Anda di halaman 1dari 9

DUKUNGAN SOSIAL SEBAGAI ALTERNATIF PENCEGAHAN DEPRESI

PADA REMAJA

Nama : Bayu Subakti


NIM : 201910230311016
Dosen Pengampu : Fida Pangesti, S,Pd., M.A.

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH MALANG
TAHUN 2019
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................4
1.3 Tujuan..................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Depresi...............................................................................................5
2.2 Pengertian Dukungan Sosial................................................................................5
2.3 Relasi Dukungan Sosial Sebagai Alternatif Penganganan Depresi Pada
Remaja........................................................................................................................6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................8
3.2 Saran.....................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................9

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa banyak masalah kesehatan
mental yang muncul pada akhir masa kanak-kanak dan awal remaja. Studi terbaru menunjukkan
bahwa masalah kesehatan mental, khususnya depresi, merupakan penyebab terbesar dari beban
penyakit di antara individu pada usia awal (WHO, 2016). Data dari WHO juga menunjukkan
bahwa depresi merupakan penyebab utama dari penyakit dan kecacatan yang dialami remaja,
dengan tindakan bunuh diri sebagai penyebab ketiga kematian terbesar (WHO, 2014). Data-data
tersebut menunjukkan bahwa saat ini semakin banyak remaja yang mengalami depresi. Sejalan
dengan hal tersebut, hasil penelitian juga menunjukkan hasil yang serupa.
Di beberapa tahun terakhir, prevalensi remaja yang mengalami depresi mulai
meningkat, salah satunya merupakan hasil penelitian Mojtabai, Olfson, dan Han (2016)
terhadap 172.495 remaja yang berusia 12-17 tahun dan 178.755 usia dewasa antara 18-25 tahun
di Amerika Serikat, menunjukkan prevalensi terjadinya depresi pada remaja dan dewasa awal
meningkat di tahun-tahun terakhir ini, yaitu dari 8.7% di tahun 2005 menjadi 11.3% di tahun
2014 pada usia remaja, dan dari 8.8% menjadi 9.6% pada usia dewasa awal. Selain itu,
penelitian yang dilakukan oleh Vardanyan (2013) yang menggunakan 713 siswa di Armenia
menunjukkan bahwa ratarata prevalensi kemungkinan terjadinya depresi adalah 16.7%, 6.2%
adalah laki-laki dan 21.6% adalah perempuan. Depresi pada remaja bukan sekedar perasaan
stres ataupun sedih sebagaimana hal yang datang dan pergi begitu saja, melainkan merupakan
sebuah kondisi yang serius yang dapat memengaruhi perilaku, emosi, dan cara berpikir para
remaja tersebut, serta sifatnya yang permanen yang membutuhkan penanganan serius dari
berbagai pihak untuk mengatasinya. Berawal dari kondisi stres itulah yang jika tidak segera
teratasi dapat masuk ke fase depresi.
Depresi adalah gangguan mental yang umumnya ditandai dengan perasaan
depresi, kehilangan minat atau kesenangan, penurunan energi, perasaan bersalah atau
rendah diri, sulit tidur atau nafsu makan berkurang, perasaan kelelahan dan kurang
konsentrasi. Kondisi tersebut dapat menjadi kronis dan berulang, dan secara substansial
dapat mengganggu kemampuan individu dalam menjalankan tanggung jawab seharihari.
Di tingkat yang paling parah, depresi dapat menyebabkan bunuh diri (WHO, 2012).
Depresi disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor genetik, biologi, lingkungan, dan

3
faktor psikologis. Para peneliti terdahulu menemukan bahwa depresi melankolis,
gangguan bipolar, dan depresi postpartum, berkaitan dengan peningkatan kadar sitoksin
yang berkombinasi dengan penurunan sensitivitas kortisol (Brogan, 2014), Sedangkan
penelitian lainnya menemukan bahwa depresi tidak hanya dikarenakan oleh terlalu
sedikit atau banyaknya bahan kimia tertentu di otak. Banyak kemungkinan penyebab
dari depresi termasuk terganggunya fungsi otak terkait dengan regulasi suasana hati,
kerentanan genetik, peristiwa kehidupan yang penuh stres, obat-obatan, dan adanya
indikasi medis.
Depresi pada remaja biasanya tidak terdiagnosis sejak awal dan baru
terdiagnosis setelah mereka mengalami kesulitan serius di sekolah maupun pada saat
menyesuaikan diri dengan teman sebayanya (Blackman dalam Lubis, 2009). Hal ini
diperkirakan disebabkan oleh beberapa respon gangguan depresi tidak terlalu berbeda
dengan karakteristik kondisi emosi remaja. Remaja digambarkan sebagai masa-masa
yang mengalami kekacauan emosi (Hall, dalam Santrock, 2003). Mereka memiliki
sensitivitas yang tinggi sehingga mudah menjadi stres dan cenderung memiliki toleransi
stres yang rendah. Oleh karena itulah masa remaja juga disebut masa Storm and Stress
karena kondisi emosi mereka yang naik dan turun secara drastis, mudah bergolak dan
sangat rentan terhadap konflik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud depresi?
2. Apa yang dimaksud dukungan sosial?
3. Bagaimana relasi dukungan sosial sebagai alternatif penganganan depresi
pada remaja?
1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan pengertian depresi dari beberapa ahli
2. untuk menjelaskan pengertian dukungan sosial dan bentuknya
3. untuk menjelaskan relasi dukungan sosial sebagai alternatif penganganan
depresi pada remaja.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Depresi
Hawari (2001, h. 19) mengungkapkan bahwa depresi adalah salah satu bentuk
gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/ mood disorder), yang ditandai
dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna dan
putus asa. Chaplin (2002, h.130) berpendapat bahwa depresi terjadi pada orang normal
dan depresi merupakan suatu kemurungan, kesedihan, kepatahan semangat, yang
ditandai dengan perasaan tidak sesuai, menurunnya kegiatan dan pesimisme
menghadapi masa yang akan datang. Santrock (2002, h.562) mengungkapkan bahwa
depresi dapat terjadi secara tunggal dalam bentuk mayor depresi atau dalam bentuk
gangguan tipe bipolar. Depresi mayor adalah suatu gangguan suasana hati atau mood
yang membuat seseorang merasakan ketidakbahagiaan yang mendalam, kehilangan
semangat, kehilangan nafsu makan, tidak bergairah, selalu mengasihani dirinya sendiri,
dan selalu merasa bosan. Pada kasus patologis, depresi merupakan ketidakmampuan
ekstrim untuk bereaksi terhadap rangsangan, disertai menurunnya nilai diri, delusi,
ketidaksesuaian, tidak mampu dan putus asa.
Beck (dalam McDowell & Newell, 1996, h.89) mendefinisikan depresi adalah
keadaan abnormal organisme yang dimanifestasikan dengan tanda dan simtom seperti
menurunnya mood subjektif, rasa pesimis dan sikap tidak percaya, kehilangan
kespontanan dan gejala vegetatif (misalnya penurunan berat badan dan gangguan tidur).
Ada tiga jenis depresi yang bisa dialami oleh individu, yaitu mild depression/minor
depression dan dysthimic disorder; moderate depression; dan Severe depression/major
depression. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi depresi adalah faktor kesehatan,
kepribadian, religiusitas, pengalaman hidup yang pahit, harga diri. Gejala depresi
menurut Beck digolongkan dalam empat simtom, yaitu simtom emosional, simtom
kognitif, simtom motivasional dan simtom fisik.

5
2.2 Dukungan Sosial
Dukungan Sosial Menurut Johnson dan Jhonson (1991, h.472) dukungan sosial
merupakan keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk memberi bantuan,
semangat, penerimaan dan perhatian, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan hidup
bagi individu yang bersangkutan. Ahli lain mengungkapkan pendapat yang hampir
serupa mengenai dukungan sosial, yaitu Sarafino (dalam Smet, 1994, h.136) yang
menyatakan bahwa dukungan sosial adalah suatu kesenangan yang dirasakan sebagai
perhatian, penghargaan dan pertolongan yang diterima dari orang lain atau suatu
kelompok. Lingkungan yang memberikan dukungan tersebut adalah keluarga, kekasih
atau anggota masyarakat. Sarafino berpendapat bahwa akan ada banyak efek dari
dukungan sosial karena dukungan sosial secara positif dapat memulihkan kondisi fisik
dan psikis seseorang, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tipe-tipe dukungan sosial menurut House adalah dukungan emosional,
dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informatif. Pengukuran
dukungan sosial yang digunakan dalam penelitian adalah yang didasarkan pada kualitas
dukungan sosial yang diterima, sesuai dengan penerimaan individu, atau sebagaimana
yang dipersepsikan oleh individu yang bersangkutan (perceived support). Gore (dalam
Gotlib & Hammen, 1992, h.19) menyatakan bahwa dukungan sosial lebih sering didapat
dari relasi yang terdekat, yaitu dari keluarga atau sahabat. Kekuatan dukungan sosial
yang berasal dari relasi yang terdekat merupakan salah satu proses psikologis yang
dapat menjaga perilaku sehat dalam diri seseorang. Melengkapi pendapat tersebut,
Rodin dan Salovey (dalam Smet, 1994, h.133) mengungkapkan bahwa dukungan sosial
yang terpenting adalah yang berasal dari keluarga. Sarafino (1998, h.104), menyatakan
bahwa kebutuhan, kemampuan dan sumber dukungan sosial mengalami perubahan
sepanjang kehidupan seseorang. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal
oleh individu dalam proses sosialisasinya.

2.3 Dukungan Sosial Sebagai Alternatif Penanganan Depresi Pada Remaja


Depresi merupakan salah satu gangguan kesehatan mental, depresi yang dialami
lanjut usia dapat dicegah atau ditanggulangi, salah satunya dengan adanya dukungan
sosial. Kruckman dan Smith (dalam Widanarti, 2002, h. 68) menegaskan bahwa

6
variabel sosial seperti dukungan, telah sering dihubungkan dengan masalah kesehatan
mental, yang memberikan petunjuk bahwa terdapat suatu pola kausal yang lebih
kompleks yang melibatkan faktor sosial dibandingkan hanya didasarkan pada faktor
biologis.Menurut Sarafino (1998, h.99) dukungan atau bantuan yang dibutuhkan oleh
lanjut usia bisa didapatkan dari bermacam-macam sumber seperti keluarga, teman,
dokter atau profesional dan organisasi kemasyarakatan. Dukungan sosial didefinisikan
sebagai keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk memberi bantuan,
semangat, penerimaan dan perhatian, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan hidup
bagi individu yang bersangkutan (Johnson & Jhonson, 1991, h.472).
Cobb (dalam Sarafino, 1998, h.102) mengemukakan bahwa dukungan sosial
mengacu pada persepsi akan kenyamanan, kepedulian, penghargaan atau bantuan yang
diterima individu dari orang lain atau kelompok dalam masyarakat. Hal tersebut
menunjukkan bahwa dukungan sosial adalah bantuan yang didapat individu dari orang
lain atau kelompok, baik yang berupa bantuan materi maupun non materi, yang dapat
menimbulkan perasaan nyaman secara fisik dan psikologis bagi individu yang
bersangkutan. Tingginya stressor dan peristiwa-peristiwa kehidupan yang tidak
menyenangkan dapat menimbulkan kemungkinan lanjut usia mengalami kecemasan,
kesepian, sampai pada tahap depresi (Wirasto, 2007, h.7). Usia tua mengakibatkan daya
tahan jasmani maupun rohani pria ataupun wanita menjadi sangat berkurang, sedangkan
ketegangan-ketegangan psikis oleh kecemasan-kecemasan ketuaan menjadi lebih besar.
Beban psikis menjadi lebih berat lagi, sedang kekuatan memikul beban menjadi
semakin berkurang. Kesadaran menjadi semakin tua, tidak berguna dan tidak berdaya,
membuat hati menjadi semakin buram atau makin depresif. Ditambah dengan macam-
macam penyakit, dan proses-proses kerusakan atau kemunduran dari sistem otak, semua
kejadian itu dapat menyebabkan orang menjadi depresif (Kartono, 2002, h.161).

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara umum, baik remaja yang mengalami depresi maupun yang masih berpotensi
mengalami depresi sama-sama merasakan bahwa diri mereka buruk, tidak dapat
berkonsentrasi sebaik biasanya, adanya perasaan tidak tertarik untuk melakukan apapun,
dan terjadi perubahan yang cukup drastis terkait berat badannya. Remaja tersebut merasa
kesulitan untuk merasakan kegembiraan dalam hidupnya (anhedonia). Hanya, khusus untuk
remaja yang sudah dalam kategori depresi, selain mengalami anhedonia, juga menunjukkan
adanya perasaan sedih, ingin menangis, khawatir tentang sesuatu yang buruk, menjadi
terganggu dan kecewa terhadap kejadian tertentu, dan menjadi tidak mampu untuk
mengubah pemikirannya (negative mood). Dari hasil penelitian ini juga ditemukan adanya
beberapa permasalahan yang dialami yaitu sebagian besar dari remaja yang mengalami
depresi maupun yang masih berpotensi mengalami depresi, memiliki ketidakpuasan
terhadap penampilan, masalah prestasi belajar, mendapatkan perlakuan yang kurang
menyenangkan dari orang lain, dalam hal ini teman dan orangtua, dan masalah relasi antar
orangtua.
3.2 SARAN
Saran utama yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini, khususnya bagi orangtua
dan remaja itu sendiri antara lain (1) hendaknya orangtua mulai peka terhadap perilaku
anaknya yang sudah beranjak remaja ketika menunjukkan gejala-gejala depresi. Dengan
diketahui lebih awal akan memudahkan penanganannya, (2) Orangtua perlu Jurnal
Psikogenesis, mengevaluasi gaya pengasuhan yang diberikan kepada anak, khususnya bagi
yang telah beranjak remaja. Diharapkan orangtua dapat meminimalisasi
perlakuanperlakuan yang dapat memengaruhi munculnya gejala depresi pada remaja,
seperti perlakuan yang terlalu keras, membatasi, dan kekerasan fisik, psikologis, dan verbal
yang ditujukan kepada anak.

8
DAFTAR PUSTAKA
Chaplin, J.P. 2002. Kamus Psikologi. Jakarta : Rajawali Pers.
Gotlib, H. & Hammen, C.L. (1992). Psychological Aspects of Depression: Toward a
Cognitive-Interpersonal Integration. New York: John Wiley & Sons.
Hawari, H. (2001). Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Johnson, D.W. & Jhonson, F.P. (1991). Joining Together: Group Theory and Group Skills.
Fourth Edition. London: Prentice Hall International.
Kartono, K. (2002). Patologi Sosial 3. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Lumongga N. (2009). Depresi: Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT. Grasindo.
Penduduk Lansia di Indonesia Melonjak Tinggi (10 Juni 2009). Kompas, hal.9.

Anda mungkin juga menyukai