarahan rektum. Penyebaran ke KGB tungkai bawah dapat meimbulkan
edema tungkai bawah, atau terjadi uremia bila telah terjadi penymbatan kedua ureter.

5. Histopatologi
1) Lesi prakanker Lesi prakanker
Disebut juga sebagai lesi intraepitel serviks (cervical intraepithelial neoplasia)
merupakan awal dari perubahan menuju karsinoma serviks uteri. Diawali dengan NIS
I (CIN I) yang secara klasik dinyatakan dapat berkembang menjadi NIS II dan
kemudian menjadi NIS III, kemudian berkembang menjadi karsinoma serviks. Lesi
prakanker umumnya ditemukan pada deteksi dini dengan pap smear / thin prep,
karena lesi pra kanker tanpa gejala dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Diagnosis lesi prakanker berdasarkan pemeriksaan histopatologi spesimen biopsi
terarah dengan bimbingan kolposkopi.
2) Lesi kanker invasif Banyak kepustakaan yang menulis sekitar 85-90% kanker serviks
berjenis karsinoma sel skuamosa, selebihnya dari jenis histologi yang lain.Kasus
diklasifikasi sebagai kanker serviks jika pertumbuhan primer pada serviks dan
dibuktikan dari hasil patologi anatomi.14 Adapun tipe histopatologi kanker serviks
adalah :
 Neoplasia intraepitelial serviks, grade III
 Karsinoma sel skuamosa in situ
 Karsinoma sel skuamosa : keratinizing, non-keratinizing, verukosa
 Adenokarsinoma in situ
 Adenokarsinoma in situ, tipe endoserviks
 Adenokarsinoma endometrioid
 Adenokarsinoma clear cell
 Karsinoma adenoskuamosa
 Karsinoma adenoid kistik
 Karsinoma small cell
 Undifferentiated carcinoma
Derajat/Grade (G) histopatologi sebagai berikut :
a. Gx - Derajat tidak dapat dinilai
b. G1 – Well differentiated
c. G2 – Moderately differentiated
d. G3 – Poorly or undifferentiated
6. Diagnosis
Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi. Pada
dasarnya bila dijumpai lesi seperti kanker yang jelas terlihat harus dilakukan biopsi walau
hasil pemeriksaan pap smear masih dalam batas normal. Sementara itu, biopsi lesi yang tidak
jelas terlihat dilakukan dengan bantuan kolposkopi. Kecurigaan adanya lesi yang tidak
terlihat didasarkan dari hasil pemeriksaan sitologi serviks (pap smear). Diagnosis kanker
serviks hanya berdasarkan pada hasil pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi. Hasil
pemeriksaan sitologi tidak boleh digunakan sebagai dasar penetapan diagnosis. Bila hasil
biopsi dicurigai adanya mikroinvasi, dilanjutkan dengan konisasi. Konisasi dapat dilakukan
dengan pisau ( cold knife ) atau dengan elektrokauter. Penentuan stadium pada kanker
serviks dengan berdasarkan temuan klinis oleh ahli yang berpengalaman dengan narkose.
Pemeriksaan klinis mencakup inspeksi, palpasi, kolposkopi, kuretase endoserviks, sistoskopi,
proktoskopi, IVP, foto thoraks dan tulang. Pemeriksaan limfangiografi, arteriografi,
venografi, laparoskopi, USG, CT scan, dan MRI bukan merupakan pemeriksaan standar
untuk penentuan stadium klinis. FNAB tidak mengubah stadium akan tetapi bermanfaat
untuk merencanakan terapi. Temuan saat operasi tidak mengubah stadium klinis, akan tetapi
perlu untuk kepentingan terapi.
7. Pengobatan
Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, harus ditentukan terapi apa yang tepat untuk
setiap kasus. Secara umum jenis terapi yang dapat diberikan bergantung pada usia dan
keadaan umum penderita, luasnya penyebaran, dan komplikasi lain yang menyertai. Pada
stadium dini (stadium I sampai stadium II A), operasi masih merupakan pilihan. Pada
dasarnya untuk stadium lanjut (IIB, III, dan IV) diobati dengan kombinasi radiasi eksterna
dan intrakaviter (brakhiterapi). Kombinasi pemberian cisplatin mingguan bersamaan dengan
radiasi memberikan respons yang cukup baik. Akan tetapi, bila terjadi kekambuhan baik
lokal maupun jauh setelah terapi kemoradiasi ini biasanya usaha pengobatan lain sering
gagal. Harapan hidup penderita akan menjadi lebih baik bila setelah pemberian neoadjuvan
kemoterapi ini dapat dilanjutkan dengan operasi radikal. Evaluasi respons kemoterapi
neoadjuvan ini dengan bantuan MRI karena MRI dapat membedakan antara gambaran
jaringan fibrosis dan jaringan tumor.
8. Pencegahan
Pencegahan/Skrining adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas akibat kanker serviks. Pencegahan terdiri dari beberapa tahap yaitu
pencegahan primer, pencegahan sekunder, pencegahan tersier.
 Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah mencegah masuknya karsinogen kedalam tubuh atau sel
tubuh. Pencegahan primer kanker serviks adalah mencegah terjadinya infeksi HPV
onkogenik karena infeksi onkogenik berpotensi menjadi infeksi HPV persisten yang
merupakan salah satu faktor terjadinya karsinogenesis kanker serviks. Pencegahan primer
Univ meliputi pendidikan kehidupan yang higienis, asupan gizi yang baik untuk
meningkatkan daya imun, pola kehidupan seksual yang normal, menghindari faktor-
faktor risiko HPV onkogenik (infeksi HPV nononkogenik).
 Menunda onset aktivitas seksual Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan
berhubungan secara monogami akan mengurangi risiko kanker servikssecara signifikan
 Penggunaan kontrasepsi barier Pemilihan kontrasepsi yang meningkatkan daya proteksi
serviks terhadap infeksi HPV onkogenik ataupun meningkatkan regresi spontan infeksi
HPV. Dokter merekomendasikan kontrasepsi metode barier (kondom, diafragma, dan
spermisida) yang berperan untuk proteksi terhadap agen virus.
 Penggunaan vaksinasi HPV Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien dapat
mengurangi infeksi Human Papilloma virus, karena mempunyai kemampuan proteksi >
90%.
 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah menemukan kelainan sel dalam tahap infeksi HPV ataupun
lesi prakanker. Penemuan infeksi HPV merupakan salah satu pencegahan sekunder yang
penting, karena infeksi HPV persisten merupakan faktor infeksi yang dapat berkembang
menjadi lesi prakanker. Upaya pengamatan yang terencana dan terlaksana dengan baik
akan mengidentifikasi infeksi HPV yang berpotensi menjadi infeksi HPV persisten serta
selanjutnya berpotensi berkembang menjadi lesi prakanker. Penemuan lesi prakanker
harus dilanjutkan dengan tatalaksana yang tepat dan baik sehingga lesi prakanker tidak
berkembang menjadi kanker serviks. Deteksi dini penyakit kanker dengan program
skrining, dimana dengan program skrining dapat memperoleh beberapa keuntungan yaitu:
memperbaiki prognosis pada sebagian penderita sehingga terhindar dari kematian akibat
kanker, tidak diperlukan pengobatan radikal untuk mencapai kesembuhan, adanya
perasaan tentram bagi mereka yang menunjukkan hasil negatif dan penghematan biaya
karena pengobatan yang relatif murah.
 Pencegahan sekunder-pasien dengan risiko sedang Hasil pap smear yang negatif
sebanyak tiga kali berturut-turut dengan selisih waktu antar pemeriksaan satu tahun
dan atas petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk pasien (atau partner) hubungan
seksual yang level aktivitasnya tidak diketahui, dianjurkan untuk melakukan pap
smear tiap tahun.
 Pencegahan sekunder-pasien dengan risiko tinggi Pasien yang memulai hubungan
seksual saat usia < 18 tahun dan wanita yang mempunyai banyak partner (multipel
partner) seharusnya melakukan pap smear tiap tahun, dimulai dari onset seksual
intercourse aktif. Interval sekarang ini dapat diturunkan menjadi setiap 6 bulan untuk
pasien dengan risiko khusus, seperti mereka yang mempunyai riwayat penyakit
seksual berulang.
 Pap Smear
Pap smear (test pap) adalah suatu tindakan medis yang mana mengambil sampel sel dari
serviks seorang wanita (serviks merupakan bagian ujung dari uterus yang masuk ke
dalam vagina), kemudian dioleskan pada slide. Sel tersebut diperiksa dengan mikroskop
untuk mencari lesi prakanker atau perubahan keganasan. Pada tahun 1928, Tes ini
ditemukan pertama kali oleh Dr. George Papanicoloau sehingga dinamakan Pap Smear
Test. Pap Smear dapat mendeteksi dini kanker serviks dengan melihat penemuan
perkembangan sel-sel abnormal serviks. Tindakan pap smear sangat mudah, cepat, dan
tidak atau relatif kurang nyerinya. Pemeriksaan ini spesifisitas dan sensitifitasnya tidak
terlalu tinggi, sehingga ada beberapa wanita berkembang menjadi karsinoma serviks
meskipun secara teratur melakukan pemeriksaan pap smear. Di negara maju, angka
kejadian kanker serviks menurun berkat adanya program deteksi dini melalui pap smear.
Pap smear yang pertama dilakukan ketika wanita menjadi aktif secara seksual
atau mencapai usia 18 tahun. Karena tes ini mempunyai risiko false negatif sebesar 5-6%,
pap smear yang kedua seharusnya dilakukan satu tahun dari pemeriksaan yang pertama.
Pada akhir tahun 1987, American Cancer Society mengubah kebijakan mengenai interval
pemeriksaan pap smear tiap tiga tahun setelah dua kali hasil negatif. Saat ini, sesuai
dengan American College of Obstetry and Gynecology dan National Cancer Institute,
dianjurkan pemeriksaan pap smear dan panggul setiap tahun terhadap semua wanita yang
aktif secara seksual atau yang telah berusia 18 tahun. Setelah wanita tersebut
mendapatkan tiga atau lebih pap smear normal, tes dapat dilakukan dengan frekuensi
yang lebih jarang sesuai dengan yang dianjurkan dokter. Menurut NCCN Guidelines
ver1.2011 Cervical Cancer Screening, deteksi dini kanker serviks dengan sitologi Pap
Smear dimulai saat wanita berumur 21 sampai 29 tahun dengan frekuensi pemeriksaan
setiap 2 tahun. Bagi wanita umur 30 tahun atau lebih, selain sitologi,juga disarankan
untuk menjalani pemeriksaan DNA HPV. Apabila ditemukan hasil negatif pada
pemeriksaan sitologi dan DNA HPV, pemeriksaan dapat kembali dilakukan setelah 3
tahun. Penyakit neoplastik serviks biasanya berkembang dari displasia menjadi
karsinoma insitu kemudian menjadi karsinoma invasif. Perkembangan dari awal sampai
akhir ini biasanya membutuhkan waktu 8 sampai 30 tahun. Oleh karena itu, dokter akan
mendeteksi dan menghentikan penyakit ini dengan mengikuti jadwal pap smear yang
dianjurkan. Penurunan insiden dan kematian akibat kanker serviks berkaitan dengan
skrining. Diperkirakan sebanyak 40% kanker serviks invasif dapat dicegah dengan
skrining pap smear interval 3 tahun. Semakin besar jumlah hasil negatif yang didapat,
maka akan semakin kecil risiko berkembangnya tumor serviks invasif.
Manfaat Pap Smear dapat dijabarkan secara rinci sebagai berikut:
a. Diagnosis dini keganasan Pap Smear berguna dalam mendeteksi kanker serviks, kanker
korpus endometrium, keganasan tuba fallopi, dan mungkin keganasan ovarium.
b. Perawatan ikutan dari keganasan Pap Smear berguna sebagai perawatan ikutan setelah
operasi dan setelah mendapatkan kemoterapi dan radiasi.
c. Interpretasi hormonal wanita Pap Smear bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi
dengan ovulasi atau tanpa ovulasi, menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan
kemungkinan keguguran pada hamil muda.
d. Menentukan proses peradangan Pap Smear berguna untuk menentukan proses
peradangan pada berbagai infeksi bakteri atau jamur
Prosedur pemeriksaan Pap Smear, yaitu:
a. Persiapan alat-alat yang akan digunakan, meliputi formulir konsultasi sitologi,
speculum bivalve (cocor bebek), spatula Ayre, kaca objek (object glass) yang telah diberi
label pada satu sisinya, dan wadah berisi larutan alkohol 95 %
b. Persiapkan pasien untuk berbaring dengan posisi ginekologi
c.Pasang spekulum kering dan disesuaikan sehingga tampak dengan jelas vagina bagian
atas, forniks posterior, serviks uteri dan kanalis servikalis
d. Memeriksa serviks apakah normal atau tidak
e.Spatula Ayre dengan ujung yang pendek dimasukkan ke dalam endoserviks, dimulai
dari arah jam 12 dan diputar 3600 searah jarum jam
f. Sediaan lendir serviks dioleskan di atas kaca objek pada sisi yang telah diberi tanda
dengan membentu sudut 450 satu kali usapan
g. Kemudian kaca objek dicelupkan ke dalam larutan alkohol 95 % selama 10 menit
h.Sediaan diletakkan pada wadah kemudian dikirim ke ahli patologi anatomi.
 Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
IVA merupakan tes visual menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 3-5%) dan
larutan iodium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah
dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai
salah satu metode skrining kanker serviks. IVA tidak direkomendasikan pada wanita
pasca menopause, karena daerah zona transisional seringkali terletak kanalis servikalis
dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo. Interpretasi IVA positif bila ditemukan
adanya area berwarna putih dan permukaannya meninggi dengan batas yang jelas di
sekitar zona transformasi.

 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier termasuk komponen natural atau sintetik untuk menekan atau
melawan proses terjadinya kanker. Pencegahan tersier meliputi pelayanan di rumah sakit
(diagnosa dan pengobatan) dan perawatan paliatif. Pencegahan tersier biasanya diarahkan
pada individu yang telah positif menderita kanker serviks. Penderita yang menjadi cacat
karena komplikasi penyakitnya atau karena pengobatan perlu direhabilitasi untuk
mengembalikan bentuk dan/atau fungsi organ yang cacat itu supaya penderita dapat
hidup dengan layak dan wajar di masyarakat. Rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk
penderita kanker serviks yang baru menjalani operasi contohnya seperti melakukan
gerakan-gerakan untuk membantu mengembalikan fungsi gerak dan untuk mengurangi
pembengkakan, bagi penderita yang mengalami alopesia (rambut gugur) akibat
khemoterapi dan radioterapi bisa diatasi dengan memakai wig untuk sementara karena
umumnya rambut akan tumbuh kembali.

Anda mungkin juga menyukai