Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, ’lalu lintas’ diartikan sebagai gerak kendaraan, orang dan hewan di
jalan. Sedangkan yang diartikan sebagai ’jalan’ dalam definisi di atas adalah jalan yang
diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Demikian pula ’kendaraan’ didefinisikan sebagai suatu alat
yang dapat bergerak di jalan, terdiri dari kendaraan bermotor atau kendaraan tidak bermotor.
Lebih jauh lagi, yang dimengerti sebagai ’kendaraan bermotor’ adalah kendaraan yang digerakan
oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan.
Dikatakan Tamin dalam literatur ’Perencanaan dan Pemodelan Transportasi’ (ITB
Bandung, 2000) bahwa setiap ruang kegiatan akan "membangkitkan" pergerakan dan "menarik"
pergerakan yang intensitasnya tergantung pada jenis tata guna lahannya. Konsekuensinya bila
terdapat pembangunan dan pengembangan suatu kawasan baru tentu akan menimbulkan
tambahan bangkitan dan tarikan lalu lintas baru akibat kegiatan tambahan di dalam dan sekitar
kawasan tersebut. Karena itulah, pembangunan kawasan baru dan pengembangannya akan
memberikan pengaruh langsung terhadap sistem jaringan jalan di sekitarnya.
Demikian pulalah yang terjadi pada rencana Pembangunan TPA Regional Malang Raya.
Bisa diprediksikan bahwa kegiatan itu akan menimbulkan dampak terhadap lalu lintas dan kondisi
jaringan jalan di sekitarnya. Disinilah arti penting kajian lalu lintas.
Paling tidak ada dua besaran pokok yang harus ditinjau pada kajian lalu lintas ini, yaitu :
Kinerja lalu lintas, yang meliputi : ruas jalan dan persimpangan
Kinerja perkerasan jalan
Karena dalam studi Amdal ’prakiraan dampak’ adalah menjadi tema besarnya, tentu apa yang
disebut dengan kinerja haruslah dilihat dalam kacamata perbandingan. Artinya suatu bentuk
’kinerja’ dihukumi lebih-baik ataupun lebih-buruk dengan cara membandingkannya dengan
bentuk ’kinerja’ pada kondisi awalnya. Dalam kasus kali ini, bentuk kinerja lalu lintas dikuantifikasi
dari data primer LHR saat ini yang selanjutnya dengan mengacu pada Manual Kapasitas Jalan
Indonesia 1997 diperoleh besaran kapasitas dan derajat kejenuhan (untuk ruas jalan) serta
kapasitas serta waktu tundaan (untuk persimpangan).
Karena dampak suatu kegiatan adalah suatu fungsi waktu, maka demikian pula kajian
lalu lintas inipun selayaknya diproyeksikan hingga tahun-tahun ke depan untuk memprakirakan
dampak apa yang bakal terjadi di masa mendatang. Tidak boleh dilupakan bahwa peringkat
kinerja disini haruslah ada pembandingnya. Oleh karenanya kajian ini pada intinya
memperbandingkan kinerja lalu lintas ’jika tanpa ada kegiatan’ dengan ’jika ada kegiatan’ dalam
proyeksi waktu yang sama.
Demikian pula halnya pula dengan kinerja perkerasan jalan. Langkah awal yang harus
dikerjakan adalah mengumpulkan data primer berupa survei kerusakan jalan saat ini pada ruas
jalan yang diprakirakan paling terdampak. Data ini kemudian juga diproyeksikan ke tahun-tahun
perencanaan. Metode peramalan dampak kinerja perkerasan jalan ini menggunakan pendekatan
bahwa kerusakan jalan adalah fungsi dari beban lalu lintas (yang direpresentasikan dengan nilai
EAL). Semua yang dipaparkan diatas tergambar dalam alur pikir sebagai berikut :
Start
Gambaran Wilayah :
- Data Penduduk
Rencana Detail &
- Pendapatan perkapita
Kegiatan Proyek
- PDRB
- Data Jaringan Jalan
Penentuan
Simpang dan
Ruas Jalan
Terdampak
Kinerja Kinerja
Lalu Perkerasan
Lintas Jalan
Pengukuran Pengukuran
Pengukuran
Kinerja Eksisting Kinerja Eksisting
Kinerja Eksisting
Simpang Ruas Jalan
Perkerasan Jalan
Terdampak Terdampak
No No
Rekomendasi Rekomendasi
Upaya Upaya
Penanggulangan Penanggulangan
Yes End
Gambar ......... Alur Kajian Lalu Lintas TPA Regional Malang Raya
KONDISI EKSISTING RUAS JALAN DAN SIMPANG TERDAMPAK
Untuk menentukan ruas jalan serta persimpangan yang paling terdampak, ada baiknya
ditinjau dahulu bagaimana situasi jaringan jalan disekitar TPA Regional Malang Raya (lihat
Gambar .............). Lokasi TPA Regional ini sampai studi ini disusun masih belum menyediakan
jalan akses menuju lokasi. Namun dalam studi kelayakannya telah diprakirakan trase jalan akses
yang paling mungkin berdasarkan situasi dan kondisi yang melatarbelakanginya.
Gambar ..................... Peta Situasi Jaringan Jalan di Sekitar TPA Regional Malang Raya
Jalan akses yang diprakirakan bakal memiliki dua pintu masuk. Yang satu ada di sebelah
utara lokasi TPA Regional ( Gambar ........... ) yaitu di Desa Pandanlandung, dan lainnya di
sebelah selatan TPA ( Gambar ...........). tepatnya ada di wilayah Desa Jedong. Saat ini kondisi
rencana jalan masuk tersebut masih berupa bentang alam asli melalui areal persawahan, daerah
kosong dan areal hutan.
Gambar ............ Rencana Jalan Akses Masuk dari Desa Pandanlandung
Sebagaimana direncanakan bahwa TPA Regional ini akan melayani Kota Malang,
Kabupaten Malang serta Kota Batu. Jika demikian halnya maka diperkirakan rute yang akan
dilalui armada pengangkut sampah dari masing-masing daerah layanan akan seperti yang tertera
pada tabel berikut.
Dari tabel diatas bisa dibaca bahwa jam puncak pagi terjadi pada rentang waktu 07.00 –
08.00. Pada periode ini volume kendaraan mencapai 1.361 smp/ jam yang didominasi sepeda
motor. Tingkat pelayanan jalan pada periode jam puncak pagi masih pada level C. Artinya
pengendara masih cukup nyaman melewati ruas jalan ini.
Jam puncak sore terjadi pada periode waktu pukul 16.00 – 17.00 dimana volume
kendaraan mencapai 1.429 smp/ jam. Walau demikian tingkat pelayanan masih di sekitar level C.
Artinya meski pada jam-jam puncak ruas jalan ini masih cukup nyaman dilalui pengendara.
4. PERSIMPANGAN EMPAT LENGAN MERGAN
Persimpangan empat lengan (istilah umum disebut sebagai perempatan) Mergan
merupakan pertemuan arus dari arah Raya Bandulan – Jupri, Jl. Rais, Jl. Langsep serta Jl.
Mergan (lihat Gambar .......... ).
Lengan Jl. Jupri adalah jalan 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2 UD) dengan lebar rata-rata 8
m dan bahu jalan rata-rata 1.5 m. Sedangkan lengan Jl. Rais adalah jalan 2 lajur 2 arah tak
terbagi (2/2 UD) dengan lebar rata-rata 10 m dan lebar bahu jalan rata-rata 1.5 m. Disebelah
utara adalah lengan Jl. Langsep berupa jalan 2 lajur 2 arah terbagi median (2/2 D). Lebar rata-
rata masing-masing lajur adalah 5 m dengan lebar bahu jalan rata-rata masing-masing 1.5 m. Ke
arah selatan ada lengan Jl. Mergan yang berupa jalan jalan 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2 UD)
dengan lebar rata-rata 6 m dan bahu jalan rata-rata 1.5 m.
Sebenarnya terdapat rambu larangan masuk bagi arus dari Jl. Jupri yang langsung
mengarah lurus ke Jl. Rais. Demikian pula arus dari Jl. Mergan dilarang langsung belok kanan ke
arah Jl. Rais. Namun dalam pengamatan seringkali rambu ini dilanggar para pengemudi. Hal ini
menjadi salah satu sebab seringnya terjadi kenacetan di persimpangan ini.
Secara lengkap kinerja persimpangan Mergan saat ini bisa dilihat pada Tabel .........
b. Periode Perhitungan
Perhitungan dilakukan dengan periode 13 jam mulai pukul 06.00 pagi dan berakhir pukul
19.00 pada hari yang sama yang ditetapkan untuk pelaksanaan perhitungan.
c. Pengelompokan Kendaraan
Dalam perhitungan jumlah lalu lintas, kendaraan dibagi dalam delapan kelompok mencakup
kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. ( lihat Tabel ……. Penggolongan Jenis
Kendaraan)
Data unit kendaraan di konversi menjadi data volume lalu lintas dengan satuan smp.
Konversi Data dilakukan untuk setiap objek aliran kendaraan dan setiap interval waktu, kemudian
dijumlahkan menjadi volume lalu lintas untuk suatu interval waktu.
1. Kinerja Persimpangan
Penilaian kinerja lalu lintas persimpangan diukur menggunakan parameter-parameter :
- Kapasitas
- Derajat kejenuhan
- Tundaan
- Peluang antrian
Analisis dilakukan dengan metode yang diuraikan dalam MKJI 1997. Selanjutnya perhitungan
parameter-parameter diatas menggunakan bantuan software KAJI versi 1.10F.
a. Kapasitas
Kapasitas adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung volume lalu lintas ideal per
satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jam atau satuan mobil penumpang (smp)/jam.
Dimana:
C = Kapasitas (SMP/jam);
CO = Kapasitas dasar (SMP/jam);
FM = Faktor penyesuaian median jalan utama
FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU = Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan
kendaraan tak bermotor
FLT = Faktor penyesuaian prosentase belok kiri
FRT = Faktor penyesuaian prosentase belok kanan
FMI = Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor
b. Derajat Kejenuhan
Yang dimaksud dengan Derajat Kejenuhan adalah rasio volume arus lalu-lintas terhadap
kapasitas.
DS = Q/C
Dimana:
DS = Derajat kejenuhan;
Q = Arus lalu lintas (SMP/jam) ;
C = Kapasitas (SMP/jam).
c. Tundaan (Delay)
Tundaan adalah waktu tempuh tambahan (detik/smp) yang diperlukan untuk melewati suatu
simpang dibandingkan terhadap situasi tanpa simpang. Tundaan pada simpang dapat terjadi
karena dua sebab :
Tundaan Lalu-Lintas (DT) akibat interaksi lalu-lintas dengan gerakan yang lain dalam
simpang. Tundaan lalu-lintas seluruh simpang (DT), jalan minor (DT MI) dan jalan utama
(DTMA), ditentukan dari kurva tundaan empiris dengan derajat kejenuhan sebagai variabel
bebas.
Tundaan Geometrik (DG) akibat perlambatan dan percepatan kendaraan yang terganggu
dan tak-terganggu, dihitung dengan rumus :
Untuk DS < 1,0 : DG = (1-DS) × (PT×6 + (1-PT ) ×3) + DS×4 (det/smp)
Untuk DS ≥ 1,0 : DG = 4
Dimana :
DS = Derajat kejenuhan.
PT = Rasio arus belok terhadap arus total.
6 = Tundaan geometrik normal untuk kendaraan belok yang tak-terganggu
(det/smp).
4 = Tundaan geometrik normal untuk kendaraan yang terganggu (det/smp).
d. Peluang Antrian
Peluang antrian ditentukan dari kurva peluang antrian/derajat kejenuhan secara empiris.
a. Kapasitas jalan
C = Co x FCw x FCsp x FCsf
Dimana:
C = Kapasitas jalan (SMP/jam);
Co = Kapasitas dasar (SMP/jam);
FCw = Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar lalu lintas;
FCsp = Faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah;
FCsf = Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping.
b. Derajat kejenuhan
DS = Q/C
Dimana:
DS = Derajat kejenuhan;
Q = Arus lalu lintas (SMP/jam) ;
C = Kapasitas actual (pcu/h).
Dimana:
FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam);
Fvo = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam);
FVw = Penyesuaian untuk lebar efektif jalur lalu linas (km/jam);
FFVsf = Faktor penyesuaian akibat hambatan samping dan lebar bahu;
FFVre = Faktor penyesuaian akibat klas fungsional dan tata guna lahan.
Tabel ................... Karakteristik Tingkat Pelayanan Jalan Dibandingkan dengan V/C ratio
3. Kerusakan Jalan
Kondisi jalan yang dilalui kendaraan pada saat operasional perlu dievaluasi dan
dilakukan penilaian secara visual. Penilaian ini akan memberikan gambaran tingkat kerusakan
jalan sebelum proyek dimulai. Penilaian nilai kerusakan jalan didasarkan pada metode
Dirgolaksono dan Mochtar (Studi Penyempurnaan Evaluasi Visual untuk Kondisi Kerusakan
Jalan di Indonesia, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil, FTSP-ITS, 1990) yang merupakan
penyempurnaan metode Bina Marga. Penilaian (Scoring) yang digunakan dapat dilihat pada
Tabel ……………..
Pembagian kategori kerusakan jalan beserta nilai pengali untuk masing-masing kategori
kerusakan adalah sebagai berikut: (Dirgolaksono dan Mochtar, 1990)
1. Kategori I; kerusakan kategori ini berpengaruh lebih besar daripada kerusakan Kategori II.
Kerusakan pothole merupakan akhir dari proses kerusakan. Pothole dengan tingkat
keparahan ringan mempunyai pengaruh sama dengan kerusakan raveling, alligator
cracking dan profile distortion dengan tingkat keparahan yang berat. Oleh karena itu,
kerusakan dalam Kategori I diberi nilai tiga kali kerusakan Kategori II, sedangkan Kategori
II diberikan nilai faktor pengali 2. Jadi faktor pengali untuk kerusakan Kategori I adalah 6.
2. Kategori II; kerusakan kategori ini mempunyai pengaruh lebih besar dari kerusakan
Kategori III. Kerusakan alligator cracking dengan tingkat keparahan ringan, mempunyai
pengaruh yang sama dengan kerusakan transverse cracking dengan tingkat keparahan
sedang pada prosentase yang sama. Demikian juga profile distortion dengan tingkat
keparahan ringan berpengaruh sama dengan rutting dengan tingkat keparahan sedang.
Oleh karena itu untuk untuk kerusakan Kategori II diberikan faktor pengali 2.
3. Kategori III; kerusakan kategori ini merupakan awal dari kerusakan jalan, dimana
kerusakan yang terjadi telah berpengaruh terhadap perkerasan. Oleh karena itu kerusakan
pada Kategori III diberikan faktor pengali 1.
4. Kategori IV; kerusakan kategori ini mempunyai daya rusak lebih kecil dari pada kerusakan
Kategori III. Pada kerusakan edge deterioration hanya mempunyai pengaruh sekitar 25%
terhadap perkerasan jalan. Demikian juga untuk kerusakan flushing dan patching tidak
begitu berpengaruh terhadap perkerasan. Oleh karena itu untuk kerusakan dalam kategori
IV diberikan faktor pengali 0.25.
Setelah kondisi awal jalan yang dinilai diketahui, langkah selanjutnya adalah
mengkonversi proyeksi LHR ke dalam bentuk EAL. Penjelasan singkatnya, konstruksi perkerasan
jalan menerima beban lalu lintas yang disalurkan melalui roda-roda kendaraan. Besarnya beban
itu amat bergantung pada beberapa faktor, antara lain berat total kendaraan, konfigurasi sumbu,
luasan bidang kontak antara roda dan perkerasan, kecepatan kendaraan dan sebagainya.
Karenanya kontribusi tiap kendaraan terhadap kerusakan jalan tidaklah sama. Untuk itulah
dibutuhkan suatu beban standar sehingga semua beban dapat disetarakan. Ditentukan bahwa
beban standar adalah beban sumbu tunggal beroda ganda seberat 18.000 lbs (8,16 ton)
Gambar …… Sumbu Standar 18.000 lbs (8,16 ton)
Dengan adanya beban standar maka semua beban kendaraan dengan sumbu berbeda
disetarakan (di-‘ekivalen’-kan) ke beban sumbu standar dengan menggunakan “angka ekivalen
beban sumbu (E)”. Angka E mengindikaskan jumlah lintasan dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton
yang akan menyebabkan kerusakan yang sama dengan apabila beban sumbu standar lewat 1
kali. Bila suatu kendaraan memiliki E = 1,2 maka ini berarti 1 kali lintasan kendaraan tersebut
akan mengakibatkan kerusakan perkerasan yang sama dengan 1,2 kali lintasan sumbu standar.
DISTRESS POINTS
Street Name : Section No. :
From : To PAVEMENT DRAINAGE
RIDING QUALITY 1 2 3 4 5
PAVEMENT
CONDITION EXTENT SEVERITY
NONE 0-10% 10-30% 30-60% > 60% AREA
I POTHOLES
3
2
6
4
15
10
24
16
> 7,5 cm in depth
2,5 - 7,5 cm in depth
0 1 2 5 8 < 2,5 cm in depth
NONE 0-10% 10-30% 30-60% > 60% AREA
3 6 15 24 highly pitted/rough
RAVELING/WEATHERING
2 4 10 16 some small/pit
0 1 2 5 8 minor loss
NONE 0-10% 10-30% 30-60% > 60% AREA
II ALLIGATOR CRACKING
3
2
6
4
15
10
24
16
spalled and loose
spalled ang tight
0 1 2 5 8 hair line
NONE 0-10% 10-30% 30-60% > 60% AREA
3 6 15 24 with cracks and holes
PROFILE DISTORTION
2 4 10 16 with cracking
0 1 2 5 8 plastic weaving
NONE 0-10% 10-30% 30-60% > 60% AREA
3 6 15 24 > 1 cm, spalled
BLOCK CRACKING
2 4 10 16 0,5 - 1 cm, spalled
0 1 2 5 8 < 0,5 cm, or sealed
NONE 0-10% 10-30% 30-60% > 60% LENGTH
3 6 15 24 > 2,5 cm, spalled, full
TRANSVERSE CRACKING
2 4 10 16 0,5 - 2,5 cm, spalled, half
0 1 2 5 8 < 0,5 cm, sealed, part
III NONE 0-10% 10-30% 30-60% > 60% AREA
3 6 15 24 > 2,5 cm, spalled
LONGITUDINAL CRACKING
2 4 10 16 0,5 - 2,5 cm, spalled
0 1 2 5 8 < 0,5 cm, or sealed
NONE 0-10% 10-30% 30-60% > 60% LENGTH
3 6 15 24 > 2,5 cm, in depth
RUTTING
2 4 10 16 0,5 - 2,5 cm in depth
0 1 2 5 8 < 0,5 cm, in depth
NONE 0-10% 10-30% 30-60% > 60% AREA
3 6 15 24 little vizible aggr
EXCESS ASPHALT
2 4 10 16 wheel track smooth
0 1 2 5 8 occas. small patches
NONE 0-10% 10-30% 30-60% > 60% AREA
IV BITUMINOUS PATCHING
3
2
6
4
15
10
24
16
poor condition
fair condition
0 1 2 5 8 good condition
NONE 0-10% 10-30% 30-60% > 60% LENGTH
3 6 15 24 edge loose / missing
EDGE DETERIORATION
2 4 10 16 cracked edge jagged
0 1 2 5 8 cracked edge intact
DRAINAGE
PAVEMENT SURFACE 0-10% 10-30% 30-60% > 60% Percent of water retained on
RETENTION (% luas genangan 1 3 6 12 surface
air banjir di permukaan jalan 0 Water may drain easily from pavement surface
CONDITION OF GUTTER AND DRAINS GOOD MODERATE POOR VERY POOR
CHANNEL OR SIDE DITCH
0 3 6 9
(Kondisi saluran tepi)
OCCURANCE OF INNUNDATION BY NEVER RARELY OCCASION'LY ALWAYS
WATER AFTER RAIN
0 8 12 24
(Frekuensi banjir)
< 3 JAM 3 - 6 JAM 6 - 24 JAM > 24 JAM
Lamanya terjadi Genangan sampai
Surut 1 3 6 12
REMARK :
Untuk menentukan angka ekivalen beban sumbu, Bina Marga memberikan rumus :
4
beban sumbu tunggal dalam kg
EALsingle axle
8160
4
beban sumbu ganda dalam kg
EAL double axle 0.086
8160
Dengan demikian maka akan diperoleh prakiraan degradasi kerusakan jalan yang sesuai dengan
proyeksi beban lalu lintas yang dikonversi ke nilai EAL.