Anda di halaman 1dari 15

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA

TERPADU JURUSAN TEKNIK KIMIA


Gedung E2 Lantai 1, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229

PRAKTIKUM CHEMICAL ENGINEERING


LABORATORY

MATERI : Drying
HARI/ TANGGAL : Senin, 18 Mei 2020
KELOMPOK :6
NAMA ANGGOTA : 1. Ikliliya Zahwa Maulidiya (5213417020)
2. Hisam Mansur (5213417025)
3. Alicia Afirda Yahya (5213417028)
4. Rizkiyah Fatikhatul J. (5213417031)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 1
2020
1. TUJUAN

1. Mempelajari proses drying

2. Mengetahui hubungan antara drying time dengan moisture content, drying time
dengan drying rate dan moisture content dengan drying rate.

3. Menentukan critical moisture content pada zat padat yang dikeringkan di dalam
dryer.

2. DASAR TEORI

2.1. Pengeringan (drying)


Drying atau pengeringan merupakan suatu proses pemisahan sejumlah kecil air atau
zat lainnya dari bahan padatan, sehingga mengurangi kandungan air yang masih terikat
pada zat padat tersebut (Mardhiyah, N., 2017) atau dengan kata lain merupakan proses
pengurangan kadar air suatu bahan hingga mencapai kadar air tertentu. Dasar proses
pengeringan adalah terjadinya penguapan air bahan ke udara karena perbedaan
kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan (Aisyah, N., 2015).
Terdapat 2 faktor utama yang mempengaruhi pengeringan (Imami, Y., 2018) :
1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering, di antaranya:
a. Suhu Semakin tinggi suhu udara maka pengeringan akan semakin cepat.
b. Kecepatan aliran udara Semakin cepat udara maka pengeringan akan semakin
cepat.
c. Kelembaban udara Semakin lembab udara, proses pengeringan akan semakin
lambat.
d. Arah aliran udara Semakin kecil sudut arah udara terhadap posisi bahan, maka
bahan semakin cepat kering.
2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan, diantaranya:
a. Ukuran bahan Semakin kecil ukuran bahan, pengeringan akan makin cepat.
b. Kadar air Semakin sedikit air yang dikandung, pengeringan akan makin cepat.

2.2. Fenomena Pengeringan


Selama proses pengeringan berlangsung terdapat dua fenomena perpindahan yang
terjadi (Rahmat, S, dan Fansyuri, H., 2016) yaitu:
2
1. Perpindahan Panas
Proses perpindahan panas terjadi karena perbedaan suhu dimana kalor berpindah dari
suhu yang lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah. Perpindahan panas yang terjadi
selama proses pengeringan dibuktikan dengan terjadinya penurunan temperature
pada udara yang dialirkan setelah pengontakan dengan bahan padatan dibandingkan
dengan suhu udara sebelum pengontakan. Panas yang terjadi disebut panas sensibel.
Panas sensibel adalah energi yang diberikan atau diterima suatu materi yang
membuat temperaturnya berubah.
2. Perpindahan Massa
Panas yang diberikan akan menaikkan suhu bahan dan menyebabkan tekanan uap air
di dalam bahan lebih tinggi dari tekanan parsial uap air di udara, sehingga terjadi
perpindahan uap air dari bahan ke udara yang merupakan perpindahan massa. Panas
yang diberikan ini disebut panas laten. Panas laten adalah panas yang dibeikan atau
diterima suatu materi yang membuat fasanya berubah.

2.3. Laju Pengeringan


Untuk mengetahui laju pengeringan perlu mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk
mengeringkan suatu bahan dari kadar air tertentu sampai kadar air yang diinginkan pada
kondisi tertentu (Utami, T.N., 2014), maka bisa dilakukan dengan cara :
1. Drying test yaitu hubungan antara moisture content suatu bahan vs waktu pengering
pada temperatur, humidity, dan kecepatan pengering tetap. Kandungan air dari suatu
bahan akan menurun karena adanya pengeringan, sedangkan kandungan air yang
hilang akan semakin meningkatseiring dengan penambahan waktu.
2. Kurva Laju Pengeringan menunjukkan hubungan antara laju pengeringan vs
kandungan air, kurva ini terdiri dari 2 bagian yaitu periode kecepatan tetap dan pada
kecepatan menurun.
Berdasarkan pada pengeringan padatan basah pada kondisi pengeringan yang
konstan. Dalam kasus yang paling umum, setelah periode awal penyesuaian, kadar
air basis kering Xt menurun secara linier terhadap waktu, seiring dengan
dimulainya penguapan. Hal ini dilanjutkan dengan penurunan non linier pada Xt
hingga waktu (t) tertentu, setelah selang waktu y ang sangat lama, padatan
mencapai keseimbangan kadar air (Xe atau X*) dan proses pengeringan pun berhenti.

3
Gambar 1.1 Kurva hubungan total moisture content dan laju pengeringan versus
waktu pengeringan (Mc Cabe, 1993)
Kadar air bebas (free moisture content) dapat di definisikan sebagai :
X = (Xt –Xe) (1)
Penurunan laju pengeringan hingga nol pada X = 0,
Berdasarkan persetujuan, dying rate (R) didefinisikan sebagai
R = (Ws/A) . (dX/dT) atau (Ws /A) . (dXf /dt) (2)

Dibawah kondisi pengeringan konstant. Simbol R merupakan (Kg.m-2. h-1) adalah


laju pengeringan air, A merupakan luas permukaan penguapan (mungkin berbeda
dari luas perpindahan panas) dan Ws adalah massa padatan yang kering. Jika A
tidak diketahui, maka laju pengeringan dapat dinyatakan dalam kg air yang
diuapkan per jam. Hubungan R vs Xt (atau Xe) disebut kurva laju pengeringan.
Kurva ini diperoleh berdasarkan kondisi pengeringan yang konstant. Perlu
diperhatikan dalam kondisi nyata, bahan yang kering pada umunya
dikontakkan pada kondisi pengeringan yang berubah (misalnya pada kecepatan
relatif gas padat yang berbeda). Jadi perlu untuk mengembangkan metodologi
untuk interpolasi atau eksploitasi data laju pengeringan yang umum yang
menampilkan periode laju.

4
Gambar 1.2 Kurva laju pengeringan di bawah kondisi pengeringan konstan secara
umum (Mujumdar, 1995)
3.
Gambar 1.1 merupakan kurva laju pengeringan secara umum yang
menunjukkan periode laju awal yang konstan dimana N = Nc= konstan. Periode
laju konstan sepenuhnya ditentukan oleh laju panas eksternal dan transfer massa
karena film free water selalu tersedia pada permukaan evaporasi. Pada konten
critical moisture (Xc), N mulai mengarah ke bawah dengan penurunan yang lebih
jauh pada X karena air tidak dapat berpindah pada laju Nc ke permukaan karena
keterbatasan transport internal. Mekanisme yang mendasari fenomena ini
tergantung pada material dan kondisi pengeringan. Permukaan pengeringan akan
secara parsial menjadi jenuh kemudian menjadi jenuh secara penuh hingga
mencapai kondisi kesetimbangan (Xe).
Perhatikan bahwa material mungkin menunjukkan hasil lebih dari satu titik
kritis kandungan air (critical moisture content) dimana kurva laju pengeringan
menunjukkan perubahan bentuk secara tajam. Hal tersebut berhubungan dengan
perubahan mekanisme dasar pengeringan karena perubahan struktur atau kimia. Hal
penting juga bahwa Xc bukan merupakan property material, Xc tergantung pada laju
pengeringan di bawah kondisi yang sama sebaliknya dan harus ditentukan secara
eksperimental.

5
3. ALAT DAN BAHAN

3.1. Alat

a b c

d e f

g h

Keterangan :
a. Kurs e. Sarung tangan
b. Pisau f. Timbangan
c. Penggaris g. Stopwatch
d. Oven h. Mangkuk

6
3.2. Bahan

a b
Keterangan :
a. Apel
b. Air

3.3. Variabel
Variabel Tetap :- Buah apel
- Waktu rendam 1 hari
- Suhu oven 180°C
- Waktu oven 10 menit

Variabel Bebas : Luas permukaan buah apel


Ukuran
Panjang : 5, 4, 3, 2 cm
Lebar : 1 cm
Tebal : 1 cm

7
3.4. PROSEDUR KERJA
1. Memotong bahan sesuai ukuran variabel
2. Merendam bahan yang sudah dipotong selama waktu variabelnya (1 hari).
3. Menyiapkan oven dan mengatur suhu hingga konstan.
4. Memanaskan kurs tanpa penutup. Setelah dipanaskan, kurs dikeluarkan dari
oven dan langsung ditutup dengan penutup.
5. Menimbang kurs dengan penutup, tanpa bahan.
6. Bahan dimasukkan kedalam kurs dan penutup, kemudian ditimbang.
7. Masukkan kurs yang berisi bahan ke dalam oven selama 10 menit.
8. Mengeluarkan kurs dari oven, langsung ditutup dengan penutupnya kemudian
ditunggu agak dingin. Lalu ditimbang lagi. Catatan: menghentikan stopwatch
pada saat sampel dikeluarkan dari oven untuk ditimbang. Kemudian
menghidupkan kembali stopwatch ketika sampel kembali dimasukkan ke
dalam oven.
9. Mengulangi langkah 7-8 sampai berat sampel konstan.

4. DATA PENGAMATAN
 Berat kurs dan wadah (tanpa bahan) : 132 gram
 Variabel 5 cm
Luas permukaan = 5 x 1 x 1 = 5 cm 2
Berat apel : 32 gram
Berat apel kering : 22 gram

Table 1 Tabel Sampel dengan Variabel panjang 5 cm


t (menit) Weight Xt (moisture R (drying rate)
(gram) content) (g/menit cm2)
10 32 0,454545 2
20 30 0,363636 1,6
30 29 0,318182 1,4
40 29 0,318182 1,4
50 28 0,272727 1,2
60 27 0,227273 1
70 25 0,136364 0,6
80 23 0,045455 0,2
8
90 22 0 0
100 22 0 0

 Variabel 4 cm
Luas permukaan = 4 x 1 x 1 = 4 cm 2
Berat apel : 28 gram
Berat apel kering : 20 gram

Tabel 2 Tabel Sampel dengan Variabel panjang 4 cm


t (menit) Weight Xt (moisture R (drying rate)
(gram) content) (g/menit cm2)
10 28 0,4 2
20 28 0,4 2
30 27 0,35 1,75
40 25 0,25 1,25
50 23 0,15 0,75
60 23 0,15 0,75
70 22 0,1 0,5
80 20 0 0
90 20 0 0
100 20 0 0

 Variabel 3 cm
Luas permukaan = 3 x 1 x 1 = 4 cm 2
Berat apel : 25 gram
Berat apel kering : 19 gram

Tabel 3 Tabel Sampel dengan Variabel panjang 3 cm


t (menit) Weight Xt R (drying rate)
(gram) (g/menit cm2)
10 25 0,315789 2
20 25 0,315789 2
30 24 0,263158 1,666667
40 24 0,263158 1,666667
50 23 0,210526 1,333333
60 22 0,157895 1
70 21 0,105263 0,666667
80 20 0,052632 0,333333
90 19 0 0
100 19 0 0
 Variabel 2 cm
Luas permukaan = 2 x 1 x 1 = 4 cm 2
Berat apel : 21 gram
Berat apel kering : 17 gram

Tabel 4 Tabel Sampel dengan Variabel panjang 2 cm


t (menit) Weight Xt (moisture R (drying rate)
(gram) content) (g/menit cm2)
10 21 0,235294 2
20 21 0,235294 2
30 20 0,176471 1,5
40 20 0,176471 1,5
50 19 0,117647 1
60 18 0,058824 0,5
70 18 0,058824 0,5
80 17 0 0
90 17 0 0
100 17 0 0

5. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN


a. Hubungan antara waktu pegeringan (drying time) dengan kandungan air (moisture
content)

grafik drying time(t) dengan moisture content(Xt)


0.5
0.45
moisture content (Xt)

0.4
0.35
0.3 5 cm
0.25 4 cm
0.2 3 cm
0.15 2 cm
0.1
0.05
0
0 20 40 60 80 100 120

drying time (t)

Grafik diatas menggambarkan bahwa moisture content akan menurun seiring


dengan berjalannya waktu pengeringan. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu
pengeringan, maka kandungan air yang terkandung dalam apel akan banyak teruapkan
sehingga massa kandungan air akan semakin berkurang (Denni et al., 2017). Hal ini
dikarenakan kandungan air yang ada dalam sampel terdifusi (verona et al ,
2013)..Moisture content yang tertinggi ada pada sampel ukuran 5 cm, hal ini
dikarenakan luas permukaaan yang lebih besar dibanding dengan yang lainnya
sehingga yang didalamya juga menyebabkan kandungan air meningkat. Dan hasil
yang cukup baik untuk pengurangan kadar air dalam sampel terdapat pada buah apel
dengan panjang 2 cm karena mengalami penurunan yang cukup signifikan.

b. Hubungan antara waktu pengeringan (drying time) dengan kecepatan pengeringan


(drying time)

grafik drying time(t) dengan drying rate(R)


2.5

2
drying rate (R)

1.5 5 cm
4 cm
1 3 cm
2 cm
0.5

0
0 20 40 60 80 100 120
drying time (t)

Grafik diatas menunjukkan bahwa hubungan antara drying time atau waktu
pengeringan mengalami penurunan tiap waktunya. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor kuantitatif dan kualitatif laju pengeringan ,meliputi: sifat fisik dan kimia dari
bahan yang akan dikeringkan, ukuran bahan yang akan dikeringkan, bentuk bahan
yang dikeringkan, dan komposisi kadar air bahan yang dikeringkan (Tri Hariadi.
2018). Pada grafik diatas diketahui bahwa laju penguapan atau pengeringan kurang
stabil untuk disetiap sampelnya karena terjadi fluktuatif data perhitungan. Sehingga
semakin lama waktu pengeringan maka akan semakin sedikit kandungan air yang
terdapat pada apel, sehingga semakin sulit untuk menguapkan sisa air dan laju
pengeringan pun akan berkurang.
c. Hubungan antara kecepatan pengeringan (drying rate) dengan kelembaban
(moisture content)

grafik drying rate(R) dengan moisture content(Xt)


0.5
0.45
0.4
moisture contenet (Xt)

0.35
0.3 5 cm
0.25 4 cm
3 cm
0.2
2 cm
0.15
0.1
0.05
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
drying rate (R)

Drying rate dan moisture content memiliki hubungan yang berbanding lurus
dilihat dari grafiknya . hal ini menunjukkan bahwa jika moisture contentnya rendah
maka drying ratenya akan rendah juga. Dan didapatkan rate tertinggi ada pada sampel
5 cm.
d. Kadar Kandungan Air Kritis (Critical Moisture Content)
Critical moisture content merupakan titik yang menandakan bahwa air pada
permukaan sampel tidak cukup lagi untuk memelihara lapisan kontinu pada
pengeringan (venora et al.2013). Pada praktikum yang telah dilakukan didapatkan
bahwa kadar air kritis belum tercapai karena dilihat dari grafiknya yang hanya terus
meningkat tanpa adanya titik kritis. Titik ini dapat diketahui jika terjadi constant rate
drying atau dapat digambarkan dengan garis linear.
6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan :

 Semakin banyak kandungan air dalam bahan maka semakin lama waktu proses
pengeringan yang dibutuhkan. Begitu pula sebaliknya.
 Bahan kurs yang digunakan mempengaruhi proses pengeringan. Dimana pada
praktikum ini sulit dicapai keadaan massa konstan.
 Semakin tinggi kecepatan pengeringan semakin lama waktu proses pengeringan
yang dibutuhkan. Begitupula sebaliknya.
 Kecepatan pengeringan dan kandungan air berbanding lurus, semakin besar nilai
kecepatan pengeringan maka semakin besar pula kadar air pada suatu sampel.
 Pada praktikum ini tidak didapat critical moisture content akibat dipengaruhi
oleh jenis kurs yang digunakan saat pengeringan.

6.2. Saran
 Menggunakan kurs yang tahan panas sehingga menghindari adanya penyusutan
kurs dimana dapat mengganggu jalannya praktikum (kesetimbangan massa
sampel sulit dicapai).
7. DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, N., 2015. Rancang Bangun Alat Pengering Surya Teknologi Dual (Uji Kinerja
Alat Pengering Surya Teknologi Fotovoltaik Termal Ditinjau Dari Konsumsi
Energi Spesifik Pada Pengeringan Kerupuk) (Doctoral dissertation, Politeknik
Negeri Sriwijaya).
Denni Kartika sari, I. K. (2017). Pengaruh Suhu Dan Waktu Pengeringan Terhadap Mutu
Rumput Laut Kering. Jurnal TEKNIKA, Halaman 43 - 50.
Hariyadi, T. (2018). Pengaruh Suhu Operasi terhadap Penentuan Karakteristik
Pengeringan Busa Sari Buah Tomat Menggunakan Tray Dryer. JURNAL
REKAYASA PROSES , hlm. 104-113 .
Imami, Y., 2018. Desain Dan Pembuatan Alat Pengering Bibit Kacang Panjang Tipe Tray
Dryer Yang Ergonomis Dengan Mobilitas Tinggi. [Skripsi]. Yogyakarta:
Universita Islam Indonesia.
Mc Cabe, Warren L, Julian C Smith, et al. 1993. “Unit Operations Of Chemical
Engineering Seventh Edition”. New York : McGraw Hill International Edition.
Mardhiyah, Nurul, 2017. Laporan Operasi Teknik Kimia Drying. Surabaya : UPN
“Veteran” Jawa Timur.]
Rahmat, S, dan Fansyuri, H., 2016. Laporan Modul Pengeringan. Cimahi: Universitas
Jenderal Achmad Yani (UNJANI).
Utami, T.N., 2014. Pengaruh Lama Waktu Perendaman Dan Suhu Kondisi Operasi Pada
Gabah Dengan Menggunakan Rotary Dryer Firebrick. [Tugas Akhir].
Semarang:UNDIP.
Verona Amelia, B. K. (2013). Pengaruh Kondisi Operasi Pada Proses Pengeringan
Karagenan Dengan Foam . Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Halaman 8-16

Anda mungkin juga menyukai