Anda di halaman 1dari 7

Strategy : Mass Customization,

Postponement, Modular Product
Mass customization Strategy
Salah satu yang menjadi permasalahan kritis dalam lingkungan kompetisi pada supply chain saat
ini adalah kemampuan untuk menghasilkan produk sesuai dengan keinginan dan spesifikasi
tertentu dari customer dengan tetap mepertahankan service level customer dan mengendalikan
cost. Dalam hal ini ada dua permasalahan yang sangat bertolak belakang yakni diferensiasi
produk dan pengendalian biaya.

Diferensiasi dan pengendalian biaya merupakan dua poin kunci munculnya paradigma mass


customization. Mass customization memiliki pengertian kemampuan untuk mensuplai produk
maupun jasa sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan oleh customer.  Pengertian ini
selanjutnya meluas kepada pengertian bahwa mass customization merupakan suatu kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan produk dalam variasi yang besar dan dengan lead time yang
pendek. Prinsip ini kemudian memungkinkan perusahaan untuk dapat menangkap peluang pasar
baru dan juga kebutuhan customer yang sifatnya personal yang sebelumnya tidak dapat dipenuhi
oleh produk  yang umumnya memiliki variasi yang telah terstandarisasi.
Berdasasarkan uraian diatas, mass customization memungkinkan customer dapat memilih
desainnya sendiri terhadap produk tertentu. Karena hal inilah variasi permintaan akan suatu
produk sangatlah bervariasi. Karena variasi produk yang sangat besar ini maka dalam
penerapan mass customization, dalam pemenuhan harus membutuhkan operating network yang
flexible atau dinamis yang dapat disesuaikan dengan spesifikasi dari produk yang akan dibuat
dan juga untuk dapat melayani dan menangkap criteria yang ditetapkan oleh customer dengan
cepat.

BTO (Build to Order)

Konsep Build to Order atau BTO ini sangat erat kaitannya dengan Mass customization. Build to
Order tentunya merupakan solusi dalam menerapkan strategi mass customization bilamana
permintaan tidak diketahui sampai order dari cutomer datang. Di masa lalu dengan konsep built
to forecast atau build to stock, produksi dilakukan berdasarkan peramalan permintaan.  Bila
dilihat, prediksi permintaan berdasarkan peramalan tidaklah begitu baik karena terlalu
tergantungnya dengan masa lalu dan terlalu banyak asumsi yang digunakan sehingga output dari
produksi tidak sesuai dengan variasi demand dari mass customization. Gap yang terjadi antara
hasil peramalan dan permintaan yang sebenarnya akan mengkaibatkan peningkatan cost yakni
tingginya biaya persediaan baik berupa komponen maupun produk akhir, tingginya waste berupa
material waste dan suber-sumber lainnya, poenurunan cash flow. Dalam pendekatan mass
customization, produk baru akan dibuat setelah perusahaan mendapatkan order dengan kuantitas
dan kualitas tertentu seperti prinsip dari BTO.
Keuntungan dari mass customization
Berikut ini merupakan beberapa keuntungan dari penerapan mass customization
1. Memaksimalkan market share dengan maksimalkan kepuasan customer dan jumlah
customer
2. Menekan biaya persediaan dan material waste. Penekanan biaya ini diakibatkan
karena material dan input lainnya di dorong untuk melakukan produksi secara just in
time sehingga inventory dari finish productpun rendah karena produksi berdasarkan
order tidak untuk menyetok.
3. Meningkatkan cash flow.
4. Waktu respon yang lebih pendek. Akmulasi waktu dari diterimanya order hingga
dilakukan pengiriman sangat pendek. Selain itu sistem produksi yang fleksibel dapat
mengadaptasi ppermintaan yang berbeda dengan cepat.

Pendekatan Mass customization
Ada 4 pendekatan dalam mengaplikasikan mass customization :
 Collaborative customizer – Dalam hal ini customer dan supplier melakukan dialog
mengenai apa yang customer butuhkan dan kemudian supplier mengembangkan produk
sesuai dengan permintaan customer. Salah satu contoh perusahaan yang menggunakan
pendekatan ini adalah Levi’s. Levi’s mengintegrasikan antara shop dan plantnya dengan
menggunakan system computer. Dengan system ini permintaan customer berupa warna
ukuran dan model akan diukur dan dicatat di shop kemudian informasi ini akan dikirim
ke pabrik levi’s untuk di produksi. Contoh lainnya adalah Nike dan Dell
 Adaptive Customizer – Dalam hal ini customer membeli produk yang berstandar
namun mereka dapat memodifikasinya sesuai dengan kebutuhan mereka. Contohnya
adalah Microsoft yang menarearkan software package untuk small business. Dalam hal
ini jika customer menginginkan untuk dapat melakukan fungsi akunting yang lebih lanjut
maka customer dapat melakukannya karena produk dari Microsoft dibangun dengan
bahasa pemrograman yang popular sehingga programmer manapun dapat melakukan
modifikasi terhadapnya
 Cosmetic customizer – Dalam hal ini supplier si produk dengan standar tetentu
namun menghadirkannya dalam bentuk yang berbeda untuk tiap customer. Misalkan saja
planters mengemas produk sesuai dengan permintaan retailernya yakni seven eleven,
walmart dll
 Transparent customizer – Dalam hal ini supplier membuat custom products tanpa
customer mengetahuinya. Misalnya amazon.com yang memberikan rekomendasi buku
baru berdasarkan riwayat pembelian customer.

Postponement Strategy

Postponement Strategy adalah strategi yang bertujuan untuk menunda beberapa aktivitas


dalam supply chain sampai customer demand diketahui. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
menjaga adanya cost karena penumpukan inventory dan juga meningkatkan respons terhadap
permintaan customer. Dalam strategi postponement, istilah decoupling point sangatlah berkaitan
erat. Decoupling point atau biasa dikenal dengan customer order decoupling point (CODP)
merupakan lokasi dalam jaringan distribusi dimana inventori ditempatkan untuk membuat entitas
atau proses yang satu dengan yang lainya saling independen.  Posisi-posisi dari decoupling
point ditunjukkan dalam gambar 1. Dalam melakukan penempatan decoupling point ini terdapat
trade off yang harus dipertimbangkan seperti yang terlihat dalam gambar 2. Pada gambar
tersebut dapat dilihat bahwa semakin kekanan / hilir (semakin mendekati end customer) maka
semakin banyak pula jumlah persediaan yang dibutuhkan namun disisi lain resiko yang
ditimbulkan terhadap keusangan produk juga semakin tinggi. Dan sebaliknya jika
lokasi decoupling point semakin kekiri / hulu (semakin mendekati supplier) maka semakin tinggi
pula resiko kehilangan kesempatan untuk memenuhi permintaan.
Gambar 1. Generic Customer Order Decoupling point

Gambar 2. Trade Off Lokasi Decoupling point


Ada beberapa hal yang mempengaruhi letak atau posisi dari decoupling point yakni :
1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan market seperti delivery lead time,
permintaan produk yang berubah-ubah, volume produk, customer order size dan
frekuensi pemenuhan produk.
2. Faktor-faktor yang berkaitan dengan produk seperti modularity characteristic,
customization opportunities dan struktur produk
3. Faktor-faktor yang berkaitan dengan produksi seperti production lead time dan
process flexibility
Bila dikaitkan dengan tipe dari system produksi maka derajat postponement  akan mempengaruhi
tiga hal yakni information complexity, operational independence dan suppliier integration seperti
yang dapat dilihat pada gambar 3. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin murni
penerapan postponement maka semakin tinggi komplesitas dari informasi dan semakin harus
terjalin pula hubungan yang terintegrasi dengan supplier. Sedangkan sebaliknya semakin murni
penerapan postponement maka tingkat ketidaktergantungan antara operasional yang satu dan
yang lainnya semakin rendah.

Gambar 3. Degree of Postponement dalam dua kontinum MTS dan BTO


Ada empat jenis postponement strategi dalam supply chain adalah :
1. Purchasing postponement
Dalam strategi ini decoupling point terletak antara supplier dan manufaktur. Artinya manufaktur
menunda untuk membeli material dari supplier khususnya untuk material yang mahal dan
sifatnya fragile. Dalam hal ini manufaktur ingin menekan biaya persediaan material. Sehingga
material hanya digunakan ketika manufaktur akan memproduksi produk saja. Adapun
ilustrasinya dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Ilustrasi Purchasing Postponement

2. Manufacturing Postponement
Dalam strategi ini decoupling point terletak pada manufaktur dimana produk masih berupa
produk setengah jadi. Produk yang setengah jadi ini kemudian diproduksi ketika manufaktur
telah mendapatkan order dari cusrtomer. Ilustrasi dari strategi ini dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Ilustrasi Manufacturing Postponement
3.  Logistic Postponement.
Dalam strategi ini decoupling point terdapat pada distribution center. Tidak berbeda dengan
manufacturing postponement, pada Logistic postponement ini produk juga masih dalam bentuk
produk setengah jadi. Namun, demikian tentunya proses untuk mencapai produk akhir tidak
sebanyak proses yang harus dilakukan pada manufacturing postponement misalnya saja proses
perakitan atau packaging. Ilustrasi dari logistic postponement ini dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Ilutsrasi Logistic Postponement
Modularity Product Design

Modularity product design adalah suatu konsep product design yang  berkaitan erat dengan
pendekatan mass customization dan strategi postponement. Modular product design memiliki
pengertian mengembangkan suatu produk dengan cara membagi produk tersebut menjadi
beberapa komponen atau modul yang saling independent. Hal ini dimaksudkan agar komponen-
komponen tersebut dapat dirakit atau digabungkan dengan berbagai cara untuk menghasilkan
beberapa variasi produk yang berbeda satu sama lainnya. Suatu produk dapat dikatakan modular
tergantung pada kesamaan fungsi dan desain fisik. Komponen-komponen yang memiliki
kesamaan dalam fungsi dan desain fisik ini biasa disebut sebagai common component.
Ulrich mengatakan bahwa modularity design dapat meningkatkan variasi dari produk sedangkan
dilain sisi juga mengakibatkan delivery time menjadi lebih pendek. Selain itu modularity product
design juga memiliki keuntungan dalam menurunkan cost. Dalam product development,
modularity product design dapat dilakukan di berbagai level produk yakni :
1. Component Level
2. Module Level
3. Subsystem Level
4. System Level

Anda mungkin juga menyukai