Laporan Praktikum Drying Kelompok 6
Laporan Praktikum Drying Kelompok 6
MATERI : Drying
HARI/ TANGGAL : Senin, 18 Mei 2020
KELOMPOK :6
NAMA ANGGOTA : 1. Ikliliya Zahwa Maulidiya (5213417020)
2. Hisam Mansur (5213417025)
3. Alicia Afirda Yahya (5213417028)
4. Rizkiyah Fatikhatul J. (5213417031)
2. Mengetahui hubungan antara drying time dengan moisture content, drying time
dengan drying rate dan moisture content dengan drying rate.
3. Menentukan critical moisture content pada zat padat yang dikeringkan di dalam
dryer.
2. DASAR TEORI
3
Gambar 1.1 Kurva hubungan total moisture content dan laju pengeringan versus
waktu pengeringan (Mc Cabe, 1993)
Kadar air bebas (free moisture content) dapat di definisikan sebagai :
X = (Xt –Xe) (1)
Penurunan laju pengeringan hingga nol pada X = 0,
Berdasarkan persetujuan, dying rate (R) didefinisikan sebagai
R = (Ws/A) . (dX/dT) atau (Ws /A) . (dXf /dt) (2)
4
Gambar 1.2 Kurva laju pengeringan di bawah kondisi pengeringan konstan secara
umum (Mujumdar, 1995)
3.
Gambar 1.1 merupakan kurva laju pengeringan secara umum yang
menunjukkan periode laju awal yang konstan dimana N = Nc= konstan. Periode
laju konstan sepenuhnya ditentukan oleh laju panas eksternal dan transfer massa
karena film free water selalu tersedia pada permukaan evaporasi. Pada konten
critical moisture (Xc), N mulai mengarah ke bawah dengan penurunan yang lebih
jauh pada X karena air tidak dapat berpindah pada laju Nc ke permukaan karena
keterbatasan transport internal. Mekanisme yang mendasari fenomena ini
tergantung pada material dan kondisi pengeringan. Permukaan pengeringan akan
secara parsial menjadi jenuh kemudian menjadi jenuh secara penuh hingga
mencapai kondisi kesetimbangan (Xe).
Perhatikan bahwa material mungkin menunjukkan hasil lebih dari satu titik
kritis kandungan air (critical moisture content) dimana kurva laju pengeringan
menunjukkan perubahan bentuk secara tajam. Hal tersebut berhubungan dengan
perubahan mekanisme dasar pengeringan karena perubahan struktur atau kimia. Hal
penting juga bahwa Xc bukan merupakan property material, Xc tergantung pada laju
pengeringan di bawah kondisi yang sama sebaliknya dan harus ditentukan secara
eksperimental.
5
3. ALAT DAN BAHAN
3.1. Alat
a b c
d e f
g h
Keterangan :
a. Kurs e. Sarung tangan
b. Pisau f. Timbangan
c. Penggaris g. Stopwatch
d. Oven h. Mangkuk
6
3.2. Bahan
a b
Keterangan :
a. Apel
b. Air
3.3. Variabel
Variabel Tetap :- Buah apel
- Waktu rendam 1 hari
- Suhu oven 180°C
- Waktu oven 10 menit
7
3.4. PROSEDUR KERJA
1. Memotong bahan sesuai ukuran variabel
2. Merendam bahan yang sudah dipotong selama waktu variabelnya (1 hari).
3. Menyiapkan oven dan mengatur suhu hingga konstan.
4. Memanaskan kurs tanpa penutup. Setelah dipanaskan, kurs dikeluarkan dari
oven dan langsung ditutup dengan penutup.
5. Menimbang kurs dengan penutup, tanpa bahan.
6. Bahan dimasukkan kedalam kurs dan penutup, kemudian ditimbang.
7. Masukkan kurs yang berisi bahan ke dalam oven selama 10 menit.
8. Mengeluarkan kurs dari oven, langsung ditutup dengan penutupnya kemudian
ditunggu agak dingin. Lalu ditimbang lagi. Catatan: menghentikan stopwatch
pada saat sampel dikeluarkan dari oven untuk ditimbang. Kemudian
menghidupkan kembali stopwatch ketika sampel kembali dimasukkan ke
dalam oven.
9. Mengulangi langkah 7-8 sampai berat sampel konstan.
4. DATA PENGAMATAN
Berat kurs dan wadah (tanpa bahan) : 132 gram
Variabel 5 cm
Luas permukaan = 5 x 1 x 1 = 5 cm 2
Berat apel : 32 gram
Berat apel kering : 22 gram
Variabel 4 cm
Luas permukaan = 4 x 1 x 1 = 4 cm 2
Berat apel : 28 gram
Berat apel kering : 20 gram
Variabel 3 cm
Luas permukaan = 3 x 1 x 1 = 4 cm 2
Berat apel : 25 gram
Berat apel kering : 19 gram
0.4
0.35
0.3 5 cm
0.25 4 cm
0.2 3 cm
0.15 2 cm
0.1
0.05
0
0 20 40 60 80 100 120
2
drying rate (R)
1.5 5 cm
4 cm
1 3 cm
2 cm
0.5
0
0 20 40 60 80 100 120
drying time (t)
Grafik diatas menunjukkan bahwa hubungan antara drying time atau waktu
pengeringan mengalami penurunan tiap waktunya. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor kuantitatif dan kualitatif laju pengeringan ,meliputi: sifat fisik dan kimia dari
bahan yang akan dikeringkan, ukuran bahan yang akan dikeringkan, bentuk bahan
yang dikeringkan, dan komposisi kadar air bahan yang dikeringkan (Tri Hariadi.
2018). Pada grafik diatas diketahui bahwa laju penguapan atau pengeringan kurang
stabil untuk disetiap sampelnya karena terjadi fluktuatif data perhitungan. Sehingga
semakin lama waktu pengeringan maka akan semakin sedikit kandungan air yang
terdapat pada apel, sehingga semakin sulit untuk menguapkan sisa air dan laju
pengeringan pun akan berkurang.
c. Hubungan antara kecepatan pengeringan (drying rate) dengan kelembaban
(moisture content)
0.35
0.3 5 cm
0.25 4 cm
3 cm
0.2
2 cm
0.15
0.1
0.05
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
drying rate (R)
Drying rate dan moisture content memiliki hubungan yang berbanding lurus
dilihat dari grafiknya . hal ini menunjukkan bahwa jika moisture contentnya rendah
maka drying ratenya akan rendah juga. Dan didapatkan rate tertinggi ada pada sampel
5 cm.
d. Kadar Kandungan Air Kritis (Critical Moisture Content)
Critical moisture content merupakan titik yang menandakan bahwa air pada
permukaan sampel tidak cukup lagi untuk memelihara lapisan kontinu pada
pengeringan (venora et al.2013). Pada praktikum yang telah dilakukan didapatkan
bahwa kadar air kritis belum tercapai karena dilihat dari grafiknya yang hanya terus
meningkat tanpa adanya titik kritis. Titik ini dapat diketahui jika terjadi constant rate
drying atau dapat digambarkan dengan garis linear.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan :
Semakin banyak kandungan air dalam bahan maka semakin lama waktu proses
pengeringan yang dibutuhkan. Begitu pula sebaliknya.
Bahan kurs yang digunakan mempengaruhi proses pengeringan. Dimana pada
praktikum ini sulit dicapai keadaan massa konstan.
Semakin tinggi kecepatan pengeringan semakin lama waktu proses pengeringan
yang dibutuhkan. Begitupula sebaliknya.
Kecepatan pengeringan dan kandungan air berbanding lurus, semakin besar nilai
kecepatan pengeringan maka semakin besar pula kadar air pada suatu sampel.
Pada praktikum ini tidak didapat critical moisture content akibat dipengaruhi
oleh jenis kurs yang digunakan saat pengeringan.
6.2. Saran
Menggunakan kurs yang tahan panas sehingga menghindari adanya penyusutan
kurs dimana dapat mengganggu jalannya praktikum (kesetimbangan massa
sampel sulit dicapai).
7. DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, N., 2015. Rancang Bangun Alat Pengering Surya Teknologi Dual (Uji Kinerja
Alat Pengering Surya Teknologi Fotovoltaik Termal Ditinjau Dari Konsumsi
Energi Spesifik Pada Pengeringan Kerupuk) (Doctoral dissertation, Politeknik
Negeri Sriwijaya).
Denni Kartika sari, I. K. (2017). Pengaruh Suhu Dan Waktu Pengeringan Terhadap Mutu
Rumput Laut Kering. Jurnal TEKNIKA, Halaman 43 - 50.
Hariyadi, T. (2018). Pengaruh Suhu Operasi terhadap Penentuan Karakteristik
Pengeringan Busa Sari Buah Tomat Menggunakan Tray Dryer. JURNAL
REKAYASA PROSES , hlm. 104-113 .
Imami, Y., 2018. Desain Dan Pembuatan Alat Pengering Bibit Kacang Panjang Tipe Tray
Dryer Yang Ergonomis Dengan Mobilitas Tinggi. [Skripsi]. Yogyakarta:
Universita Islam Indonesia.
Mc Cabe, Warren L, Julian C Smith, et al. 1993. “Unit Operations Of Chemical
Engineering Seventh Edition”. New York : McGraw Hill International Edition.
Mardhiyah, Nurul, 2017. Laporan Operasi Teknik Kimia Drying. Surabaya : UPN
“Veteran” Jawa Timur.]
Rahmat, S, dan Fansyuri, H., 2016. Laporan Modul Pengeringan. Cimahi: Universitas
Jenderal Achmad Yani (UNJANI).
Utami, T.N., 2014. Pengaruh Lama Waktu Perendaman Dan Suhu Kondisi Operasi Pada
Gabah Dengan Menggunakan Rotary Dryer Firebrick. [Tugas Akhir].
Semarang:UNDIP.
Verona Amelia, B. K. (2013). Pengaruh Kondisi Operasi Pada Proses Pengeringan
Karagenan Dengan Foam . Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Halaman 8-16