Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

Osteomielitis

drg. I Gusti Agung Dyah Ambarawati

PROGRAM STUDI PENIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

BALI

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
laporan kasus ini dapat kami selesaikan dengan baik. Tidak lupa saya ucapkan terima
kasih atas bantuan dari pihak-pihak yang telah berkontribusi baik menyumbangkan
pikiran maupun materi.

Harapan saya semoga laporan kasus ini dapat memberikan banyak manfaat
baik kepada pembaca maupun kepada penulis, khususnya dalam meningkatkan
pengetahuan mengenai osteomielitis dan komponen-komponennya

Saya menyadari masih memiliki keterbatasan dalam pengetahuan dan


pengalaman dalam menyusun laporan kasus ini, maka dari itu saya yakin masih
banyak kekurangan dalam laporan kasus ini, oleh karena itu saya sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk
kesempurnaan laporan kasus saya.

Denpasar, 9 Juni 2017

Penulis
Abstrak

Komplikasi setelah ekstraksi gigi : laporan kasus dari osteomielitis supuratif


kronis.Objektif: Artikel ini memaparkan laporan kasus tentang perawatan bedah dari
osteomielitis supuratif kronis setelah ekstraksi gigi. Laporan Kasus: Cone beam
computed tomography menyatakan sebuah formasi sequestrum bone yang
memerlukan sequestrectomy dan debridement dari area yang terlibat. Resep obat dari
penisilin oral dan metronidazole dibutuhkan setelah dansebelum pembedahan. Juga
20 sesi dari terapi hyperbaric oxygen sangat penting untuk penyembuhan pada ruang
sumsum. Tes histopatologi menetapkan diagnosis dari osteomielitis supuratif kronis.
Secara klinis, perjalanan post-operative memperlihatkan tidak ada komplikasi namun
penyembuhan yang baik dari jaringan tulang. Laporan kultur menyatakan ada 2
mikroorganisme, streptococcus viridans dan staphylococcus yang sensitive terhadap
penisilin. Hasil klinis mengkonfirmasi validitas dari sequestrectomy dan debridement
dari area yang terlibat untuk perawatan dari osteomielitis supuratif kronis. Pendekatan
seperti itu selalu lebih disukai karena menjamin kesembuhan dari jaringan tulang.

Kata kunci: bone sequestrum ,osteomielitis kronis, sequestrectomy, komplikasi


ekstraksi gigi.
BAB I

PENDAHULUAN

Osteomielitis dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi tulang yang berawal
dari infeksi ruang medula dan dengan cepat melibatkan sistem haversian, kemudian
meluas sehingga melibatkan periosteum daerah sekitarnya [1]. Kondisi ini dapat
diklasifikasikan sebagai akut, subakut, atau kronis, tergantung pada gambaran klinis.
Penurunan prevalensi dapat dikaitkan dengan meningkatnya ketersediaan antibiotik
dan standar kesehatan mulut dan gigi yang semakin meningkat [2]. Osteomielitis
dibedakan secara sederhana berdasakan waktu yaitu osteomielitis akut dan
osteomielitis kronis. Perbandingan osteomielitis akut dan osteomielitis kronis yaitu
proses akut terjadi hingga satu bulan setelah timbulnya gejala dan proses kronis
terjadi lebih dari satu bulan [3,4]. Osteomielitis kronis mungkin supuratif dengan
terbentuknya abses atau fistula dan penyerapan pada beberapa tahap penyakit. Gejala
dan gambaran klinis mungkin kurang parah dibandingkan dengan kondisi akut,
namun sebagian besar pasien masih mengalami nyeri rahang, pembengkakan dan
supurasi [5]. Biasanya tulang mengalami pembentukan sekuel dan menunjukkan
perubahan yang signifikan secara radiografi.
BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 30 tahun dilaporkan ke poli gigi di rumah sakit swasta di
gianyar, dengan keluhan rasa sakit yang lama, pembengkakan serta terdapat strain
pada regio submandibular dan submaseter selama 2 bulan setelah pencabutan gigi
46nya (gambar 1, 2). Pasien sudah pernah melakukan perawatan pada dokter gigi
umum karena tidak terjadi penyembuhan pasca-ekstraksi, namun tidak terdapat
perubahan. Meskipun pembengkakannya bersifat intermittent, tetapi sakit dirasakan
terus-menerus, meluas ke mandibula dari regio posterior dagu dan secara inferior ke
batas bawah serta diperparah pada saat makan. Pada pemeriksaan umum, pasien
terlihat pucat dan lemah, yang juga diakibatkan oleh nutrisi yang buruk.

Gambar 1. Gambaran Panoramik sebelum dilakukan pencabutan


gigi 46
Gambar 2. Gambaran ekstraoral pasien menunjukkan adanya
pembengkakan pada mandibula sebelah kanan

Cone beam computed tomography membuktikan bahwa berdasarkan pembentukan


tulang sequestrum maka diperlukan tindakan pembedahan (gambar 3-4),

Gambar 3. Gambaran panoramic setelah dilakukan ekstraksi pada gigi 46


Gambar 4. CBCT yang memperlihatkan tulang sequestrum

pemeriksaan ekstraoral pada sisi kanan mempertegas pembengkakan dengan


konsistensi yang keras, dan warna disekitar kulit menjadi eritema seperti yang berasal
dari infeksi menular. Berdasarkan dari riwayat dan pemeriksaan radiografi maupun
pemeriksaan klinis, diagnosanya adalah chronic suppurative osteomielitis. Sebelum
tindakan pembedahan dilakukan, pasien diresepkan penicillin oral dan metronidazole
selama 1 bulan, dan 20 sesi hyperbaric oxygen therapy (HBOT). Meskipun rasa sakit
cukup berkurang, namun submandibular kanan dan pembengkakan pada
submasseteric masih terlihat. Setelah pengobatan ini, dilakukan pembedahan pada
pasien untuk menghilangkan tulang sequestrum (gambar 5),
Gambar 5. Fotografi ekstra oral pasien

memperlihatkan pengeluaran dari tulang sequestrum


Gambar 6. Fotografi intra operatif setelah gigi 45 sdan 47 di ekstraksi.

Gambar 7. Tulang sequestrum di hilangkan


Gambar 8. Tulang sequestrum di hilangkan.

untuk membersihkan daerah yang terlibat, selain itu dilakukan ekstraksi pada gigi 45
dan 47, karena berkontak dengan area yang terinfeksi (gambar 6-8). Perdarahan baru
diinduksi di area yang terinfeksi, dan jaringan dijahit kembali. Tulang yang sudah
nekrotik di kirim ke bagian histopatologi, dimana diagnosis yang dipastikan adalah
osteomielitis kronik supuratif. Kondisi pasien pasca operasi baik, dan segera
menunjukkan tanda perbaikan pada gejala yang terkait dengan infeksi. Hasil kultur
mengidentifikasikan terdapat 2 mikroorganisme, yaitu streptococcus viridans dan
staphylococcus yang sensitif terhadap penisilin. Jadi pasien mulai menerima terapi
penisilin via intravena setiap hari dan terapi dilanjutkan selama 5 minggu. Pasien juga
diresepkan obat analgesik dan obat kumur clorexidine 0,2%. Pasien kontrol rutin
setiap 3 hari selama 2 minggu dan selanjutnya kontrol rutin dilakukan setiap minggu
selama 3 bulan. Area yang terinfeksi secara klinis menunjukkan penyembuhan yang
komplit (gambar 9).
Gambar 9. Proses penyembuhan klinis 3 bulan setelah operasi

Setelah itu dilakukan radiografi panoramik. Hasil radiografi menunjukkan


proses penyembuhan di area yang sebelumnya terdapat tulang sequestrum (gambar
10).

Gambar 10. Hasil radiografis menunjukkan proses penyembuhan jaringan


tulang
BAB III

DISKUSI

Osteomielitis rahang merupakan peradangan yang jarang terjadi pada negera-negara


maju [6]. Marx dan Mercuri (1991) merupakan penulis yang pertamakali dan satu-
satunya yang mendefinisikan durasi osteomielitis akut sampai dipertimbangkan
menjadi osteomielitis kronis. Mereka menentukan batas waktu 4 minggu setelah
terjadinya (onset) penyakit [4]. Osteomielitis akut dan kronis lebih mungkin terjadi
pada mandibula daripada di maksila oleh karena vaskularisasi di mandibula rendah
dan juga karena kepadatan tulang kortikal mandibula lebih mudah untuk mengalami
kerusakan serta oleh karena infeksi pada saat ekstraksi gigi [7]. Insiden secara
keseluruhan dari osteomielitis pyogenic pada mandibula mencapai 3 - 19 kali lebih
besar daripada yang terjadi di maksila [8]. Pada mandibula, lokasi yang paling sering
sering terjadi osteomielitis adalah body mandibula, kemudian symphysis, angle,
ramus ascendens dan kondilus [9]. Osteomielitis pada laki-laki maupun perempuan
hampir sama jika dilihat dari keseluruhan data demografi. Kasus osteomielitis kronis
lebih sering terjadi pada dekade kedua kehidupan dan mungkin berhubungan dengan
perubahan imunitas serta kesehatan vaskular pada pasien dewasa dan pasien yang
sudah tua. Patofisiologinya melibatkan akumulasi dari eksudat penyebab inflamasi
pada rongga tulang medular dan dibawah periosteum, menyebabkan adanya tekanan
pada suplai darah sentral dan perifer ke tulang, sehingga terjadi pengurangan suplai
nutrisi dan oksigen akibat terganggunya suplai darah ke tulang. Kondisi ini dapat
menyebabkan nekrosis tulang, dimana jaringan yang mengalami nekrosis mendukung
proliferasi dari bakteri. Dalam hal ini, jika tidak ditangani dengan tepat, maka akan
menyebabkan penyembuhan yang tidak sempurna serta osteomielitis akan menjadi
progresif. Antibiotik tidak dapat berpenetrasi pada daerah ini, sehingga harus
dilakukan perawatan pembedahan. Etiologi dapat mencakup infeksi bakteri (gigi atau
bakteriemia dari distant foci), defisiensi vaskular (endarteritis lokal), penyakit
autoimun atau trauma [11,12]. Empat faktor utama yang bertanggung jawab terhadap
invasi bakteri pada rongga medullar dan tulang kortikal dan yang menyebabkan
terjadi pembentukan infeksi adalah sebagai berikut: A) jumlah patogen, B) virulensi
patogen, C) kekebalan lokal dan sistemik dari host, dan D) perfusi jaringan lokal. Ada
beberapa kondisi yang mengubah vaskularitas tulang dan yang menjadi predisposisi
osteomielitis seperti radiasi, keganasan, osteoporosis, osteopetrosis, dan Paget’s
disease. Diagnosis banding dari osteomielitis kronis meliputi fibroma jinak (ossifying
dan non-ossifying fibroma, infeksi kelenjar ludah dan limfadenitis kronis yang tidak
spesifik) dan ganas (Ewing’s sarcoma, osteosarcoma, chondrosarcoma, non-
Hodgkin’s lymphoma dan penyakit metastasis) yang melibatkan rahang dan dapat
diketahui dengan melakukan biopsi tulang dan kultur [5,13]. Rahangnya berbeda dari
tulang pada tubuh lainnya karena kehadiran gigi yang menimbulkan adanya jalur
langsung bagi faktor penyebab infeksi dan inflamasi. Bakteri yang terkait dengan gigi
yang terinfeksi, seperti patogen periodontal termasuk Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Actinomyces, spesies Prevotella dan spesies Eikenella
telah tercatat sebagai bakteri patogen dalam kebanyakan kasus kronis [14]. Dua
kelompok terakhir dari bakteri tersebut menjadi penyebab terbanyak

terbentuknya osteomielitis yang sulit diatasi pada rahang. Sementara osteomielitis


pada mandibula dianggap sebagai penyakit polymicrobial, pada tulang panjang, ini
dikaitkan dengan bakteri Staphylococcus Aureus [6]. Infeksi Candida albicans juga
tercatat sebagai beberapa penyebab terjadinya osteomielitis [10]. Dalam bentuk
kronis osteomielitis, infiltrasi inflamasi terdiri dari sel plasma, limfosit dan makrofag.
BAB IV

KAJIAN TEORI

4.1 Definisi Osteomielitis

Kata “Osteomielitis” berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu osteon (tulang)
dan muelinos (sumsum) dan menggambarkan suatu infeksi pada bagian ruang medula
dari tulang. Literatur saat ini memberikan definisi lebih luas mengenai osteomielitis
yaitu proses inflamasi pada keseluruhan tulang termasuk korteks dan periosteum,
yang menjelaskan bahwa proses patologis sangat jarang terjadi hanya di endosteum
saja. Proses ini biasanya melibatkan korteks dan periosteum, oleh karena itu
osteomielitis dapat dinilai sebagai suatu kondisi inflamasi tulang yang berawal dari
ruang medula dan sistem haversianserta meluas hingga melibatkan periosteum daerah
sekitarnya.Infeksi ini menjadi stabil pada bagian tulang yang mengalami
kalsifikasiketika pus dan edema didalam ruang medula dan dibawah periosteum
menghalangi aliran darah lokal atau terjadi obstruksi. Setelah terjadi iskemia, tulang
yang terinfeksi akan menjadi nekrotik dan akan terbentuk sequester yang merupakan
tanda klasik dari osteomielitis [18].

4.2 Etiologi Osteomielitis

Penyebab utama dari osteomielitis adalah penyakit periodontal, seperti


gingivitis, pyorrhea, atau periodontitis. Adanya gangren radiks, karena pencabutan
yang tidak sempurna sehingga masih ada sisa akar yang tertinggal di dalam tulang
rahang yang akan memproduksi toksin yang bisa merusak tulang di sekitarnya. Pada
pembedahan gigi, trauma wajah yang melibatkan gigi, pemakaian kawat gigi, atau
pemasangan alat lain yang dapat membuat tekanan pada gigi serta dapat menarik gigi
dari soketnya merupakan penyebab-penyebab yang dapat menimbulkan osteomielitis.
Selain itu, osteomielitis juga disebabkan oleh infeksi. Infeksi ini bisa disebabkan
trauma berupa penyebaran dari stomatitis, tonsillitis, infeksi sinus, furukolosis
maupun infeksi yang hematogen. Inflamasi yang disebabkan bakteri pyogenik ini
meliputi seluruh struktur yang membentuk tulang, mulai dari medulla, korteks dan
periosteum [19].

Osteomielitis juga disebabkan oleh bakteri. Hampir seluruh organisme


menjadi bagian dari gambaran etiologi, namun staphylococci dan streptococci yang
paling banyak teridentifikasi. Osteomielitis akut yang tidak ditangani atau menerima
penanganan yang tidak adekuat dapat berlanjut menjadi osteomielitis kronis. Etiologi
dari osteomielitis akut dan kronis hampir sama. Kebanyakan kasus disebabkan oleh
infeksi sehingga banyak klinisi mengatakan osteomielitis disebabkan oleh adanya
virulensi dari mikroorganisme yang terlibat serta tergantung dari ketahanan tubuh
pasien. Lokasi anatomi, status imunitas, status gizi, usia pasien, serta ada atau
tidaknya penyakit sistemik seperti Paget’s diseases, osteoporosis, atau sickle cell
disease, merupakan faktor-faktor yang mendukung terjadinya osteomielitis.
Identifikasi agen spesifik yang menjadi penyebab osteomielitis sangat sulit baik
dengan mikroskop dan secara mikrobiologi. Walaupun, agen etiologi seringkali sulit
diidentifikasi, banyak peneliti percaya bahwa bakteri (staphylococci, streptococci,
Bacteroides, Actinomyces) merupakan penyebab utama terjadinya osteomielitis
kronis [20].

Osteomielitis biasanya disebabkan oleh spesies Staphylococcus, kemudian


diikuti dengan Enterobacteriaceae dan spesies Pseudomonas. Staphylococcus aureus
merupakan patogen yang paling sering menyebabkan osteomielitis baik pada
osteomielitis akut dan juga kronis [21].Osteomielitis merupakan suatu infeksi
polimikroba karena banyaknya patogen yang ditemukan berhubungan dengan
osteomielitis.Perbedaan mikroorganisme patogen yang bisa
menyebabkanosteomielitis berdasarkan usia serta faktor predisposisi ditunjukkan
pada tabel 1 [22].
Tabel 1. Mikroorganisme yang paling sering ditemukan pada osteomielitis berdasarkan usia dan faktor
predisposisi.

Usia Etiologi

Bayi S. aureus, Enterobacter spp., Streptococcus (group A


and B)

Anak-anak S. aureus, Enterobacter spp., Streptococcus (group


B), Haemophilus influenzae

Dewasa S. aureus

Faktor predisposisi Etiologi

Pengguna obat jarum suntik S. aureus, P. aeruginosa, Serratia marcescens,


Candida spp.

Gangguan imunitas S. aureus, Bartonella henselae, Aspergillus spp.,


Mycobacterium avium complex, Candida albicans

Infeksi saluran urin P. aeruginosa, Enterococcus spp.

Diabetes melitus, insufisiensi vaskular, fraktur Polimikroba: S. aureus, Staphylococci koagulase


terbuat yang terkontaminasi negatif, Streptococcus spp., Enterococcus spp., Gram
negatif bacilli, anaerobes

4.3 Klasifikasi Osteomielitis

Osteomielitis dibagi menjadi beberapa jenis yaitu akut/subakut dan kronis yang
memiliki gambaran klinis yang berbeda.

1. Osteomielitis Akut dan Subakut

Meskipun bentuk osteomielitis akut jarang ditemui akhir-akhir ini,


kebanyakan penulis dalam literatur medis masih menggambarkan bentuk ini
sebagai kesatuan dari osteomielitis itu sendiri. Osteomielitis akut dapat
berasal dari hematogen. Osteomielitis dikatakan akut apabila terjadi dalam
kurun waktu kurang dari dua minggu. Terjadinya infeksi pada osteomielitis
akut dimulai dari adanya infeksi pada rongga medulla pada tulang. Adanya
peningkatan tekanan pada tulang dapat menyebabkan berkurangnya suplai
darah dan penyebaran infeksi melalui saluran Havers ke tulang kortikal dan
periosteum, sehingga mengakibatkan nekrosis tulang. Faktor predisposisi
meliputi daya tahan host karena suplai darah lokal terganggu( Paget’s
Disease, radioterapi, keganasan tulang, dan lain-lain), atau penyakit sistemik
(diabetes mellitus, leukemia, AIDS dll), dan infeksi dari mikroorganisme.
Dalam beberapa kasus, abses periapikal dapat terlibat dalam osteomielitis.
Osteomielitis enam kali lebih sering terjadi pada mandibular dibandingkan
dengan maksila karena vaskularisasi pada maksila lebih banyak daripada
mandibular. Bakteri patogen yang ditemukan pada osteomielitis adalah
streptococci, Klebsiella spp, Bacteroides spp, dan bakteri anaerob lainnya
[23]. Istilah "osteomielitis subakut" tidak didefinisikan secara jelas dalam
literatur. Banyak penulis menggunakan istilah ini secara bergantian dengan
osteomielitis akut, dan beberapa menggunakannya untuk menggambarkan
kasus osteomielitis kronis dengan gejala yang lebih prominen. Dalam
beberapa kasus, osteomielitis subakut disebut sebagai tahap transisi dari
osteomielitis akut yang terjadi pada minggu ketiga dan keempat setelah
timbulnya gejala [24].

2. Osteomielitis Kronis
Osteomielitis dikategorikan sebagai kronis apabila masa waktu terjadinya
lebih dari tiga bulan yang merupakan kelanjutan dari osteomielitis subakut.
Osteomielitis kronis yang terjadi pada tulang rahang dapat dibagi menjadi dua
jenis yaitu supuratif dan nonsupuratif.
a. Osteomielitis kronis supuratif
Osteomielitis kronis supuratif adalah ostemielitis yang paling umum terjadi,
dimana sering diakibatkan oleh invasi bakteri yang menyebar. Sumber yang
paling sering adalah dari gigi, penyakit periodontal, infeksi dari pulpa, luka
bekas pencabutan gigi dan infeksi yang terjadi dari fraktur. Pada kasus ini
sering dijumpai pus, fistel dan sequester.

b. Osteomielitis kronis nonsupuratif


Osteomielitis kronis nonsupuratif menggambarkan bagian yang lebih
heterogenik dari osteomielitis kronis. Menurut Topazian yang termasuk jenis
osteomielitis kronis supuratif ini antara lain osteomielitis tipe sklerosis kronis,
periostitis proliferasi, serta aktinomikotik dan bentuk yang disebabkan oleh
radiasi. Hudson menggunakan istilah ini untuk menggambarkan kondisi
osteomielitis berkepanjangan akibat perawatan yang tidak memadai, atau
meningkatnya virulensi dan resistensi antibiotik dari mikroorganisme yang
terlibat. Oleh karena itu klasifikasi ini juga menggabungkan beberapa kasus
dan juga meliputi bentuk supuratif dari osteomielitis, yang merupakan stadium
lanjutan dari bentuk nonsupuratif [24].

4.4 Gambaran Klinis Osteomielitis

1. Ostemyelitis Akut

Pada osteomielitis akut nyeri merupakan gejala klinis yang utama. Selain itu, pyrexia,
lymphadenopathy, leukosistosis juga dapat muncul sebagai gejala klinis ostemyelitis
akut. Terbentuknya pus dapat terjadi akibat infeksi oleh bakteri staphylococcus.
Parasthesia yang terjadi pada bibir bawah biasanya muncul akibat keterlibatan
mandibular [25].

2. Osteomielitis Kronis

Gejala klinis osteomielitis kronis biasanya asimtomatik namun bisa saja timbul nyeri
dengan intensitas yang berbeda – beda dan tidak berhubungan dengan perluasan
penyakit. Namun durasi nyeri secara umum berhubungan dengan perluasan penyakit.
Jarang ditandai oleh terbentuknya eksudat. Pembengkakan pada rahang merupakan
gejala yang umum terjadi dan jarang terjadi kehilangan gigi [26].

a. Osteomielitis kronis supuratif

Gejala klinis osteomielitis kronis supuratif meliputi rasa sakit, malaise, demam,
anoreksia. Setelah 10 – 14 hari setelah terjadinya osteomielitis supuratif, gigi-gigi
yang terlibat mulai mengalami mobiliti dan sensitif terhadap perkusi, pus keluar di
sekitar sulkus gingiva atau melalui fistel mukosa dan kutaneus, biasanya dijumpai
halitosis, pembesaran dimensi tulang akibat peningkatan aktivitas periosteal,
terbentuknya abses, eritema, lunak apabila dipalpasi. Trismus kadang dapat terjadi
sedangkan limphadenopati sering ditemukan. Temperatur tubuh dapat mencapai 38 –
39oC dan pasien biasanya merasa dehidrasi [26].

b. Osteomielitis kronis nonsupuratif

Istilah osteomielitis nonsupuratif menggambarkan bagian yang lebih heterogenik dari


osteomielitis kronis. Gejala klinis yang biasanya dijumpai adalah rasa sakit yang
ringan dan melambatnya pertumbuhan rahang. Gambaran klinis yang dijumpai adalah
adanya sequester yang makin membesar dan biasanya tidak dijumpai adanya fistel
[26].

c. Garres osteomielitis

Gambaran klinis yang dijumpai adalah bentuknya lebih terlokalisir, keras,


pembengkakan tulang mandibula yang tidak halus pada bagian bawah dan samping
pada tulang mandibula dan disertai dengan karies pada molar satu. Gejala klinis yang
dijumpai adalah limphadenopati, hiperpireksia dan biasanya tidak sertai dengan
leukositosis [26].
4.5 Gambaran Radiografi Osteomielitis

Karena variasi yang luas dalam bukti radiografi atau gejala klinis terjadi, diagnosis
dini terkadang sulit dilakukan. Proses osteomielitik berasal dari struktur tulang
cancellous, dan kerusakan struktur cancellous terjadi dengan resistensi jauh lebih
sedikit daripada tulang kortikal. Tulang kortikal yang padat, dan proses destruktif
mungkin dapat berlangsung sebelum osteomielitis dapat terungkap dalam radiografi
karena superimposisi dari tulang kortikal yang lebih padat. Dalam jenis yang lebih
agresif atau tidak terkendali, kerusakan mungkin dapat terjadi dengan cepat dan
tulang kortikal mungkin dapat diserang sehingga bukti radiografi menjadi terlihat
pada tanggal awal. Proses destruktif ini tidak memiliki pola yang pasti. Daerah
radiolusen yang terlihat pada radiograf sering digambarkan memiliki gambaran
wormy [26].

A. Gambaran Radiografis Osteomielitis Akut

Gambaran panoramik merupakan pemeriksaan pertama pada pasien yang secara


klinis dicurigai memiliki perkembangan osteomielitis rahang. Dalam prosedur dental,
pencabutan gigi pada area molar memilliki kemungkinan terjadinya perkembangan
osteomielitis. Perbandingan dari panoramik baru dengan yang sebelumnya
memberikan pengakuan dan perbedaan dari infeksi yang baru mulai atau perisitensi
dan reaktivasi dari proses sebelumnya. Radiografi mungkin akan gagal untuk
memperlihatkan adanya perbedaan untuk 4-8 hari. Hingga inflamasi telah
menghasilkan peleburan yang cukup dari tulang trabekula, radiograf konvensional
mungkin akan menghasilkan hasil normal. Resopsi tulang dari hipearmia dan
aktivitas osteoklastik membutuhkan 30-50% reduksi fokal dari mineral tulang untuk
bisa di kenali dalam radiograf, karena itu tidak biasa untuk film biasa
menginterpretasikan seperti normal selama 2 minggu atau kadangkala 3 minggu
setelah onset gejala [24].
Gambar : Osteomielitis akut pada kanan mandibula setelah 2 minggu
dlakukan ekstraksi gigi 46. Gambaran panoramic memperlihatkan keabnormalan
dengan tampilan seperti normal pada soket setelah ekstraksi gigi 46.

Tinjauan dari tanda-tanda pada radiografi konvensional osteomielitis akut


diberikan pada table. Tanda awal dari osteomielitis adanya kehilangan struktur
trabekular tulang yang menghasilkan area fokal radiolusen. Indikator awal radigrafik
adalah pelebaran PDLS atau defek pada lamina dura. Penghancuran tulang diwalai
dengan proses dalam tulang cancellous. Kortikal Plate merupakan proses kedua dari
resopsi tulang yang progesif dan meningkatkan tekanan mendesak oleh inflamasi.
Dalam 3 & 4 minggu, radiograf cenderung menjadi patologis. Temuan pada
radiografi terdiri dari area radiolusen yang tidak biasa, sequestra, reaksi periosteal
terkalsififkasi dan kadang-kadang fistula. Pada tahap lebih parah dari akut
osteomielitis sequester munkin ada pada temuan radiograf [24].

Tabel tanda-tanda osteomielitis akut [24]

1-2 minggu 3-4 minggu

Peningkatan radiolusensi Garis radiolusensi sekitar tulang kortikal


dengan peningkatan radiopasiti yang
mengindikasikan bentuk sequester
Kehilangan struktur trabecular Garis irregular radiolusen dalam kortikal
yang berhubungan dengan fistula

Kehilangan kontur dari kanal mandibular Reaksi periosteal terkalsifikasi

Pelebaran pseudo dari foramen mentale Area kecil sklerosis diselingi dengan zona
dan kanal mandibular radiolusensi yang meningkat

Erosi dari tulang kortikal Fraktur sebagai komplikasi yang potensial


B. Gambaran Radiografis Osteomielitis Kronis

Gambaran panoramic merupakan pemeriksaan standar yang sama dengan akut


osteomielitis, untuk menilai situasi ossesous dan status dari pertumbuhan gigi.
Osteomielitis kronis yang mempengaruhi mandibula lebih dapat dikenali
dibandingkan apabila osteomielitis kronis yang mempengaruhi maksila. Osteomielitis
kornis pada rahang menunjukan tanda karakteristik radiografi. Prinsip pencariannya
adalah radiopasitas yang progresif dengan penghapusan dari struktur trabekula tulang
cancellous dan kehilangan tulang antara kortikal-cancellous. Tanda radiografi secara
histologis berhubungan dengan skeloris tulang degan trabekula kasar selama
proliferasi dari osteoblas melingkari tulang trabekula dan melewati ruang sumsum
[24].

Tabel tanda radiogradi konvensional pada Osteomielitis Kronis Primer dan


Osteomielitis Kronis Sekunder [24].

Osteomielitis kronis Secondary Osteomielitis kronis Primer

Terdapat area-area peningkatan Terdapat area-area peningkatan


radipoasiti dengan kehilangan tulang radiopasiti dengan kehilangan tulang
trabekula trabekula, penghapusan dari tulang
kortikal-cancellous junction yang
mempengaruhi hemimandible

Area minor radiolusensi, gangguan dari Spot-spot minor radiolusensi


tulang kortikal

Bentukan sequester Reaksi periosteal yang langka

Reaksi periosteal terkalsifikasi Keterlibatan temporo mandibular joint

Fraktur patologis
Gambar 1 : Gambaran radiografi panoramic dari osteomielitis kronis pada mandibula.
Terlihat massa radiopak dari region 37 hingga ramus mandibular [28].

4.6 Penataksanaan Osteomielitis

Langkah pertama dalam penatalaksanaan osteomielitis adalah mendiagnosa


kondisi pasien dengan benar. Diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis,
pemeriksaan radiografi dan pemeriksaan jaringan. Jaringan yang terkena osteomielitis
harus dikirim ke lab untuk dilakukan pewarnaan gram, kultur bakteri, tes sensitivitas
dan pemeriksaan histopatologis. Operator harus mencurigai faktor malignansi yang
memiliki tampilan klinis yang sama dengan osteomielitis, dan harus dicantumkan
dalam diagnosa banding. Evaluasi dan kontrol medis pada perawatan pasien dengan
immunocompromised sangat membantu perawatan osteomielitis. Misalnya,
mengontrol gula darah pada pasien diabetes untuk mendapatkan respon yang baik
terhadap terapi osteomielitis. Pengobatan antibiotik empiris harus dilakukan
berdasarkan hasil pewarnaan Gram atau berdasarkan patogen yang mungkin diduga
terlibat di daerah maxillofacial. Kultur definitif dan laporan sensitivitas biasanya
memakan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, tetapi hal ini sangat
membantu dokter bedah untuk mendapatkan antibiotik yang paling sesuai
berdasarkan organisme yang terlibat [29].
Penentuan waktu untuk melakukan tindakan bedah sangatlah penting,
terutama untuk sequestrektomi. Tulan nekrotik yang terjadi selama terserang
osteomielitis harus dikeluarkan secara pembedahan. Apabila sekuesternya kecil,
pengambilannya secara intraoral, namun apabila melibatkan daerah yang luas
dilakukan dengan diseksi perkutaneus yang lebar. Ukuran dan sifat dari sekuester
dapat sedemikian rupa sehingga sekuester harus dipecah (seperti pada pengeluaran
gigi impaksi) sehingga memudahkan pengeluaran dan memungkinkan untuk
mempertahankan lebih banyak tulang yang normal disekitarnya. Jaringan disekitar
sekuester merupakan jaringan granulasi yang juga harus di hilangkan. Kemudian
daerah teresebut di irigasi dengan larutan antibiotik topikal (Neomycin/Bacitracin
atau Kanamycin) dan letakkan kasa yang mengandung antibiotik dan diamkan selama
3-5 hari, tergantung respon klinis atau diganti dua atau tiga kali sehari [30].

Apabila sekuestrasi terjadi dengan lambat atau difus maka perlu dilakukan
dekortikasi. Dekortikasi biasanya memerlukan pengambilan segmen lateral /korteks
bukal dari mandibula. Injeksi fluoroscein intravena (bahan pewarna vital) dapat
dilakukan untuk mengetahui tulang yang nekrotik. Namun, uji klinis yang paling
sering dilakukan pada tulang vital adalah melihat perdarahan tulang. Selain
mengambil tulang nekrotik, dekortikasi juga mengambil daerah yang terinfeksi yang
vaskularisasinya relatif sedikit hingga pada jaringan lunak disekitarnya yang
tervaskularisasi dengan baik. Gangguan pada suplai darah mengurangi keefektifan
terapi ini. Sesudah tindakan bedah, pasien harus di instruksikan untuk mengkonsumsi
makanan dan minuman yang cukup dan bergizi karena hal ini juga menentukan
apakah osteomielitis akan sembuh atau memburuk. Penyembuhan osteomielitis juga
harus dipantau secara klinis, laboratoris dan radiografis [30].

Pilihan terbaik adalah dengan sekuestrektomi dan saucerization. Tujuan dari


tindakan ini adalah untuk menghilangkan jaringan nekrotik atau vaskularisasi tulang
sequestra yang buruk pada area yang terinfeksi dan untuk memperbaiki aliran darah.
Sekuestrektomi meliputi pengambilan tulang yang terinfeksi dan bagian yang tak
tervaskularisasi pada tulang, umumnya kortikal plate pada area yang terinfeksi.
Saucerization meliputi pengambilan korteks tulang yang bersebelahan untuk
mempermudah penyembuhan melalui tindakan sekunder yang akan dilakukan setelah
tulang yang terinfeksi dihilangkan. Dekortikasi meliputi penghilangan jaringan yang
padat, sering kali merupakan infeksi kronis dan vaskularisasi yang buruk pada tulang
korteks dan penempatan periosteum vaskular yang bersebelahan pada tulang medular
untuk meningkatkan aliran darah dan penyembuhan pada area yang terlibat. Kunci
utama dari prosedur ini secara klinis ditentukan oleh cutting back untuk perdarahan
tulang yang baik. Penilaian klinis menjadi hal yang sangat penitng pada tahap ini,
namun hal tersebut dapat dibantu dengan gambaran preoperative yang menunjukkan
patologi yaitu adanya pelebaran tulang. Hal tersebut diperlukan untuk mengekstraksi
gigi tetangga pada area osteomielitis. Saat mengekstraksi gigi tetangga dan
melakukan pengambilan tulang, operator harus menyadari bahwa prosedur bedah ini
dapat melemahkan tulang rahang dan rentan terhadap fraktur patologis [30].
Gambar 17-6 A, Gambaran panoramic dari seorang laki-laki berusia 70
tahun dengan rasa nyeri dan pembengkakan pada mandibula bagian kanan.
Tampak lesi sklerotik pada mandibula bagian kanan. B, pembesaran gambaran
panoramic menunjukkan lesi sklerotik pada mandibula bagian kanan. Biopsi
Incisional memperlihatkan osteomielitis. C, Computed Tomography (CT-Scan)
tampak aksial, menunjukkan lesi sklerotik pada mandibula bagian kanan. D,
CT-Scan tampak aksial menunjukkan lesi pada mandibula bagian kanan. E,
CT-Scan tampak koronal menunjukkan lesi sklerotik pada mandibula bagian
kanan dengan area tulang “moth-eaten”. F, gambaran panoramik dari
mandibula bagian kanan setelah dilakukan debridemen, perdarahan pada
tulang kembali baik. G, pembesaran gambaran panoramic yang menunjukkan
area yang melemah pada mandibula bagian kanan. H, gambaran panoramic
dari mandibula setelah 3 bulan post-operative. Pasien mendengar bunyi “pop”
saat mengunyah. I, pembesaran gambaran panoramic menunjukkan fraktur
patologis dari mandibula bagian kanan. J, Open reduction dan fiksasi rigid
internal dari fraktur patologis pada mandibula bagian kanan

Untuk mendukung area yang melemah, digunakan alat fiksasi (seperti external
fixator atau reconstruction type plate) maupun menempatkan pasien pada fiksasi
maksilomandibula sering digunakan untuk mencegah fraktur patologis. Tentu saja,
diperlukan graft pada area tersebut bila sekuestrektomi dan saucerization telah
dianggap adekuat [30].

Terdapat metode perawatan lainnya dengan memasukkan antibiotik dosis


tinggi pada area yang melemah dengan menggunakan antibiotic impregnated beads
atau dengan sistem wound irrigation. Terapi ini didasari oleh premis bahwa tingkat
antibiotic local yang tinggi akan mengakibatkan, keseluruhan beban sistemik menjadi
rendah, dengan demikian akan mengurangi efek samping dan resiko komplikasi [30].

Perawatan Hyperbaric oxygen (HBO) juga didukung sebagai perawatan


refractory osteomielitis. Metode perawatan ini bekerja dengan meningkatkan tingkat
oksigenasi jaringan yang akan membantu melawan bakteri anaerob yang terdapat
pada luka. Penggunaan yang luas dari perawatan HBO sebagai perawatan untuk
osteomielitis masih menjadi kontroversi [30].

Reseksi tulang rahang menjadi upaya terakhir, dan secara umum dilakukan
setelah debridemen terkecil dilakukan atau terapi sebelumnya tidak berhasil, maupun
untuk menghilangkan area yang disertai fraktur patologi. Reseksi ini dilakukan secara
extraoral, dan rekonstruksi dapat dilakukan segera maupun ditunda, tergantung pada
pertimbangan ahli bedah [30].

Apabila pasien mengalami parastesi pada osteomielitis mandibula, reseksi dan


rekonstruksi langsung di indikasikan pada kasus ini. Dalam hal ini, mempertahankan
mandibula harus dilakukan dan salah satunya harus diupayakan untuk memperpendek
perjalanan penyakit dan perawatan [30].

Gambar 17-8 A, gambaran panoramic dari seorang perempuan berusia 64


tahun dengan simptomatik, gigi 32 direncanakan untuk di ekstraksi. B,
pembesaran gambaran panoramic menunjukkan lubang pada sebagian gigi 32
yang impaksi. C, Gambaran panoramic dari mandibula dengan rasa nyeri,
pembengkakan dan parastesi pada mandibula. D, pembesaran gambaran
panoramic menunjukkan fraktur patologis dengan tulang sequestrum pada regio
angle mandibula bagian kanan. E, angle kanan di debridemen melalui
pendekatan extraoral. F, Fiksasi rigid diaplikasikan pada “defect-fracture”.
Tidak ada kontak pada tulang yang terlihat setelah osteomielitis di debridement,
waktu perdarahan yang normal. G, dilakukan autogenous bone graft pada
pasien sebagai bagian dari pembedahan primer. H, gambaran panoramic dari
debridemen dan rekonstruksi sebagai prosedur tahap pertama.
BAB V

KESIMPULAN

Pada kasus ini menjelaskan tentang karakteristik dari osteomielitis supuratif kronis.
Penanganan untuk pasien ini,dilakukan dengan pemberian antibiotik dan tindakan
non bedah namun hasilnya tidak memuaskan. Penggunaan antibiotik spektrum luas
penting untuk mengatasi bakteri staphylococcus, actinomyces dan bakteri lainnya.
Penanganan awal untuk pasien ini diberikan HBOT ajuvan sebagai penghilang rasa
sakit. HBOT akan memperbaiki tekanan oksigen pada hiposiklin, meningkatkan
proliferasi vaskular, aktivitas fibroblastik dan aktivitas stimulasiostoklastik [15,16].
Kemampuan dari leukosit untuk membunuh bakteri juga akan meningkatkan tekanan
oksigen yang lebih tinggi pada jaringan. Secara umum, validasi HBOT digunakan
sebagai perawatan tambahan untuk bedah dan untuk terapi antimikroba pada
perawatan refractory, chronic sclerosing, osteomielitis supuratif kronis [17].
Perawatan bedah awal terdiri dari sequestrektomi dan dekortikasi bersamaan dengan
terapi antimikroba intravena. prosedur ini sesuai dengan protokol yang diterbitkan
oleh penulis lain [17].
DAFTAR PUSTAKA

1. Topazian RG. Osteomielitis of jaws. In Topazian RG, Goldberg MH (eds).


Oral and maxillofacial infections, 3rd ed. pp 251-286. Philadelphia, PA:
Saunders, 1994.
2. Yeoh SC, Mac Mahon S, Schifter M. Chronic suppurative osteomielitis of the
mandible: Case report. AustDent J 2005; 50:200-3.
3. Marx R E. Chronic osteomielitis of the jaws. Oral Maxillofac Surg Clin North
Am 1991; 3:367.
4. Mercuri LG. Acute osteomielitis of the jaws. Oral Maxillofac Surg Clin North
Am 1991; 3:355.
5. Baltensperger M, Eyrich G. Osteomielitis of the Jaws: definitions and
classification. In: Baltensperger M, Eyrich G, editors. Osteomielitis of jaws.
Berlin: Springer 2009; p. 5-56.
6. Scolozzi P, Lombardi T, Edney T, Jaques B. Enteric bacteria mandibular
osteomielitis. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2005;
99:E42-46.
7. Krakowiak P. Alveolar Osteitis and Osteomielitis of the jaws. Oral Maxillofac
Surg Clin N AM 23 2011; 401-413.

8. Koorbusch GF, Fotos P, Gool KT. Retrospective assessment of osteomielitis:


etiology, demographics risk factors and management in 35 cases. Oral
Surgery Oral Med Oral Pathol 1992; 74:149-54.
9. Balterspenger MA. Retrospective analysis of 290 osteomielitis cases treated
in the past 30 years at the department of craniomaxillofacial surgery Zurich
with special recognition of the classification. Med Dissertion Zurich 2003;
1:1-35.
10. Uche C, Mogyoros R, Chang A, et al. Osteomielitis of the jaw: a retrospective
analysis. Int J Infect Dis 2009;7:2.
11. Bevin CR, Inwards CY, Keller EE. Surgical management of primary chronic
osteomielitis: a long-term retrospective analysis. J Oral Maxillofac Surg
2008;66:2073-2085.
12. 12. Lucchesi L, Kwok J. Long term antibiotics and calcitonin in the treatment
of chronic osteomielitis of the mandible: case report. Br J Oral Maxillofac
Surg 2008;46:400-402.
13. Waldvogel FA, Medoff G, Swartz MN. Osteomielitis:
a review of clinical features, therapeutic considerations and unusual aspects (
parts 1 and 2 ). N Enel I Med1970; 282:198-206.
14. 14. Marx RE, Carlson ER, Smith BR, Toraya N. Isolation of Actinomyces
species and Eikenella corrodens from patients with chronic diffuse sclerosing
osteomielitis. J Oral Maxillofac Surg 1994; 52(1):26-33.
15. 15. Triplett RG, Branham GB, Gillmore JD, Lorber M. Experimental
mandibular osteomielitis: therapeutic trials with hyperbaric oxygen. J Oral
Maxillofac Surg 1982;40(10):640-6.
16. 16. Gill AL, Bell CN. Hyperbaric oxygen: its uses, mechanisms of action and
outcomes. QJM 2004; 97(7):385-95.
17. 17. van Merkesteyn JP, Groot RH, van den Akker HP, Bakker DJ,
Borgmeijer-Hoelen AM. Treatment of chronic suppurative osteomielitis of the
mandible. Int J Oral Maxillofac Surg 1997; 26(6):450-4.
18. Baltensperger, M., M., dan Eyrich, G., K., H. “Osteomielitis of The Jaw”.
https://books.google.co.id/books?id=nl58_hwIrY0C&printsec=frontcover&dq
=osteomielitis&hl=id&sa=X&ved= (diakses tanggal 23 Mei 2017)
19. Syamsoelily,L,.Mappangara,S,. Chandha,M.H., Ruslin,M.,2013, Osteomielitis
Supuratif Kronis pada Mandibular Edentulous. Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanudin, 35-36.
20. Regezi, J. A., Sciubba, J. J., Jordan, R. C. K., 2003, Oral Pathology Clinical
Correlations Fourth Edition, Saunders: United States, America, p. 313-315
21. Gomes, D., Pereira, M., Bettencourt, A. F., 2013,Osteomielitis: An Overview
of Antimicrobial Therapy, Faculty of Pharmacy University of Lisbon:
Portugal, Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences, vol. 49, no 1, January
– March 2013, p. 15.
22. Putra, R. F., Sulistyani, L. D., 2009, Osteomielitis Kronis Mandibula pada
Anak-anak dan Dewasa, Fakultas Kedokterann Gigi Universitas Indonesia,
Jurnal PDGI, vol. 58, no. 3, hal. 20-21
23. Fragiskos D. Oral Surgery. 3rd ed. Greece: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2007. 360 p.
24. Baltensperger MM, Eyrich GK. Osteomielitis of The Jaws. 1st ed. Germany:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2009. 11 p.
25. Regezi, J. A., Scuba, J.J., Jordan, R., 2003, Oral Pathology; Clinical
Pathologic Correlation, Elsevier Science, USA, hal. 394-400
26. Syahputra, Dahnil, 2011, Rekonstruksi Ankilosis Sendi Temporomandibula
akibat Osteomielitis Kronis dengan Teknik Total Joint Replacement,
Universitas Sumatera Utara, Sumatera.
27. Kruger, G.O., 1979, Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery, 11th ed., C
V Mosby Company, London, Chap. 11:Acute infections of the oral cavity,
Hal. 23
28. Putra R.F., Sulistyani L.D., 2009, Osteomielitis Kronis Mandibila pada Anak-
anak dan Dewasa, Jurnal PDGI, Volume 58, Nomor 3, Hal. 22
29. Miloro, M., Ghali, G.E., Larsen, P.E., Waite, P.D., 2004, Peterson’s Principles
of Oral and Maxillofacial Surgery, 2nded., BC Decker Inc, Ontario, hal. 316-
318
30. Petersen, Gordon W., 2004, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, hal. 213

Anda mungkin juga menyukai