1647 4424 1 PB PDF
1647 4424 1 PB PDF
Analisis Kandungan Asam Lemak pada Sotong (Sepia Sp.) dengan Metode Kg-Sm
1
Sulianti Tiara Dewi, 2 Indra Topik Maulana, 3 Livia Syafnir
1,2,3
Prodi Farmasi, Fakultas MIPA, Unisba, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116
e-mail: 1suliantitiaradewi@yahoo.com, 2 indra.topik@gmail.com,
3
livia.syafnir@gmail.com
Abstrak. Telah dilakukan analisis kandungan asam lemak pada sotong (Sepia sp.) dengan metode KG-
SM. Sotong merupakan salah satu biota laut yang termasuk kedalam kelompok Cephalopoda atau cumi-
cumi. Sotong terdiri dari beberapa bagian di antaranya bagian daging, kepala dan jeroan. Masyarakat
umumnya mengonsumsi seluruh bagian sotong. Sotong mengandung asam lemak bermanfaat seperti
DHA dan EPA. Tujuannya untuk mengetahui komposisi kandungan asam lemak bermanfaat pada hewan
laut sotong. Sotong diekstraksi dengan menggunakan metode refluks. Analisis kandungan asam lemak
sotong dianalisis dengan metode KG-SM dengan sebelumnya dilakukan proses transesterifikasi untuk
mendapatkan FAME. Hasil rendemen yang diperoleh pada seluruh bagian tubuh sotong ialah 1,400 %.
Hasil pengujian mutu minyak sotong meliputi bilangan asam yang menghasilkan bilangan asam sebesar
75,047 mg NaOH/g. Kandungan asam lemak tertinggi pada sotong ialah asam palmitat sebesar 19,068
%, asam lemak tak jenuh tertinggi sebesar 18,048 % serta kandungan kolesterol sebesar 17,250%.
A. Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara bahari yang terdiri dari 17 ribu pulau dan
memiliki garis pantai 99.093 kilometer. Indonesia secara geografis diapit oleh dua buah
samudera besar yaitu samudera Pasifik dan samudera India sehingga wajar di Indonesia
terdapat beragam spesies ikan laut baik ikan kecil maupun ikan besar dapat bermigrasi
ke negeri ini. Tidak hanya jenis ikan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
mata pencaharian dan konsumsi, namun biota laut lain seperti kelompok Cephalopoda
atau Cumi-cumi salah satunya ialah sotong. Sotong biasa dijadikan penganan atau
seafood yang biasa disajikan di tempat-tempat besar seperti hotel. Selain mengandung
daging yang tebal dan lezat, harga jual sotong ini masih cukup terjangkau dibandingkan
hewan laut lain seperti kepiting. Menurut data statistik hasil perikanan tahun 2012,
komoditi sotong dan cumi-cumi di Indonesia sebesar 73.264.777 kg (Badan Pusat
Statistik, 2012:11). Sotong mempunyai potensi sebagai sumber gizi karena mengandung
asam lemak tak jenuh seperti omega-3. Omega-3 dapat mencegah pengerasan pembuluh
arteri dan mengurangi kekentalan darah yang menyebabkan penggumpalan platelet
dalam darah (Moneysmith, 2003:21). Masyarakat Indonesia pada umumnya
mengonsumsi seluruh bagian sotong, mulai dari bagian daging (badan), kepala, dan
penyajian sotong biasanya beserta bagian jeroannya yang dimasukkan kedalam badan
sotong. Sotong merupakan hewan laut yang mengandung banyak kolesterol sihingga
sebagian masyarakat lebih memilih mengonsumsi ikan dibandingkan sotong.
Asam lemak merupakan salah satu komponen utama penyusun minyak yang
terdapat pada sumber hewani ataupun nabati, baik asam lemak jenuh maunpun tak jenuh
mempunyai peran penting dalam tubuh. Kandungan kimia yang penting pada kelompok
Cephalopoda ialah Asam lemak tak jenuh terutama dari golongan PUFA
(Polyunsaturated fatty acids) (Kordi dan Ghufran, 2010:140). Komponen penting
lainnya dan sedang gencar diminati masyarakat ialah DHA dan EPA. DHA dan EPA
diperoleh dari fitoplankton yang banyak menjadi makanan utama hewan laut (Rosli
125
126 | Sulianti Tiara Dewi, et al.
dkk., 2012:815). DHA memiliki peranan penting dalam perkembangan otak (Birch dkk.,
2000:174).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kandungan asam lemak
bermanfaat pada sotong.
B. Landasan Teori
Menurut Jereb dan Roper (2005), sotong termasuk kedalam genus Sepia
Linnaeus, 1758 dan termasuk spesiesSepia sp. Sotong memiliki nama umum sotong ,
Cuttlefish (Inggris), dan balakutak, blekutak (Sunda, Jawa). Sotong memiliki bentuk
tubuh bulat sedangkan cumi-cumi memiliki tubuh menyerupai tabung. Sotong
memiliki2 tentakel panjang. Tentakel ini berfungsi sebagai alat untuk menangkap
mangsa dan memiliki cangkang yang berisi mantel dan memiliki tinta sebagai alat
pertahanan diri. Habitat sotong beragam di terumbu karang. Sotong hidup bergerombol
di pantai dan bernilai ekonomis tinggi dalam pasar internasional jika dibandingkan
dengan cumi-cumi yang masih dikembangkan secara tradisional dan skala kecil (Kordi
dan Ghufran, 2010:49-50). Sotong mengandung unsur gizi seperti omega-3 0,179 g,
kolesterol 95,0 mg, lemak total 0,590 g, protein 13,80, lemak jenuh 0,100 g dan natrium
316 mg (Ainsworth, 2009:133). Selain itu sotong banyak mengandung asam lemak tak
jenuh dan asam amino essensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Perbedaan kandungan gizi
pada sotong disebabkan adanya perbedaan spesies dan kondisi biologis sotong,
perbedaan tersebut dapat pula disebabkan karena adanya ketersediaan makanan pada
perairan serta jenis sotong itu sendiri (Papan dkk., 2011:154-157). Selain itu sotong
mengandung asam lemak tak jenuh terutama golongan PUFA seperti DHA dan EPA
(Kordi dan Ghufran, 2010:140).
Asam lemak merupakan asam karboksilat yang terdiri dari atom karbon 4-24
dengan ujung hidrokarbon nonpolar yang panjang. Berdasarkan kejenuhannya asam
lemak terbagi menjadi dua bagian yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh
(Sumardjo, 2006:265). Asam lemak jenuh (Saturated fatty acids) merupakan asam
lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap karbon (CH=CH) dalam struktur kimianya
(Ackman, 1994). Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang rantai karbonnya
memiliki satu atau lebih ikatan rangkapdan ikatan rangkap tersebut besifat
nonkonjugasi, sehingga letak ikatan rangkap tidak berdekatan, tetapi dipeisahkan oleh
gugus metilen (-CH2). Asam lemak tak jenuh memiliki titik lebur yang lebih rendah
dibandingkan dengan yang jenuh. Asam lemak tak jenuh terbagi menjadi asam lemak
tak jenuh dengan satu ikatan rangkap (tunggal) /MUFA (Monounsaturated fatty acids)
dan asam lemak tak jenuh dengan ikatan rangkap majemuk/PUFA (Polyunsaturated
fatty acids) (Ackman, 1994:35). Asam lemak omega-3 merupakan asam lemak yang
mempunyai ikatan rangkap pada atom karbon nomor 3 dihitung dari ujung gugus metil.
Jenis omega-3 yang banyak terdapat dalam minyak ikan ialah DHA dan EPA (Estiasih,
2009:12).
DHA (Docosahexanoic Acid) dan EPA (Eicosapentanoic Acid) menurut
beberapa ahli termasuk kedalam asam lemak essensial walaupun tubuh dapat
mensintesis keduanya, sintesis berjalan dengan lambat sehingga diperlkan asupan dari
makanan. DHA merupakan nutrisi penting yang terutama diperoleh dari minyak ikan
dengan kandungan 5-20%. DHA memiliki peranan penting dalam perkembangan otak
(Birch dkk., 2000:174). EPA dapat menghambat aktivitas enzim siklooksigenase
sehingga menurunkan pembentukkan prostaglandin dari asam arakidonat (Estiasih,
2009:31).
Ekstraksi minyak yang berasal dari hewan dapat dilakukan dengan metode
rendering (pengukusan) dan metode ekstraksi menggunakan pelarut. Rendering
digunakan untuk mengekstraksi minyak hewan dengan menggunakan cara pemanasan.
Ekstraksi dengan menggnakan pelarut dilakukan dengan cara melarutkan minyak dalam
pelarut minyak atau lemak (Winarno, 1984:99). Ekstraksi yang biasa digunakan ialah
dengan menggunakan refluks dan ekstraksi sinambung menggunakan alat soxhlet.
Parameter pengujian mutu minyak meliputi bilangan asam, bilangan
penyabunan, bilangan peroksida dan bilangan iodin. Bilangan asam merupakan jumlah
mg Kalium hidroksida yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang
terdapat dalam satu gram minyak (Gunstone, 2007:423). Angka asam umumnya
menggunakan basa (NaOH atau KOH), angka asam yang tinggi menunjukkan kualitas
minyak yang rendah karena semakin banyak yang mengalami hidrolisis (Panagan dkk.,
2011:40). Dapat dihitung dengan rumus(Rasyid, 2003:14).
Bilangan Asam
,
=
Transesterifikasi adalah penggantian gugus ester menjadi bentuk ester lain. Pada
proses ini, bahan yang yang digunakan bukanlah air melainkan alkohol, umumnya
katalis yang digunakan adalah KOH atau NaOH. Pelarut metanol lebih umum
digunakan untuk proses transesterifikasi karena harganya lebih murah dan lebih mudah
di Recovery (Dadang, 2006:58).
Dalam kromatografi gas sebagai fasa gerak dan kolom atau zat cair digunakan
sebagai fasa diam. Syarat analisis dengan kromatografi gas ialah senyawa organik yang
mudah menguap. Detektor yang biasa digunakan ialah spektrometer massa.
C. Metode Penelitian
Penelitian dengan judul analisis kandungan asam lemak pada sotong (Sepia sp.)
dengan metode KG-SM, telah dilakukan di laboratorium riset Farmasi Unisba di
Rangga Gading dan Laboratorium Kimia UPI dari bulan februari hingga bulan
juni2015. Bahan yang digunakan ialah Sotong (Sepia sp.) yang diperoleh dari pasar
Ciroyom, Bandung, Jawa Barat. Tahap pertama dilakukan proses ekstraksi sotong
menggunakan metode refluks dengan pelarut n-heksana, ekstrak cair kemudian
dievaporasi menggunakan Rotary vaccum evaporator Buchi. Tahap kedua dilakukan
pengamatan organoleptik serta penetapan parameter mutu meliputi bilangan asam
terhadap minyak yang dihasilkan. Tahap ketiga dilakukan proses transesterifikasi untuk
mendapatkan FAME menggunakan KLTGF254 dengan eluen-heksana:Etil asetat:Asam
asetat dengan perbandingan (90:10:1) v/v/v dan penambahan penampak bercak yaitu
campuran silica dengan serbuk iodin agar FAME dapat terlihat. Tahap terakhir
dilakukan analisis minyak dengan instrument KG-SM Shimadzu QP 2010 ULTRA yang
dilakukan di laboratorium kimia UPI dengan system kromatografi meliputi suhu kolom
600C, suhu injector 2800C, suhu detector 2900C dengan fase gerak gas helium.
Hidroksida yang dibutuhkan untuk menetralkan satu gram minyak. Hasil bilangan asam
minyak sotong tertera dalam Tabel 1.
Tabel 1 Bilangan asam
No Bilangan asam (mg NaOH/g Standar (mg NaOH/g)
1 75,04762 0,6
Bilangan asam yang tinggi ini menunjukkan bahwa kualitas minyak sotong yang
dihasilkan rendah. Dalam penelitian ini dilakukan proses transesterifikasi untuk
mendapatkan komponen FAME (Fatty acids Methyl Esters). FAME ini nantinya diukur
dengan menggunakan KG-SM. Proses ini dilakukan dengan menambahkan metanol
absolut kedalam minyak sotong dengan menggunakan bantuan katalis basa. Metanol
digunakan sebagai penyumbang gugus metil yang akan menempel pada gugus OH di
asam lemak. NaOH akan membantu mempercepat pelepasan asam lemak dari
triasilglisereol. Hasil transesterifikasi ini akan menghasilkan dua lapisan. FAME
kemudian ditambahkan n-heksana kemudian dilakukan penguapan. FAME dipantau
dengan menggunakan KLT. Digunakan campuran silika dengan serbuk iodin agar
penampak bercak FAME lebih terlihat. Tujuan dilakukannya proses transesterifikasi
untuk menghilangkan komponen trigliserida, sehingga ketika dianalisis menggunakan
KG-SM hanya senyawa metil ester FAME saja yang dihasilkan.
Kromatogram minyak sotong tertera pada gambar 1
E. Kesimpulan
Sotong yang diperoleh dari pasar Ciroyom, Bandung, Jawa Barat, memiliki
rendemen sebesar 1,400%. Ekstraksi sotong menggunakan metode refluks dengan
pelarut n-heksana dihasilkan minyak yang berwarna coklat tua dengan bau amis tajam
khas minyak dengan bentuk yang padat. Hasil pengujian parameter mutu minyak
meliputi bilangan asam minyak sotong sebesar 75,047 mg NaOH/g. Kandungan asam
lemak ada sotong terdiri dari asam lemak jenuh meliputi asam miristat, asam stearat,
asam arakidat, asam margarat dan asam palmitat dengan komposisi asam palmitat yang
merupakan asam lemak jenuh teringgi sebesar 19,068. Komposisi asam lemak tak jenuh
meliputi asam arakidonat, asam palmitoleat, asam elaidat, asam oleat, asam linoleat,
DHA dan EPA. Asam lemak tak jenuh (PUFA) tertinggi ialah DHA (asam
dokosaheksanoat) sebesar 18,048%. Sotong memiliki kandungan kolesterol sebesar
17,250%.
Daftar Pustaka
Ackman, R.G. (1997). 'Has Evolution and Long-term Coexistence Adapted us to Cope
with Trans Fatty Acids?', Journal Food Lipids,Vol. 4, No. 4: 295-318.
Ainsworth, M. (2009). The Kitchen Professional Fish and Seafood: Identification,
Fabricaton and Utilization, Dalmar, United States of America.
Birch, E.E., Garfield MS,S., Hoffman, R.D., Uauy, Rand Birch, D.G. (2000). A
Randomised Controlled Trial of Early Dietary Supply of Long-chain
Polyunsaturated Fatty Acids and Mental Development in Term Infants,
Development Medicine and Child Neurology, Vol. 42, No. 3: 174-181.
Dadang. (2006). Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel, Penebar Swadaya, Jakarta.
Direktorat Pemasaran Luar Negeri. (2012). Statistik Ekspor Hasil Perikanan Menurut
Komoditi, Provinsi dan Pelabuhan Asal Ekspor, Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Gunstone, F.D., Harwood, J.L and Djikstra, A.J. (2007). The Lipid Books Third Edition,
CRC Press, New York.
Jereb, P and Roper, C.F.E. (2005). Cephalopods of the World, FAO Species Catalogue
for Fishery Purpose, 4(1): 114-115.
Kordi, K.M.G.H. (2010). A to Z Budidaya Biota Akuatik untuk Pangan, Kosmetik dan
Obat-obatan, Lily Publisher, Yogyakarta.
Moneysmith, M. (2003). Basic Health publications User’s Guide to Good Fats and Bad
Fats, Jack Challem, Boulevard East.
Papan, F., Jazayeri, A., Motamedi, H. Dan Mahmoudi ,Asl. S. (2011). Study of the
Nutritional Value of Persian Gulf Squid (Sepia arabica). Journal of American
science. Vol. 7, No. 1: 154-157.
Rasyid, A. (2003). Asam Lemak Omega-3 dari Minyak Ikan. Oseana. Vol. XXVIII, No.
3: 12-15.
Rosli, Wan W.I., dkk. (2012). Fat Content and EPA and DHA Level of Selected
Marine, Freshwater Fish and Shellfish Species From The East Coast of
Peninsular Malaysia. International Food Research Journal, Vol.3, No. 3: 815.
Sumardjo, D. (2006). Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran
dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksakta, EGC, Jakarta.
Thanonkaew, A., Benjakul, S. and Visessanguan, W. (2006). Chemical Composition
and Thermal Property of Cuttlefish (Sepia pharaonis). Journal of Food
Composition and Analysis, Vol. 19, No. 2: 591-599.