Anda di halaman 1dari 10

Nama : Nadia Afiyani

NIM : 22010119220094

Tugas dokter retno 1

Soal

1. Mekanisme pertahanan imunologi di kulit. Sel-sel apa saja yang berperan?


2. Antihistamin 1 dan anti histamin 2
a. Apa saja yang termasuk AH 1 dan AH2
b. Kapan digunakan AH1 dan AH 2
3. Topical steroid
a. Steroid terdiri dari yang paling ringan sampai paling berat, jelaskan dan beri
contoh
b. Faktor apa saja yang menentukan pemberian steroid?
4. Indikasi dan kontraindikasi pemberian steroid oral dan topikal
Jawab

1. Sel-sel epitel yang membatasi antara kulit dan lingkungan menyediakan garis pertahanan
pertama melalui sistem imun bawaan. Sel-sel epitel menanggapi lingkungan melalui
berbagai struktur termasuk reseptor seperti Toll (TLRs) di mana terdapat setidaknya 10,
reseptor seperti domain oligomerisasi yang mengikat nukleotida, lektin tipe C, dan
pengenalan peptidoglikan protein. Aktivasi sel epitel yang dimediasi TLR juga terkait
dengan produksi defensin dan katelisidin, keluarga peptida antimikroba.
Sel dendritik menjembatani kesenjangan antara sistem imun bawaan dan adaptif. Sel
dendritik kulit dapat menginduksi autoproliferasi sel T dan produksi sitokin serta nitrat
oksida sintase. Fungsi pasti sel Langerhans epidermal dendritik adalah area penelitian yang
berkembang pesat yang menunjukkan bahwa sel-sel ini sangat penting untuk modulasi
respon imun adaptif.
2. Antihistamin 1 dan anti histamin 2
a. Daftar AH 1 dan AH2

b. Penggunaan AH1 dan AH2


AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-
macam otot polos; selain itu AH1 bermanlaat untuk mengobati reaksi
hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen
berlebihan.
- Otot polos. Secara umum AH1 elektif menghambat kerja histamin pada
otot polos (usus, bronkus). Bronkokonstriksi akibat histamin dapat
dihambat oleh AH1 pada percobaan dengan marmot. Permeabilitas
kapiler. peninggian permeabilitas kapiler dan udem akibat histamin,
dapat dihambat dengan efektil oleh AH1.
- Reaksi anafilaksis dan alergi, Reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi
alergi refrakter terhadap pemberian AH1, karena di sini bukan histamin
saja yang berperan letapi autakoid lain juga dilepaskan. Elektivitas AHr
melawan reaksi hipersensitivitas berbeda-beda, tergantung beratnya
gejala akibat histamin.
- Kelenjar eksokrin. Elek perangsangan histamin terhadap sekresi cairan
lambung tidak dapat dihambat oleh AHt. AHr dapat mencegah asfiksi
pada marmot akibat histamin, tetapi hewan ini mungkin mati karenaAHr
tidak mencegah perforasi lambung akibat hipersekresi cairan lambung.
AHr dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain
akibat histamin.
- AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan
mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.
- AH1 berguna untuk mengobati alergi tipe eksudatif akut misalnya pada
polinosis dan urtikaria.
- AH1 dapat mengatasi asma bronkial ringan bila diberikan sebagai profilaksis.
Reaksi transfusi darah tipe nonhemolitik dan nonpirogenik ringan dapat
diatasi dengan AH1. Demikian juga reaksi alergi seperti gatal-gatal, urtikaria
dan angioudem umumnya dapat diobati dengan AH1,
- AH1 tertentu misalnya dilenhidramin, dimenhidrinat, derivat pipirazin dan
prometazin dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati mabuk
perjalanan udara, laut dan darat.

AH2

Reseptor histamin H2 berperan dalam elek histamin terhadap sekresi


cairan lambung, perangsangan jantung serta relaksasi uterus tikus dan bronkus
domba. Beberapa jaringan seperti otot polos pembuluh darah mempunyai
kedua reseptor yaitu Hr dan He.
Walaupun antagonis reseptor H2 lebih kuat menghambat sekresi asam
lambung dari pada obat antikolinergik, antagonis reseptor Hz tidak lebih efektil
daripada terapi intensil dengan antasida pada pasien esolagitis refluks, tukak
lambung, tukak duodeni atau pencegahan tukak lambung akibat stres.
Antagonis reseptor He disediakan sebagai obat alternatif untuk pasien yang
tidak memberikan respons baik terhadap pengobatan antasida jangka panjang.

3. A.Steroid terdiri dari yang paling ringan sampai paling berat, jelaskan dan beri contoh
Steroid diberi peringkat dari kelas 1 hingga 7 dengan steroid superpoten di kelas 1 dan steroid paling
tidak poten di kelas 7. Steroid di setiap kelas memiliki potensi yang setara, sehingga formularium
steroid topikal yang terbatas cukup dalam banyak kasus

b. Faktor yang menentukan pemberian steroid


Terdapat banyak faktor yang perluu dipertimbangkan ketika meresepkann steroid topical,
seperti sifat penyakit yang akan diobati, lokasi ruam, jumlah steroid yang dibutuhkan,
durasi pengobatan, dan usia pasien.
Steroid potensi rendah adalah agen teraman untuk penggunaan jangka panjang,
pada area permukaan yang luas, pada wajah atau areadari tubuh dengan kulit lebih tipis,
dan pada anak-anak. Lebihagen ampuh bermanfaat untuk penyakit parah dan untuk area
tubuh di mana kulit lebih tebal, seperti telapak tangan dan bagian bawah kaki. Steroid
yang tinggi dan sangat berpotensi tidak boleh digunakan pada wajah, selangkangan,
aksila, atau di bawah oklusi, kecuali dalam situasi yang jarang terjadi dan untuk jangka
waktu pendek
Prinsip Steroid
Dari pengalaman klinis dapat diajukan minimal 6 prinsip terapi yang perlu diperhatikan
sebelum obat ini digunakan :
1. untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis elektif harus ditetapkan dengan trial and
error, dan harus direvaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit;
2. suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya;
3. penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesilik,
tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar;
4. bila pengobatan diperpaniang sampai beberapa minggu atau bulan hingga dosis
melebihi dosis substitusi, insidens elek samping dan elek letal potensial akan
bertambah;
5. kecuali untuk insulisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi
kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatil karena elek anli-inflamasinya; dan
6. penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar,
mempunyai risiko insulisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.

4. Indikasi dan kontraindikasi pemberian steroid oral dan topica


Indikasi
Diagnosis yang akurat sangat penting ketika memilih steroid. Tes pengikisan kulit dan
kalium hidroksida dapat mengklarifikasi apakah steroid atau antijamur merupakan pilihan yang
tepat, karena steroid dapat memperburuk infeksi jamur. Kortikosteroid topikal efektif untuk
kondisi yang ditandai dengan hiperproliferasi, inflamasi, dan keterlibatan imunologis. Mereka
juga dapat memberikan bantuan gejala untuk luka bakar dan lesi pruritus.
Kortikosteroid topikal sedang hingga potensi tinggi efektif untuk dermatitis atopik dan
eksim pada orang dewasa dan anak-anak, serta untuk phimosis (mis. Kulit khatan yang tidak
dapat ditarik) dan dermatitis radiasi akut. Kortikosteroid topikal mungkin efektif untuk kondisi
lain, tetapi data untuk mendukung penggunaannya berasal dari studi kecil, level rendah, atau tidak
terkuat. Melasma, urtikaria idiopatik kronis, acropustulosis infantil, adhesi labial prapubertas, dan
transdermal testosteron-patch-iritasi kulit yang diinduksi termasuk dalam kategori ini.
Indikasi penggunaan kortikosteroid
A. TERAPI SUBSTITUSI.
a. Pemberian kortikosteroid disini bertujuan memperbaiki kekurangan akibat
insufisiensi sekresi korteks adrenal akibat gangguan lungsi atau struktur adrenal
sendiri (insufisiensi primer) atau hipolisis (insufisiensi sekunder).
b. Hiperplasia adrenal kongenital. Pada penyakit iurunan initerjadi delisiensi
aktivitas salah satu atau lebih enzim yang diperlukan unluk biosintesis
kortikosteroid.
c. lnsufisiensi adrenal sekunder akibat insufisiensi adenohipofisis.
B. TERAPI NON ENDOKRIN.
a. Artritis. Kortikosteroid hanya diberikan pada pasien artritis reumatoid yang
sifatnya progresil, dengan pembengkakan dan nyeri sendi yang hebat sehingga
mengganggu sosio-ekonomi pasien, meskipun telah diberikan istirahat, terapi fisik
dan obat golongan anli-inllamasi nonsteroid
b. Karditis reumatik. Karena belum ada bukti kortikosteroid lebih baik dari salisilat,
sedangkan risiko penggunaan kortikosteroid lebih besar, maka pengobatan
karditis reumatik dimulai dengan salisilat. Korlikosteroid hanya digunakan pada
keadaan akut, pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan dengan salisilat
saja, atau sebagai terapi permulaan pada pasien dalam keadaan sakit keras dengan
demam, payah jantung akut, aritmia dan perikarditis.
c. Penyakit ginjal. Korlikosteroid dapat bermanlaat pada sindrom nelrotik yang
disebabkan lupus eritematosus sistemik atau penyakit ginjal primer lainnya,
kecuali amiloidosis.
d. Penyakit kolagen. Pemberian dosis besar (prednison 1-2 mg/kg atau sediaan lain
yang ekuivalen) bermanlaat unluk eksaserbasi akut; terapi jangka panjang
hasilnya bervariasi.
e. Asma bronkial. Kortikosteroid sebaiknya jangan diberikan pada pasien asma
bronkial akut maupun kronik, yang masih dapat diatasi dengan cara lain
f. Penyakit alergi. Gelala penyakit alergiyang hanya berlangsung dalam waktu
tertentu, dapat diatasi dengan glukokortikoid sebagai obat tambahan di samping
obat primernya
g. Penyakit mata. Kortikosteroid dapat mengatasi gejala inllamasi mata bagian luar
maupun pada segmen anterio
h. Penyakit kulit, Bermacam-macam kelainan kulit dapat diobati dengan sediaan
stsroid topikal.
i. Penyakit hepar
j. Keganasan. Leukemia limfositik akul dan limloma dapat diatasi dengan
glukokortikoid karena elek antilimfositiknya,
k. Gangguan hematologik lain. Anemia hemolitik auto-imun yang idiopatik maupun
yang acquired, memberikan respons yang baik terhadap terapi steroid.
l. Syok.

Kontraindikasi Steroid
Sebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolut kortikosteroid.
Seperli diuraikan dalam pembahasan mengenai indikasi, pemberian dosis tunggal besar
dapat dibenarkan. Dalam hal ini keadaan yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi
relalil dapat dilupakan, terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien. Tetapi bila
obat akan diberikan untuk beberapa hari atau beberapa minggu, keadaan seperti : diabetes
melitus, tukak peptik, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lain
patut diperhatikan. Dalam hal yang terakhir ini dibutuhkan pertimbangan matang antara
risiko dan keuntungan sebelum obat diberikan.

Daftar Pustaka

1. 1Soutor C, Cuellar-Barboza A, Ocampo-Candiani J, Herz-Ruelas ME. CLINNICAL DERMATOLOGY


[Internet]. Vol. 109, Actas Dermo-Sifiliograficas. 2013. 777–790 p. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.
2. Ference JD, Last AR. Choosing topical corticosteroids. Am Fam Physician. 2009;79(2):135–40.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). Panduan
Praktik Klinis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Vol. 74, Journal of Organic
Chemistry. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia
(PERDOSKI)
4. Siregar R. Atlas Bewarna Saripati Penyakit Kulit. Atlas Bewarna Saripati Penyakit Kulit.
2003. 363-368 p.

Anda mungkin juga menyukai